Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia diciptakan untuk menjadi Khalifah fil ard (Pemimpin dimuka

bumi ini). Oleh karenanya, sudah selayaknya manusia memperbagus amal

kebajikan dan berusaha menjadi yang terbaik serta bermanfaat bagi orang lain.

Bahwa dalam menjadi khalifah tentu banyak ujian di alam dunia ini.

Keberhasilan dalam menghadapi ujian tentu tergantung dari pribadi masing-

masing. Apabila berhasil melalui ujian tentu Allah SWT janjikan di Jannah-

Nya. Diangkat derajatnya setelah mengarungi ujian dari Sang Empunya

Hidup. Layaknya makhluk Allah SWT berupa kayu yang diuji oleh manusia.

Banyak kayu yang tidak teruji, berada dilumpur yang kotor, dipotong untuk

kayu bakar, dibakar karena tidak berguna atau lapuk, atau bahkan dibuang

karena tidak bermanfaat. Sebaliknya kayu yang teruji, ditempa, dibentuk

dengan aturan yang ditetapkan manusia. Maka kayu tersebut akan menjadi

kursi, meja, meubelir yang bagus untuk selanjutnya memiliki nilai jual yang

tinggi. Layaknya barang terbaik, tentunya si empunya barang akan

menempatkannya di tempat yang baik, rumah yang mewah dan bagus, dan

tentu akan ditempatkan di ruangan bagian depan. Sebagai manusia, hamba

Sang Khalik, tentu perintah Allah SWT harus kita laksanakan. Dan tentu tak

luput dari ujian dari Allah SWT. Bagi orang yang bersungguh-sungguh

pastilah dunia ini tidak akan menyusahkan atau akan mengatakan bahwa dunia

itu sempit. Mereka berusaha seoptimal mungkin menggapai ridho-Nya,


menyadari bahwa dunia adalah tempat berperih, tempat berjuang dan tempat

yang tidak mengenakkan (sebentar). Ada tempat kesempurnaan yang telah

Sang Maha Janjikan. Mereka itulah hamba Allah SWT yang mengikhlaskan

diri akan hidupnya yang sebentar ini untuk mengabdikan diri kepada Allah

SWT dengan beribadah dan selalu berusaha dalam jalan kebaikan. Semoga

kita semua digolongkan kedalam hamba-hamba Allah SWT yang dijanjikan

surga-Nya. Amin.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa kunci sukses manusia sebagai khalifah di bumi?

b. Apa fungsi ritual dalam pembentukan karakter?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui kunci sukses manusia sebagai khalifah di bumi.

b. Mengetahui fungsi ritual dalam pembentukan karakter.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manusia Sebagai Khalifah

Allah SWT menciptakan alam semesta dan menentukan fungsi-fungsi dari

setiap elemen alam ini. Matahari punya fungsi, bumi punya fungsi, udara

punya fungsi, begitulah seterusnya; bintang-bintang, awan, api, air, tumbuh-

tumbuhan dan seterusnya hingga makhluk yang paling kecil masing-masing

memiliki fungsi dalam kehidupan. Pertanyaan kita adalah apa sebenarnya

fungsi manusia dalam pentas kehidupan ini? Apakah sama fungsinya dengan

hewan dan tumbuh-tumbuhan? atau mempunyai fungsi yang lebih istimewa ?

Bagi seorang atheis, manusia tak lebih dari fenomena alam seperti

makhluk yang lain. Oleh karena itu, manusia menurut mereka hadir di muka

bumi secara alamiah dan akan hilang secara alamiah. Apa yang dialami

manusia, seperti peperangan dan bencana alam yang menyebabkan banyak

orang mati, adalah tak lebih sebagai peristiwa alam yang tidak perlu diambil

pelajaran atau dihubungkan dengan kejahatan dan dosa, karena dibalik

kehidupan ini tidak ada apa-apa, tidak ada Tuhan yang mengatur, tidak ada

sorga atau neraka, seluruh kehidupan adalah peristiwa alam. Bagi orang

atheis fungsi manusia tak berbeda dengan fungsi hewan atau tumbuh-

tumbuhan, yaitu sebagai bagian dari alam.

