Anda di halaman 1dari 26

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. FSS


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Januari 1971
Agama : Islam
Suku : Batak
Pendidikan Terakhir : Diploma-3 (D3)
Status Pernikahan : Cerai Hidup
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Asrama Kodim 0505 RT 010/02 Cililitan
Tanggal Masuk RS : 30 Agustus 2018
Tanggal Pemeriksaan : 13-14 September 2018
Ruang Perawatan : Bangsal Dahlia RS. Bhayangkara Tk. I
R. Said Sukanto

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Autoanamnesis : Pada tanggal 13-14 September 2018 di bangsal Dahlia
RS. Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto
Alloanamnesis : Wawancara via telepon pada keluarga pasien pada
tanggal 14 September 2018.
Rekam Medis Pasien : 588574

1
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke Rumah Sakit diantar keluarganya dengan keluhan mengamuk.

B. Keluhan Tambahan
Pasien marah-marah, bicara kacau, membanting barang-barang dan sering berbicara
sendiri.

C. Riwayat Gangguan Sekarang


Pasien Ny. FSS, 47 tahun datang ke IGD RS. Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto pada tanggal 30 Agustus 2018 diantar oleh keluarga pasien dikarenakan
mengamuk. Selain itu adik pasien mengeluhkan pasien marah-marah, bicara kacau,
membanting barang-barang, dan berbicara sendiri. Pasien sebelumnya baru saja
dirawat di rumah sakit dan sudah pulang pada tanggal 25 Agustus 2018, namun pasien
dirawat kembali karena mengalami keluhan yang sama.
Menurut adik pasien, awal mula pasien mengalami keluhan-keluhan tersebut
diawali ketika rumah pasien kebakaran. Pasien dulunya adalah orang yang pendiam.
Ketika pulang dari rumah sakit dan berada dirumah, pasien menjadi lebih sensitif dan
marah-marah pada ibu pasien serta berbicara sendiri sepanjang hari. Pasien juga
melempari barang rumah tetangga dengan batu dan berkata-kata kasar pada
tetangganya.
Pasien mengeluhkan nyeri dada disertai rasa seperti terbakar, pusing dan
kakinya sakit. Pasien juga mengatakan mendengar suara atau bisikan seperti dialog-
dialog sunda. Terkadang suara adik atau kakak pasien yang mengatakan bahwa “ibu
pasien akan dibunuh oleh keluarga trisna” sehingga membuat pasien sedih dan
ketakutan. Keluhan –keluhan tersebut sering muncul pada malam hari saat menjelang
tidur. Pasien juga mengaku melihat sosok bayangan perempuan yang mengajak pasien
bicara. Pasien mengatakan sering merasa deg-degan dan ada yang memicu pikiran dan
perasaan pasien untuk marah namun pasien mencoba menahannya. Pasien juga
meyakini bahwa banyak laki-laki yang menyukai pasien, termasuk salah seorang
polisi yang bertugas di Brimob Kelapa Dua.
Menurut pasien banyak orang-orang disekitar pasien yang ingin membunuh
pasien dan keluarganya. Pasien mengatakan bahwa “ibu parni ingin mencoba
membunuh pasien dengan memberikan kue apem yang sudah diberi racun”. Saat ini

2
pasien cenderung tidur dan tidak tertarik untuk melakukan aktivitas. Sejak dirawat
dan mendapatkan terapi di Ruang Dahlia, pasien merasa lebih tenang dan dapat
mengontrol amarahnya. Saat ini pasien dalam keadaan fisik yang sehat. Pasien
menyangkal memiliki riwayat trauma kepala, maupun kejang.

