Kes - Final - S2 - Cipta Hadi
Kes - Final - S2 - Cipta Hadi
“The everyday was always there, and we, like everyone else, were always immersed
in it. To some extent is this immersion which prevents us from seeing the everyday
or acknowledging it. But it is also from this immersion that specialised disciplines,
among them architecture, attempt to escape. These disciplines require a distance
from the ordinary in order to define themselves as something set apart and
(crucially) thereby place themselves in a position to exert control and power.”
Dapat dilihat di gambar di bawah, foto di sebelah kiri merupakan foto yang
dipublikasikan secara resmi oleh arsiteknya melalui situs www.archdaily.com. Terlihat
desain yang sederhana, bersih, dan begitu terancang dengan baik. namun, foto di
tengah menunjukkan kondisi yang sangat berbeda. Banyak elemen dekoratif dan
perubahan yang terjadi. Mungkin hal tersebut dilihat sebagai gangguan dan bahkan
jelek. Begitu juga foto di sebelah kanan, area di bawah tangga yang dijadikan tempat
penyimpanan barang tidak terpakai. Perilaku tersebut tak tampak pada gambar
ataupun foto yang menggambarkan desain. Namun, begitu lah perilaku dan sifat
manusia sebagai pengguna. Seiring waktu muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang
belum diduga sebelumnya. Pertanyaannya, apakah arsitektur bisa merespon segala
kemungkinan tersebut? Sejauh mana arsitektur harus atau dapat merespon perilaku
pengguna?
Gambar 2 taman dalam Farming Kindergarten publikasi asli arsitek (archdaily.com) (kiri); taman dalam foto
hasil kunjungan pribadi (tengah); area bawah tangga Binh Duong School foto hasil kujungan pribadi
(kanan)
“The programming of the project is based on an open brief, allowing the community
to fill in the space with any possibilities depending on their needs and visions. The
project triggers various further actions by the community in relation to their local
situation and social structure. Aesthetics are built upon local aesthetics, through
refi ned design that is sensitive to local contexts, in terms of both physical and non-
physical contexts.”
Contoh lain dipraktekan oleh arsitek Yandi Andri Atmo dan kawan-kawan
melalui pembangunan pusat komunitas di tiga desa Cepogo, Ngargorejo, dan
Bongkok. Seperti yang disampaikan oleh mereka yang saya kutip di atas, bahwa
program ruang dari proyek ini sangat terbuka, membiarkan masyarakatnya mengisi
ruangnya dengan berbagai kemungkinan sesuai kebutuhan dan keinginannya.
Keterbukaan ini memicu tindakan lanjut dari masyarakat akan ruangnya berdasarkan
kondisi sosialnya. Sebagaimana testimoni juri dari penghargaan yang mereka
dapatkan bahwa proyek ini menjadi media pembelajaran dan konsolidasi bagi
masyarakat lokal dari sekedar realisasi bangunan semata (2011). Dari dua proyek
tersebut, memberi ruang akan keterbukaan kemungkinan menjadi sangat penting
dalam arsitektur. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Berke bahwa sebuah
arsitektur keseharian mengakui kehidupan domestik. Kehidupan domestik dalam arti
sebuah event tidak seharusnya didikte dan diprogram oleh arsitek, arsitektur
keseharian membiarkan kreativitas individu (dalam konteks menggunakan ruangnya)
(Berke, 1997).
Sou fujimoto memiliki visi yang lebih jauh lagi melalui idenya Primitive Future
(Fujimoto, 2008). Visi jauh kedepan yang notabene berakar pada nilai yang berada
jauh di belakang, era manusia primitif. Menurut saya gagasan ini merupakan jenjang
berikutnya dari sebuah pemahaman arsitektur dan “ke-tidak-selesaian”. Arsitektur
dirancang tanpa memiliki fungsi ruang yang terdefinisi jelas dan membiarkan
penggunanya berkreasi dengan ruangnya dan menyesuaikan diri dan lingkungannya
selayaknya manusia hidup di goa. Disini arsitektur tidak bisa lepas dari peran
penggunaan manusianya. Walau dinamai “House” tanpa penggunaan manusianya,
karya Sou Fujimoto ini tidak seperti “rumah” pada umumnya dan tidak dapat benar
benar dikatakan sebagai “rumah”.
Gambar 3 Final Wooden House oleh So Fujimoto (archdaily.com)
“…it is only a search. Search for that unknown which I have not known, neither I
know how it will manifest. That is actually the essence of my work.” – B.V. Doshi
Sebagai kesimpulan, saya mengutip kalimat dari B.V. Doshi (2020) yang
meyakinkan saya mengenai pemahaman yang ingin saya sampaikan ini. Doshi
mengungkapkan bahwa arsitektur adalah sebuah pencarian. Menurutnya, arsitektur
bertumbuh dan begitu pula dirinya, tumbuh bersama. Di kesempatan yang sama pula,
Doshi mengatakan, arsitektur itu tidak lain adalah tentang transformasi, transformasi
dari segala situasi kita menjadi sebuah kondisi yang diinginkan. Pandangan ini pula
yang tercermin pada beberapa kasus proyek yang telah saya bahas diatas. Manusia
sebagai pengguna selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga sebaliknya,
menyesuaikan lingkungan agar sesuai dengan kebutuhannya. Dengan kata lain,
arsitektur (bersama manusianya) selalu bertumbuh dan bertransformasi. Manusia
sebagai pengguna akan selalu ada dalam proses bertumbuhnya arsitektur.
STIR World. (2020, August 24). Doshi: Chapter 2 - "I am not an architect, for me it’s a
search". Retrieved January 10, 2020, from
https://www.youtube.com/watch?v=7pLAxLzQQk4&t
The Pritzker Price. (2017). Jury Citation. Retrieved January 10, 2020, from The Pritzker
Prize Architecture: https://www.pritzkerprize.com/announcement-ale-jan-dro-
ara-ve-na
Wigglesworth, S., & Till, J. (1998). The Everyday and Architecture. New York: Wiley.