3
Bagi orang yang menganut faham sekuler, manusia adalah pemilik alam

yang boleh mengunakannya sesuai dengan keperluan. Manusia berhak

mengatur tata kehidupan di dunia ini sesuai dengan apa yang dipandang

perlu, dipandang baik dan masuk akal karena manusia memiliki akal yang

bisa mengatur diri sendiri dan memutuskan apa yang dipandang perlu.

Mungkin dunia dan manusia diciptakan oleh Tuhan, tetapi kehidupan dunia

adalah urusan manusia, yang tidak perlu dicampuri oleh agama. Agama

adalah urusan individu setiap orang yang tidak perlu dicampuri oleh orang

lain apa lagi oleh negara.

Agama Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki dua predikat, yaitu

sebagai hamba Allah (`abdullah) dan sebagai wakil Allah (khalifatullah) di

muka bumi. Sebagai hamba Allah, manusia adalah kecil dan tak memiliki

kekuasaan. Oleh karena itu, tugasnya hanya menyembah kepada-Nya dan

berpasrah diri kepada-Nya. Tetapi sebagai khalifatullah, manusia diberi

fungsi sangat besar, karena Allah Maha Besar maka manusia sebagai wakil-

Nya di muka bumi memiliki tanggung jawab dan otoritas yang sangat besar.

Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam semesta

untuk kesejahteraan umat manusia, karena alam semesta memang diciptakan

Tuhan untuk manusia. Sebagai wakil Tuhan manusia juga diberi otoritas

ketuhanan; menyebarkan rahmat Tuhan, menegakkan kebenaran, membasmi

kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan diberi otoritas untuk

menghukum mati manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi

sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam

4
menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, manusia

dilengkapi Tuhan dengan kelengkapan psikologis yang sangat sempurna,

akal, hati, syahwat dan hawa nafsu, yang kesemuanya sangat memadai bagi

manusia untuk menjadi makhluk yang sangat terhormat dan mulia, disamping

juga sangat potensil untuk terjerumus hingga pada posisi lebih rendah

dibanding binatang.

2.2 Fungsi Khalifah

Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Alquran terhadap lingkungan

bersumber dari fungi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut

adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap

alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta

pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Dalam

pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah

sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti

tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan

penciptaannya.

Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses

yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang

demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak

melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan terhadap

lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.”

Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan

5
oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan

kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari

bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar

dan baik.

Karena itu dalam al- Quran ditegaskan bahwa : “Dan tidaklah binatang-

binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua

sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti manusia...” (QS. Al-An’am [6]

: 38)

Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada

kesadaran bahwa apapun yang berada di dalam genggaman tangannya, tidak

lain kecuali amanat yang harus dipertanggung -jawabkan. “Setiap jengkal

tanah yang terhampar di bumi, setiap angin yang berhembus di udara, dan

setiap tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan pertanggung-

jawabannya, manusia menyangkut pemeliharaan dan pemanfaatannya”,

demikian kandungan penjelasan Nabi Saw.Tentang firman-Nya dalam Al-

Quran “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kemikmatan

(yang kamu peroleh).” (At-Takatsur, [102]: 8)

Dengan demikian manusia bukan saja dituntut agar tidak alpa dan angkuh

terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk

memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan)

menyangkut apa yang berada di sekitar manusia. “Kami tidak menciptakan

6
langit dan bumi serta yang berada di antara keduanya, kecuali dengan (tujuan)

yang hak dan pada waktu yang ditentukan” (QS Al-Ahqaf [46]: 3)

Pernyataan Allah ini mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya

memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya

saja, melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua

pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam atau berlaku sewenang-

wenang terhadapnya. Memang, istilah penaklukan alam tidak dikenal dalam

ajaran Islam. Istilah itu muncul dari pandangan mitos Yunani yang

beranggapan bahwa benda-benda alam merupakan dewa-dewa yang

memusuhi manusia sehingga harus ditaklukkan.