D. Riwayat Gangguan Dahulu

1. Gangguan Psikiatri
Berdasarkan keterangan yang didapat dari keluarga pasien, pada tahun 2008
pasien pernah dirawat di RS Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto dengan keluhan
pasien sering berbicara sendiri, berteriak dan sering mendengar bisikan. Di tahun
2011, 2014, 2015 dan 2017 kembali dirawat di RS Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto dengan keluhan gelisah. Tahun 2018 pada bulan januari dan april pasien
dirawat di Rumah Sakit Duren Sawit dengan keluhan marah-marah dan sering
memaki orang dengan perkataan yang kasar. Setelah pasien dirawat, pasien tidak
rutin kontrol ke poli jiwa. Pasien juga mengatakan sering lupa untuk meminum
obat apabila keluarganya (ibu atau adik) terlewat untuk memberikan obat
kepadanya.
2. Gangguan Medik
Pada tahun 2010 pasien memiliki riwayat operasi appendix dan pada tahun
2015 pasien pernah memiliki riwayat flek paru tetapi untuk riwayat kelainan
bawaan, infeksi, trauma kepala dan kejang disangkal.
3. Gangguan Zat Psikoaktif dan Alkohol
Pasien tidak memiliki riwayat konsumsi rokok, alkohol ataupun zat adiktif
lainnya.

3
Grafik Perjalanan Penyakit
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Series 1

Keterangan:

1 : Baseline. Sudah tidak terdapat gejala yang dikeluhkan pasien


2 : Terdapat gejala minimal
3 : Muncul gejala sedang yang cukup mengganggu kehidupan pribadi pasien
4 : Muncul gejala berat yang mengganggu kehidupan pasien

E. Riwayat Kehidupan Pribadi


 Riwayat Perkembangan Pribadi
a. Masa Prenatal dan perinatal
Pasien lahir di Jakarta pada tanggal 24 Januari 1971. Kehamilan selama 9
bulan dengan persalinan secara normal. Kondisi kesehatan ibu pasien selama
kehamilan baik.
b. Masa kanak awal (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orangtuanya. Selama masa ini, proses perkembangan
dan pertumbuhan sesuai dengan usia. Pasien tidak pernah mendapat sakit berat,
demam tinggi, kejang ataupun trauma kepala. Tidak ada kelainan perilaku yang
menonjol.
c. Masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Tumbuh kembang baik dan normal seperti anak seusianya. Pasien
tergolong anak yang aktif, baik, dan mudah bergaul.

4
d. Masa kanak akhir dan remaja (12-18 tahun)
Tumbuh kembang baik dan normal seperti anak seusianya. Prestasi pasien
disekolah baik, tidak pernah tinggal kelas.
e. Masa dewasa (>18 tahun)
Pasien adalah sosok yang pendiam dan pemalu. Pasien cukup semangat
dalam bekerja serta mandiri. Pasien memiliki pergaulan yang baik dengan
keluarga, teman, dan masyarakat.
 Riwayat Pendidikan
a. SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD tanpa pernah tinggal kelas.
b. SMP : Pasien menyelesaikan pendidikan SMP tanpa pernah tinggal kelas.
c. SMA : Pasien menyelesaikan pendidikan SMA tanpa pernah tinggal kelas.
d. Kuliah: Pasien menyelesaikan pendidikan D-3 jurusan Sastra Indonesia
dengan tepat waktu dan tidak ada kendala.
 Riwayat Pekerjaan
Pada tahun 2001-2002 pasien pernah bekerja sebagai salah satu karyawan
asurasi dijakarta namun ia berhenti dari pekerjaannya karena merasa gajinya
tidak sesuai (terlalu kecil). Pada tahun 2004, pasien pernah bekerja sebagai
guru bahasa Indonesia disalah satu SMP di Jakarta selama 1 tahun.
 Kehidupan Beragama
Pasien merupakan penganut agama Islam dan baik dalam menjalankan ibadah.
 Kehidupan sosial dan Perkawinan
Menurut keterangan keluarga, pasien merupakan pribadi yang pendiam dan
pemalu tetapi pasien mampu untuk berinteraksi sosial di lingkungan sekitarnya.
Pasien sempat menikah pada tahun 2005 dan bercerai pada tahun 2008
dikarenakan sudah tidak adanya kecocokan dan suami pasien sering melakukan
tindakan kekerasan terhadap dirinya.
 Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum dan tidak pernah
terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum

