Anda di halaman 1dari 68

TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Bioteknologi

Dosen Pengampu
Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes

Disusun Oleh
Kelompok 1

Andy Maryam (12708251011)


Nurul Imtihan (12708251026)

HBA Jayawardana (12708251036)

PRODI PENDIDIKAN SAINS

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2013
BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan bioteknologi sekarang ini sudah semakin pesat terutama di

negara-negara maju. Penerapan bioteknologi di bidang pangan dengan menggunakan

teknologi DNA rekombinan menghasilkan tanaman dan produk unggul karena

mengandung zat gizi yang berkualitas tinggi dibandingkan tanaman biasa, serta lebih

tahan terhadap hama penyakit dan tekanan lingkungan. Teknologi DNA rekombinan

adalah rekayasa genetika untuk menghasilkan sifat baru dengan cara

merekombinasikan gen tertentu dengan DNA genom.

Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua manfaat yaitu pertama, dengan

mengisolasi dan mempelajari masing-masing gen akan diperoleh pengetahuan

tentang fungsi dan mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi ini memungkinkan

diperolehnya produk gen tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar

daripada produksi secara konvensional. Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan

suatu produk yang diinginkan melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan

beberapa tahapan tertentu.

Tahapan-tahapan tersebut adalah isoasi DNA genomik yang akan diklon,

pemotongan molekul DNA menjdi sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran,

isolasi DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk menghasilkan

DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul DNA rekombinan,

reisolasi molekul DNA rekombinan dari sel inang, dan analisis DNA rekombinan.

Pada makalah ini secara khusus akan membahas mengenai prinsip dasar dalam

teknologi DNA rekombinan, proses pemotongan dan penyisipan gen.


1
BAB II

TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

A. Prinsip Dasar Teknologi DNA Rekombinan

Teknik dalam manipulasi gen sangat kompleks dan beragam. Namun

prinsip-prinsip dasar dalam teknologi DNA rekombinan cukup sederhana yang

meliputi tahapan sebagai berikut (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).

1. Generasi fragmen DNA dan pemilihan bagian yang diinginkan dari DNA

(misalnya gen manusia).

2. Memasukkan atau menyisipkan DNA yang terpilih ke dalam kloning vektor

untuk membuat DNA rekombinan.

3. Pengenalan vektor rekombinan ke sel inang (misalnya bakteri).

4. Perbanyakan dan seleksi klon yang mengandung molekul rekombinan.

5. Ekspresi gen untuk menghasilkan produk yang diinginkan.


Gambar 1. Prinsip dasar teknologi DNA rekombinan

B. Aspek-aspek dalam Teknologi DNA Rekombinan

Teknologi DNA rekombinan secara khusus mengacu pada aspek-aspek

diantaranya bahan molekuler rekayasa genetika, sel inang, vektor, metode

transfer gen, dan strategi dalam kloning gen (Chakrapani dan Satyanarayana,

2007).

2
1. Bahan Molekuler dalam Rekayasa Genetika

Perangkat rekayasa genetika atau bahan molekuler yang umum

digunakan dalam penelitian teknologi DNA rekombinan adalah enzim. Enzim

yang berperan penting dalam teknologi DNA rekombinan adalah enzim

restriksi dan enzim DNA ligase. Enzim restriksi merupakan suatu

endonuklease yang memiliki kemampuan mengenal dan memotong urutan

nukleotida pada basa-basa secara spesifik (DNA sekuens spesifik yang

panjangnya empat sampai dengan enam pasang basa), sehingga

pemotongannya bersifat terarah (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).

Enzim restriksi juga dikenal dengan nama enzim endonuklease restriksi

yang ditemukan oleh Werner Arber dan Hamilton Smith tahun 1960 dari

mikroba yang memotong DNA untai ganda. Enzim restriksi memotong DNA

pada tempat yang tepat (bukan sembarang tempat). Bagian yang dipotong oleh

enzim ini dinamakan sekuens pengenal. Suatu sekuens pengenal adalah urutan

nukleotida (urutan basa) tertentu yang dikenal oleh enzim restriksi sebagai

tempat atau bagian yang akan dipotongnya (Tjahjoleksono, 2010). Berikut ini

beberapa enzim restriksi, sekuens pengenal dan produk.

Sumber Sekuens Pengenal Produk

EcoRI 5’....G-A-A-T-T-C...3’ A-A-T-T-C...


(Escherichia coli) G...
3’....C-T-T-A-A-G....5’

....G
C-T-T-A-A

BamHI 5’....G-G-A-T-C-C....3’ G-A-T-C-C...


(Bacillus amyloliquefaciens) G...
3’....C-C-T-A-G-G....5’

....G
....C-C-T-A-G

HaeIII 5’....G-G-C-C....3’ *C-C...


(Haemophilus aegyptius) G-G...
3’....C-C-G-G....5’

....*G-G
.... C-C

HindIII 5’....A-A-G-C-T-T....3’ A-G-C-T-T...


(Haemophilus influenza) A...
3’....T-T-C-G-A-A....5’

...A
....T-T-C-G-A

3
Noti 5’....G-C-G-G-C-C-G-C....3’ G-G-C-C-G-C...
(Nocardia otitidis) C-G...
3’....C-G-C-C-G-G-C-G....5’

...G-C
...C-G-C-C-G-G...

Catatan:tanda(-) merupakan daerah yang dipotong. Tanda (*) adalah produk dengan ujung tumpul
sedangkan yang lainnya adalah produk dengan ujung lancip/lengket

Tabel 1. Beberapa enzim restriksi, sekuens pengenal dan produk

Salah satu enzim restriksi ini adalah enzim EcoRI yang telah diisolasi

pertama kali oleh Herbert Boyer pada tahun 1969 dari bakteri Escherichia coli

(Chakrapani dan Satyanarayana, 2007). Enzim EcoRI memotong DNA pada

bagian yang urutan basanya GAATTC (sekuens pengenal bagi EcoRI). Pada

DNA untai ganda, sekuens GAATTC ini akan berpasangan dengan sekuens

yang sama tetapi berlawanan arah. Enzim EcoRI ini memotong setiap untai

dari untai ganda tersebut pada bagian antara G dan A. Potongan-potongan atau

fragmen-fragmen DNA untai ganda yang dihasilkan akibat pemotongan di

setiap untainya akan memiliki ujung beruntai tunggal. Ujung ini dikenal

dengan istilah sticky ends atau cohesive ends (ujung kohesif) dan blunt ends

(ujung tumpul) (Tjahjoleksono, 2010). Fragmen DNA dengan sticky ends

adalah partikel yang digunakan untuk eksperimen DNA rekombinan. Hal ini

karena ujung untai tunggal DNA-nya mudah berpasangan dengan fragmen

DNA komplementer lain yang memiliki sticky ends (Chakrapani dan

Satyanarayana, 2007).

