IDENTITAS PASIEN
1
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke Rumah Sakit diantar keluarganya dengan keluhan mengamuk.
B. Keluhan Tambahan
Pasien marah-marah, bicara kacau, membanting barang-barang dan sering berbicara
sendiri.
2
pasien cenderung tidur dan tidak tertarik untuk melakukan aktivitas. Sejak dirawat
dan mendapatkan terapi di Ruang Dahlia, pasien merasa lebih tenang dan dapat
mengontrol amarahnya. Saat ini pasien dalam keadaan fisik yang sehat. Pasien
menyangkal memiliki riwayat trauma kepala, maupun kejang.
1. Gangguan Psikiatri
Berdasarkan keterangan yang didapat dari keluarga pasien, pada tahun 2008
pasien pernah dirawat di RS Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto dengan keluhan
pasien sering berbicara sendiri, berteriak dan sering mendengar bisikan. Di tahun
2011, 2014, 2015 dan 2017 kembali dirawat di RS Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto dengan keluhan gelisah. Tahun 2018 pada bulan januari dan april pasien
dirawat di Rumah Sakit Duren Sawit dengan keluhan marah-marah dan sering
memaki orang dengan perkataan yang kasar. Setelah pasien dirawat, pasien tidak
rutin kontrol ke poli jiwa. Pasien juga mengatakan sering lupa untuk meminum
obat apabila keluarganya (ibu atau adik) terlewat untuk memberikan obat
kepadanya.
2. Gangguan Medik
Pada tahun 2010 pasien memiliki riwayat operasi appendix dan pada tahun
2015 pasien pernah memiliki riwayat flek paru tetapi untuk riwayat kelainan
bawaan, infeksi, trauma kepala dan kejang disangkal.
3. Gangguan Zat Psikoaktif dan Alkohol
Pasien tidak memiliki riwayat konsumsi rokok, alkohol ataupun zat adiktif
lainnya.
3
Grafik Perjalanan Penyakit
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Series 1
Keterangan:
4
d. Masa kanak akhir dan remaja (12-18 tahun)
Tumbuh kembang baik dan normal seperti anak seusianya. Prestasi pasien
disekolah baik, tidak pernah tinggal kelas.
e. Masa dewasa (>18 tahun)
Pasien adalah sosok yang pendiam dan pemalu. Pasien cukup semangat
dalam bekerja serta mandiri. Pasien memiliki pergaulan yang baik dengan
keluarga, teman, dan masyarakat.
Riwayat Pendidikan
a. SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD tanpa pernah tinggal kelas.
b. SMP : Pasien menyelesaikan pendidikan SMP tanpa pernah tinggal kelas.
c. SMA : Pasien menyelesaikan pendidikan SMA tanpa pernah tinggal kelas.
d. Kuliah: Pasien menyelesaikan pendidikan D-3 jurusan Sastra Indonesia
dengan tepat waktu dan tidak ada kendala.
Riwayat Pekerjaan
Pada tahun 2001-2002 pasien pernah bekerja sebagai salah satu karyawan
asurasi dijakarta namun ia berhenti dari pekerjaannya karena merasa gajinya
tidak sesuai (terlalu kecil). Pada tahun 2004, pasien pernah bekerja sebagai
guru bahasa Indonesia disalah satu SMP di Jakarta selama 1 tahun.
Kehidupan Beragama
Pasien merupakan penganut agama Islam dan baik dalam menjalankan ibadah.
Kehidupan sosial dan Perkawinan
Menurut keterangan keluarga, pasien merupakan pribadi yang pendiam dan
pemalu tetapi pasien mampu untuk berinteraksi sosial di lingkungan sekitarnya.
Pasien sempat menikah pada tahun 2005 dan bercerai pada tahun 2008
dikarenakan sudah tidak adanya kecocokan dan suami pasien sering melakukan
tindakan kekerasan terhadap dirinya.
Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum dan tidak pernah
terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum
5
F. Riwayat Keluarga
Menurut keterangan keluarga pasien, pasien sempat menikah tahun 2005
dan sudah bercerai cerai pada tahun 2008 dikarenakan pasien merasa sudah tidak
ada kecocokan dan suami pasien sering melakukan tindakan kekerasan terhadap
dirinya. Dari pernikahannya tersebut pasien tidak memiliki seorang anak.
