Anda di halaman 1dari 60

Keperawatan Medikal Bedah II

Sistem Perkemihan

Dosen pengampu mata kuliah : Dr. Tigor H. Situmorang, MH., M.Kes

Disusun Oleh : Kelompok 3


II A Keperawatan

Lilis Karlina Hale : 201901014


Muthiara Andini : 201901021
Maldini : 201901017
Nabila Pratiwi : 201901022
Nurul Humaira : 201901028
Siti Rahayu : 201901034
Sri Indriyani : 201901035

PROGAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ Infeksi
Saluran Kemih”
Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Keperawatan Meedikal Bedah II pada program studi S1 N e r s Stikes
Widya Nusantara Palu. Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan saran serta kritik dalam
penyempurnaan makalah ini.

Demikian makalah infeksi saluran kemih ini kami buat s e m o g a


bermanfaat bagi pembaca sekalian, khususnya kepada mahasiswa Stikes
Widya Nusantara Palu.

Palu, Agustus 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan masalah...........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A. Sistem Perkemihan.........................................................................................
B. Gangguan-gangguan Sistem Perkemihan......................................................

BAB III PENUTUP....................................................................................................


A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Apa sistem perkemihan?
2. Apa saja gangguan sistem perkemihan?
C. Tujuan
1. Mengetahui sistem perkemihan
2. Mengetahui gangguan-gangguan perkemihan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan sistem ekskresi utama dan terdiri atas 2
ginjal (untuk menyekresi urine), 2 ureter (mengalirkan urine dari ginjal ke
kandung kemih), kandung kemih (tempat urine dikumpulkan dan disimpan
sementara), dan uretra (mengalirkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh.
1. Ginjal
Ginjal terletak secara retroperitoneal, pada bagian posterior abdomen, pada
kedua sisi kolumna vertebra. Mereka terletak antara vertebra torakal
keduabelas dan lumbal ketiga. Ginjal kiri biasanya terletak sedikit lebih
tinggi dari ginjal kanan karena letak hati. Ginjal orang dewasa secara rata –
rata memiliki panjang 11 cm, lebar 5 – 7,5 cm, dan ketebalan 2,5 cm.
Halyang menahan ginjal tetap pada posisi di belakang peritonium parietal
adalah sebuah masa lemak peritoneum (kapsul adiposa) dan jaringan
penghubung yang disebut fasia gerota (subserosa) serta kapsul fibrosa
(kapsul renal) membentuk pembungkus luar dari ginjal itu sendiri, kecuali
bagian hilum. Ginjal dilindungi lebih jauh lagi oleh lapisan otot di
punggung pinggang, dan abdomen, selain itu juga oleh lapisan lemak,
jaringan subkutan, dan kulit (Black & Hawk, 2014).
Bila dibelah bagian dalam, ginjal mempunyai tiga bagian yang berbeda,
yaitu korteks, medula, dan pelvis. Bagian eksternal, atau korteks renal,
berwarna terang dan tampak bergranula. Bagian ginjal ini berisi glomerulus,
kumpulan kecil kapiler. Glomerulus membawa darah menuju dan membawa
produk sisa dari nefron, unit fungsional ginjal (LeMone, 2015).
Pembentukan urine proses seluruhnya oleh nefron melalui tiga proses, yaitu
filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus (LeMone, 2015).
a. Filtrasi
Filtrasi glomerulus adalah sebuah proses pasif, yaitu tekanan
hidrostatik mendorong cairan dan zat terlarut melewati suatu membran.
Jumlah cairan yang disaring dari darah ke dalam kapsul per menit
disebut laju filtrasi glomerulus. Tiga faktor yang mempengaruhi laju
ini, yaitu total area permukaan yang ada untuk filtrasi, permeabilitas
membran filtrasi, dan tekanan filtrasi bersih. Tekanan filtrasi bersih
berperan untuk pembentukan filtrat dan ditentukan oleh dua gaya: gaya
dorong (tekanan hidrostatik) dan gaya tarik (tekanan osmotik). Tekanan
hidrostatik glomerulus mendorong air dan zat terlarut menembus
membran. Tekanan ini dilawan oleh tekanan osmotik di
glomerulus(terutama tekanan osmotik koloid protein plasma dalam
darah glomerulus) dan tekanan hidrostatik kapsul yang dikeluarkan oleh
cairan dalam kapsul glomerulus.
b. Reabsorpsi
Reabsorbsi tubulus adalah proses yang dimulai saat filtrat
memasuki tubulus proksimal. Pada ginjal sehat, hampir semua nutrien
organik (seperti glukosa dan asam amino) direabsorpsi. Namun, tubulus
secara konstan mengatur dan menyesuaikan laju serta tingkat reabsorpsi
air dan ion sebagai respon terhadap sinyal hormonal. Reabsorbsi dapat
terjadi secara aktif dan pasif. Zat yang didapat kembali melalui
reabsorpsi tubulus aktif biasanya bergerak melawan gradien listrik atau
kimia. Zat – zat ini, termasuk glukosa, asam amino, laktat, vitamin, dan
sebagian besar ion, membutuhkan ATP-dependent carrier untuk
dipindahkan ke ruang interstisial. Pada reabsorpsi tubulus pasif, yang
mencakup difusi dan osmosis, zat bergerak di sepanjang gradiennya
tanpa mengeluarkan energi.
c. Augmentasi
Proses akhir pembentukan urine adalah augmentasi, yang
merupakan reabsorpsi balik yang penting. Zat seperti ion hidrogen dan
kalium, kreatinin, amonia, dan asam organik bergerak dari darah di
kapiler peritubulus menuju tubulus itu sendiri sebagai filtrat. Dengan
demikian, urine terdiri atas zat yang disaring dan disekresi. Sekresi
tubulus sangat diperlukan untuk membuang zat yang tidak ada dalam
filtrat, seperti obat – obatan. Proses ini membuang zat yang tidak
diinginkan yang telah direabsorpsi oleh proses pasif dan menghilangkan
ion kalium tubuh yang berlebihan. Sekresi tubulus juga merupakan
kekuatan penting dalam pengaturan pH darah.
2. Ureter
Ureter membentuk cekungan di medial pelvis renalis pada hilus ginjal.
Biasanya sepanjang 25 – 35 cm di orang dewasa, ureter terletak di jaringan
penghubung ekstraperitoneal dan memanjang secara vertikal sepanjang otot
psoas menuju ke pelvis. Setelah masuk ke rongga pelvis, ureter memanjang
ke anterior untuk bergabung dengan kandung kemih di bagian
posterolateral. Pada setiap sudut ureterovesika, ureter terletak secara oblik
melalui dinding kandung kemih sepanjang 1,5 – 2 cm sebelum masuk ke
ruangan kandung kemih
3. Kandung Kemih
Kadung kemih adalah organ kosong yang terletak pada separuh anterior
dari pelvis, di belakang simfisis pubis. Jarak antara kandung kemih dan
simfisis pubis diisi oleh jaringan penghubung yang longgar, yang
memungkinkankandung kemih untuk melebar ke arah kranial ketika terisi.
Peritonium melapisi tepi atas dari kandung kemih, dan bagian dasar ditahan
secara longgar oleh ligamen sejati. Kandung kemih juga dibungkus oleh
sebuah fasia yang longgar.
4. Uretra
Uretra adalah sebuah saluran yang keluar dari dasar kandung kemih ke
permukaan tubuh. Uretra pada laki – laki dan perempuan memiliki
perbedaan besar. Uretra perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm dan
sedikit melengkung ke depan ketika mencapai bukaan keluar, atau meatus,
yang terletak di antara klitoris dan lubang vagina. Pada laki – laki, uretra
merupakan saluran gabungan untuk sistem reproduksi dan pengeluaran
urine. Uretra pada lakui – laki memiliki panjang sekitar 20 cm, dan terbagi
dalam 3 bagian utama. Uretra pars prostatika menjulur sampai 3 cm di
bawah leher kandung kemih, melalui kelenjar prostat, kedasar panggul.
Uretra pars membranosa memiliki panjang sekitar 1 – 2 cm dan berakhir di
mana lapisan otot membentuk sfingter eksterna. Bagian distal
adalahkavernosa, atau penis uretra. Sepanjang sekitar 15 cm, bagian ini
melintas melalui penis ke orifisum uretra pada ujung penis.
B. Gangguan sistem perkemihan
1. Infeksi Saluran kemih
a. Devinisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai
untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih.
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan
dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada
umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih
sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5 – 15 %.
Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi akibat berkembang biaknya
mikroorganisme dedalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air
kemih tidak mengandung bakteri, virus, mikroorganisme lain. (Nanda
NicNoc, 2012). Infeksi Saluran Kemih adalah keadaan adanya infeksi
yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembang biakan bakteri
dalam saluran kemih, meliputi infeksi parenkim ginjal sampai kandung
kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna (Widagdo, 2012).
Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi akibat berkembang biaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air
kemih tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain.
(Sudoyo Aru,dkk 2009).
jenis infeksi kandung kemih dapat diklasifikasikan berdasarkan
letak peradangan yaitu.
1) Uretritis (uretra)
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang
menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal.
Uretritis gOnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan
ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal; uretritis
yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya
disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
2) Sistisis (kandung kemih)
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan
oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh
aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks
urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
3) Pielonefritis (ginjal)
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi
bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau
kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik
ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri
jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara
hematogen kurang dari 3 %. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat
infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap
batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter. Sistitis (inflamasi
kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya
infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari
uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi
fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
b. Etiologi
Mikroorganisme yang paling umum menyebabkan infeksi saluran
kemih adalah E. coli yang diperkirakan bertanggung jawab terhadap 85%
kasus infeksi, 15% sisanya disebabkan oleh bakteri gram negatif lain
seperti Klebsiella, Staphylococcus dan bakteri gram positif. Selain karena
bakteri faktor lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi
saluran kemih antara lain, kehamilan, menopause, batu ginjal, inflamasi
atau pembesaran prostat, kelainan pada uretra, immobilitas, kurang
masukan cairan, dan kateterisasi urin (Sukandaret al., 2009).
Isk terjadi tergantung banyak factor seperti : usia, gender, prevalensi
bakteri dan factor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur
saluran kemih termasuk ginjal.
c. Manifestasi klinis
1) Anyang-anyangan atau rasa ingin buang air kecil lagi, meski sudah
dicoba untuk berkemih namun tidak ada air kemih yang keluar.
2) Sering kencing dan kesakita saat kencing, air kencingnya bisa
bewarna putih, coklat atau kemerahan dan bauhnya sangat menyengat.
3) Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada
darah.
4) Nyeri pada pinggang.
5) Demam atau menggil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai
ginjal (diiringi rasa nyeri disisi bawah belakang rusuk,mual atau
muntah).
6) Peradangan kronis pada kandung kemih yang berlanjut dan tidak
sembuh-sembuh dapat menjadi pemicu terjadinya kandung kemih.
7) Pada neunatus usia 2 bulan, gejalanya dapat menyerupai infeksi atau
sepsis berupa demam, apatis, berat badan tidak naik, muntah,
menceret, anoreksia, problem minum dan sianosis (kebiruan).
8) Pada bayi gejalanya berupa demam, berat badan sukar naik atau
anoreksia.
9) Pada anak besar gejalanya lebih khas seperti sakit waktu kencing,
prekuensi anyangan (polakisuria) dan bauh encingnya yang
menyengat.
d. Klasifikasi
1) Klasifikasi menurut letaknya:
a) ISK bawah
(1) Perempuan ( sistisis presentasi klinis infeksi kandung kemih
disertai bakteriuria bermakna).
(2) Sindrom uretra akut (SUA) presentasi klinis sistitis tanpa
ditemukan mikroorganisme (sterill), sering dinamakan sistitis
bakterialis.
(3) Laki-laki sistitis prostatitis,epidimidis, urethritis.
b) ISK atas
(1) Piolonefritis akut (PNA) proses infeksi parenkim ginjal yang
disebabkan infeksi bakteri.
(2) Piolenefritis kronis (PNK) kemungkinan akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.

