Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Hubungan Antar Lembaga-Lembaga Negara Berdasarkan UUD 1945 dan

Perumusan dan Pemantapan Pancasila


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Pancasila

Dosen Pengampu :

SUSI YULIANTI, MH

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Aulia Saputri Dewanni : 2001052002


2. Bagus Putra Asnada : 2001051004
3. Elsa Widiyawati : 2001051007
4. Eryna Sindy Septiayanasari : 2001051008
5. Faizatul Mahbubah : 2001052003
6. Hasna Delina Eka Putri : 2001051011

TBI.C

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS

TAHUN AKADEMIK 2020/202

i
KATA PENGANTAR

Alahamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmatnya, sehuingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pancasila.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW. Yang mana
telah membawa kita ke zaman yang terang benderang yakni addinal islam.

Makalah yang berjudul “Hubungan Antara Lembag-Lembaga Negara Berdasarkan


UUD 1945 dan Perumusan dan Pemantapan Pancasila” ini disusun sebagai kelangkapan
tugas mata kuliah Pancasila. Serta tidak lupa kami sampaikan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada ibu Susi Yulianti, MH selaku dosen pengampu mata kuliah Pancasila dan
berbagai pihak yang telah membantu, mendorong kami sehingga dapat tersusunya makalah
ini.

Dengan sangat kerendahan hati kami Tim Penulis, kami memohon kritik dan saran
yang membangun untuk penyempurnaan serta perbaikan makalah ini. Tim Penulis berharap
pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah ini.

Metro, 02 November 2020

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................................1
BAB II HUBUNGAN ANTARA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN
UUD 1945..................................................................................................................................2
A. Hubungan antara MPR dengan DPR..........................................................................................2
B. Hubungan antara MPR dengan Presiden....................................................................................3
C. Hubungan DPR-Presiden...........................................................................................................4
D. Hubungan antara DPR dengan Menteri-Menteri lainnya...........................................................5
E. Hubungan Presiden dengan Menteri-Menteri lainnya................................................................5
a. Hubungan Presiden dengan MK............................................................................................5
b. Hubungan Presiden dengan MA............................................................................................6
c. Hubungan DPR dengan Presiden...........................................................................................7
d. Hubungan antara MPR dengan Presiden................................................................................7
e. Hubungan DPD dengan Presiden...........................................................................................8
F. Hubungan antara MA - Lembaga Negara lainnya.........................................................................9
a. Hubungan DPR dengan MA................................................................................................10
b. Hubungan antar BPK dan MA.............................................................................................10
BAB III PERUMUSAN DAN PEMANTAPAN PANCASILA..........................................11
A. Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara............................................................................11
1. Pembentukan BPUPKI........................................................................................................11
2. Perumusan Dasar Negara.....................................................................................................11
B. Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara..............................................................................13
C. Semangat Pendiri Negara dalam Merumuskan dan Menetapkan Pancasila sebagai Dasar
Negara.............................................................................................................................................14
1. Nilai Semangat Pendiri Negara............................................................................................14
2. Komitmen para Pendiri Negara dalam Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara............14
A. Kesimpulan..............................................................................................................................15

ii
B. Saran........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era Reformasi memberi harapan besar terjadinya pembaharuan dalam


penyelenggaraan negara, untuk dapat mengantarkan negara Indonesia menjadi negara
kostitusional, negara hukum dan Demokrasi. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi
tuntutan reformasi yang dikemukakan oleh berbagai komponen masyarakat yang sasaran
akhirnya adalah tercapainya tujuan negara dan cita-cita kemerdekaan sebagaimana yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Salah satu tuntutan Reformasi adalah perubahan terhadap UUD 1945. Tuntutan
terhadap pelaksanaan UUD 1945 adalah tuntutan yang mempunyai dasar pemikiran teoritis
konseptual dan berdasarkan pertimbangan empiris yaitu pratek ketatanegaraan Indonesia
selama setengah abad.

Undang-Undang 1945 sebagai dasar hukum negara yang mengatur mengenai


organisasi negara Indonesia yang menetapkan struktur ketatanegaraan memberikan
legitimitasi terhadap keberadaan lembaga negara. Undang-Undang 1945 sebagai dasar hukum
di Indonesia harus didukung dengan lima asas-asas dasar negara yang saat ini kita kenal
dengan Pancasila. Dimana Pncasila merupakan nilai-nilai ideologi bagi bangsa negara
Indonesia yang dapat mewujudkan kedaulatan suatu negara.