Pasien adalah anak ke-empat dari 5 bersaudara. Pasien memiliki 3 kakak
laki-laki dan 1 adik laki-laki. Pasien tinggal bersama ibu dan adik pasien. Menurut
keluarga pasien, ayah pasien sangat memanjakan pasien sehingga pasien lebih
dekat dengan ayahnya. Ayah pasien telah meninggal kurang lebih 9 bulan yang
lalu. Saat ini pasien tinggal bersama ibu dan adiknya.
G. Genogram
Keterangan :
: Pasien
: Laki-Laki
: Perempuan
: Bercerai
: Laki-Laki Meninggal
6
III. STATUS MENTAL
A. DEKSRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pasien perempuan berumur 47 tahun dengan penampakan fisik sesuai dengan
usianya. Kulit berwarna putih. Pasien memiliki rambut pendek, lurus dan hitam.
Pada saat wawancara, pasien berpakaian rapi dan bersih. Pasien cukup baik dalam
merawat diri dan menjaga kebersihan.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
a. Sebelum wawancara : Pasien tampak sedang tidur dikasur
b. Selama wawancara : Pasien tampak tenang, dan menjawab pertanyaan dengan
spontan
c. Sesudah wawancara : Pasien tampak sedang sarapan pagi
3. Sikap terhadap pemeriksa
Selama wawancara pasien menunjukkan kontak mata yang baik dan bersikap
kooperatif dalam menjawab pertanyaan dari pemeriksa
4. Pembicaraan
Pasien dapat menceritakan kehidupan pasien secara spontan, lancar dengan
artikulasi cukup jelas.
C. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi : Ada
Halusinasi auditorik : Pasien mengatakan mendengar suara atau bisikan seperti
dialog-dialog sunda dan terkadang suara adik atau kakak pasien yang mengatakan
bahwa “ibu pasien akan dibunuh oleh keluarga trisna”
Halusinasi Visual : Pasien juga mengaku melihat sosok bayangan perempuan yang
mengajak pasien bicara.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi :Tidak ada
7
D. SENSORIUM DAN KONGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)
1. Taraf Pendidikan : D-3
2. Pengetahuan Umum : Baik
3. Kecerdasan : Baik
4. Konsentrasi : Baik
5. Orientasi
a. Waktu : Baik ( Pasien dapat menyebutkan pemeriksaan pada pagi hari)
b. Tempat : Baik ( Pasien tahu bahwa sekarang berada dirumah sakit)
c. Orang : Baik (Pasien dapat mengenal dirinya dan orang sekitar)
6. Daya Ingat
Jangka Panjang : Baik (Pasien dapat mengingat tanggal kelahiran pasien)
Jangka Pendek : Baik (Pasien dapat mengingat menu makan paginya)
Segera : Baik (Pasien dapat menyebutkan 3 benda yang ditunjuk oleh
pemeriksa)
7. Pikiran abstraktif : Baik (Pasien dapat menyebutkan persamaan buah apel dan
jeruk).
8. Visuospasial : Baik (Pasien dapat menggambarkan bentuk yang diminta oleh
pemeriksa).
9. Kemampuan menolong diri : Baik (Pasien tidak membutuhkan bantuan orang
lain untuk makan, mandi serta berganti pakaian).
E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
Kontinuitas : Tidak terganggu (saat pemeriksaan)
Hendaya Bahasa : Tidak ada
2. Isi Pikir
Preokupasi : Tidak ada
Waham:
- Waham kejar : Pasien meyakini bahwa orang-orang disekitar pasien yang
ingin membunuh pasien dan keluarganya
- Waham somatik : Pasien mengeluhkan nyeri dada disertai rasa seperti
terbakar, pusing dan kakinya sakit
- Waham rujukan : Pasien meyakini bahwa “ibu parni ingin mencoba
membunuh pasien dengan memberikan kue apem yang sudah diberi racun”.
8
- Waham cinta (erotomania) : Pasien meyakini bahwa banyak laki-laki yang
menyukai pasien, termasuk salah seorang polisi yang bertugas di Brimob
Kelapa Dua.
Obsesi : Tidak ada
Kompulsi : Tidak ada
Fobia : Tidak ada
F. PENGENDALIAN IMPULS
Baik, selama pemeriksaan dilakukan pasien bersikap tenang dan tidak menunjukkan
gejala agresif serta tidak marah.
G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Baik (Pasien dapat membedakan perbuatan baik dan buruk)
2. Uji daya nilai : Baik ( Pasien mengatakan bahwa permusuhan adalah hal yang
tidak baik)
3. RTA : Terganggu
H. TILIKAN : Derajat 6.
I. REABILITAS
Pemeriksa memperoleh kesan bahwa keseluruhan jawaban pasien dapat dipercaya.