Yang menundukkan alam menurut Al-Quran adalah Allah. Manusia tidak

sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali berkat kemampuan yang

dianugerahkan Tuhan kepadanya. “Mahasuci Allah yang menjadikan

(binatang) ini mudah bagi kami, sedangkan kami sendiri tidak mempunyai

kemampuan untuk itu.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 13)

Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan

dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus dapat

bersahabat. Al-Quran menekankan agar umat Islam meneladani Nabi

Muhammad Saw. yang membawa rahmat untuk seluruh alam (segala

sesuatu). Untuk menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad Saw. bahkan

memberi nama semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda

itu tak bernyawa. “Nama” memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan

7
kesan itu mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik

nama.

sIni berarti bahwa manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-

baiknya. Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh tunduk dan

merendahkan diri kepada segala sesuatu yang telah direndahkan Allah

untuknya, berapa pun harga benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh

benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda sehingga

mengorbankan kepentingannya sendiri. Manusia dalam hal ini dituntut untuk

selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh meraih apapun asalkan yang

diraihnya serta cara meraihnya tidak mengorbankan kepentingannya di

akhirat kelak.

2.3 Hadis tentang Manusia sebagai Kholifah di Bumi

Dalam hadist di riwayatkan bahwa manusia sebagaikhalifah di muka

bumi. Abu Hurairah r.a menceritakan bahwa :

ْ َ‫ق فِ ْيه‬
‫ا َل‬GGَ‫اال ِجب‬ َ Gَ‫ت َو خَ ل‬ َّ ‫وْ َم‬GGَ‫ق هّللا ُ َع َّز َو َج َّل التُّرْ بَةَ ي‬
ِ ‫ ْب‬G‫الس‬ َ َ‫ َخل‬:‫ال‬ َ ‫أَ َخ َذ النَّبِ ُي‬
َ َ‫صلَّى هلّلا ُ َعلَ ْي ِه َّو َسلَّ َم بِيَ ِديْ فَق‬

َّ َ‫ا ِء َو ب‬GG‫وْ َم األَرْ بِ َع‬GGَ‫ق النُّوْ َر ي‬


‫ا‬GGَ‫ث فِ ْيه‬ َ Gَ‫ق ْال َم ْكرُوْ هَ يَو َم الثُّالَثَا ِء َو َخل‬
َ َ‫ق ال َّش َج َر يَوْ َم ا ِإل ْثنَ ْي ِن َو خَ ل‬
َ َ‫يَوْ َم األَ َح ِدو َخل‬

‫آخ ِر َسا َع ٍة ِم ْن‬


ِ ‫ق فِ ْي‬ ْ ‫ق آ َد َم َعلَ ْي ِه ال َّساَل ُم بَ ْع َد ال َعصْ ِر ِم ْن يَوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فِ ْي آ ِخ ِر ْال‬
ِ ‫خَل‬ ِ ‫ال َّد َوابَّ يَوْ َم ْال َخ ِمي‬
َ َ‫ْس َو َخل‬

)‫ (رواه مسلم و أحمد رضي هللا عنهما‬.‫ت ْال ُج ُم َع ِة‬


ِ ‫َساعَا‬

Nabi SAW. memegang tanganku, lalu bersabda, “Allah SWT.

menciptakan bumi pada hari sabtu, Dia menciptakan padanya gunung-gunung

pada hari ahad, Dia menciptakan pohon-pohonan pada hari senin, Dia

menciptakan hal-hal yang tidak disukai pada hari selasa, Dia menciptakan nur

8
(cahaya) pada hari rabu, dan Dia menyebarkan (menciptakan) hewan-hewan

padanya pada hari kamis, dan Dia menciptakan Adam a.s. sesudah waktu asar

pada hari jumat, sebagai akhir makhluk (yang diciptakan) pada saat yang

terakhir dari waktu-waktu hari jumat.” (riwayat Muslim dan Ahmad).

Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada

dua peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai

hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al ‘imarah). Kedua, memelihara

bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak manapun

(arri’ayah)

2.4 Kunci Sukses Manusia sebagai Khalifah di Bumi

Ada sebuah statement yang seringkali dihafal dan dibaca oleh kita sebagai

kata kunci untuk sukses, yakni lafadz bismillahirrahmanirrahim (basmalah). Jika

kita melakukan sesuatu dengan menyebut nama Allah, berarti kita mengatas

namakan perbuatan kita kepada-Nya, jadi seakan-akan kita mewakili Allah. Ini

sesuai dengan arti khalifah itu sendiri, yaitu representasi Tuhan di muka bumi.