Tatanama enzim restriksi mengikuti standar prosedur berdasarkan

sumber bakteri yang diisolasi. Huruf pertama pada enzim yang ditulis miring
menunjukkan nama genus, diikuti dua huruf berikutnya juga ditulis miring

menunjukkan spesies, selanjutnya adalah strain organisme dan terakhir angka

Romawi yang menunjukkan urutan penemuan. Beberapa contoh penamaan

enzim seperti berikut ini. EcoRI adalah enzim yang berasal dari Escherichia

(E) coli (co), strain Ry13 (R), dan merupakan endonuklease pertama (I) yang

ditemukan. HindIII adalah Haemophilus (H) influenzae (in), strain Rd (d), dan

merupakan endonukleus ketiga (III)yang ditemukan.

4
Enzim DNA ligase digunakan untuk menyambung atau menyisipkan

DNA. Pada tahun 1972, David Jackson, Robert Simon, dan Paul Berg berhasil

membuat molekul DNA rekombinan. Mereka menggabungkan fragmen-

fragmen DNA dengan cara memasangkan (anneal) ujung sticky ends dari satu

fragmen dengan ujung sticky ends fragmen lainnya, kemudian

menyambungkan kedua ujung fragmen tersebut secara kovalen dengan

menggunakan enzim DNA ligase (Tjahjoleksono, 2010).

Keberadaan enzim DNA ligase sangat diperlukan untuk menangkap

potongan DNA asing. Selain kedua enzim tersebut enzim (restriksi dan enzim

DNA ligase), terdapat beberapa enzim yang ikut berperan dalam teknologi

DNA rekombinan seperti dalam tabel berikut.

Enzim Kegunaan/Reaksi

Alkalin posfatase Menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’ pada untai


ganda/tunggal DNA (atau RNA)

Bal 31 nuklease For the progressive shortening of DNA

DNA ligase Menyambungkan dua mulekul/fragmen DNA

DNA polymerase I Mengisi kekosongan dalam dupleks dngan penambahan


nukleotida pada ujung 3’

Dnase I Memproduksi single-standed nicks dalam DNA

Endonuklease III Menghilangkan residu nukleotida dari ujung 3’ untai


DNA

λ eksonuklease Menghilangkan residu nukleotida dari ujung 5’ suatu


dupleks untuk membuka ujung 3’ untai tunggal

Polynukleotida kinase Menambah fosfat pada ujung 5’-OH polinukleotida untuk


melabel atau melangsungkan terjadinya ligasi

Enzim restriksi Memotong untai ganda DNA pada urutan basa yang
spesifik
Transkriptase balik Membuat salinan DNA dari molekul RNA

Rnase A Memotong dan mencerna RNA (tidak termasuk DNA)

Rnase H Memotong dan mencerna untai RNA pada RNA-DNA


heterodupleks

Taq DNA polymerase Digunakan dalam PCR (Polymerase Chain Reaction)

SI nuclease Mendegradasi untai tunggal DNA dan RNA

Terminal transferase Menambahkan ekor homopolimer pada ujung 3-OH


dupleks linier

Tabel 2. Beberapa enzim yang biasa digunakan dalam teknologi DNA rekombinan/rekayasa
genetika (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).

5
2. Sel Inang

Sel inang merupakan sistem kehidupan atau sel yang membawa

molekul DNA rekombinan. Jenis sel inang pada prokariotik (bakteri) berbeda

dengan sel inang pada eukariotik (jamur, hewan dan tumbuhan). Beberapa

contoh sel inang yang digunakan dalam rekayasa genetika dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut.

Kelompok Contoh

Prokariotik
Bakteri Escherichia coli
Bacillus subtilis
Streptomyces sp

Eukariotik
Fungi Saccharomyces cerevisiae
Aspergillus nidulans

Hewan Insect cells


Oocytes
Mammalian cells
Whole organisms

Tumbuhan Protoplasts
lntact ells
Whole plants

Tabel 3. Beberapa contoh sel inang yang digunakan dalam rekayasa genetika

Selain efektif menggabungkan materi genetik vektor, sel inang juga mudah

dibudidayakan di laboratorium untuk menghasilkan produk. Secara umum,

mikroorganisme lebih banyak dimanfaatkan sebagai sel inang karena

kemampuan berkembang biaknya lebih cepat dibandingkan dengan sel-sel dari

organisme tingkat tinggi (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).

Sel inang prokariotik. Escherichia coli merupakan mikroorganisme


pertama yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan dan terus menjadi

inang pilihan oleh para ilmuwan. Bacillus subtilis adalah bakteri non-patogen

berbentuk batang. Bakteri ini telah digunakan sebagai sel inang dalam bidang

industri untuk memproduksi enzim, antibiotik, insektisida dan lain-lain.

Beberapa ilmuwan menggunakan Bacillus subtilis sebagai pengganti

Escherichia coli (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).

6
Sel inang eukariotik. Organisme eukariotik merupakan sel inang yang

banyak digunakan untuk memproduksi protein manusia karena memiliki

struktur yang komplek sehingga cocok untuk mensintesis protein komplek.

Organisme eukariotik yang sering digunakan adalah ragi (Saccharomyces

cerevisiae). Selain ragi, sel inang yang dapat digunakan dalam teknologi DNA

rekombinan adalah sel mamalia (seperti sel-sel tikus). Keuntungan

menggunakan sel mamalia sebagai sel inang adalah beberapa protein komplek

yang tidak dapat disintesis oleh bakteri dapat diproduksi oleh sel mamalia

seperti jaringan aktivator plasminogen. Hal ini karena sel-sel mamalia memiliki

mekanisme untuk memodifikasi protein ke bentuk aktif (modifikasi setelah

proses translasi).

3. Vektor/Pembawa

Vektor dalam DNA rekombinan adalah molekul DNA yang membawa

fragmen DNA asing yang akan dikloning.

a. Plasmid

Plasmid merupakan DNA bakteri yang ekstrakromosomal karena

terpisah dari kromosom bakteri. DNA plasmid dapat berbentuk double-

stranded (untai ganda) dan sirkular serta memiliki kemampuan mereplikasi

diri. Hampir semua bakteri memiliki plasmid baik dalam jumlah yang

sedikit (1-4 per sel) bahkan memiliki jumlah yang banyak (10-100 per sel).