5
F. Riwayat Keluarga
Menurut keterangan keluarga pasien, pasien sempat menikah tahun 2005
dan sudah bercerai cerai pada tahun 2008 dikarenakan pasien merasa sudah tidak
ada kecocokan dan suami pasien sering melakukan tindakan kekerasan terhadap
dirinya. Dari pernikahannya tersebut pasien tidak memiliki seorang anak.
Pasien adalah anak ke-empat dari 5 bersaudara. Pasien memiliki 3 kakak
laki-laki dan 1 adik laki-laki. Pasien tinggal bersama ibu dan adik pasien. Menurut
keluarga pasien, ayah pasien sangat memanjakan pasien sehingga pasien lebih
dekat dengan ayahnya. Ayah pasien telah meninggal kurang lebih 9 bulan yang
lalu. Saat ini pasien tinggal bersama ibu dan adiknya.

G. Genogram

Keterangan :
: Pasien
: Laki-Laki
: Perempuan
: Bercerai
: Laki-Laki Meninggal

H. Pasien tentang Diri dan Kehidupannya


Pasien menyadari bahwa pasien sakit dan ingin berobat tetapi pasien tidak
mengetahui penyebab pasien sakit apa.

I. Impian, Fantasi dan Cita-Cita Pasien


Pasien berharap dapat bekerja kembali dan membantu orangtua.

6
III. STATUS MENTAL
A. DEKSRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pasien perempuan berumur 47 tahun dengan penampakan fisik sesuai dengan
usianya. Kulit berwarna putih. Pasien memiliki rambut pendek, lurus dan hitam.
Pada saat wawancara, pasien berpakaian rapi dan bersih. Pasien cukup baik dalam
merawat diri dan menjaga kebersihan.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
a. Sebelum wawancara : Pasien tampak sedang tidur dikasur
b. Selama wawancara : Pasien tampak tenang, dan menjawab pertanyaan dengan
spontan
c. Sesudah wawancara : Pasien tampak sedang sarapan pagi
3. Sikap terhadap pemeriksa
Selama wawancara pasien menunjukkan kontak mata yang baik dan bersikap
kooperatif dalam menjawab pertanyaan dari pemeriksa
4. Pembicaraan
Pasien dapat menceritakan kehidupan pasien secara spontan, lancar dengan
artikulasi cukup jelas.

B. ALAM PERASAAN (EMOSI)


1. Suasana perasaan (mood) : hipertim (saat pemeriksaan)
2. Afek Ekspresi : luas dan afek serasi (saat pemeriksaan)

C. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi : Ada
Halusinasi auditorik : Pasien mengatakan mendengar suara atau bisikan seperti
dialog-dialog sunda dan terkadang suara adik atau kakak pasien yang mengatakan
bahwa “ibu pasien akan dibunuh oleh keluarga trisna”
Halusinasi Visual : Pasien juga mengaku melihat sosok bayangan perempuan yang
mengajak pasien bicara.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi :Tidak ada

7
D. SENSORIUM DAN KONGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)
1. Taraf Pendidikan : D-3
2. Pengetahuan Umum : Baik
3. Kecerdasan : Baik
4. Konsentrasi : Baik
5. Orientasi
a. Waktu : Baik ( Pasien dapat menyebutkan pemeriksaan pada pagi hari)
b. Tempat : Baik ( Pasien tahu bahwa sekarang berada dirumah sakit)
c. Orang : Baik (Pasien dapat mengenal dirinya dan orang sekitar)
6. Daya Ingat
Jangka Panjang : Baik (Pasien dapat mengingat tanggal kelahiran pasien)
Jangka Pendek : Baik (Pasien dapat mengingat menu makan paginya)
Segera : Baik (Pasien dapat menyebutkan 3 benda yang ditunjuk oleh
pemeriksa)
7. Pikiran abstraktif : Baik (Pasien dapat menyebutkan persamaan buah apel dan
jeruk).
8. Visuospasial : Baik (Pasien dapat menggambarkan bentuk yang diminta oleh
pemeriksa).
9. Kemampuan menolong diri : Baik (Pasien tidak membutuhkan bantuan orang
lain untuk makan, mandi serta berganti pakaian).