2) Infeksi saluran kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:


a) ISK uncomplicated (simple) merupakan ISK sederhana yang terjadi
pada penderita dengan saluran kecing tak baik, anatomic maupun
fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama mengenai
penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial
kandung kemih.
b) ISK uncomplicated, sering menimbulkan banyak masalah karena
sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab
sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi
bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-
keadaan sebagai berikut:
(1) Gangguan daya tahan tubuh
(2) Infeksi yang disebabkan karena organisme virullen seperti
prosthesis spp yang memproduksi urease.
e. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme
patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui :
kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada
dua jalur utama terjadinya ISK, ascending dan hematogen.
Secara asending yaitu: masuknya mikroorganisme dalm kandung
kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra
yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih
tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat
ke dalam traktus urinarius pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter,
adanya dekubitus yang terinfeksi.
Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal Secara hematogen
yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga
mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal
yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah
penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang
mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat
jaringan parut, dan lain-lain.
f. Pemeriksaan penunjang
1) Analisa urine rutin, mikroskop urine segar tanpa putar, kultur urine,
serta jumlah kuman/ml urine.
2) Infestigasi lanjutan harus berdasarkan indikasi klinis (lihat tabel):
a) utltrasonogram (USG)
b) radiografi: foto polos perut, pilografi IV, Micturating Cystogram
c) isotop scanning
g. Penatalaksanaan
1) Non farmakologi
a) Istrahat
b) Diet; perbanyak vitamin A dan C mempertahankan epitel saluran
kemih.
h. Farmokologi
1) Antibiotic sesuai kultur, bila hasil kultur belum ada dapat diberikan
antibiotic antara lain, cipotaxime, kotrimoxsazol, trimetoprin,
fluoroquinolon, amoksisiklin, doksisiklin, aminoglikosid.
2) Bila ada tanda-tanda urosepsis dapat diberikan imipenenm atau
kombinasi penisilin dengan amino glukosida.
3) Untuk ibu hamil dapat diberikan amoksisilin, nitrolfuration atau
sefalosporin.
i. Komplikasi
Menurut Purnomo (2011), adapun komplikasi yang ditimbulkan yaitu :
1) Pyelonefritis, Infeksi yang naik dari ureter ke ginjal, tubulus reflux
urethrovesikal dan jaringan intestinal yang terjadi pada satu atau
kedua ginjal.
2) Gagal Ginjal, Terjadi dalam waktu yang lama dan bila infeksi sering
berulang atau tidak diobati dengan tuntas sehingga menyebabkan
kerusakan ginjal baik secara akut dan kronik.

B. Konsep Medis
1. Definisi
Kanker kandung kemih adalah suatu infiltrasi sel-sel ganas di dinding atau dalam
lapisan kandung kemih (Muttaqin dan Sari, 2011:215). Kanker kandung kemih
adalah sekumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel heterogen yang
pertumbuhannya tidak terkontrol di kandung kemih. Kanker kandung kemih
adalah kanker genitourinari kedua yang paling umum. Meskipun superfisial,
stadium awal kanker kandung kemih membawa risiko minimal jika diobati
dengan segera, kanker kandung kemih dapat menjadi keganasan agresif yang
rentan terhadap kekambuhan, perkembangan cepat, dan metastasis.

2. Etiologi
Penyebab kanker kandung kemih tidak diketahui secara pasti. Faktor resiko
kanker kandung kemih yaitu :
a. Zat karsinogen dalam lingkungan kerja, seperti bahan pewarna, karet,
bahan kulit, tinta atau cat.
b. Infeksi bakteri kambuhan atau kronis pada saluran kemih
c. Kebiasaan merokok. Kanker kandung kemih dua kali lebih banyak
menyerang perokok daripada yang bukan perokok.
d. Kebiasaan minum kopi. Terdapat kemungkinan hubungan antara
kebiasaan minum kopi dan kanker kandung kemih.
e. Skistosomiasis (infeksi parasit yang mengiritasi kandung kemih).

3. Patofisologi
Usia dapat menyebabkan imunitas seseorang turun sehingga rentan terpapar oleh
radikal bebas, selain itu lifestyle seperti kebiasaan merokok dan bahan-bahan
karsinogenik seperti pabrik jaket kulit bagian pewarnaan. Kedua faktor ini akan
masuk ke dalam sirkulasi darah daan masuk ke dalam ginjal yang selanjutnya
terfiltrasi di glomerulus. Radikal bebas bergabung dengan urin secara terus
menerus dan masuk ke kandung kemih. Selanjutnya terjadi stagnasi radikal
bebas, radikal bebas mengikat elektron DNA dan RNA sel transisional sehingga
terjadi kerusakan DNA. Apabila terjadi kerusakan DNA maka tubuh akan
malukan perbaikan DNA jika berhasil maka sela akan kembali normal, jika tidak
maka akan terjadi mutasi pada genom sel somatik. Mutasi dari genom sel somatik
ada 3 hal yang terjadi pertama adalah pengaktifan onkogen pendorong
pertumbuhan, kedua perubahan gen yang mengandalikan pertumbuhan dan yang
terakhir adalah pengnonaktifan gen supresor kanker. Ketiga hal tersebut
mengakibatkan produksi gen regulatorik hilang. Selanjutnya terjadi replikasi
DNA yang berlebih. Akhirnya terjadi kanker pada kandung kemih.