Ukurannya bervariasi antara 10-500 kb. Plasmid menyumbang 0,5-5% dari

jumlah DNA bakteri.

Plasmid yang digunakan sebagai vektor dalam rekayasa genetika

memiliki sifat-sifat sebagai berikut:


(1) Ukuran kecil, sehingga mudah diisolasi dalam keadaan utuh.

(2) Mempunyai bentuk DNA sirkuler sehingga tetap stabil pada saat

diisolasi.

(3) Melangsungkan replikasi sendiri sehinga berlangsung di luar kontrol

sel.

(4) Terdapat dalam beberapa copy di dalam sel

(5) Berisi sisi pengenal tunggal untuk satu atau lebih enzim restriksi.

(6) Memiliki gen resistensi terhadap antibiotik sehingga memudahkan

deteksi dan seleksi terhadap plasmid yang berisi gen yang diinginkan.
7
Plasmid yang memenuhi kriteria sifat tersebut yang paling banyak

digunakan sebagai vektor adalah pBR322 (untai DNA 4,361 bp). pBR322

membawa gen yang resisten untuk ampicilin (Amp′) dan tetracycline (Tel′)

sebagai penanda yang dikenal sebagai klon yang membawa plasmid.

Plasmid pBR322 ini memiliki pengenalan yang baik pada reaksi enzim

endonuklease retriksi pada EcoRI, HindIII, BamHI, SalI dan PstlI.

Gambar 3. Plasmid dalam sel bakteri dan plasmid pBR322


Sifat-sifat plasmid pBR322 adalah sebagai berikut:

(1) Relatif kecil dengan berat molekul 2,6 x 106

(2) Stabil, bertahan pada sel inang (host) dengan jumlah 1 – 0 copy/sel.

(3) Dapat diperbanyak jumlahnya sampai 1.000 – 3.000 copy tiap sel

(dengan jalan menghambat sintesis protein).

(4) Dapat menyisipkan DNA asing yang besar (sampai 10 kb).

(5) Memiliki urutan nukleotida secara komplit sebanyak 4.362

(6) Mempunyai sisi pemutus tunggal untuk enzim restriksi PstI, SaII,

EcoRI, HindIII, BamHI.

(7) Mempunyai dua penanda reistensi untuk antibiotik ampicilin dan

tetrasiklin sehingga mudah diseleksi.

8
Jenis plasmid lain adalah pUC19 (2,686 bp) memiliki gen yang

resisten terhadap ampicilin. Sedangkan yang lain adalah derivat pBR322-

pBR325, pBR328 dan pBR329.

b. Bakteriofag

Bakteriofag adalah virus yang bereplikasi di dalam tubuh bakteri.

DNA bakteriofag menyatu dan tinggal secara permanen di dalam

kromosom bakteri. Fag sebagai vektor mampu menerima fragmen DNA

asing ke dalam genomnya. Penggunaan fag sebagai vektor menguntungkan

sebab memiliki kemampuan membawa DNA yang lebih besar daripada

plasmid. Oleh karena itu, fag lebih disukai untuk rekayasa genom sel

manusia. Jenis fag yang sering dipakai adalah bacteriophage λ (phage λ)

dan bachteriophage (M13).

Gambar 4. Struktur fag λ

c. Cosmid

Cosmid merupakan vektor yang memiliki karakteristik campuran


antara plasmid dan bacteriophage λ. Nama cosmid terdiri atas dua kata

yaitu “cos” yang menunjukkan bahwa cosmid mengandung ujung kohesif

(kompak/lengket) atau cossite (wadahcos). Bagian ujung tersebut perlu

untuk mengemas DNA ke dalam kepala fag. Kata yang kedua adalah “mid”

menunjukkan bahwa cosmid membawa sifat plasmid yang bisa bereplikasi.

Cosmid dibentuk dengan menambahkan fragmen DNA phage λ

termasuk cos site ke dalam plasmid. DNA asing dapat disisipkan ke dalam

cosmid DNA menjadi DNA rekombinan yang bisa dikemas dalam bentuk

fag. Kemudian fag tersebut diinjeksikan ke dalam E.coli. Perilaku fag

seperti plasmid membuat fag tersebut memiliki kemampuan bereplikasi.

9
pBR322-plasmid dapat dimodifikasi menjadi cosmid. Sebagai

plasmid, cosmid ini memiliki kemampuan replikasi dan pengenalan

terhadap enzim retriksi (Zubey et al., 1995). Setelah reaksi pengemasan

dilakukan, partikel yang terbentuk dipakai untuk menginfeksi sel E.coli.

Keuntungan dari penggunaan cosmid adalah kemampuannya yang bisa

membawa fragmen DNA asing yang lebih besar daripada plasmid.

d. Artificial Chromosome Vector (vektor buatan)

Dikenal tiga jenis vektor buatan yaitu:

(1) Human Artificial Chromosome (HAC)

HAC dikembangakn tahun 1997 oleh H. Willard berupa kromosom

manusia buatan. Kromosom ini merupakan vektor DNA yang dibuat

secara sintetis dan memiliki kareteristik seperti kromosom manusia.

HAC adalah mikrokromosom yang dimungkinkan mampu mereplikasi

diri dengan rentang ukuran 1/10 – 1/5 bagian dari kromosom manusia.

Keuntungan dari penggunaan HAC adalah kemampuannya membawa

gen manusia yang ukurannya cukup panjang. Lebih jauh lagi HAC

berfungsi untuk membawa gen yang diintroduksi (dikenalkan) ke dalam

sel untuk keperluan terapi gen.

(2) Yeast Artificial Chromosome (YACs)

Yeast Artificial Chromosome (YACs) merupakan DNA sintesis yang

bisa menampung DNA asing dalam jumlah besar (khususnya DNA

manusia). Dengan vektor ini dapat dilakukan kloning potongan DNA

dalam ukuran besar.

(3) Bacterial Artificial Chromosome (BACs)


Struktur BACs berdasarkan F-plasmid yang memiliki ukuran lebih

besar dari plasmid lain yang difungsikan sebagi vektor. BACs dapat

menerima sisipan DNA sekitar 300 kb.

e. Vektor Khusus

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi pemilihan suatu vektor adalah

ukuran dari fragmen DNA asing yang akan disisipkan. Efisiensi proses ini

sangat penting untuk menentukan kesuksesan kloning. Tabel di bawah

menunjukkan ukuran DNA sisipan.