E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
Kontinuitas : Tidak terganggu (saat pemeriksaan)
Hendaya Bahasa : Tidak ada
2. Isi Pikir
Preokupasi : Tidak ada
Waham:
- Waham kejar : Pasien meyakini bahwa orang-orang disekitar pasien yang
ingin membunuh pasien dan keluarganya
- Waham somatik : Pasien mengeluhkan nyeri dada disertai rasa seperti
terbakar, pusing dan kakinya sakit
- Waham rujukan : Pasien meyakini bahwa “ibu parni ingin mencoba
membunuh pasien dengan memberikan kue apem yang sudah diberi racun”.

8
- Waham cinta (erotomania) : Pasien meyakini bahwa banyak laki-laki yang
menyukai pasien, termasuk salah seorang polisi yang bertugas di Brimob
Kelapa Dua.
Obsesi : Tidak ada
Kompulsi : Tidak ada
Fobia : Tidak ada

F. PENGENDALIAN IMPULS
Baik, selama pemeriksaan dilakukan pasien bersikap tenang dan tidak menunjukkan
gejala agresif serta tidak marah.

G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Baik (Pasien dapat membedakan perbuatan baik dan buruk)
2. Uji daya nilai : Baik ( Pasien mengatakan bahwa permusuhan adalah hal yang
tidak baik)
3. RTA : Terganggu

H. TILIKAN : Derajat 6.

I. REABILITAS
Pemeriksa memperoleh kesan bahwa keseluruhan jawaban pasien dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG


PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
a) Kesadaran Umum : Baik
b) Kesadaran : Compos Mentis
c) Tanda-tanda Vital
TD : 110/70 mmHg
RR : 20 x/menit
HR : 86 x/menit
Suhu : 36,6 oC
d) Sistem Kardiovaskuler : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
e) Sistem Respirasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

9
f) Sistem Gastrointestinal : Bising usus normal, timpani disemua kuadran
g) Sistem Ekstremitas : akral hangat, edema (-).
B. Status Neurologik
Tidak dilakukan pemeriksaan neurologis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Pasien Ny. FSS berusia 47 tahun datang ke Rumah Sakit diantar keluarganya
karena mengamuk, marah-marah, bicara kacau dan sering bicara sendiri sejak satu
minggu sebelum masuk rumah sakit,
 Pasien Ny. FSS berusia 47 tahun datang ke Rumah Sakit diantar keluarganya
karena mengamuk, marah-marah, bicara kacau, membanting barang-barang dan
sering bicara sendiri
 Pasien sering marah-marah pada ibunya dan berbicara sendiri terus menerus
mengenai hal yang tidak jelas. Pasien juga sering marah tanpa sebab kepada
tetangganya.
 Pasien meyakini bahwa banyak orang-orang disekitar pasien yang ingin
membunuh pasien dan keluarganya (Waham kejar).

 Pasien mengeluhkan nyeri dada disertai rasa seperti terbakar, pusing dan kakinya
sakit (Waham somatik)
 Pasien meyakini bahwa “ibu parni ingin mencoba membunuh pasien dengan
memberikan kue apem yang sudah diberi racun” (Waham rujukan)
 Pasien meyakini bahwa banyak laki-laki yang menyukai pasien dan ingin
mengajak pasien menikah, termasuk salah seorang polisi yang bertugas di
BRIMOB Kelapa Dua (Waham cinta / erotomania).
 Pasien mengatakan mendengar suara atau bisikan seperti dialog-dialog sunda dan
terkadang suara adik atau kakak pasien yang mengatakan bahwa “ibu pasien akan
dibunuh oleh keluarga trisna” (Halusinasi Auditorik)