Satu-satunya mahluk yang diciptakan khusus untuk menjadi wakil (representasi)

Tuhan di alam raya ini adalah manusia, bukan malaikat, jin, dan bukan pula

mahluk lainnya. Itulah rahasia manusia sebagai ahsan at-taqwim, mahluk yang

termulia.

Oleh karena itu, kita harus hati-hati setiap melakukan sesuatu. Sebab,

apapun yang kita lakukan itu mengatas namakan Allah SWT. Apapun yang kita

lakukan hendaknya mengimplementasikan lafadz basmalah. Jadi, bacaan

9
basmalah yang berbunyi “bismillahirrahmanirrahim” adalah satu kunci sukses

yang diajarkan oleh agama kita, baik sebagai hamba maupun sebagai khalifah.

Inti bismillahirrahmanirrahim adalah bagaimana kita bisa

menginternalisasikan sifat kasih sayang Tuhan dalam setiap perbuatan. Kenapa

Tuhan tidak begitu saja menyiksa orang-orang yang kafir terhadap-Nya? Tiada

lain, karena Tuhan lebih dominan menunjukkan diri-Nya sebagai Maha

Penyayang daripada Maha Pembalas Dendam. Nilai inilah yang patut ditiru.

Akhirnya, posisi kita sebagai khalifah di muka bumi hendaknya berpegang

teguh pada konsep basmalah. Sebuah konsep yang tidak saja meniscayakan

sekedar ucapan biasa, tetapi implementasi dalam setiap perbuatan kita.

Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam.

Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam

Islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia

barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-

prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas,

perbedaan pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral

sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai

motivasi perilaku bermoral.

2.5 Fungsi Ritual dalam Pembentukan Karakter

Implementasi pendidikan karakter dalam Islam, tersimpul dalam karakter

pribadi Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul, tersemai nilai-nilai akhlak yang

mulia dan agung. Al-Qur’an dalam surat Al-ahzab (21) mengatakan:

10
‫) َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا‬21( ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر‬

Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang

baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Dalam Islam, karakter atau akhlak mempunyai kedudukan penting dan

dianggap mempunyai fungsi yang vital dalam memandu kehidupan masyarakat.

Sebagaimana firman Allah SWT di dalam QS. An-Nahl ayat 90 sebagai berikut :

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,

memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,

kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu

dapat mengambil pelajaran”.

Pendidikan karakter seharusnya berangkat dari konsep dasar manusia yaitu

fitrah. Setiap anak dilahirkan menurut fitrahnya, yaitu memiliki akal, nafsu

(jasad), hati dan ruh. Konsep inilah yang sekarang lantas dikembangkan menjadi

konsep multiple intelligence. Dalam Islam terdapat beberapa istilah yang sangat

tepat digunakan sebagai pendekatan pembelajaran. Konsep-konsep itu antara lain:

tilâwah, ta’lîm’, tarbiyah, ta’dîb, tazkiyah . Tilâwah menyangkut kemampuan

membaca; ta’lim terkait dengan pengembangan kecerdasan intelektual

(intellectual quotient);  tarbiyah menyangkut kepedulian dan kasih sayang secara

11
naluriah yang didalamnya ada asah, asih dan asuh; ta’dîb terkait dengan

pengembangan kecerdasan emosional (emotional quotient); tazkiyah terkait

dengan pengembangan kecerdasan spiritual (spiritual quotient).

Kecerdasan plus karakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan. Selain

itu, pendidikan karakter mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mengembangkan potensi dasar peserta didik agar ia tumbuh menjadi

sosok yang berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.