10
Vetor Inang Ukuran DNA asing
yang disisipkan

Phage λ E. coli 5-25 kb

Cosmid λ E. coli 35-45 kb

Plasmid artificial E. coli 100-300 kb


chromosome (PAC)

Bacterial artificial E. coli 100-300 kb


chromosome (BAC)

Yeast chromosome E. coli 200-2000 kb

Tabel 4. Contoh berbagai Ukuran fragmen DNA yang disisip dan vektor

4. Metode Transfer Gen

a. Transformasi

Transformasi merupakan pengambilan DNA oleh bakteri dari

lingkungan di sekelilingnya. DNA yang berada di sekitar bakteri (DNA

asing) dapat berupa potongan DNA atau fragmen DNA yang berasal dari

sel bakteri lainnya atau dari organisme lainnya. Masuknya DNA dari

lingkungan ke dalam sel bakteri ini dapat terjadi secara alami. Fenomena

transformasi ini telah diamati oleh Griffith (1928) dan kelompok Avery

(1944). Griffith (1928) telah menemukan bahwa strain bakteri yang tidak

virulen (strain yang penampilan koloninya kasar) dapat berubah sifatnya

menjadi strain yang virulen (penampilan koloninya halus). Perubahan sifat

ini disebabkan karena strain yanng tidak virulen (strain kasar) dicampuran

dengan sel-sel bakteri strain virulen (strain halus) yang telah dimatikan.
Gambar 5. Bagan Transformasi Gen

Avery, McCleod, dan McCarty (1944) menemukan bahwa

perubahan sifat atau transformasi dari bakteri kasar menjadi bakteri halus

11
atau perubahan dari tidak virulen menjadi virulen tersebut disebabkan oleh

adanya DNA dari sel bakteri halus yang masuk ke dalam sel bakteri kasar.

Berdasarkan pada mekanisme transformasi alami ini, kita dapat melakukan

transformasi bakteri secara buatan. Dengan perlakuan tertentu, kita dapat

memasukkan potongan DNA ke dalam sel bakteri. Prinsipnya sederhana

yaitu mencampurkan sel-sel bakteri hidup dengan potongan DNA tertentu

di dalam tabung reaksi. Beberapa waktu kemudian kita dapat menyeleksi

sel-sel bakteri yang sudah mengandung potongan DNA tertentu tersebut.

Gambar 6. Transformasi Gen

b. Konjugasi

Konjugasi merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke

dalam sel bakteri lainnya (sel resipien) melalui kontak fisik antara kedua
sel. Sel donor (sel jantan) memasukkan sebagian DNA-nya ke dalam sel

resipien (sel betina). Transfer DNA ini melalui pili seks yang dimiliki oleh

sel jantan. Sel betina tidak memiliki pili seks. DNA dari sel jantan

berpindah ke dalam sel betina secara replikatif. Oleh karena itu, setelah

proses konjugasi selesai, sel jantan tidak kehilangan DNA. Setelah

konjugasi selesai kedua sel berpisah kembali dan jumlah sel tidak

bertambah (setelah konjugasi tidak dihasilkan anak sel). Oleh karena itu,

proses konjugasi ini disebut juga sebagai proses atau mekanisme seksual

yang tidak reproduktif.

12
Gambar 7. Konjugasi, Transformasi, Transduksi Gen

c. Elektroporasi

Elektroporasi merupakan metode yang menggunakan kejutan listrik

untuk memperbesar pori-pori membran sel sehingga meningkatkan

permeabilitas membran. Untuk melakukan metode ini, sel harus terlebih

dahulu ditumbuhkan pada media hingga mencapai masa di sekitar

pertengahan fase log. Kemudian sinyal elektrik akan menginduksi

perbesaran pori-pori membran sehingga molekul yang berukuran kecil

seperti DNA dapat masuk (Gruber, 1995; Watson JD, 2008).


Gambar 8. Peralatan Elektroporasi

Metode ini memiliki kemungkinan berhasil yang tinggi serta

efisiensi yang tinggi dibanding metode transformasi lainnya namun

memiliki risiko kematian sel bakteri yang lebih besar serta biayanya

pun relatif mahal. Tingkat keberhasilan dari metode ini juga tergantung

13
pada kandungan garam yang ada di lingkungan. Selain elektroporasi,

metode untuk memasukkan DNA plasmid ke dalam suatu sel adalah

dengan menggunakan perlakuan gelembung liposom (berukuran nano)

serta kejutan suara ( Oswald, 2007; Suzuki, 2008)

Metode elektroporasi sudah diaplikasikan dalam berbagai bidang.

Dalam bidang pertanian, elektroporasi dapat digunakan untuk

memodifikasi mikroorganisme agar dapat menambat nitrogen bebas yaitu

dengan menyisipkan gen yang dapat menambat nitrogen bebas. Selain itu

juga dapat dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki genotipe yang

lebih istimewa (seperti peningkatan mutu, rasa dan ketahanan

misalnya). Dalam bidang kedokteran, elektroporasi juga dapat digunakan

untuk menyisipkan gen ke dalam suatu bakteri untuk penghasilan

produk komersil seperti hormon insulin yang berguna untuk

penderita diabetes. Selain itu, di bidang bioremediasi, elektroporasi dapat

digunakan untuk memodifikasi mikroorganisme sehingga

mikroorganisme dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan seperti

tumpahan minyak di laut dengan memindahkan gen yang

menyandikan enzim yang dapat menguraikan minyak pada bakteri target

(Seidman, 2001; Madigan, 2009)

d. Transfer gen dengan mediasi liposom

Liposom adalah molekul lipid sirkular, yang memiliki interior cair

yang dapat membawa asam nukleat. Beberapa teknik telah dikembangkan

untuk merangkum DNA dalam liposom. Transfer gen dengan mediasi

liposom disebut sebagai lipofection.


Pada transfer fragmen DNA dengan liposom, potongan-potongan

DNA bisa dikemas dalam liposom. Liposom ini dapat melekat pada

membran sel dan menyatu dengan mereka untuk mentransfer fragmen

DNA. Dengan demikian, DNA memasuki sel dan kemudian menuju

nukleus.

e. Transfer langsung

Transfer DNA ke dalam nukleus secara langsung juga dapat menggunakan

teknik mikro injeksi dan penembakan/pengeboman partikel.