 Pasien juga mengaku melihat sosok bayangan perempuan yang mengajak pasien
bicara (Halusinasi Visual)

10
 Pasien sebelumnya telah dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said
Sukanto sebanyak 5 kali sejak tahun 2008 dengan gejala berbicara sendiri,
berteriak dan sering mendengar bisikan. Pada tahun 2018 bulan Januari dan April,
pasien pernah dirawat di RS Duren Sawit.
 Pasien sebelumnya baru saja dirawat di RS Polri dan sudah pulang pada tanggal
25 Agustus 2018, namun pasien dirawat kembali karena mengalami keluhan yang
sama.
 Setelah perawatan pasien tidak rutin kontrol ke poli jiwa serta sering lupa untuk
meminum obat apabila keluarganya terlewat untuk memberikan obat kepadanya.
 Tilikan pasien derajat 6.

VI. FORMULA DIAGNOSTIK


1. Setelah wawancara, pasien ditemukan adanya sindroma atau perilaku dan
psikologi yang bermakna secara klinis dan menimbulkan penderitaan (distress)
dan ketidakmampuan/hendaya (disability/impairment) dalam fungsi serta
aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami gangguan jiwa yang sesuai dengan definisi yang tercantum dalam
PPDGJ III.
2. Pasien ini tidak termasuk gangguan mental organik karena pada saat di periksa
pasien dalam keadaan sadar, tidak ada kelainan secara medis atau fisik yang
bermakna dan tidak adanya penurunan fungsi kognitif. (F0)
3. Pasien tidak termasuk dalam gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
karena pasien tidak mengkonsumsi rokok, alkohol dan zat psikotropika. (F1)
4. Pasien termasuk dalam gangguan skizoafektif karena didapatkan adanya gejala
yang memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia yaitu adanya waham yang
tidak wajar/mustahil berupa waham kejar, waham cinta (eritomania), halusinasi
auditorik dan halusinasi visual serta adanya gangguan afektif. Waham dan
gangguan afektif sama-sama menonjol (F2).
5. Pasien tidak termasuk kedalam gangguan suasana perasaan karena tidak ada
gangguan perasaan yang di alami (F3).
6. Pasien tidak termasuk kedalam gangguan neurotik, gangguan somatoform dan
gangguan terkait stress (F4).

11
Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna dengan
urutan untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut:
 Aksis I (Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang Menjadi Fokus)
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak pernah memiliki riwayat
trauma kepala, kejang, dan kelainan fisik yang bermakna. Pasien juga tidak
menggunakan zat psikoaktif. Sehingga gangguan mental dan perilaku akibat
gangguan mental organik dan penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami gejala Skizofrenia
disertai afek yang meningkat, dari hal tersebut, kriteria diagnostik menurut PPDGJ
III pada ikhtisar penemuan bermakna pasien digolongkan dalam F25.0 Gangguan
Skizoafektif Tipe Manik.
 Aksis II (Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental)
Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
 Aksis III (Kondisi Medis Umum)
Tidak ada diagnosis aksis III
 Aksis IV (Problem Psikososial dan Lingkungan)
Masalah dengan primary support group (keluarga), yaitu status pernikahannya
yang bercerai dan anggota keluarga yang paling dekat dengan pasien adalah ayah
kandungnya tetapi telah meninggal dunia.
 Aksis V (Penilaian Fungsi secara Global)
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assement of
Functioning (GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF pada saat pemeriksaan
didapatkan 60-51, gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

Evaluasi Multiaksial
Aksis I : F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV : Masalah dengan primary support group (keluarga)
Aksis V : GAF 60-51 Gejala sedang (mooderate), disabilitas sedang

12
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Diagnosis banding : F20.0 Skizofrenia Paranoid

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
Ad Fungsionam : Dubia ad malam
Prognosis tersebut mengacu pada :
1. Perilaku patuh minum obat yang buruk
2. Riwayat dirawat di rumah sakit jiwa sebelumnya dan sering masuk rumah sakit
bagian kejiwaan, menandakan bahwa keadaan pasien masih sering kambuh