4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari kanker sebenarnya adalah dampak skunder dengan adanya
peningkatan kuantitas dan kualitas suatu jaringan. Begitu pula dengan kanker
vesika urinaria yang memiliki tanda dan gejala lokal serta sistemik. Berikut ini
adalah tanda dan gejala dari kanker vesika urinaria(Carol, 2011):
a. Spasme vesika urinaria
Penekanan jaringan tumor pada jaringa vesika dan sekitarnya akan meningkatkan
iritabilitas jaringan otot. Hal ini akan memicu adanya regangan konstaksi otot
(spasme).
b. b. Hematuria
Jaringan tumor/ kanker sangat kaya akan pembuluh darah (hipervaskularisasi).
Gesekan minimal antar jaringan atau dengan material sekitar akan meningkatkan
resiko robekan/ ruptur jaringan. Jika terjadi rupture, maka darah akan bercampur
dengan urine (hematuria).
c. Nyeri
Biasanya nyeri jaringan sekali timbul (10%), kecuali iritabilitas meningkan dan
mengenai ujung saraf sensoris pada vesika urinaria.
d. Frekuensi dan urgensi
Frekensi dan urgensi kadang-kadang terjadi pada klien kanker vesika urinaria.
e. infeksi
gejala sistemik ini terjadi karena luka pada jaringan vesika urinaria dan
terkontimasi bakteri pathogen yang bisa berasal dari eksternal atau dari urine.
5. Klasifikasi
a. STADIUM 1 : Pada stadium ini, kanker sudah mulai menyebar melewati
lapisan kandung kemih. Meski begitu, kanker masih belum mencapai lapisan otot
di kandung kemih.
b. STADIUM 2 : Pada tahap ini, kanker sudah mulai menyebar. Lapisan otot
di kandung kemih menjadi bagian pertama yang diserang.
c. STADIUM 3 : Memasuki stadium 3, kanker sudah menyebar ke jaringan
di sekitar kandung kemih. Penanganan lebih serius mungkin dibutuhkan.
d. STADIUM 4 : Ini adalah tahap teratas serta terparah dari kanker kandung
kemih. Pada stadium 4, kanker sudah menyebar ke organ selain kandung kemih.
6. Pencegahan
Seperti yang sudah dijelaskan belum diketahui apa yang menyebabkan kanker
kandung kemih. Oleh sebab itu, mencegah penyakit ini merupakan hal yang sulit
dilakukan. Kendati demikian, risiko terserang kanker kandung kemih bisa
dikurangi dengan menjalani pola hidup sehat, seperti :
a. Menghentikan kebiasaan merokok jika Anda merokok, dan menjauhi
paparan asap rokok
b. Menghindari paparan kimia, yaitu dengan menggunakan alat pelindung
diri dan mengikuti prosedur keselamatan di lingkungan kerja
c. Mengonsumsi buah-buahan dan sayuran yang kaya antioksidan, untuk
mengurangi risiko kanker
d. Rutin berolahraga
7. Penatalaksanaan
1. Hematuria
a. Dilakukan three way kateter untuk irigasi kandung kemih yang mengalami
perdarahan akibat massa dengan PZ 1000 cc.
Konstribusi perawat:
1. Monitoring irigasi
2. Monitoring balance cairan urin yang di tampung pada urin bag dikurangi
dengan cairan yang masuk {PZ}).
3. Evaluasi warna urin
4. Kondisi bladder
b. Oksigenasi karena kilen mengalami hiperventilasi
c. Transfusi + farmakologi (asam traneksamat serta vitamin K) untuk
penatalksaan perdarahan.
2. TURB-T (Trans-Urethral Resection of Bladder-Tumor)
Dilakukan reseksi untuk mengambil tumor. Jika terjadi perdarahan dilakukan
tindakan irigasi kandung kemih , jika urine tidak keluar , curiga adanya stone cell
dan tatalaksana dengan dilakukan spool.
3. Cystektomy radikal atau parsial
Sistektomi radikal yang diikuti dengan kemoterapi sistemik (MVAC-
Methotrexate, Vinblastine, Adriamycin, Cisplatin). Sistektomi radikal merupakan
pengangkatan buli dengan lemak perisistikserta prostat dan vesikula seminalis,
uretra pada priadan buli serta lemak perisistik, serviks, uuterus, kubah vagina
anterior, uretra dan ovarium pada wanita. Sistektomi radikal merupakan suatu
operasi mayor dengan angka mortalitas 3 sampai 8%.
4. Diversi Urine
Sistektomi radikal adalah pengangkatan kandung kemih dan jaringan sekitarnya
(pada pria berupa sistoprostatektomi) dan selanjutnya aliran urine dari ureter
dialirkan melalui beberapa cara diversi urine, antara lain: (Yosef, 2007)
a. Uretrosigmoidostomi, yaitu membuat anastomosis kedua ureter ke dalam
sigmoid. Cara ini sekarang tidak banyak dipakai lagi karena banyak menimbulkan
penyulit.
b. Kondisi usus, yaitu mengganti kandung kemih dengan ileum sebagai
penampung urin, sengakan untuk mengeluarkan urine dipasang kateteer menetap
melalui sebuah stoma. Konduit ini diperkenalkan oleh Bricke pada tahun 1950
dan saat ini tidak banyak dikerjakan lagi karena dianggap tidak praktis.
c. Diversi urin kontinen, yaitu mengganti kandung kemih dengan segmen
ileum dengan membuat stoma yang kontinen (dapat menahan urin pada volume
tertentu). Urin kemudian dikeluarkan melalui stoma dengan melakukan
kateterisasi mandiri secara berkala. Cara diversi urin ini yang terkenal adalah cara
Kock pouch dan Indian pouch.
d. Diversi urin Orthotopic, adalah membuat neobladder dari segmen usus
yang kemudian dilakukan anastomosis dengan uretra. Teknik ini dirasa lebih
fisiologis untuk pasien, karena berkemih melalui uretra dan tidak memakai stoma
yang dipasang di abdomen. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Camey
dengan berbagai kekurangannya dan kemudian disempurnakan oleh Studer dan
Hautmann.
5. Kemoterapi intra Buli
Kemoterapi intravesika pasca bedah dengan Thiotepa/ Adriamycin/ Mitomycin
yang ditahan di sisi dalam kandung kemih selama 1 jam, 6-8 serial seperti ini
dengan interval setiap seminggu diberikan untuk mengurangi angka kekambuhan.
8. Komplikasi
Kanker kandung kemih dapat menyebar ke organ lain di sekitarnya, seperti
kelenjar getah bening di panggul, hati, paru-paru dan tulang. Komplikasi lain yang
mungkin terjadi adalah :
a. Kurang darah atau anemia
b. Disfungsi ereksi pada pria dan Disfungsi seksual pada wanita
c. Buang air kecil tidak terkontrol (inkontinensia urine)
d. Pembengkakan ureter (hidronefrosis)
e. Penyempitan uretra (striktur uretra)
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan utama pada klien kanker adalah pemeriksaaan histopatologis.
Namun, ada pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
a. IVU (intravenous Urethrography)
Dilakukan dan sangat menguntungkan jika tumor berada pada bagian atas
(superior) yang tidak mampu dilihat.
b. Sistouretroskopi
menggunakan optik dan efektif untuk melihat secara jelas jaringan internal vesika
urinaria di superfisial.
c. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Mengetahui adanya internal bleeding di rongga peritoneal. Biasanya pada klien
kanker vesika urinari terjadi anemia.
d. Ureum kreatinin dan elektrolit
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal.
e. USG (Ultrasonografii)
Melihat adanya karakteristik jaringan, estimasi ukuran dan ada/ tidaknya
obstruksi.
f. CT Scan
Pemeriksaan yang lebih detil dan akrat untuk mengetahui invasi lokal jaringan
kanker dan melihat adanya metastase yang jauh.
B. Definisi
Batu saluran kemih adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu
terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Brunner & Suddarth,
2016).

Batu saluran kemih merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang
terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu istilah penyakit
batu bedasarkan letak batu antara lain:

1. Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal


2. Ureterolithiasis disebut batu pada ureter
3. Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli
4. Uretrolithiasis disebut sebagai batu pada uretra

Batu saluran kemih (BSK) atau urolithiasis adalah pembentukan batu (kalkuli) di
saluran kemih, paling sering terbentuk di pelvis atau kaliks (widiarti,dkk.2008).
menurutdongoes,dkk batu ginjal kalkulus adalah bentuk deposit mineral, paling
umum oksalat Ca2+, namun asa urat dan Kristal lain juga pembentuk batu.
Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk di mana saja dari saluran perkemihan,
batu ini paling umum di temukan pada pelvis dan kaliks ginjal. Batu ginjal dapat
tetap asimtomatik sampai keluar ke dalam ureter dan atu aliran urin terhambat.
Dengan kata lain, batu saluran kemih adalah adanya gumpalan (konkresi) padat
yang terbentuk di saluran kemih. Batu dengan ukuran lebih kecil yang mungkin
terbentuk, bisa lewat di sepanjang saluran kemih, dan bisa dikeluarkan selama
berkemih (mikturisi), menyebabkan beberapa atau bahkan tidak ada gejala, tetapi
batu dengan ukuran yang lebih besar akan menimbulkan gejala klinis ketikatelah
menyumbat saluran kemih atau telah mengandung patogen-patogen yang
menimbulkan infeksi yang menetap meskipun telah diberi terapi antimikroba.
C. Epidemiologi
Di Indonesia, penyakit ginjal yang paling umum dijumpai adalah gagal ginjal dan
batu ginjal. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi penderita batu ginjal di
Indonesia adalah 0,6%. Prevalensi tertinggi penyakit batu ginjal yaitu di daerah
DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah , dan
Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%) (Depkes, 2013). Berdasar penelitian
epidimiologi diduga pria menderita batu ginjal lebih banyak dibanding wanita
(Scales, et al, 2012). Prevalensi batu ginjal di Amerika Serikat adalah 12% pada
pria dan 7% pada wanita (Han et al., 2015).