14
5. Strategi Pengkloningan Gen

Kloning gen merupakan suatu terobosan baru untuk mendapatkan

sebuah gen yang mungkin sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Kloning

gen meliputi serangkaian proses isolasi fragmen DNA spesifik

dari genom suatu organisme, penentuan sekuen DNA, pembentukan

molekul DNA rekombinan, dan ekspresi gen target dalam sel inang.

Penentuan sekuen DNA melalui sekuensing bertujuan untuk

memastikan fragmen DNA yang diisolasi adalah gen target sesuai dengan

kehendak. Gen target yang diperoleh selanjutnya diklon dalam

sebuah vektor (plasmid, fag, atau cosmid) melalui teknologi DNA rekombinan

yang selanjutnya membentuk molekul DNA rekombinan. DNA rekombinan

yang dihasilkan kemudian ditransformasi ke dalam sel inang (biasanya

sel bakteri, misalnya strain E. coli) untuk diproduksi lebih banyak. Gen-Gen

target yang ada di dalam sel inang jika diekspresikan akan menghasilkan

produk gen yang kita inginkan.

Aplikasi kloning gen misalnya adalah produksi insulin. Fragmen DNA

spesifik penyandi insulin diisolasi dan diklon dalam suatu vektor membentuk

DNA rekombinan yang selanjutnya produksi insulin dilakukan di dalam sel

inang bakteri E. coli.

Tujuan pengkloningan gen adalah untuk:

a. Menentukan urutan basa nukleotida penyusun gen tersebut

b. Menganalisis atau mengidentifikasi urutan basa nukleotida pengendali gen

tersebut

c. Mempelajari fungsi RNA / protein/enzim yang disandi gen tersebut


d. Mengidentifikasi muntasi yang terjadi pada kecacatan gen yang

mengakibatkan penyakit bawaan

e. Merekayasa organisme untuk tujuan tertentu, misalnya memproduksi

insulin, ketahanan terhadap hama, dll.

Sumber DNA untuk dikloning dapat diperoleh dari DNA kromosom,

cDNA (complementary DNA) yang disintesis menggunakan mRNA sebagai

cetakan (template), dan DNA yang dihasilkan dari perbanyakan menggunakan

PCR. Sedangkan komponen-komponen yang diperlukan untuk kloning yaitu:

a. Enzim endonuklease restriksi


15
b. Enzim ligase

c. Vektors

d. Inang (Host)

e. Metode atau mekanisme untuk memasukkan/menyisipkan DNA ke dalam

sel inang.

Mekanisme penyisipan gen atau DNA tersebut yaitu:

a. DNA yang ingin disisipkan, diisolasi, dan dipotong oleh enzim

endonuklease restriksi, di tempat yang urutan nukleotidanya spesifik.

b. DNA yang akan digunakan sebagai inang, misalnya plasmid bakteri E. coli,

diisolasi dan dipotong pula oleh enzim yang sama. Plasmid ini biasanya

disebut sebagai vektor pengklon.

c. Fragmen DNA kemudian disisipkan ke dalam vektor dan disatukan oleh

enzim endonuklease ligase.

d. Plasmid yang telah disisipi, dimasukkan kembali ke dalam bakteri,

kemudian bakteri tersebut dikembangbiakkan menjadi banyak sehingga

rekombinan pun ikut bertambah banyak, demikian pula hasil ekspresi

gennya.
Gambar 9. Mekanisme Kloning Gen

16
C. Teknik DNA Rekombinan

1. Isolasi dan Pemurnian DNA

Molekul DNA dalam suatu sel dapat diisolasi atau diekstraksi untuk

berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui

elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan

DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Prisnsip utama

dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau

pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta

pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008).

Menurut Surzycki (2000), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan DNA tanpa adanya

kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus efektif dan bisa

dilakukan untuk semua spesies, metode yang dilakukan tidak boleh

mengubah struktur dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana

dan cepat.

Prinsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel atau jaringan pada

berbagai organisme pada dasarnya sama namun memiliki modifikasi dalam

hal teknik dan bahan yang digunakan. Bahkan beberapa teknik menjadi lebih

mudah dengan menggunakan kit yang diproduksi oleh suatu perusahaan

sebagai contoh kit yang digunakan untuk isolasi DNA pada tumbuhan seperti

Kit Nucleon Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada hewan digunakan

GeneJETTM Genomic DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan isolasi

DNA dalam setiap langkahnya memiliki protokol sendiri yang disesuaikan


dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi DNA dengan kit dan manual

memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional memiliki

kelebihan harga lebih murah dan digunakan secara luas sementara

kekurangannya membutuhkan waktu yang relatif lama dan hasil yang

diperoleh tergantung jenis sampel.

Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau

penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan

tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel.

Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan

17
cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle

dalam nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan

iradiasi (Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan

kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi

seperti penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel

sehingga terjadi destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara

enzimatik seperti menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan

membran pada sel darah serta mendegradasi protein globular maupun rantai

polipeptida dalam komponen sel (Surzycki (2000).

Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating agent

seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan

menginaktivasi enzim DNAse yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi,

EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium

dan kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan

Rapley, 2008).

DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu

dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti

polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian

yang tinggi. Fenol seringkali digunakan sebagai pendenaturasi protein,

ekstraksi dengan menggunakan fenol menyebabkan protein kehilangan

kelarutannya dan mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan

dari DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008).

Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah

sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada
lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan

RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein

yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada pada fase

organik. Selain fenol, dapat pula digunakan campuran fenol dan kloroform

atau campuran fenol, kloroform, dan isoamil alkohol untuk mendenaturasi

protein. Ekstrak DNA yang didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA

sehingga RNA dapat dipisahkan dari DNA ekstrak dengan cara pemberian

RNAse.

18
Gambar 10. Proses Pemurnian DNA

Tahap terakhir adalah pemurnian DNA. Pemurnian DNA dari

ekstrak sel dengan menggunakan salah satu kemikalia seperti berikut ini:

Fenol, kloroform, Isopropanol, isoamyl alkohol. Selain itu untuk pemurnian

DNA dari kontaminan protein digunakan enzim protease yaitu

Pronase atau Proteinase-K dan kontaminan RNA dengan

menggunakan RNase. Pemisahan DNA dari molekul RNA dan protein dapat

dilakukan dengan menggunakan densitas gradien sentrifugasi Cesium

Chlorida (CsCl), dengan cara ini DNA akan terpisah pada band yang berbeda

dengan protein dan RNA bahkan antara linier DNA dan sirkuler DNA. Selain

itu, dengan menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi, seperti 0,25 M

sodium acetate atau 0,1 M sodium chlorida (Fatchiyah, 2011).