IX. TERAPI
 Rawat Inap
Untuk mencegah kejadian yang dapat merugikan atau mencederai orang lain.

 Medikamentosa (Psikofarmaka)
1. Quetiapine (Seroquel XR) 1x400 mg
2. Natrium Divalprolex (Depakote ER) 1x500 mg
 Non-medikamentosa
- Psikoedukasi
a. Mengingatkan pasien dan keluarga mengenai pentingnya minum obat
sesuai aturan dan untuk rutin kontrol ke poli kejiwaan.
b. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga akan
membantu keadaan pasien.
- Psikoterapi Suportif
a. Ventilasi : Pasien diberikan kesempatan untuk menceritakan masalahnya.
b. Sugesti : Menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala
gangguannya akan hilang atau dapat dikendalikan.

13
c. Reassurance: Memberitahukan kepada pasien bahwa minum obat sangat
penting untuk menghilangkan gejala.

TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA

I. Pengertian
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat
dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam
hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial
budaya (Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah gangguan terhadap fungsi otak yang timbul akibat ketidakseimbangan
dopamine (salah satu sel kimia dalam otak), dan juga disebabkan oleh tekanan yang dialami
oleh individu. Merupakan gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan sosial. Sering kali
diikuti dengan delusi / waham (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada
rangsang panca indra).
Skizofrenia paranoid adalah yang terbanyak dialami oleh penderita skizofrenia. Terapi pada
pasien ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi sosial sehingga dapat memiliki peran sosial
di masyarakat. Adapun jenis farmakoterapi yang diberikan harus melalui beberapa
pertimbangan tertentu. Seperti pada kasus di atas pada pasien skizofrenia paranoid diberikan
Obat Antipsikotik Golongan II sebagai utama pengobatannya.

II. Epidemiologi

DSM-IV-TR, insidensi tahunan skizofrenia antara 0,5-5,0/10.000 dengan beberapa variasi


geografik. Menyerang <1% populasi, biasanya bermula <25 tahun, berlangsung seumur hidup,
dan mengenai orang dari semua kelas sosial. Terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun,
dengan risiko morbiditas 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja

14
atau awal dewasa. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita;
(Lk15-25th, Pr 25-35th) Pria cenderung mengalami hendaya akibat gejala negative.
Wanita cenderung memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik sebelum awitan
penyakit. Hasil akhir pasien skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan pria.

III. Tinjauan Teori

1. Teori somatogenik
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-
1,8%, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang
menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 %
(Maramis, 1998;215).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini
tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada
penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih
dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek
otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan
postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.

2. Teori Psikogenik
a. Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer
mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu

15
reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan
lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).

b. Teori Sigmund Freud


Pada Skizofrenia Paranoid terdapat:
1) Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatic
2) Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta
terjadi suatu regresi ke fase narsisisme
3) Kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi
psikoanalitik tidak mungkin.
c. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala
sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang
lain).
d. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macamsebab
antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah
seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belumdiketahui.

IV. Patofisiologi
Hipotesis dopamine pada gangguan psikosis serupa dengan penderita skizofrenia adalah yang
paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang
rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas
dopaminergik. Beberapa bukti yang terkait hal tersebut yaitu: (1) kebanyakan obat-obat
antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di dalam sistem saraf pusat, terutama di sistem
mesolimbik frontal; (2) obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa
(suatu precursor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine (suatu agonis reseptor
dopamine langsung), baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa
pasien; (3) densitas reseptor dopamine telah terbukti, postmortem, meningkat diotak pasien
skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis; (4) positron emission
tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor dopamine pada pasien skizofrenia

16
yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada
orang yang tidak menderita skizofrenia; dan (5) perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia
telah terbukti mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamine, di cairan
serebrospinal, plasma, dan urine. Namun teori dasar tidak menyebutkan hiperaktivitas
dopaminergik apakah karena terlalu banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu banyaknya
reseptor dopaminergik atau kombinasi mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di dalam jalur
mesokortikal dan mesolimbik berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron
dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral (Trimble, 2010).

V. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis
skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari
keadaan:
a. Premorbid, merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang
ada dikenali hanya secara retrospektif.
b. Prodromal, Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah
(gelisah), merasa diteror atau depresi. gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa bulan.
c. Fase aktif, ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya
kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita
terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada.
d. Keadaan residual, ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara
klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh

VI. Penegakkan diagnosis


Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut (Maslim,
2003):
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. “thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda atau

17
“thought insertion or withdrawal” yang merupakan isi yang asing dan luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan

“thought broadcasting”, yaitu isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;

b. “delusion of control”, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar atau

“delusion of passivitiy” merupaka waham tentang dirinya tidak berdaya dan


pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” diartikan secara jelas
merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus), atau

“delusional perception”yang merupakan pengalaman indrawi yang tidak wajar,


yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:


- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap


tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan
dunia lain).

18
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
a. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
b. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
c. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
e. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara social.
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.

Berdasarkan PPDGJI-III, pedoman diagnostik skizofrenia paranoid (F20.0), yaitu :


• Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
• Sebagai tambahan : Halusinasi dan/atau waham harus menonjol

19
– Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
– Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
– Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas
– Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol

Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM V adalah :


A. Gejala-gejala yang khas :
2 atau lebih dari gejala berikut yang bermakna dalam periode 1 bulan (atau kurang
jika berhasil diterapi):
- waham
- halusinasi
- pembicaraan yang janggal (mis. Sering derailment atau incohorensia).
- perilaku janggal atau katatonik
- adanya gejala negatif (spt afek datar,alogia,abulia).
Cat. : Hanya satu dari kriteria A yang diperlukan jika waham-nya janggal atau jika
halusinasinya berupa suara yang terus menerus mengomentari tingkah laku atau pikiran
yang bersangkutan atau berisi 2 (atau lebih) suara-suara yang saling bercakap-cakap.

B. Disfungsi sosial atau pekerjaan:


1 atau lebih dari area fungsional utama menunjukkan penurunan nyata di bawah
tingkat yang dicapai sebelum onset dalam suatu rentang waktu yang bermakna sejak
onset gangguan (atau bila onset pada masa anak-anak atau remaja terdapat kegagalan
pencapaian tingkat interpersonal, akademik atau okupasi lainnya) seperti pekerjaan,
hubungan interpersonal atau perawatan diri.

20
C. Durasi:
Tanda-tanda gangguan terus berlanjut dan menetap sedikitnya 6 bulan. Periode 6
bulan ini meliputi 1 bulan gejala-gejala fase aktif yang memenuhi kriteria A (atau
kurang bila berhasil diterapi) dan dapat juga mencakup fase prodromal atau residual.
Selama berlangsung. fase prodormal atau residual ini, tanda-tanda gangguan dapat
bermanifestasi hanya sebagai gejala-gejala negatif saja atau lebih dariatau=2 dari
gejala-gejala dalam kriteria A dalam bentuk yang lebih ringan (seperti kepercayaan –
kepercayaan ganjil, pengalaman perseptual yang tidak biasa).

D. Penyingkiran skizofektif dan gangguan mood:


Gangguan skizoafektif dan mood dengan gambaran psikotik dikesampingkan
karena : (1) tidak ada episode depresi, mania atau campuran keduanya yang terjadi
bersamaan dengan gejala-gelala fase aktif, (2) jika episode mood terjadi intra fase
aktif maka perlangsungannya relatif singkat dibanding periode fase aktif dan residual.

E. Penyingkiran kondisi medis dan zat:


Gangguan ini bukan disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat
(seperti obat-obatan medikasi atau yang disalah gunakan) atau oleh suatu kondisi
medis umum.