D. Etiologi
Penyebab terjadinya batu saluran kemih secara teoritis dapat terjadi atau, adanya
kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi
intravesiko kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH), striktur dan buli-
buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu (Angelina, 2016). Infeksi saluran kemih kronis. Gangguan
metabolism (hiperparotiroidisme, hiperuresemia, hiperkalsiuria). Dehidrasi.
Benda asing. Jaringan mati, inflamasi usus. Masuknya vitamin D yang berlebih.
Pembentukan batu dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-
infeksi, kelainan genetik dan obat- obatan.
E. Patofisiologi
Banyak faktor menyebabkan berkurangnya aliran urin dan menyebabkan
obstruksi, salah satunya adalah statis urine dan menurunnya volume urin akibat
dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan resiko
terjadinya urolithiasis, rendahnya aliran urin adalah gejala abnormal yang umum
terjadi. Selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis seperti
komposisi batu yang beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab
urolithiasis. Batu yang terbentuk dari ginjal dan berjalan menuju ureter paling
mungkin tersangkut pada satu dari lokasi berikut, yaitu sambungan uroteropelvik,
titik ureter menyilang disebut batu staghorn. pembuluh darah iliaka, dan
sambungan ureterovesikakeputusan untuk tindakan pengangkatan batu. Batu yang
masuk pada pelvis akan membentuk pola koligentes yang di sebut staghorn.
F. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddarth (2016) batu saluran kemih dapat menimbulkan
berbagi gejala tergantung pada letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya
obstruksi saluran kemih. Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada
pasien batu saluran kemih:
1. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non
kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran kemih
sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar. (Prabowo &
Pranata, 2014).
2. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami desakan
berkemih (Brunner & Suddarth, 2016).
3. Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada pasien
karena nyeri (Brunner & Suddarth, 2016).
4. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda
demam (Prabowo & Pranata, 2014).
5. Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan
menyebabkan vasodilatasi (Prabowo & Pranata, 2014).
G. Komplikasi
Komplikasi serius yang dapat terjadi pada urolithiasis, antara lain pembentukan
abses, hidronefrosis terinfeksi, infeksi renal, pembentukan fistula saluran kemih,
jaringan parut dan stenosis ureter, perforasi ureter, ekstravasasi, urosepsis, serta
tidak berfungsinya renal akibat obstruksi lama.
Ureterolithiasis yang berhubungan dengan obstruksi dan infeksi saluran kemih
(ISK) bagian atas merupakan keadaan darurat urologi. Komplikasi yang dapat
terjadi yakni perinephric abscess, sepsis, bahkan kematian. Selain itu,

terdapat komplikasi terkait intervensi dan pembedahan yang dilakukan, seperti


perdarahan, hematoma, dan cedera organ visceral pasca tindakan.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan batu saluran
kemih antara lain pemeriksaan laboratorium dan pencitraan. Pemeriksaan
laboratorium sederhana dilakukan untuk semua pasien batu saluran kemih.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah dan
urinalisa. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit,
dan hitung jenis darah, apabila pasien akan direncanakan untuk diintervensi, maka
perlu dilakukan pemeriksaan darah berupa, ureum, kreatinin, uji koagula si
(activated partial thromboplastin time/aPTT, international normalised ratio/INR),
natrium, dan kalium. Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan kalsium dan
atau C-reactive protein (CRP). Pemeriksaan urine rutin digunakan untuk melihat
eritrosuria, leukosuria, bakteriuria, nitrit, pH urine, dan atau kultur urine.
Hanya pasien dengan risiko tinggi terjadinya kekambuhan, maka perlu dilakukan
analisis spesifik lebih lanjut. Analisis komposisi batu sebaiknya dilakukan apabila
didapatkan sampel batu pada pasien BSK. Pemeriksaan analisis batu yang
dianjurkan menggunakan sinar X terdifraksi atau spektroskopi inframerah. Selain
pemeriksaan di atas, dapat juga dilakukan pemeriksaan lainnya yaitu kadar
hormon PTH dan kadar vitamin D, bila dicurigai hiperparatiroid primer.
2. Pencitraan
Diagnosis klinis sebaiknya dilakukan dengan pencitraan yang tepat untuk
membedakan yang dicurigai batu ginjal atau batu ureter. Evaluasi pada pasien
termasuk anamnesis dan riwayat medis lengkap serta pemeriksaan fisik. Pasien
dengan batu ureter biasanya mengeluh adanya nyeri, muntah, kadang demam,
namun dapat pula tidak memiliki gejala.

Pencitraan rutin antara lain, foto polos abdomen (kidney-ureter- bladder/KUB


radiography). Pemeriksaan foto polos dapat membedakan batu radiolusen dan
radioopak serta berguna untuk membandingkan saat follow-up.
USG merupakan pencitraan yang awal dilakukan dengan alasan aman, mudah
diulang, dan terjangkau. USG juga dapat mengidentifikasi batu yang berada di
kaliks, pelvis, dan UPJ. USG memiliki sensitivitas 45% dan spesifisitas 94%
untuk batu ureter serta sensitivitas 45% dan spesifisitas 88% untuk batu ginjal.
Pemeriksaan CT- Scan non kontras sebaiknya digunakan mengikuti pemeriksaan
USG pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut karena lebih akurat
dibandingkan IVP.
CT-Scan non kontras menjadi standar diagnostik pada nyeri pinggang akut. CT-
Scan non kontras dapat menentukan ukuran dan densitas batu. CT-Scan dapat
mendeteksi batu asam urat dan xantin.7,8 Pemeriksaan CT- Scan non kontras
pada pasien dengan IMT <30, dapat menggunakan dosis rendah dengan
sensitivitas 86% pada batu ureter <3 mm dan 100% pada
>3 mm.9 Pada studi meta-analisis menunjukkan bahwa dosis rendah CT- Scan
dapat mendiagnosis BSK dengan sensitivitas 96,6% (95%CI 95,0- 97,8) dan
spesifisitas 94,9% (95%CI 92,0-97,0).10 Pemeriksaan urografi intravena (IVP)
dapat dipakai sebagai pemeriksaan diagnostik apabila CT- Scan non kontras tidak
memungkinkan.
Pada wanita hamil, paparan radiasi dapat menyebabkan efek teratogenik dan
karsinogenesis. USG menjadi modalitas pencitraan utama pada pasien hamil
dengan kecurigaan adanya kolik renal. Namun, perubahan fisiologis pada wanita
hamil dapat menyerupai gejala obstruksi ureter. MRI dapat digunakan sebagai
modalitas lini kedua untuk menilai adanya obstruksi saluran kemih dan dapat
melihat batu sebagai ‘filling defect’. MRI 1,5 T merupakan pemeriksaan yang
direkomendasikan pada wanita hamil. Penggunaan gadolinium tidak rutin
digunakan pada wanita hamil karena memiliki efek toksik pada janin. Untuk
deteksi BSK selama kehamilan, penggunaan CT-Scan dosis rendah memiliki nilai
prediksi

positif 95,8% dibandingkan MRI (80%) dan USG (77%). Penggunaan CT- Scan
direkomendasikan pada wanita hamil sebagai pilihan modalitas terakhir.

I. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yaitu
dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa
intervensi medis (Tjokronegoro & Utama, 2003). Analgesik dapat diberikan untuk
meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu dapat keluar sendiri secara spontan
(Sloane, 2003).
b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini
digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk
memecah batu (Purnomo, 2011).
c. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK
yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran
kemih melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat
tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (Purnomo,
2011).
d. Tindakan Operasi
Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk mengeluarkan batu
secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan jika batu
tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Nama dari tindakan
pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada (Tjokronegoro &
Utama, 2003).

J. Pencegahan
(Purnomo 2011) Pencegahan BSK terdiri dari pencegahan Primer atau
pencegahan tingkat pertama, pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat
kedua, dan pencegahan Tersier atau pencegahan tingkat ketiga. Tindakan
pencegahan tersebut antara lain :
1. Pencegahan Primer
Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mencegah agar tidak terjadi penyakit
BSK dengan cara mengendalikan faktor penyebab dari penyakit BSK. Sasarannya
ditujukan kepada orang-orang yang masih sehat, belum pernah mengidap penyakit
BSK. Kegiatan yang dilkukan meliputi promosi kesehatan, dan perlindungan
kesehatan. Contohnya adalah untuk menghidari terjadinya penyakit BSK,
dianjurkan untuk minum air putih minimal 2 liter per hari. Konsumsi air putih
dapat menigkatkan aliran kemih dan menurunkan konsistensi pembentukan batu
dalam air kemih. Serta olahraga yang cukup terutama bagi individu yang
pekerjaannya lebih bnyak duduk atau statis.
2. Pencegahan Sekunder
Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menghentikan perkembangan
penyakit agar tidak menyebar dan mencegah terjadinya komplikasi. Sasarannya
ditujukan kepada orang yang telah menderita penyakit BSK. Kegiatan yang
dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan sejak dini. Diagnosis Batu Saluran
Kemih dapat dilakukan dengan cara pemriksaan fisik pada daerah organ yang
bersangkutan :
a. Keluhan lain selian nyeri kolik adalah takikardia, keringatan, mual, dan
demam (tidak selalu)
b. Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah
pinggul (flank tenderness), hal ini diakibatkan oleh obstruksi sementara yaitu saat
batu melewati ureter menuju kandung kemih.

Diagnosis BSK dapat dilakukan dengan beberapa tindakan radiologis yaiu:

a. Sinar X Abdomen
b. Intavenous Pyelogram (IPV)
c. Ultrasonografi (USG)
3. Pencegahan Tersier
Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah agar tidak terjadi
komplikasi sehingga tidak berkembang ketahap lanjut yang membutuhkan
perawatan intensif. Sasarannya ditujukan pada orang yang sudah menderita
penyakit BSK agar penyakitnya tidak semakin bertambah berat. Kegiatan yang
dilakukan meliputi kegiatan rehabilitasi seperti konseling kesehatan agar orang
tersebut lebih memahami tentang cara menjaga fungsi saluran kemih trutama
ginjal yang telah rusak akibat dari BSK sehingga fungsi organ tersebut dapat
maksimal kembali dan tidak terjadi kekambuhan penyakit BSK, dan dapat
memberikan kualitas hidup sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.
B. Konsep Medis
1. Definisi
Pengertian dari Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar
dan jaringan selular kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan
endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlapis
kapsula dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses Benigna Prostat
Hipertropi adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala
urinaria (Nursalam dan Fransisca, 2006).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam
bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah
kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan
kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria
berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hyperplasia prostat. Adanya hiperplasia
ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi
obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang
paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling
berat yaitu operasi.
Dengan teknologi dan kemajuan ilmu yang semakin canggih dalam
kehidupan ini banyak membawa dampak negatif pada kehidupan masyarakat
terhadap peningkatan kualitas hidup, status kesehatan, umur dan harapan hidup.
Dengan kondisi tersebut merubah kondisi status penyakit infeksi yang dulu
menjadi urutan pertama kini bergeser pada penyakit degeneratif yang menjadi
urutan pertama.
2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa
factor kemungkinan penyebab antara lain :
a. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

c. Interaksi stroma – epitel


Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
3. Manifestasi Klinis
a. Gejala iritatif meliputi :
1) Peningkatan frekuensi berkemih
2) Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
4) Nyeri pada saat miksi (disuria)
b. Gejala obstruktif meliputi :
1) Pancaran urin melemah
2) Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
3) Kalau mau miksi harus menunggu lama
4) Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
5) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
6) Urin terus menetes setelah berkemih
7) Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih.
8) Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu
yang besar.
c . Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan
rasa tidak nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak
puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh
waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat
menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