2. Teknik Blotting DNA


Teknik blotting adalah teknik pemindahan molekul DNA, RNA, atau

protein yang telah terpisahkan berdasarkan prinsip tertentu (misal berat

molekul) dari gel ke membrane, misal membrane nitroselulosa. Molekul yang

telah berada pada membrane tersebut selanjutnya dianalisis lebih lanjut

(Juniarka, 2011)

19
Teknik blotting pada dasarnya ada tiga macam yaitu southern blotting

(untuk blotting DNA), northen blotting (untuk RNA), dan dot blotting (untuk

DNA/RNA), kemudian muncul istilah-istilah lain misalnya western blotting,

eastern blotting, dan sebagainya, tetapi intinya sama yaitu teknik untuk

memblotting. Dalam makalah ini hanya akan dijelaskan mengenai teknik

southern blotting saja karena lebih fokus ke DNA.

Gambar 9. Prinsip Dasar Southern Blotting


Gambar 11. Mekanisme Southern Blotting

Southern blotting merupakan proses perpindahan fragmen DNA yang

terpisah secara elektroforesis dari gel ke membran. Metode ini diambil dari

20
nama penemunya yaitu Edward M. Southern. Prinsipnya adalah kapilaritas,

dimana bufer yang merupakan fase gerak diasumsikan akan membawa

fragmen DNA dari gel ke membran. Karena muatan DNA negatif sedangkan

muatan membran positif maka fragmen DNA akan menempel (blot) pada

membran. Membran yang digunakan pada proses blot southern adalah

membran nitroselulosa (Watson, 2004: 77-85; Zuppaedo, 1998: 2601-26006)

Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk

memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer

ke membran filter untuk selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe

(pelacak). Untuk mengidentifikasi ataupun melacak suatu fragmen DNA

spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA dipisahkan terlebih dahulu

dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita

DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut mengandung gen yang

diinginkan (Southern, 1975:503-517).

Tahap awal metode shoutern blotting adalah penguraian DNA dengan

enzim restriksiendonuklease sehingga terbentuk fragmen-fragmen DNA yang

lebih kecil. Kemudian DNA dipisahkan sesuai ukuran

dengan elektroforesis agarosa. Setelah DNA terpisah, dilakukan pemindahan

DNA ke membran nitroselulosa, tahap ini disebut dengan tahap

blotting. Membran nitroselulosa diletakkan pada bagian atas dari gel

agarosa. Pada teknik blotting dengan menggunakan vakum, membran

diletakkan pada bagian bawah gel. Tekanan diberikan secara merata pada gel

untuk memastikan terjadi kontak antara gel dengan membran. Proses transfer

berlangsung dengan memanfaatkan dayakapilaritas. Setelah DNA ditransfer


ke gel, membran nitroselulosa dipanaskan dengan suhu tinggi (60oC-100oC)

kemudian membran diberi radiasi UV agar terbentuk ikatan kovalen dan

permanen antara pita-pita DNA dengan membran. Lalu, membran dicampur

dengan probe (pelacak) yang telah dilabeli radioaktif, tetapi dapat juga

digunakan label nonradioaktif yang dapat berpendar. Probe yang digunakan

adalah DNA untai tunggal yang memiliki sekuen yang akan dideteksi. Probe

diinkubasi dengan membran agar dapat berhibridisasi dengan DNA yang ada

pada membran. Setelah proses hibridisasi, probe yang tidak terikat dicuci dari

membran sehingga yang tinggal hanya probe yang hibrid dengan DNA di
21
membran. Pola hibridisasi kemudian dideteksi dengan visualisasi pada

film X-ray melalui autoradiografi (Molecular Station, 2013)

Teknik Blot Southern telah digunakan dalam berbagaia aplikasi di

bidang kesehatan maupun pada rekayasa genetika. Salah satunya digunakan

untuk menganalisis sistem major histokompatibilitas pada tikus dan

menganalisis penyusunan klon dari gen T-cell receptor penyakit luka yang

diakibatkan oleh mikosis dari fungoides (Gunther, 1989: 1257-1261; Dosaka,

1989: 626-629)

3. DNA Sequencing (sekuen DNA)

Sekuen DNA merupakan proses penyusunan dan pengenalan DNA yang

dilakukan untuk mengetahui fungsi gen dan kemunginan adanya penyakit

yang diwariskan melalui gen. Teknik sekuen DNA menggunakan bantuan

pereaksi kimia ataupun enzim.

a. Teknik Maxam dan Gilbert

Metode ini memerlukan label radioaktif pada satu ujung dan pemurnian

fragmen DNA yang akan disekuens. Perlakuan kimia menghasilkan

pemutusan pada proporsi yang kecil satu atau dua dari empat basa

nukeotida pada masing-masing reaksi (G, A+G, C, C+T). Sehingga

sebuah seri dari fragmen yang dilabel dihasilkan dari ujung yang

diradiolabel ke situs pemutusan pertama pada tiap molekul. Fragmen pada

ke-empat reaksi diatur bersebelahan pada gel elektroforesis untuk

pemisahan berdasarkan ukuran. Untuk memvisualisasi fragmen, gel

diekspos kepada X-ray film untuk autoradiografi. Dan menghasilkan

sebuah seri band yang gelap yang masing-masing mewakili fragmen


DNA yang diradiolabel.

b. Metode Dideoxynucleotid

Metode ini lebih disukai dibandingkan teknik Maxam dan Gilbert.

Metode dideoxynucleotide menggunakan molekul dideoxynucleotide

yang tidak memiliki gugus hidroksil pada karbon no-3 dari gula,

sedangkan deoxyribonucleotide normal memiliki group 3-hydroxyl pada

unit gulanya. Selama replikasi DNA, deoxynucleoside triphosphate yang

datang berikatan pada 5-phosphate dengan 3-hydroxyl dari nukleotida

22
yang sudah ada. Tetapi jika yang berikatan adalah dideoxynucleotide,

maka sintesis DNA akan berhenti.

