Anda di halaman 1dari 7

RESUME PENGANTAR ASUHAN KEBIDANAN

DOSEN PEMBIMBING
ZILFI YOLA PITRI , S. Tr.Keb.M.Keb

DISUSUN OLEH
EZI OLIVIA ( 191012115201001 )

MATA KULIAH : PENGANTAR ASUHAN KEBIDANAN

FALKULTAS KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI

TAHUN AJARAN 2020/2021

Soal
Buatlahsalah satu contoh ketidaksetaraan GenderYang terjadi di
masyarakat Yang dampaknya Sangat merugikan Perempuan Sehingga
Dapat memperngaruhi
Kesehatan fisik dan EmosionalperempuanTerdebut!
“ KETIDAK ADILAN GENDER”
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil
terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak
ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan
kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya
kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian
mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas
pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan
Permasalahan Ketidakadilan Gender
Ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adanya
ketidakadilan dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di
Indonesia, hal ini dapat terlihat dari gambaran kondisi perempuan di
Indonesia. Sesungguhnya perbedaan gender dengan pemilahan sifat,
peran, dan posisi tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan. Namun pada kenyataannya perbedaan gender telah
melahirkan berbagai ketidak adilan, bukan saja bagi kaum perempuan,
tetapi juga bagi kaum laki-laki. Berbagai pembedaan peran, fungsi,
tugas dan tanggung jawab serta kedudukan antara laki-laki dan
perempuan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dampak
suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah
menimbulkan berbagai ketidakadilan karena telah berakar dalam adat,
norma ataupun struktur masyarakat.
Gender masih diartikan oleh masyarakat sebagai perbedaan jenis
kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu
konstruksi budaya tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial
antara laki-laki dan perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan
kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi
diskriminasi, terhadap laki-laki dan perempuan. Hanya saja bila
dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan kurang
menguntungkan dibandingkan laki-laki. Ketidakadilan gender
merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alasan gender,
seperti pembatasan peran, penyingkiran atau pilih kasih yang
mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak
asasinya, persamaan antara laki-laki dan perempuan, maupun hak dasar
dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain-lain.
Ketidakadilan dan diskriminasi gender merupakan sistem dan
struktur dimana baik perempuan maupun laki-laki menjadi korban
dalam system tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan
antara perempuan dan laki-laki baik secara langsung yang berupa
perlakuan maupun sikap, dan yang tidak langsung berupa dampak suatu
peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah menimbulkan
berbagai ketidakadilan. Ketidakadilan gender terjadi karena adanya
keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban
manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa
perempuan saja tetapi juga dialami oleh laki-laki. Ketidakadilan gender
ini dapat bersifat :
1. Langsung, yaitu pembedaan perlakuan secara terbuka dan
berlangsung, baik disebabkan perilaku/sikap, norma/nilai,
maupun aturan yang berlaku.
2. Tidak langsung, seperti peraturan sama, tapi pelaksanaannya
menguntungkan jenis kelamin tertentu.
3. Sistemik, yaitu ketidakadilan yang berakar dalam sejarah,
norma atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan yang
bersifat membeda-bedakan.
Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender
Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender meliputi:
A. Marginalisasi (pemiskinan) perempuan
Pemiskinan atas perempuan maupun atas laki-laki yang disebabkan
oleh jenis kelaminnya adalah merupakan salah satu bentuk ketidakadilan
yang disebabkan gender. Peminggiran banyak terjadi dalam bidang
ekonomi. Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat,
bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan,
kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan
(teknologi).
Contoh-contoh marginalisasi:
1) Pemupukan dan pengendalian hama dengan teknologi baru yang
dikerjakan laki-laki
2) Pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin yang diasumsikan
hanya membutuhkan tenaga dan keterampilan laki-laki,
menggantikan tangan perempuan dengan alat panen ani-ani
3) Peluang menjadi pembantu rumah tangga lebih banyak
perempuan
4) Banyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan
seperti “guru taman kanak-kanak” atau “sekretaris” dan “perawat”.
B. Subordinasi (penomorduaan)
Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis
kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin
lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan
kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari pada laki-laki.
Kenyataan memperlihatkan pula bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat
yang membatasi ruang gerak terutama perempuan di berbagai kehidupan.
Anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng
dan lain sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah
laki-laki. Sebagai contoh apabila seorang isteri yang hendak mengikuti
tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus mendapat izin
suami, tatapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari isteri.
C. Stereotip (citra buruk)
Pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negatif secara
umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip yang
melahirkan ketidakadilan dan diskriminasi bersumber dari pandangan
gender karena menyangkut pelabelan atau penandaan terhadap salah satu
jenis kelamin tertentu. Misalnya, pandangan terhadap perempuan bahwa
tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan
dengan kerumahtanggaan atau tugas domestik dan sebagi akibatnya
ketika ia berada di ruang publik maka jenis pekerjaan, profesi atau
kegiatannya di masyarakat bahkan di tingkat pemerintahan dan negara
hanyalah merupakan peran domestiknya.
D. Violence (kekerasan)
Berbagai kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan
peran muncul dalam berbagai bentuk. Kata kekerasan tersebut berarti
suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologi
seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan
fisik saja seperti perkosaan, pemukulan, dan penyiksaan, tetapi juga yang
bersifat non fisik seperti pelecehan seksual, ancaman dan paksaan
sehingga secara emosional perempuan atau laki-laki yang mengalaminya
akan merasa terusik batinnya. Pelaku kekerasan yang bersumber karena
gender ini bermacam-macam. Ada yang bersifat individual seperti di
dalamrumah tangga sendiri maupun di tempat umum dan juga di dalam
masyarakat. Perempuan, pihak paling rentan mengalami kekerasan,
dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotip
di atas.
E. Beban kerja berlebihan
Sebagai suatu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah
beban kerja yang harus dijalankan oleh salah satu jenis kelamin tertentu.
Dalam suatu rumah tangga pada umumnya, beberapa jenis kegiatan
dilakukan oleh laki-laki, dan beberapa yang lain dilakukan oleh
perempuan. Berbagai observasi menunjukkan perempuan mengerjakan
hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga, sehingga bagi mereka
yang bekerja di luar rumah, selain bekerja di wilayah public mereka juga
masih harus mengerjakan pekerjaan domesTik.
Contoh Kasus Gender
Peran Perempuan di Bidang Pangan Tak DiPerhatikan
Pada peringatan hari perempuan internasional yang jatuh pada 8
Maret 2012 ,sejumlah LSM di bidang pangan mendesak pemerintah
untuk membuat kebijakan pangan yang memperhatikan peran
perempuan. Sebab, berdasarkan penelitian dan kesaksian para LSM ini,
peran perempuan di sektor pangan sangat besar. Contoh kebijakan
yang dikritik ialah penggunaan benih hibrida. Pemerintah tidak
menyadari, penggunaan benih padi hibrida akan mengurangi peran
perempuan sekaligus bisa mengurangi penghasilan perempuan.
Pasalnya, benih hibrida hanya digunakan untuk satu kali masa tanam
sehingga petani harus membeli benih hibrida yang baru dari pabrikan.
Padahal peran petani perempuan dalam pemuliaan benih selama ini
cukup besar karena perempuan dianggap lebih teliti. Di daerah lain,
banyak petani perempuan masih hidup miskin. Bahkan di Karawang,
Jawa Barat, saat ini semakin banyak perempuan yang berprofesi sebagai
pemungut sisa-sisa hasil panen (profesi yang di masyarakat setempat
disebut blo-on) demi memenuhi kebutuhan keluarga. Padahal sepuluh
tahun lalu, profesi ini dicibir oleh para petani sendiri. Namun sekarang
banyak keluarga petani, sebagian besar dari mereka ialah perempuan,
menjalani profesi blo-on ini dengan jangkauan wilayah semakin luas
hingga lintas kecamatan. “Dimana perhatian pemerintah kepada
mereka?,” tanya Said..Sedangkan di sektor perkebunan sawit, saat ini
peran perempuan masih terpinggirkan. Meski banyak perempuan
menjadi buruh sawit, namuh mereka tidak berhak ditulis namanya
dalam surat tanah maupun tidak berhak atas perjanjian tentang
pekerjaan. Ahmad Surambo, aktivis Sawit Watch, tidak memperkirakan
jumlah buruh perempuan di perkebunan sawit. Koordinator Aliansi
untuk Desa Sejahtera, Tejo Wahyu Jatmiko, mengatakan mulai saat ini
pemerintah harus benar-benar menjadikan perempuan sebagai subyek
dalam setiap kebijakan di bidang pangan. “Jika pemerintah bisa
meningkatkan kesejahteraan perempuan, maka ketersediaan pangan
dan pemberantasan kemiskinan dengan sendirinya akan terselesaikan,
“kata Tejo. Di sisi lain, data BPS menunjukkan, faktor pangan
menyumbang hingga 73,53% terhadap garis kemiskinan. Dengan kata
lain, kemiskinan banyak disebabkan akibat kekurangan pangan. “Selama
perempuan belum terangkat taraf hidupnya, persoalan pangan dan
kemiskinan tidak akan cepat selesai,” tutur Tejo.Analisis tentang kasus
gender dan marginalitas perempuan dalam kasus peran perempuan
dalam sector pangan di katakana sebagai ketidak adilan gender antara
perempuan dan laki-laki. Sebagai kaum yang di anggap tidak berperan
penting (perempuan) di masyarakat maka ketidak adilan itulah yang di
permasalahkan dalam kasus ini. Sector pangan yang banyak di kelola
oleh kaum perempuan justru yang membutuhkan ketelatenan dan
kesabaran agar menjadi baik. Seperti pemuliaan benih, tidak semua laki-
laki bisa melakukan hal tersebut dengan baik. Didalam kasus ini
perempuan di kesampingkan karena adanya system teknologi yang
maju, dan perempuan di biarkan hidup dengan cara tidak produktif dan
jika masih bekerja, perempuan di jadikan buruh yang paling bawah,
sehingga gaji atau penghasilannya sangat sedikit di banding dengan
kaum laki-laki. Yang di harapkan penulis dalam kasus ini salah satunya
agar pemerintah bisa meningkatkan kesejahteraan kaum perempuan
dalam system pangan, agar kesediaan pangan masyarakat dapat
meningkat. Dan pemberantasan kemiskinan dengan adanya kaum
perempuan sebagai buruh harus di pertimbangkan dan di naikkan taraf
hidupnya. Permasalah ini sering terjadi, karena kurangnya pengawasan
pemerintah terhadap kaum perempuan dalam sector pembangunan
bangsa dan negara.

Anda mungkin juga menyukai