5. Patofisiologi
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun.
Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologi,anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal
menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada
prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
1. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang
terjadi pada prostat yang membesar.
2. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena
detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
3. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum
puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
4. Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena
pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi
lebih pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama
tidur.
6. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada
saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter,
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.
8. Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah
submukosa pada prostat yang membesar.
9. Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi
urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis)
secara bertahap, serta gagal ginjal.
10. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian
urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme infektif. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan
dalam buli-buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuri. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks
dapat terjadi pielonefritis.
6. Komplikasi
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid.
Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
7. Penatalaksanaan
Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :
a. . Terapi medikamentosa
1) Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.
2) Penghambat enzim, misalnya finasteride
3) Fitoterapi, misalnya eviprostat
b. . Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala
dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi: 10
a. Prostatektomi
1) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat kelenjar
melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung kemih
dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum.
3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum di banding
[endekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar
prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung
kemih.
b. Insisi prostat transurethral (TUIP) Yaitu suatu prosedur menangani BPH
dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika
kelenjar prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati
banyak kasus dalam BPH.
c. Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah operasi pengangkatan jaringan
prostat lewat uretra menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan
endoskopi dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di lengkapi
dengan alat pemotong dan counter yang di sambungkan dengan arus listrik.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari
fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA)
dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA
4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum
dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
b. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua
defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya
menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung
dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit,
hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin
serum.
c. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi
buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada
traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis
akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit
dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok
di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat,
memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal. BNO /IVP untuk
menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan radioopak
daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada
hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah
isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor,
divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks
urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.
1. Tinjauan teori
A. Definisi Gagal Ginjal
Gagal ginjal yaitu kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan
komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal
biasanya dibagi menjadi dua yaitu kronik dan akut.
Gagal gijal kronis merupakan penyakit ginjal tahap akhir progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. Gagal ginjal akut
seringkali berkaitan dengan penyakit kritis, berkembang sepat dalam hitungan
beberapa hari hingga minggu, dan biasanya revesible bila pasien dapat bertahan
dengan penyakit kritisnya
B. Etiologi
1. Diabetus mellitus
2. Glumerulonefritis kronis
3. Pielonefritis
4. Hipertensi tak terkontrol
5. Obstruksi saluran kemih
6. Penyakit ginjal polikistik
7. Gangguan vaskuler
8. Lesi herediter
9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
GGA :
1.Azotemia prarenal ( penurunan perfusi ginjal )
a.deplesi volume cairan ekstrasel (ECF) absolute
- Pendarahan : operasi besar,trauma,pacsa partum
-Diuresis berlebihan
-kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat :muntah,diare
-kehilangan cairan dari ruang ketiga:luka bakar,peritonitis,pankreatitis
b.penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif
-Penurunan curah jantung:infrak miokardium,disritmia,gagal
jantung,kongestif,tamponade jantung,emboli paru
-Vasolidatasi perifer:sepsis,anafilaksis,obatanastesi,antihipertensi,nitrat
Hipoalbuminemia: sindrom nefrotik,gagal hati(sirosis)
c.perubahan hemodinamik ginjal primer
-penghambat sintesis prostaglandin,aspirin,dan NSAID lain
-Vasodilatasi arteriol eferen: penghambat enzim pengkonversi
angiotensin,misalnya kaptropil
-obat vasokotriksi;obat alfa-adrenergik(missal,norepinefrin)angiotensin II
-sindrioma hepatorenal
d.obstruksi vascular ginjal bilateral
-stenosis arteri ginjal,emboli,thrombosis
-thrombosis vena renalis bilateral
2.Azotemia pascarenal (obstruksi saluran kemih)
a.obstruksi uretra;katup uretra,striktur uretra
b.obstruksi aliran keluar kandung kemih;hipertrofi prostat,karsinoma
c.obstruksi ureter bilateral(unilateral jika saat ginjal berfungsi)
-intraureter:batu,bekuan darah
-ekstraureter (kompresi):fibrosis retroperitoneal,neoplasma kandung kemih,prosat
atau servik ligase bedah yang tidak disengaja atau cedera
d.kandung kemih neurogenik
C. Patofisiologi
• Penurunan GFR Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24
jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens
kretinin akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN)
juga akan meningkat.
• Gangguan klirens renal Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat
dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
• Retensi cairan dan natrium Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan
cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi.
• Anemia Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran GI.
• Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang
lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat
serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini
akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak
berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang
menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
• Penyakit tulang uremik(osteodistrofi) Terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat, dan keseimbangan parathormon.
D. Manifestasi Klinik
1. Gagal ginjal kronik
Menurut perjalanan klinisnya :
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar certinin serum dan dan BUN
sedikit meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium ahir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
kejang-kejang sampai koma.
Gejala komplikasi antara lain, hipertensi, anemia, asidosis metabolic, gangguan
keseimbangan elektrolit
2. Gagal ginjal akut :
Perjalanan klinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi 3 stadium : oliguria,
dieresis dan pemulihan. Pembagian ini dipakai pada penjelasan dibawah ini, tetapi
harus diingat bahwa gagal ginjal akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran
urine lebih dari 400ml/24 jam
a. Stadium oliguria
Oliguria timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma disertai azotemia
b. Stadium diuresis
- Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400ml/hari
- Berlangsung 2-3 minggu
- Pengeluaran urin harian jarang melebihi 4 liter/ asalkan pasien tidak
mengalami hidrasi yang berlebih
- Tingginya kadar urea darah
- Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium, dan air
- Selama stadium dini dieresis kadar BUN mungkin meningkat terus
c. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu
anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik.
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urine
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. Darah
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah
- Kalium: meningkat
- Magnesium;
- Meningkat
- Kalsium ; menurun
- Protein (albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
G. Penatalaksanaan
a. Dialisis
b. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid
c. Diit rendah urem
H. Komplikasi
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis, efusi perikardialdan tamponade jantung
c. Hipertensi
d. Anemia
e. Penyakit tulang
A. Defenisi
Kolik renal berasal dari dua kata yaitu “kolik” dan “renal”. Kolik adalah
merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga yang umumnya
disebabkan karena hambatan pasase dalam rongga tersebut. Nyeri ini timbul oleh
karena hipoksia, dirasakan hilang timbul, dapat disertai mual dan muntah.
Sedangkan renal adalah ginjal. Kolik renal adalah suatu nyeri hebat pada
pinggang yang disebabkan oleh karena batu di ureter atau di Pelvic Ureter
Junction (PUJ) (urolithiasis).
Renal Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di
ginjal, pelvis renal atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan,
hiperperitalsis, dan spasme otot polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter
sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi. Istilah kolik sebetulnya mengacu kepada
sifat nyeri yang hilang timbul (intermittent) dan bergelombang seperti pada kolik
bilier dan kolik intestinal namun pada kolik renal nyeri biasanya konstan. Nyeri
dirasakan di flank area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian dapat menjalar
ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Nyeri
muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga digambarkan sebagai nyeri
terberat yang dirasakan manusia seumur hidup. Kolik renal sering disertai mual
dan muntah, hematuria, dan demam, bila disertai infeksi.

B. Epidemiologi
Insiden tahunan sekitar 1-2 kasus /1000 orang. Risikonya lebih tinggi 3 kali pada
laki-laki dibanding perempuan. Risiko rata-rata 5-12% dari total populasi yang
menderita BSK di USA. Frekuensi berulang kolik renal ini pada pasien yang telah
menderita batu ginjal yaitu sekitar 60-80% atau rata-rata 50% setelah 10
tahun.Penyakit ini sering pada kulit putih dan pada iklim tropis. Risiko menderita
BSK pada riwayat keluarga penderita BSK 3 kali lebih besar.

C. Etiologi
Faktor Penyebab Kolik Renal Faktor yang menyebabkan terjadinya kolik renal
adalah batu ginjal (nephrolithiasis). Batu ginjal umumnya tanpa gejala kecuali
batu tersebut sudah berada di kaliks, pelvis renal, atau ureter. Pembentukan batu
ginjal diduga berhubungan dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik,
infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu ginjal pada seseorang yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari tubuh manusia itu sendiri, terdiri
dari faktor genetik, keturunan, usia, ras dan jenis kelamin. Faktor ekstrinsik, yaitu
faktor yang berasal dari lingkungan sekitar, antara lain adalah faktor geografi,
iklim, asupan air, diet dan pekerjaan.
1. Nefrolitiasis
Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal dan
salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih,
atau infeksi.

Gambar 1. Salah satu letak Batu Ginjal

Etiologi terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan


gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
a. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
b. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
c. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
a. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk batu),
sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
sauran kemih.

b. Iklim dan temperatur


c. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
e. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life.