Teknik dideoxynucleotide

memerlukan primer sebagai pemula

reaksi sintesis untai komplementer.

Reaksi sintesis untai DNA dimulai

dengan penambahan polimerase

Klenow dan masing-masing dari ke-4

deoksinukleotid (dATP, dTTP, dGTP,

dCTP). Di samping itu ditambahkan

pula satu nukleotide yang dimodifikasi

yaitu dideoxinukleotid (misalnya

dideoksi ATP). Nukeotid ini

menyebabkan penghentian sintesis

untai selanjutnya. Jika dideoksi ATP

ditambahkan, penghentian akan terjadi

pada posisi yang berlawanan dengan

timidin pada DNA cetakan. Tetapi

penghentian tidak selalu terjadi pada

timidin pertama, karena dATP yang


Gambar 12. Teknik Maxam Dan Gilbert normal juga
terdapat dan mungkin

digabungkan lebih dulu daripada dideoxinukeotida. Rasio dATP terhadap

dideoxinukeotida adalah sedemikian sehingga tiap-tiap untai

mengalamisasi polimerisasi sampai cukup panjang sebelum dideoxy-ATP

ditambahkan. Sehingga diperoleh kumpulan untai baru yang semua

memiliki panjang yang berbeda tetapi masing-masing berakhir pada

dideoxi-ATP.

Reaksi sintesis untai DNA dilakukan empat kali secara paralel.

Terdapat juga reaksi dengan dideoxy-TTP, dideoxy-GTP dan dideoxy-

CTP. Langkah selanjutnya adalah memisahkan komponen tiap-tiap


kelompok yang dapat dilakukan dengan gel elektroforesis. Kondisinya

harus diatur dengan baik agar dapat terjadi pemisahan dengan panjang

yang berbeda hanya satu nukeotida. Elektroforesis dilakukan dengan gel


23
poliakrilamid yang sangat tipis dan panjang. Tiap pita dalam gel akan

mengandung DNA dalam jumlah kecil sehingga diperlukan autoradiografi

dengan memasukkan deoksinukeotide radioaktif.

Dalam perkembangan selanjutnya, radioaktif digantikan dengan

label fluorescent.label fluorescent berikatan dengan dideoxynucleotide,

sehingga tiap molekul chain-terminated membawa label tunggal pada

ujung 3’. Fluorochrome yang berbeda dapat digunakan untuk tiap di-

deoxyNTP. Deteksi signal fluorescent dapat dilakukan dengan sistem

imaging yang khusus yang menggunakan komputer untuk membaca

sekuens DNA. Teknologi sekuen DNA terbaru antara lain

AutomatedDNASequencing (sekuen DNA otomatis) dan DNA Chips

(microarray).

4. Metode Transfer Gen

(Sudah dijelaskan)

5. Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah teknik untuk menghasilkan suatu

jenis DNA spesifik dalam jumlah besar secara in vitro. PCR dipakai untuk

menghasilkan fragmen DNA dan RNA yang ingin dianalisis. Teknik ini

melalui tiga tahap yaitu:

- Denaturasi: fragmen DNA dipanaskan pada temperatur tinggi (95°C)

sehingga mengurangi jumlah DNA dobel heliks menjadi untai tunggal

(untai primer).

- Annealing: Setelah DNA menjadi untai tunggal, suhu diturukan ke

kisaran 40-60°C selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi


primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang komplemen

dengan sekuen primer.

- Ekstensi/elongasi: Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu

kerja optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72°C. Pada tahap ini

DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada

pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang

dNTP, dan seterusnya. Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga

ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang

akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp.
24
6. Produksi Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal adalah antibodi yang diperoleh dari suatu sumber

tunggal atau sel klona yang hanya mengenal satu jenis antigen. Pembentukan

antibodi monoklonal dilakukan dengan menggunakan kelinci atau tikus.


Gambar 13. Gambaran sederhana proses produksi antibodi monoklonal

7. Pustaka Genom

Koleksi fragmen DNA disimpan dalam pustaka genom untuk

menyempurnakan koleksi gen yang diisolasi dari sel. Gen-gen tersebut

dipotong dalam bentuk fragmen dan diklon pada vektor yang sesuai. Pustaka

genom/bank gen berhasil mengoleksi gen manusia dalam berbagai ukuran

fragmen DNA.

Pembuatan pustaka genom dilakukan dengan penguraian genom sel

dengan enzim retriksi untuk meproduksi fragmen DNA dalam jumlah

25
banyak. Saat ini, dengan adanya mesin PCR sangat membantu proses

tersebut.

Proses ini membutuhkan

beberapa bahan baku seperti

tersedianya prekursor DNA

(dNTP), enzim polimerase, dan

primer. Pustaka genom yang

dimiliki dijadikan sebagai bahan

analisis menurut kebutuhan.

Teknik analisisnya antara lain:

Random Amplified Polymorphic

DNA (RAPD), Restricted

Fragment Length Polymorphism

(RFLP), Degradative Gradien Gel

Electrophoresis (DGGE), analisis

sekuen dan Macro-restricted

Fragment LengthPolymorphism
Gambar 14. Pustaka Genom (MFLP).

8. Site-Directed Mutagenesis dan Rekayasa Protein

Side-directed mutagenesis adalah teknik untuk menghasilkan asam

amino dengan melakukan rekayasa pada kode DNA. Teknik ini

memungkinkan produksi enzim spesifik. Dua jenis protein yang

dikembangkan dengan teknik Site-directed mutagenesis dan rekayasa protein

adalah Tissue Plasminogen Activator (tPA) dan Hirudin. Protein yang sudah

direkayasa tersebut disebut mutan.

Rekayasa protein bisa didefinisikan sebagai suatu proses

pengembangan secara logika dari suatu protein untuk mencapai sifat-sifat

protein yang diinginkan dengan cara mengganti atau mengubah sifat-sifat

fisiologis protein. Sifat fisiologis ini bisa dengan cara mengubah aktivitas

atau fungsinya.
26
Teknik rekayasa protein dilakukan dengan cara: (a) pointmutan:

penyisipan mutan pada urutan asam amino tertentu; (b) delesimutan:

penguraian asam amino pada untainya; (c) hibrid/penggabungan; (d)

pembuatan protein baru dengan komposisi baru; (e) penghubungan fungsi

dan struktur; (e) menghasilkan protein minimal berbentuk satu jenis protein

yang ingin diproduksi. Tujuan utama dari rekayasa protein adalah

meningkatkan “nilai jual” pemanfaatan protein untuk aplikasi industri atau

medis.
27
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Teknologi DNA Rekombinan (TDR) merupakan teknologi untuk merekayasa

genetika yang mebutuhkan teknik pemotongan dan penyisipan DNA dengan

berbagai jenis teknik.

b. Proses pemotongan dan penyisipan gen melibatkan berbagai aspek yaitu: (1)

bahan molekular dalam TDR (enzim restriksi dan enzim ligase); (2) sel inang;

(3) Vektor; (4) metode transfer gen; (5) strategi pengkloningan gen

c. Teknik dan metode DNA Rekombinan terus dikembangkan melalui berbagai

cara yang pada prinsipnya selalu melibatkan pemotongan dan penyisipan gen.