9
f) Sistem Gastrointestinal : Bising usus normal, timpani disemua kuadran
g) Sistem Ekstremitas : akral hangat, edema (-).
B. Status Neurologik
Tidak dilakukan pemeriksaan neurologis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
Pasien mengeluhkan nyeri dada disertai rasa seperti terbakar, pusing dan kakinya
sakit (Waham somatik)
Pasien meyakini bahwa “ibu parni ingin mencoba membunuh pasien dengan
memberikan kue apem yang sudah diberi racun” (Waham rujukan)
Pasien meyakini bahwa banyak laki-laki yang menyukai pasien dan ingin
mengajak pasien menikah, termasuk salah seorang polisi yang bertugas di
BRIMOB Kelapa Dua (Waham cinta / erotomania).
Pasien mengatakan mendengar suara atau bisikan seperti dialog-dialog sunda dan
terkadang suara adik atau kakak pasien yang mengatakan bahwa “ibu pasien akan
dibunuh oleh keluarga trisna” (Halusinasi Auditorik)
Pasien juga mengaku melihat sosok bayangan perempuan yang mengajak pasien
bicara (Halusinasi Visual)
10
Pasien sebelumnya telah dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto sebanyak 5 kali sejak tahun 2008 dengan gejala berbicara sendiri,
berteriak dan sering mendengar bisikan. Pada tahun 2018 bulan Januari dan April,
pasien pernah dirawat di RS Duren Sawit.
Pasien sebelumnya baru saja dirawat di RS Polri dan sudah pulang pada tanggal
25 Agustus 2018, namun pasien dirawat kembali karena mengalami keluhan yang
sama.
Setelah perawatan pasien tidak rutin kontrol ke poli jiwa serta sering lupa untuk
meminum obat apabila keluarganya terlewat untuk memberikan obat kepadanya.
Tilikan pasien derajat 6.
11
Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna dengan
urutan untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut:
Aksis I (Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang Menjadi Fokus)
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak pernah memiliki riwayat
trauma kepala, kejang, dan kelainan fisik yang bermakna. Pasien juga tidak
menggunakan zat psikoaktif. Sehingga gangguan mental dan perilaku akibat
gangguan mental organik dan penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami gejala Skizofrenia
disertai afek yang meningkat, dari hal tersebut, kriteria diagnostik menurut PPDGJ
III pada ikhtisar penemuan bermakna pasien digolongkan dalam F25.0 Gangguan
Skizoafektif Tipe Manik.
Aksis II (Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental)
Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III (Kondisi Medis Umum)
Tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV (Problem Psikososial dan Lingkungan)
Masalah dengan primary support group (keluarga), yaitu status pernikahannya
yang bercerai dan anggota keluarga yang paling dekat dengan pasien adalah ayah
kandungnya tetapi telah meninggal dunia.
Aksis V (Penilaian Fungsi secara Global)
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assement of
Functioning (GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF pada saat pemeriksaan
didapatkan 60-51, gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
Evaluasi Multiaksial
Aksis I : F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV : Masalah dengan primary support group (keluarga)
Aksis V : GAF 60-51 Gejala sedang (mooderate), disabilitas sedang
12
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Diagnosis banding : F20.0 Skizofrenia Paranoid
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
Ad Fungsionam : Dubia ad malam
Prognosis tersebut mengacu pada :
1. Perilaku patuh minum obat yang buruk
2. Riwayat dirawat di rumah sakit jiwa sebelumnya dan sering masuk rumah sakit
bagian kejiwaan, menandakan bahwa keadaan pasien masih sering kambuh
IX. TERAPI
Rawat Inap
Untuk mencegah kejadian yang dapat merugikan atau mencederai orang lain.
Medikamentosa (Psikofarmaka)
1. Quetiapine (Seroquel XR) 1x400 mg
2. Natrium Divalprolex (Depakote ER) 1x500 mg
Non-medikamentosa
- Psikoedukasi
a. Mengingatkan pasien dan keluarga mengenai pentingnya minum obat
sesuai aturan dan untuk rutin kontrol ke poli kejiwaan.
b. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga akan
membantu keadaan pasien.
- Psikoterapi Suportif
a. Ventilasi : Pasien diberikan kesempatan untuk menceritakan masalahnya.
b. Sugesti : Menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala
gangguannya akan hilang atau dapat dikendalikan.
13
c. Reassurance: Memberitahukan kepada pasien bahwa minum obat sangat
penting untuk menghilangkan gejala.