D. Patofisiologi
Proses pembentukan batu saluran kemih. Secara batu dapat terbentuk di seluruh
saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan
aliran urin (stasis urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis utero-pelvis), divertikel, obstruksi
infravasika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pemnbentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-
bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urin. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika
tidak ada keadaan- keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan
lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar,
gregasi kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluan kemih.
Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi
kristal) dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Komposisi
batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat,
oksalat, fosfat, sistin dan xantin. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas
batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat,
menmbentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Pada kebanyakan penderita
batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas.

E. Manifestasi Klinis
Gejala utama kolik renal ini adalah nyeri dengan onset akut dan intensitas berat,
unilateral yang berawal dari daerah pinggang atau daerah flank yang menyebar ke
labia pada wanita dan pada paha atau testis pada laki-laki. Nyeri berlangsung
beberapa menit atau jam, dan terjadi spasme otot bersifat hilang timbul. Nyeri
biasanya sangat berat dan merupakan pengalaman buruk yang pernah dialami
pasien. Derajat keparahan nyeri tergantung pada derajat obstruksi dan ukuran
batu. Posisi batu juga berhubungan dengan penyebaran nyeri. Kolik biasanya
disertai dengan mual, muntah, sering BAK, disuria, oliguria dan hematuria.
Kolik renal muncul oleh karena hasil dari obstruksi saluran kemih oleh batu pada
area anatomi yang sempit di ureter, Pelvic Ureter Junction (PUJ), Vesico Ureteric
Juntion (VUJ). Lokasi nyeri berhubungan dengan prediksi letak batu namun
bukan merupakan hal yang akurat. Batu yang berada pada Pelvic Uretra Junction
(PUJ) biasanya nyeri dengan derajat berat pada daerah sudut kostovertebra dan
menyebar sepanjang ureter dan gonad. Jika batu pada midureter, maka rasa nyeri
sama dengan batu di PUJ, namun pasien mengeluhkan nyeri tekan pada regio
abdominal bawah. Batu yang berada pada daerah distal ureter akan menimbulkan
rasa nyeri yang menyebar ke paha serta ke testis pada laki-laki dan ke labia mayor
pada perempuan. Pada pemeriksaan fisik didapati pasien banyak bergerak untuk
mencari posisi tertentu untuk mengurangi nyeri dan hal ini sangat kontras dengan
iritasi abdomen yaitu dimana pasien dengan posisi diam untuk mengurangi nyeri.
Selain itu juga didapati nyeri pada sudut kostovertebra ataupun pada kuadran
bawah. Hematuria masif sekitar 90%. Namun absen hematuri tidak mengeksklusi
adanya BSK. Mual dan muntah juga muncul oleh karena distensi sistem saraf
splanchnic dari kapsul renal dan usus.
Jenis batu yang biasanya didapati adalah batu kalsium (kalsium oksalat, kalsium
posfat dan campuran kalsium oksalat dan posfat). Sedangkan 20% lainya
disebabkan asam urat, sistin dan sturvit.

F. Penatalaksanaan Medis
Tips Diet Renal Colic Makan makanan kaya vitamin A. Hindari makanan kaya
oxalate seperti kacang-kacangan, lobak, arbei, seledri, cokelat, anggur, cabe hijau,
bayam, strawberries, summer squash, dan teh. Makan apel dan semangka. Kurangi
jumlah makanan kaya kalsium-susu, keju, m entega, susu dan makanan lainnya.
G. Komplikasi
1. Nekrosis tekanan
2. Obstruksi oleh batu
3. Hidronefrosis
4. Perdarahan
5. Rasa nyeri
6. Infeksi
1. Definisi
Pielonefritis adalah inflamasi pelvis dan parenkim ginjal yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Penyebabnya mungkin infeksi aktif di ginjal atau bekas dari
infeksi sebelumnya. Dua jenis utama pienolefritis adalah akut dan kronis. Mereka
pada dasarnya berbeda dalam gambar klinis dan efek jangka panjang mereka.
Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada piala (pielum) ginjal, tubulus, dan
jaringan interstisil dari salah satu atau kedua ginjal. Pielonefritis sering sebagai
akibat dari refluks ureterovesikal, dimana katup ureterovesikal yang tidak
kompeten menyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke dalam ereter. Obstruksi
saluran perkemihan meningktkan kerentanan ginjal terhadap infeksi. Pielonefritis
dapat berlangsung secara akut atau kronis.
2. Epidemiologi
Kejadian pyelonephritis, disebut juga pielonefritis, di dunia mencapai 10,5-
25,9 juta kasus setiap tahunnya dengan angka mortalitas sebesar 7,4-20%. Di
Indonesia, pyelonephritis merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronik.
a) Global
Kejadian pyelonephritis di dunia diperkirakan terjadi sebanyak 10,5 juta sampai
25,9 juta kasus setiap tahunnya di dunia. Di Amerika Serikat didapatkan 459.000–
1.138.000 kasus. Terdapat 1 dari 830 orang di Inggris mengalami pyelonephritis
setiap tahunnya. Perempuan didapatkan 6 kali lipat lebih sering mengalami infeksi
dibandingkan dengan laki-laki.
b) Indonesia
Departemen Kesehatan RI mendapatkan data jumlah penyakit infeksi saluran
kemih secara keseluruhan di Indonesia mencapai 90-100 kasus per 100.000
penduduk per tahun. Namun, data epidemiologi pyelonephritis di Indonesia masih
sangat terbatas.
Berdasarkan Indonesian Renal Registry, pyelonephritis kronik merupakan salah
satu penyebab penyakit ginjal kronis. Dari total 21.248 pasien yang mengalami
penyakit ginjal kronis, 7%nya disebabkan oleh pyelonephritis
3. Etiologi
Pielonefritis adalah bakteri. Bakteri bisa mencapai kandung kemih melalui
uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20-25% curah jantung,
bakteri jarang yang mencapai ginjal melalui darah (hematogen). Kasus
penyebaran secara hematogen kurang dari 3%. Kadang kala sebuah infeksi
mungkin menjadi penyakit primer, seperti yang terjadi dengan berkurangnya
resistansi inang (misalnya kalkulus, keganasan, hidrinefrosis, atau trauma).
Kebanyakan infeksi ginjal, bagaimanapun juga, adalah perluasan dari proses
infeksi yang berada dimana saja, khususnya kandung kemih.
Bakteri menyebar ke ginjal terutama dengan ke atas dari ureter ke ginjal. Sirkulasi
darah dan limfatik juga bisa menjadi jalan bagi bakteri. Refluks ureter, yang
memungkinkan urine yang terinfeksi kembali ke ureter, dan obstruksi, yang
menyebabkan urine kembali ke ureter dan memungkinkan bakteri
berkembangbiak, adalah penyebab umum infeksi saluran kemih yang naik dari
ureter ke ginjal. Escherichia coli adalah organism bakteri yang paling umum yang
menyebabkan pielonefritis.
Deteksi dini dan pengobatan yang sesuai akan infeksi saluran kemih bagian bawah
sangat mengurangi kejadian pielonefritis. Setelah infeksi, pemeliharaan kesehatan
termasuk pendidikan tentang pentingnya menyelesaikan pengobatan antibiotic.
Kultur lanjutan penting pada pielonefritis kambuh untuk memastikan bahwa
infeksi telah dimusnahkan. Tindakan pemulihan kesehatan bergantung pada
luasnya kerusakan ginjal dan penyebab penyakit. Jika obstruksi mempercepat
infeksi, penyebab obstruksi harus diobati.

4. Patofisiologi
Secara khas infeksi menyebar melalui kandung kemih kedalam ureter,
kemudian ke ginjal, seperti terjadi pada refluk vesikoureter. Refluks vesikoureter
dapat juga terjadi karena vesikoureter. Refluksvesikoureter dapat terjadi karena
kelemahan konginetal pada tempat pertemuan (junction) ureter dan kandung
kemih. Bakteri yang mengalir balik kejaringan internal bisa menimbulkan koloni
infeksi dalam tempo 24 hingga 48 jam. Infeksi dapat pula terjadi karena
instrumentasi (seperti tindakan kateterisasi, sistokopi, atau bedah urologi), karena
infeksi hematogen (seperti pada septicemia atau endokarditis), atau mungkin juga
karena infeksi limfatik. Pielonefritis ini juga terjadi karena ketidakmampuan
mengosongkan kandung kemih (misalnya pada pasien neurogenic bladder), statis
urine, atau obstruksi urine akibat tumor, striktur, atau hipertropia prostat benigna.
Bakteri tersebut naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih
dan uretra. Floramoral fekal seperti Eschericia coli, streptococcus fecalis,
pseudomonas aeruginosa, dan staphilococus aureus adalah bakteri yang paling
umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. colli menyebabkan sekitar 85%
infeksi.
6. Manifestasi klinis
Penyakit ginjal kronik seringkali tidak teridentifikasi hingga tahap uremik
akhir tercapai. Uremia, yang secara harfiah berarti urine dalam darah, adalah
sindrom atau kumpulan gejala yang terkait dengan end stage renal disease.
Pada uremia, keseimbangan cairan dan elektrolit terganggu, pengaturan dan fungsi
endokrin ginjal rusak, dan akumulasi produk sisa secara esensial memengaruhi
setiap sistem organ lain. Manifestasi awal uremia mencakup mual, apatis,
kelemahan, dan keletihan, gejala kerap kali keliru dianggap sebagai infeksi virus
atau influenza. Ketika kondisi memburuk, muntahsering, peningkatan kelemahan,
letargi, dan kebingungan muncul. (LeMone, 2015).
Pada insufisiensi ginjal, dapat timbul polyuria karena ginjal tidak mampu
memekatkan urin. Pada gagal ginjal, pengeluaran urin turun akibat
Glomerular Filtration Rate (GFR) yang sangat rendah. Hal ini
menyebabkan peningkatan beban volume, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis
metabolik, azotemia, dan uremia. Pada penyakit ginjal stadium akhir, terjadi
azotemia dan uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernafasan. Timbul hipertensi, anemia, osteodistrofi,
hyperkalemia, ensefalopati uremik, dan pruritus.
Dapat terjadi gagal jantung kongestif dan pericarditis. Tanpa pengobatan maka
akan terjadi koma dan kematian (Corwin, 2001).
Gambaran klinik klien end stage renal disease menurut Sudoyo (2009)
meliputi;
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi dan hiperurikemia, dan lain
sebagainya.
b) Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anorexia, mual dan
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus,
pericarditis, kejang sampai koma.
c) Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, payah jantung,
asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit.