2. Saran

Teknologi DNA Rekombinan terus berkembang secara pesat sehingga teknik

baru banyak ditemukan. Perlu bagi pembaca untuk memperluas wawasan dengan

belajar dari berbagai sumber bacaan terbaru.


28
DAFTAR PUSTAKA

Andy Vierstraete. 1999. Polymerase Chain Reaction.


http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcr.html (21 Februari 2013)

Avery, McCleod, dan McCarty. 1944. Studi on The Chemical Nature of The
Substance Incuding Transformation of Pneumococcal Types. J. Exp. Med. 79:
137-158

Corkill, G., Rapley, R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools
andTechniques. In: Molecular Biomethods Handbook Second Edition. Ed:
Walker, J.M., Rapley, R. Humana Press, NJ, USA.

Dosaka N, Tanaka T, Fujita M, Miyachi Y, Horio T, Imamura S. 1989. Southern blot


analysis of clonal rearrangement of T-cell receptor gene in plaque lesion of
mycosis fungoides. Journal Invest Dermatology 93;626-629.

Fakultas Pertanian Universitas Udayana. DNA Sequensing.


http://www.fp.unud.ac.id/biotek/analisis-molekuler/dna-sequencing/ (25
Februari 2013)

Fatchiyah. 2011. Isolasi DNA. Malang: Universitas Brawijaya

Frederick A. Bettelheim, Joseph Marvin Landesberg. 2007. Laboratory Experiments


for General, Organic And Biochemistry. USA: Brooks

Gerald Carp. 2008. Cell and Molecular Biology: Conceps and Experiment.
Michigan: Universitas Michigan

Gruber CE. 1995. Electropotation Protocols for Microorganisms. Vol. 47 : 67-79.

Gunther E, Wurst W, Wonigeit K, Epplen JT. 1989. Analysis of the rat major
histocompatibility system by Southern blot hybridization. Journal of
Immunol 143(2);1257-1261.

I Gede Agus Juniarka. 2011. Westernblot Untuk IgG dan IgM. Program
Pasacasarjana Farmasi UGM

IPGRI and Cornell University. 2003. Using Molecular Marker Technology in Studies
on Plant Genetic Diversity DNA Based Technologies PCR-based,
Technologies PCR basics.
http://www.bioversityinternational.org/fileadmin/bioversityDocs/Training/mo
lecular_markers_volume_1/english/MolMarkers%20Vol1%20III%20PCR%2
0basics.pdf
29
James R. Griffith. 1928. Reinforced Concrete Design Simplified. Virginia: University
of Virginia

K.H. Khan. 2009. Vector Used in Gene Manipulation, a Retrospective. Advance


Biotech Journal-online.

Luigi Giacomazzi, P. Umari, and Alfredo Pasquarello. 2005.


Medium-Range Structural Properties of Vitreous Germania Obtained
through First Principles Analysis of Vibrational Spectra.
Phys. Rev. Lett 95, 075505

Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2009. Brock Biology of
Microorganisms. San Fransisco: Pearson Education, Inc.

Mochamad Saeffulloh. Antibodi Monoklonal. http://2.bp.blogspot.com/-


eKoGS2K8RIU/UBxSIBNo9ZI/AAAAAAAAAeE/ozuXSZgIaSM/s1600/jpg
(25 Februari 2013)

MolecularStation. 2008. Southern Blot.


http://www.molecularstation.com/dna/southern-blot/ [22 Februari 2013].

Oswald N. 2007. E.coli Electroporation vs Chemical Transformation. [terhubung


berkala]. http://bitesizebio.com/2007/09/18/ecoli-electroporation-vs-
chemical-transformation/ [23 Mar 2009].

Seidman CE, Struhl K, Sheen J, Jessen T. 2001. Introduction of plasmid DNA into
cells. Curr Protoc Mol Biol. 1 : 1.8.

Southern EM. 1975. Detection of Specific Sequences Among DNA Fragments


Separated by Gel Electrophoresis. Journal of Molekular Biologi 98:503-517.

Surzycki, S.J. 2000. Basic Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag


Publisher ISBN 3-540-66678-8.

Suzuki R, Takizawa T, Negishi Y, Utoguchi N, Maruyama K. 2008. Effective gene


delivery with novel liposomal bubbles and ultrasonic destruction
technology. International Journal of Pharmaceutics 354 (1-2):49-55.

The Pennsylvania State University. Isolating and Analyzing Genes.


http://www.personal.psu.edu/rch8/workmg/Isolat_analyz_genes_Chpt3.htm
(25 Februari 2013)
30
U. Satyanarayana dan U. Chakrapani. 2007. Biochemistry. Kalkuta: Books and

Allied (P) Ltd.

Universitas Sains Malaysia. 2003. Gene Libraries.


http://www.ppsk.usm.my/lecturers/mravi/PDF_FIles/Genelibraries2003_PF.p
df (21 Februari 2013)

Watson JD, Baker TA, Bell SP, Gann A, Levine M, Losick R. 2004. Molecular
Biology of The Gene 5th ed. San Fransisco : Benjamin Cummings.

Wells KE, McMahon J, Foster H, Ferrer A, Wells DJ. 2008. Gene Delivery to
Dystrophic Muscle. Methods Mol Biol 423:421-31.

Yepy Hardi Rustam. 2009. Mengenal PCR (Polymerase Chain Reaction).


http://sciencebiotech.net/mengenal-pcr-polymerase-chain-reaction/ (22
Februari 2013)

Zuppaedo AB, Siebeling RJ. 1998. An Epimerase Gene Essential for Capsule
Synthesis in Vibrio vulnificus. Infect Immun 66(6): 2601–2606
31

Anda mungkin juga menyukai