2. Memperkuat dan membangun perilaku masyarakat yang multikultur.

3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Terlepas dari pandangan di atas, maka tujuan sebenarnya dari pendidikan

karakter atau akhlak adalah agar manusia menjadi baik dan terbiasa kepada yang

baik tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan dan

latihan yang dapat melahirkan tingkah laku sebagai sesuatu tabiat ialah agar

perbuatan yang timbul dari akhlak baik tadi dirasakan sebagai suatu kenikmatan

bagi yang melakukannya. Menurut Said Agil tujuan pendidikan adalah

“membentuk manusia yang beriman, berakhlak mulia, maju dan mandiri sehingga

memiliki ketahanan rohaniah yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan

dinamika perkembangan masyarakat.”

Proses Pembentukan Karakter

Pembentukan karakter diklasifikasikan dalam 5 tahapan yang berurutan dan sesuai

usia, yaitu:

12
1. Tahap pertama adalah membentuk adab, antara usia 5-6 tahun. Tahapan

ini meliputi jujur, mengenal antara yang benar dan yang salah, mengenal

antara yang baik dan yang buruk serta mengenal mana yang diperintahkan,

misalnya dalam agama.

2. Tahap kedua adalah melatih tanggung jawab diri antara usia 7-8 tahun.

Tahapan ini meliputi perintah menjalankan kewajiban shalat, melatih

melakukan hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi secara mandiri,

serta dididik untuk selalu tertib dan disiplin sebagaimana yang telah

tercermin dalam pelaksanaan shalat mereka.

3. Tahap ketiga adalah membentuk sikap kepedulian antara usia 9-10 tahun.

Tahapan ini meliputi diajarkan untuk peduli terhadap orang lain terutama

teman-teman sebaya, dididik untuk menghargai dan menghormati hak

orang lain, mampu bekerjasama serta mau membantu orang lain.

4. Tahap keempat adalah membentuk kemandirian, antara usia 11-12 tahun.

Tahapan ini melatih anak untuk belajar menerima resiko sebagai bentuk

konsekuensi bila tidak mematuhi perintah, dididik untuk membedakan

yang baik dan yang buruk.

5. Tahap kelima adalah membentuk sikap bermasyarakat, pada usia >13

tahun. Tahapan ini melatih kesiapan bergaul di masyarakat berbekal pada

pengalaman sebelumnya. Bila mampu dilaksanakan dengan baik, maka

pada usia yang selanjutnya hanya diperlukan penyempurnaan dan

pengembangan secukupnya. (Miya Nur Andina)

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa :

a. Kunci sukses manusia sebagai khalifah di bumi adalah mengawali semua

tindakan dengan membaca lafadz ”bismillahirrahmanirrahim” atau biasa

disebut bacaan basmalah. Inti dari bacaan tersebut yaitu bagaimana kita

bisa menginternalisasikan sifat kasih sayang Tuhan dalam setiap

perbuatan.

b. Fungsi ritual dalam pembentukan karakter merupakan implementasi

pendidikan karakter dalam Islam,yang telah tersimpul dalam karakter

pribadi Rasulullah SAW. Dilakukannya pembentukan/ pendidikan

karekter dengan tujuan untuk membentuk manusia yang beriman,

berakhlak mulia, maju dan mandiri sehingga memiliki ketaatan rohaniah

yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan dinamika perkembangan

masyarakat.

3.2 Saran

14
a. Kita sebagai hamba Allah yang dianugerahi kesehatan jasmani dan rohani

hendaknya selalu mengingat Allah, dan selalu bersyukur atas nikmat-

nikmat-Nya.

b. Sebagai hamba Allah yang taat akan perintah-Nya haruslah memiliki

aklak yang terpuji,seperti yang telah dituntunkan Rasulullah SAW.

DAFTAR PUSTAKA

http://zaldym.wordpress.com/2010/02/28/fungsi-manusia-sebagai-khalifah-di-

muka-bumi/

http://indonesiaindonesia.com/f/9761-makna-allah-menjadikan-manusia-khalifah-

muka/

http://alhikmahtoyan.blogspot.com/2012/08/manusia-sebagai-khalifah-dimuka-

bumi.html

http://didik-setiya.blogspot.com/2012/03/manusia-sebagai-khalifah-dibumi.html

http://green.kompasiana.com/penghijauan/2011/07/06/manusia-sebagai-khalifah-

di-bumibukan-perusak/

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2015/01/17/proses-pembentukan-karakter-

3/

15

Anda mungkin juga menyukai