7. Klasifikasi
a) Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal

b) Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi


bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih
serta refluk vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang
spesifik.2,8
kliniis
- ISK Sederhana/ tak berkomplikasi, yaitu ISK yang terjadi pada perempuan yang
tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi truktural ataupun ginjal.
- ISK berkomplikasi, yaitu ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada
anak-anak, laki-laki, atau ibu hamil.5,6

8. Pencegahan
a) pencegahan primer,Pencegahan Infeksi Ginjal
Infeksi ginjal dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor risikonya. Cara
yang dapat dilakukan adalah:
Rajin minum air putih agar urin tetap dapat diproduksi secara teratur, sehingga
bakteri di saluran urine dapat terbuang secara berkala.
Biasakan untuk buang air kecil setelah melakukan hubungan seksual, agar bakteri
yang masuk ke dalam saluran urine dapat terbuang.
Jangan menahan atau menunda buang air kecil. Jika ingin buang air kecil,
segeralah ke toilet.
Jangan menggunakan produk perawatan atau kosmetik pada alat kelamin, untuk
menghindari iritasi yang dapat memicu infeksi. Khusus wanita, bersihkan organ
kelamin dengan cara mengusap dari depan ke belakang untuk menghindari
penyebaran bakteri dari dubur ke organ kelamin.
b) Pencegahan sekunder
Menyerahkan langkah–langkah pencegahan yang mengarah pada diagnosis dini
dan perawatan tepat penyakit ginjal untuk mencegah progresifitas penyakit
menjadi lebihberat.

9. Penatalaksanaan.
Pada umumnya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat
diobati lagi. Usaha harus ditunjukan untuk mengurangi gejala,mencegah
kerusakan/ pemburukan faal ginjal (Yuli, 2015).
a) Pengaturan Minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga
dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan peroral maka
diberikan per parental. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan
penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti
hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
b) Pengendalian Hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikenadalikan. Pendapat yang menyatakan
penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal tidaklah benar. Dengan
obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal,
misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasoldilator. Mengurangi intake
garam dalam rangka ini harus hati – hati karena tidak semua renal failure disertai
retensi Natrium.
c) Pengendalian K dalam Darah
Pengendalian kalium darah sangat penting, karena peninggian K dapat
menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat – obatan, diet
buah dan lain – lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat
didiagnosa dengan EEG dan EKG.
Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K,
pemberian Na Bikarbonat dan pemberian infuse glukosa.
d) Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada end stage renal disease.
Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mecari
apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal
pada keseluruhan akan dapat meningkatkan Hb. Transfusi darah hanya dapat
diberikan bila indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
e) Penanggulangan Asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi
pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi terlebih dahulu, khususnya
dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat – obatan harus dihindari.
Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada pemulaan 100
mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan – lahan, kalau perlu diulang.
Hemodialisa dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
f) Pengobatan dan Pencegahan Infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya.
Klien end stage renal disease dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit
dasarnya. Adanya pyelonefritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat –
obat antimikroba diberi bila ada bakteri uria dengan perhatian khusus karena
banyak diantara obat – obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal.
Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat
mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula
menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.
10. Komplikasi
Gagal ginjal terjadi karena adanya penyakit atau kondisi yang
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Beberapa di antaranya termasuk diabetes
tipe 1 atau 2, tekanan darah tinggi, glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik,
obstruksi saluran kemih berkepanjangan, hingga infeksi ginjal berulang.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan kebiasaan merokok, berat badan
berlebihan, struktur ginjal yang abnormal, pertambahan usia, hingga faktor
genetik.
Terlambatnya penanganan dapat membuat gagal ginjal kronis semakin memburuk.
Pasalnya, masalah kesehatan ini memengaruhi hampir setiap bagian tubuh
lainnya. Komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu:
a) Kadar Kalium Berlebih (Hiperkalemia)
Dilansir dari Mayo Clinic, hiperkalemia terjadi ketika kadar kalium dalam darah
terbilang tinggi. Hal ini menyebabkan terganggunya kerja jantung. Jika tidak
segera ditangani, komplikasi ini menimbulkan masalah baru pada jantung yang
bisa berujung pada kematian secara tiba-tiba. Seseorang yang mengidap gagal
ginjal kronis, organ ginjalnya tidak lagi mampu menyerap dan mensekresikan
kalium. Inilah alasan pengidap hiperkalemia tidak dianjurkan untuk mengonsumsi
buah dan sayuran.
b) Cairan Berlebihan
Memang benar, banyak minum membantu menyehatkan ginjal. Namun, bagi
pengidap gagal ginjal kronis, banyak minum justru bisa berakibat fatal. Kondisi
ini bisa menyebabkan berkurangnya kadar garam dalam tubuh, sehingga kamu
merasa lemah bahkan mengalami kejang. Pengidap gagal ginjal kronis memiliki
masalah terhadap pembuangan cairan dalam tubuhnya. Ketika cairan yang masuk
ke dalam tubuh terlalu banyak akibat dari banyak minum, ginjal tidak mampu
mengeluarkan semua cairan yang tidak dibutuhkan, sehingga terjadi penumpukan
di dalam pembuluh darah dan menyebabkan jantung bekerja terlalu keras.

c) Osteomalacia
Komplikasi gagal ginjal kronis berikutnya adalah osteomalacia, kondisi ketika
tulang menjadi lunak dan mudah patah. Menurut Cleveland Clinic, osteomalacia
termasuk penyakit yang terjadi karena kurangnya kadar mineral dalam tulang.
Masalah tulang ini sering terjadi karena kurangnya asupan vitamin D atau masalah
pada saluran pencernaan dan ginjal.

d) Metabolik Asidosis
Selain mensekresikan cairan, ginjal berfungsi untuk mengatur kadar asam basa
atau pH di dalam darah. Ginjal yang mengalami gangguan berdampak pada
penurunan pH darah menjadi lebih asam. Kondisi ini mengakibatkan pelebaran
pembuluh darah dan kontraksi jantung.

e) Dislipidemia
Studi yang dipublikasikan dalam Primary Care: Clinics in Office Practice
membuktikan bahwa dislipidemia menyumbang angka kematian tertinggi
terhadap masalah kardiovaskular dan sering terjadi pada pengidap gagal ginjal
kronis. Kondisi ini terjadi karena beberapa hal, termasuk pengurangan aktivitas
lipoprotein lipase dan trigliserida lipase hati.

11. Farmakologi
Pengobatan infeksi ginjal yang paling utama adalah pemberian antibiotik.
Antibiotik yang umumnya diberikan adalah ciprofloxacin atau levofloxacin.
Khusus untuk wanita hamil, antibiotik yang diberikan adalah cephalexin.
Untuk meredakan rasa sakit dan demam, dokter biasanya akan memberikan
paracetamol.