F. Hubungan dengan suatu gangguan perkembangan pervasif:


Jika terdapat riwayat autistik atau gangguan pervasif lainnya maka tambahan
diagnosa skizofernia hanya dibuat bila juga terdapat delusi atau halusinasi yang
menonjol dalam waktu sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berhasil diterapi).

21
VII. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.

A. Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan
gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.

Antagonis Reseptor Dopamin


Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama
terhadap gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya
presentase kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental
normal secara bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek
samping yang mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu aalah
akatisia adan gejala lir-parkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius
mencakup diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna.

Antagonis Serotonin-Dopamin
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan
efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam
menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik
atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas
dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini
setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara
unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala
ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin,
risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan
menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan
skizofrenia. Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen
antipsikotik, pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah

22
penggunaan antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati
keadaan skizofrenia

Kategori obat: Antipsikotik – memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.


Nama Obat
Haloperidol Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada
(Haldol) anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan,
tetapi diseleksi oleh competively blocking postsynaptic dopamine
(D2) reseptor dalam sistem mesolimbic dopaminergic; meningkatnya
dopamine turnover untuk efek tranquilizing. Dengan terapi
subkronik, depolarization dan D2 postsynaptic dapat memblokir aksi
antipsikotik.
Risperidone Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine
(Risperdal) selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5-
HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih
rendah dari H1-histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic.
Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian
pada efek ekstrpiramidal.
Olanzapine Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi
(Zyprexa) sistem reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik, muskarinik,
alpha adrenergik, histamine). Efek antipsikotik dari perlawanan
dopamine dan reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan untuk
pengobatan psikosis dan gangguan bipolar.
Clozapine Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi
(Clozaril) nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin, dan reaksi arousal
menghambat efek signifikan. Tepatnya antiserotonin. Resiko
terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien nonresponsive
atau agen neuroleptik klasik tidak bertoleransi.

Quetiapine Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu

23
(Seroquel) melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal
antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya
distonia, parkinsonism, dan tardive diskinesia.

Aripiprazole Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme

(Abilify) kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari


antipsikotik lainnya. Aripiprazole menimbulkan partial
dopamine (D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis
serotonin (5HT2A).

Quetiapine (Seroquel) Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan


jangka panjang. Mampu melawan efek
dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih
awal antipsikotik termasuk efek
antikolinergik dan kurangnya distonia,
parkinsonism, dan tardive diskinesia.
Aripiprazole (Abilify) Memperbaiki gejala positif dan negatif
skizofrenia. Mekanisme kerjanya belum
diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari
antipsikotik lainnya. Aripiprazole
menimbulkan partial dopamine (D2) dan
serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis
serotonin (5HT2A).

Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran


Haloperidol Tab 2-5mg 5-15mg
Risperidone Tab 1-2-3mg 2-6mg
Olanzapine Tab 5-10mg 10-20mg
24
Clozapine Tab 25-100mg 25-100mg
Quetiapine Tab 25-100mg 50-400mg
200 mg
Aripiprazole Tab 10-15mg 10-15mg

Profil Efek Samping


Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:
- Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).
- Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi&defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).
- Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson:
tremor, bradikinesia, rigiditas).
- Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.
Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang
sampai membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan
pasien. Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan
berulang involunter pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak,
dimana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada
pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia
lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati,
fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahanakibat efek samping obat. Obat
anti-psikosishampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat
overdosis atau untuk bunuh diri.

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association (2013) Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders, 5th Edition,. Washington DC: American Psychiatry Association.

25
Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R., Weinberger, D.R.
2005. Remission in Schizophrenia: Proposed Criteria and Rationale for Consensus. Am J
Psychiatry. 162:441–449.
Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit FK UI.
Jakarta pp. 230-234.
Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ –
III. Jakarta: Nuh Jaya.
Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P (2015) Synopsis of psychiatry: Behavioral sciences and clinical
psychiatry 10th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

26

Anda mungkin juga menyukai