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA
I. Pengertian
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat
dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam
hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial
budaya (Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah gangguan terhadap fungsi otak yang timbul akibat ketidakseimbangan
dopamine (salah satu sel kimia dalam otak), dan juga disebabkan oleh tekanan yang dialami
oleh individu. Merupakan gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan sosial. Sering kali
diikuti dengan delusi / waham (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada
rangsang panca indra).
Skizofrenia paranoid adalah yang terbanyak dialami oleh penderita skizofrenia. Terapi pada
pasien ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi sosial sehingga dapat memiliki peran sosial
di masyarakat. Adapun jenis farmakoterapi yang diberikan harus melalui beberapa
pertimbangan tertentu. Seperti pada kasus di atas pada pasien skizofrenia paranoid diberikan
Obat Antipsikotik Golongan II sebagai utama pengobatannya.
II. Epidemiologi
14
atau awal dewasa. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita;
(Lk15-25th, Pr 25-35th) Pria cenderung mengalami hendaya akibat gejala negative.
Wanita cenderung memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik sebelum awitan
penyakit. Hasil akhir pasien skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan pria.
1. Teori somatogenik
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-
1,8%, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang
menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 %
(Maramis, 1998;215).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini
tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada
penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih
dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek
otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan
postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
2. Teori Psikogenik
a. Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer
mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu
15
reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan
lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
IV. Patofisiologi
Hipotesis dopamine pada gangguan psikosis serupa dengan penderita skizofrenia adalah yang
paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang
rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas
dopaminergik. Beberapa bukti yang terkait hal tersebut yaitu: (1) kebanyakan obat-obat
antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di dalam sistem saraf pusat, terutama di sistem
mesolimbik frontal; (2) obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa
(suatu precursor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine (suatu agonis reseptor
dopamine langsung), baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa
pasien; (3) densitas reseptor dopamine telah terbukti, postmortem, meningkat diotak pasien
skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis; (4) positron emission
tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor dopamine pada pasien skizofrenia
16
yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada
orang yang tidak menderita skizofrenia; dan (5) perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia
telah terbukti mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamine, di cairan
serebrospinal, plasma, dan urine. Namun teori dasar tidak menyebutkan hiperaktivitas
dopaminergik apakah karena terlalu banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu banyaknya
reseptor dopaminergik atau kombinasi mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di dalam jalur
mesokortikal dan mesolimbik berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron
dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral (Trimble, 2010).
V. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis
skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari
keadaan:
a. Premorbid, merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang
ada dikenali hanya secara retrospektif.
b. Prodromal, Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah
(gelisah), merasa diteror atau depresi. gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa bulan.
c. Fase aktif, ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya
kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita
terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada.
d. Keadaan residual, ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara
klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh
a. “thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda atau
17
“thought insertion or withdrawal” yang merupakan isi yang asing dan luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan
“thought broadcasting”, yaitu isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
18
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
a. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
b. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
c. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
e. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara social.
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
19
– Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
– Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
– Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas
– Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol
20
C. Durasi:
Tanda-tanda gangguan terus berlanjut dan menetap sedikitnya 6 bulan. Periode 6
bulan ini meliputi 1 bulan gejala-gejala fase aktif yang memenuhi kriteria A (atau
kurang bila berhasil diterapi) dan dapat juga mencakup fase prodromal atau residual.
Selama berlangsung. fase prodormal atau residual ini, tanda-tanda gangguan dapat
bermanifestasi hanya sebagai gejala-gejala negatif saja atau lebih dariatau=2 dari
gejala-gejala dalam kriteria A dalam bentuk yang lebih ringan (seperti kepercayaan –
kepercayaan ganjil, pengalaman perseptual yang tidak biasa).
21
VII. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
A. Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan
gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.
Antagonis Serotonin-Dopamin
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan
efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam
menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik
atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas
dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini
setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara
unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala
ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin,
risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan
menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan
skizofrenia. Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen
antipsikotik, pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah
22
penggunaan antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati
keadaan skizofrenia
23
(Seroquel) melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal
antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya
distonia, parkinsonism, dan tardive diskinesia.
DAFTAR PUSTAKA
25
Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R., Weinberger, D.R.
2005. Remission in Schizophrenia: Proposed Criteria and Rationale for Consensus. Am J
Psychiatry. 162:441–449.
Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit FK UI.
Jakarta pp. 230-234.
Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ –
III. Jakarta: Nuh Jaya.
Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P (2015) Synopsis of psychiatry: Behavioral sciences and clinical
psychiatry 10th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
26