12. Terapi Komplementasi


Salah satu teknik distraksi yangdigunakan untuk mengatasi kecemasan pada
pasien adalah dengan mendengarkan musik atau murottal (mendengarkan bacaan
ayat-ayat suci Al-Qur’an). Tehnikdistraksi merupakan tindakan
untukmengalihkan perhatian contohnya denganmendengarkan musik dan
murottal(mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al- Qur’an) (Siswantina ,
2012).Murottal adalah suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh seorang qori’
(pembaca Al- Qur’an). Lantunan Al-Qur’an secara fisikmenggandung unsur suara
manusia. Suaradapat menurunkan hormon-hormon stres,mengaktifkan hormon
endorfin alami,meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa
takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistemkimia tubuh sehingga menurunkan
tekanandarah serta memperlambat pernafasan,detak jantung, denyut nadi, dan
aktivitasgelombang otak. Laju pernafasan yanglebih dalam atau lebih lambat
tersebutsangat baik menurunkan ketegangan,kendali emosi, pemikiran yang lebih
dalamdan metabolisme yang lebih baik.Biasanya jika kita mendengarkan
murottal,gelombang otak berada dalam fase theta.
1. Definisi
Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu terbentuk
batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Mehmed & Ender, 2015).
Pembentukan batu dapat terjadi ketika tingginya konsentrasi kristal urin yang
membentuk batu seperti zat kalsium, oksalat, asam urat dan/atau zat yang
menghambat pembentukan batu (sitrat) yang rendah. Urolithiasis merupakan
obstruksi benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena faktor
presipitasi endapan dan senyawa tertentu.
Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci ada
beberapa penyebutannya. Berikut ini adalah istilah penyakit batu bedasarkan letak
batu antara lain:
a. Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal
b. Ureterolithiasis disebut batu pada ureter
c. Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli
2. Epidemiologi
Urolithiasis merupakan masalah kesehatan yang umum sekarang ditemukan.
Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita urolitiasis selama
hidupnya, meskipun beberapa individu tidak menunjukkan gejala atau keluhan.
Setiap tahunnya berkisar 1 dari 1000 populasi yang dirawat di rumah sakit karena
menderita urolitiasis. Laki-laki lebih sering menderita urolitiasis dibandingkan
perempuan, dengan rasio 3:1. Dan setiap tahun rasio ini semakin menurun. Dari
segi umur, yang memiliki risiko tinggi menderita urolitiasis adalah umur diantara
20 dan 40 tahun.
3. Etiologi
Penyebab terjadinya urolithiasis secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk
diseluruh salurah kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami
hambatan aliran urin (statis urin) antara lain yaitu sistem kalises ginjal atau buli-
buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel,
obstruksi intravesiko kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH), striktur
dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
terjadinya pembentukan batu. Menurut Grace & Barley (2006) Teori dalam
pembentukan batu saluran kemih adalah sebagai berikut:
a. Teori Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu yang
membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari senyawa jenuh
yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi sehingga pada urin
dengan kepekatan tinggi lebih beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah
sekali untuk terjadi kristalisasi.
b. Teori Matriks Batu
Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan partikel
pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali terbentuk matriks yang
merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin, globulin dan
mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka
tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c. Teori Inhibisi yang Berkurang
Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor inhibitor
(penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem urinaria dan berfungsi
untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah terbentuknya
endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral
yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat
tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat
terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor).
Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara
normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung
terjadi pada pasien dehidrasi).
Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor antara lain faktor
endogen seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin yang bersifat asam maupun
basa dan kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang dengan
keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh dapat merangsang pembentukan
batu, sedangkan faktor eksogen seperti kurang minum atau kurang mengkonsumsi
air mengakibatkan terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat
ketidakseimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu panas menyebabkan
banyaknya pengeluaran keringat, yang akan mempermudah pengurangan produksi
urin dan mempermudah terbentuknya batu, dan makanan yang mengandung purin
yang tinggi, kolesterol dan kalsium yang berpengaruh pada terbentuknya batu.
4. Manifestasi Klinis
Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak batu, tingkat
infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Beberapa gambaran klinis yang
dapat muncul pada pasien urolithiasis:
a. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non
kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran kemih
sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar. Nyeri kolik juga
karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih.
Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan pada terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal sehingga menyebabkan nyeri hebat dengan
peningkatan produksi prostglandin E2 ginjal. Rasa nyeri akan bertambah berat
apabila batu bergerak turun dan menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal
(bawah) akan menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora
pada wanita. Nyeri kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khsusnya
nefrolithiasis.
b. Gangguan miksi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine flow) mengalami
penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan. Pada pasien
nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih terjadi di ginjal sehingga urin yang masuk
ke vesika urinaria mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien uretrolithiasis,
obstruksi urin terjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan untuk
mengeluarkan urin ada namun hambatan pada saluran menyebabkan urin
stagnansi. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar secara spontan setelah
melalui hambatan pada perbatasan ureteropelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka
dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.
c. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami desakan
berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan menimbulkan
gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur
dengan darah (hematuria). Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis,
namun jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal maka seringkali
menimbulkan hematuria yang masive, hal ini dikarenakan vaskuler pada ginjal
sangat kaya dan memiliki sensitivitas yang tinggi dan didukung jika karakteristik
batu yang tajam pada sisinya.
d. Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada pasien
karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan
memacu sekresi HCl pada lambung . Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan
karena adanya stimulasi dari celiac plexus, namun gejala gastrointestinal biasanya
tidak ada.
e. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda
demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di
kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan
dibidang urologi, dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan
anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera
dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik.
f. Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan
menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu, akan teraba
bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika
5. Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urin dan menyebabkan
obstruksi, salah satunya adalah statis urin dan menurunnya volume urin akibat
dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan resiko
terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urin adalah gejala abnormal yang umum
terjadi, selain itu berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis seperti komposisi
batu
yang beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab urolithiasis.
Batu yang terbentuk dari ginjal dan berjalan menuju ureter paling mungkin
tersangkut pada satu dari tiga lokasi berikut
a. sambungan ureteropelvik
b. titik ureter menyilang pembuluh darah iliaka
c. sambungan ureterovesika
Perjalanan batu dari ginjal ke saluran kemih sampai dalam kondisi statis
menjadikan modal awal dari pengambilankeputusan untuk tindakan pengangkatan
batu. Batu yang masuk pada pelvis akan membentuk pola koligentes yang disebut
batu staghorn.
6. Pencegahan
Pencegahan dilakukan berdasarkan kandungan dan unsur yang menyusun batu
saluran kemih dimana hasil ini didapat dari analisis batu. Tindakan pencegahan
yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet makanan, cairan dan aktivitas serta
perawatan pasca operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi.
Beberapa tindakan gaya hidup yang dapat dimodifikasi dalam upaya pencegahan
kekambuhan urolithiasis adalah:
a. Cairan
Strategi pengobatan yang umum digunakan pada urolithiasis yang bukan
disebabkan karena infeksi bakteri adalah dengan meningkatkan konsumsi air.
Peningkatan konsumsi air setiap hari dapat mengencerkan urin dan membuat
konsentrasi pembentuk urolithiasis berkurang. Selain itu, saat mengkonsumsi
makanan yang cenderung kering hendaknya mengkonsumsi air yang banyak.
Konsumsi air sebanyak-banyaknya dalam satu hari minimal 8 gelas atau setara
dengan 2-3 liter per hari (Lotan, et al., 2013) Anggraini (2015) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa pencegahan lain dapat dilakukan dengan
mengkonsumsi air jeruk nipis atau jeruk lemon yang berfungsi sebagai
penghambat pembentukan batu ginjal jenis kalsium dengan mekanisme utamanya
yaitu menghambat pembentukan batu kalsium melalui reaksi pemutusan ikatan
antara kalsium oksalat maupun kalsium posfat oleh sitrat, sehingga pada akhir
reaksi akan terbentuk senyawa garam yang larut air, endapan kalsium tidak
terbentuk dan tidak tidak terbentuk batu saluran kemih jenis batu kalsium.
Penelitian ini didukung oleh Colella, et al., (2005) dan Purnomo, (2012) yang
menyatakan bahwa asupanjeruk nipis yang rendah dapat menyebabkan
hipositraturia dimana kemungkinan dapat meningkatkan resiko terbentuknya batu.
b. Makanan
1) Konsumsi makanan seperti ikan dan kurangi konsumsi oksalat (seperti
daging) untuk menurunkan oksalat dalam urin dan resiko pembentukan batu
oksalat (Maalouf, et al., 2010).
2) Mengurangi diet protein hewani dan purin lainnya untuk menurunkan
kadar asam urat dalam urin dan resiko pembentukan batu asam urat.
3) Mengurangi makanan yang mengandung tinggi kadar garam karena dapat
meningkatkan rasa haus, selain itu garam akan mengambil banyak air dari dalam
tubuh sehingga tubuh akan mengalami dehidrasi tanpa disadari. Disarankan jika
terlalu banyak mengkonsumsi garam hendaknya anda imbangi dengan
mengkonsumsi banyak air yang berfungsi untuk melarutkan garam yang ada di
dalam tubuh.
4) Meningkatkan diet kalsium untuk mengikat oksalat di usus dan dengan
demikian akan menurunkan kadar oksalat dalam urin
c. Aktivitas
Aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya urolithiasis.
Tingginya aktivitas yang dilakukan dengan diimbangi asupan cairan yang
seimbang maka ada kemungkinan akan memperkecil resiko terjadinya
pembentukan batu, latihan fisik sepertitreadmill atau aerobic ini dapat dilakukan
selama 1 jam/ hari selama 5 hari atau anda dapat melakukan olahraga lari selama
20 meter/ menit selama 5 hari. Aktivitas fisik dapat menyebabkan kehilangan
banyak cairan sehingga memungkinkan untuk berada dalam kondisi dehidrasi
tanpa disadari maka dari itu disarankan untuk mempertahankan hidrasi (cairan)
dalam tubuh sebanyak-banyaknya selama melakukan aktivitas, khususnya
aktivitas berat seperti latihan fisik (treadmill) untuk mengganti ciaran tubuh yang
hilang saat melakukan aktivitas.
d. Dukungan sosial
Rahman, et al., (2013) dalam penelitiannya tentang hubungan antara adekuasi
hemodialisa terhadap kualitas hidup pasien menyatakan bahwa dukungan sosial
merupakan salah satu indikator yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
seseorang. Dukungan sosial dapat diberikan dari keluarga dan lingkungan sekitar
dapat meningkatkan keoptimisan pada diri sendiri untuk sembuh dari penyakit dan
memiliki kehidupan yang lebih baik. Dukungan yang dapat diberikan berupa
memberikan dukungan kepada orang lain untuk beradaptasi dengan kondisinya
saat ini.
7. Komplikasi
Batu mungkin dapat memenuhi seluruh pelvis renalis sehingga dapat
menyebabkan obstruksi total pada ginjal, pasien yang berada pada tahap ini dapat
mengalami retensi urin sehingga pada fase lanjut ini dapat menyebabkan
hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut maka dapat menyebabkan gagal
ginjal yang akan menunjukkan gejala-gejala gagal ginjal seperti sesak, hipertensi,
dan anemia. Selain itu stagnansi batu pada saluran kemih juga dapat menyebabkan
infeksi ginjal yang akan berlanjut menjadi urosepsis dan merupakan kedaruratan
urologi, keseimbangan asam basa, bahkan mempengaruhi beban kerja jantung
dalam memompa darah ke seluruh tubuh.

Anda mungkin juga menyukai