Nilai-nilaiyang terkandung dalam Pancasila yaitu: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2)
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradap; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan; (5) Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kelima asas negara ini merupakan pondasi yang
kokoh untuk bangsa indonesia karena dapat mewujudkan cita-cita sebuah bangsa yang adil
dan makmur. Dalam Pancasila juga terdapat semboyan yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang
berarti berbeda-beda suku, ras, agama, budaya serta yang lainnya kita tetap satu Indonesia
Raya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan antara Lembaga-Lembaga Negara menurut UUD 1945 ?
2. Bagaimana terbentuknya dasar Negara Republik Indonesia ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan lembaga-lembaga negara tinggi di
Indonesis menurut UUD 1945.
2. Untuk mengetahui bagaimana terbentuknya dasar Negara Republik Kesatuan
Republik Indonesia.

1
BAB II
HUBUNGAN ANTARA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN UUD
1945

A. Hubungan antara MPR dengan DPR


Hubungan antar MPR dan DPR di atur di dalam UUD 1945 sebagai berikut:

1. UUD 1945 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Majelis permusyawaratan Rakyat


terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-
utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang
ditetapkan dengan Undang-Undang.”

2. UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas
usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “

3. UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden


dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada
Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan
permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela;
dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

4. UUD 1945 pasal 7B ayat 6 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat


wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan
Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan
Rakyat menerima usul tersebut.”

2
B. Hubungan antara MPR dengan Presiden
Adapun hubungan antara MPR dengan Presiden diatur dalam UUD 1945 sebagai berikut:

1. UUD 1945 pasal 3 ayat 2 yang berbunyi, ”Majelis Permusyawaratan Rakyat


melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden”.

2. UUD 1945 pasal 3 ayat 3 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat


hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.”

3. UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas
usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “

4. UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden


dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada
Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan
permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela;
dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

5. UUD 1945 pasal 7B ayat 7 yang berbunyi, “Keputusan Majelis Permusyawaratan


Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil
dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil
Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna
Majelis Permusyawaratan Rakyat.

6. UUD 1945 pasal 8 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam hal terjadi kekosongan Wakil
Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis
Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil
Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

7. UUD 1945 pasal 8 ayat 3 yang berbunyi, “Jika Presiden dan Wakil Presiden
mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya

3
dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah
Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara
bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis
Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan siding untuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon
Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua
dalam pemilihan umum sebelumnya, samapi berakhir masa jabatannya.

8. UUD 1945 pasal 9 ayat 1 yang berbunyi, “Sebelum memangku jabatannya,


Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan
Perwakilan Rakyat”.

9. UU no 27 tahun 2009 pasal 6 ayat 1 yang berbunyi, “Keanggotaan MPR


diresmikan dengan keputusan Presiden.

C. Hubungan DPR-Presiden
Hubungan Kelembagaan antara DPR dan Presiden adalah hubungan
“nebengeordnet” atau hubungan horizontal atau hubungan satu level. Hubungan kedua
lembaga tersebut sudah diatur dalam UUD 1945 dan dirumuskan dalam bentuk kerjasama
kelembagaan dalam menyenggarakan fungsional masing-masing lembaga negara. Tugas yang
berkaitan dengan hubungan fungsional kelembagaan dengan DPR, yaitu:

1. Berwenang mengajukan RUU ( pasal 5 ayat 1)


2. Berwenang menetapakan Peraturan Pemerintahan untuk menjalankan UU
(pasal 5 ayat 2); dan
3. Berwenang menetapkan peraturan pemerintah pengganti UU (perpu) dalam
hal kegfentingan yang memaksa (pasal 22 ayat 1)

Kekuasaan tersebut ialah kekuasaan presiden sebagai kepala negara yang diberikan
oleh UUD 1945 setelah diamandenkan, yaitu terdapat dalam pasal 11 sampai dengan pasal
15. Adapun kekuasaan presiden dan kewenangan DPR berdasarkan UUD 1945 dalam
ketentuan hubungan kelembagaan dengan presiden (untuk melaksanakan hubungan
fungsional), terdapat 3 hal pokok tugas DPR yaitu:

1. Melaksanakan fungsi ideologi;


2. Melaksanakan fungsi anggaran; dan
3. Melaksankan fungsi pengawasan (pasal 20 ayat 1)

Dengan begitu, kekuasaan DPR disatu sisi, dan presiden di sisi lain (dalam hubungan
menjalankan fungsi), hal tersebut merupakan suatu tindakan untuk membuat peraturan yang
bersifat umum.

4
Secara konseptual dapat dilihat bahwa dalam perubahan pertama UUD 1945,
ketentuan pasal 5 ayat (1) disebutkan, presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR. Hal
ini berarti pembentuk konstitusi tidak lagi memberikan kewenagan kepada presiden sebagai
pemegang kekuasaan membentuk UU seperti ketentuan sebelumnya. Melainkan presiden
hanya diberikan hak untuk mengajukan RUU saja kepada DPR. Dengan ketentuan yang
seperti itu maka dapat dikatakan bahwa UU detetapkan oleh DPR, sedangkan kekuasaan yang
mengesahkan UU tetap berada ditangan presiden.

Adapun kewenangan DPR ( atas hubungan fungsional dengan presiden sebagai kepala
negara) berdasarkan UUD 1945 yaitu:

1. Presiden dengan persetujuan DPR, menyatakan perangg, membuat perdamaian


dan perjanjian dengan negara lain. (pasal 11 ayat 1).
2. Dalam hal mengakat Duta, presiden memperhatikan pertimbangan DPR, (pasal
13 ayat 2) dan presiden menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan DPR ( pasal 13 ayat 3).
3. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(pasal 14 ayat 2).

Sesuai hasil perubahan pertama UUD 1945, pelaksanaan kewenangan presiden


tersebuat di atas secara berturut dipersyaratkan, diperhatikannya pertimbangan DPR,
pertimbangan MA, ataupun harus adanya persetujuan DPR. Pelaksanaan kewenangan dalam
pasal 13 memerlukan hal pertimbangan DPR yang harus diperhatikan oleh presiden.

D. Hubungan antara DPR dengan Menteri-Menteri lainnya


Menteri Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Menteri-
menteri tidak dapat dijatuhkan atau diberhentikan oleh DPR, akan teteapi kedudukan presiden
harus memperhatikan suara DPR, maka menteri-menteri pun tidak terlepas dari keberatan-
keberatan DPR, yang berakibat di berhentikannya menteri oleh Presiden.

E. Hubungan Presiden dengan Menteri-Menteri lainnya


Menteri-Menteri adalah pembantu Presiden. Presiden mengangkat dan memberhentikan
Menteri-Menteri, kedudukannya tergantung pada Presiden ( pasal17 ayat 1dan 2). Para
menteri mempunyai pengaruh besar terhadap presiden dalam menuntun politik Negara yang
menyangkut departemennya.
a. Hubungan Presiden dengan MK

Hubungan Presiden dengan MK di atur di dalam Undang-Undang 1945 yaitu:

1) UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib
memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar.

5
2) UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai
sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang
diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.”

3) UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain kewenangan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan
putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya
atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.”

4) UU no 48 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “Hakim konstitusi


diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (MK), MK mempunyai lima kewenangan. Yakni:

a) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945,

b) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya


diberikan oleh UUD,

c) memutus pembubaran partai politik,

d) memutus perselisihan hasil pemilu (baik di tingkat nasional maupun


pemilihan umum kepala daerah) dan

e) memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai


dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeachment).

Dari lima kewenangan MK itu, hampir semuanya berpotensi bersinggungan dengan


Presiden. Pertama, pengujian UU terhadap UUD. Lembaga negara yang mempunyai
kewenangan membuat UU adalah Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga produk
Presiden –bersama dengan DPR- lah yang diuji ke MK. Kedua, sengketa kewenangan antar
lembaga negara (SKLN). Sebagai lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
Presiden berpeluang menjadi subjek perkara SKLN di MK.

Ketiga, memutus pembubaran partai politik. Pasal 68 UU No.23/2004 tentang MK


disebutkan bahwa pemohon pembubaran partai politik adalah pemerintah. Jadi, hanya
pemerintah (Presiden) yang berhak memohon agar MK membubarkan sebuah partai politik
yang dianggap “berbahaya”.

b. Hubungan Presiden dengan MA

` Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan


dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang
Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada

6
Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35
Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama
Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung
diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala
Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan
hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang
mengatur pelaksanaannya.

Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di


semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-
pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas
peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam
memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970) termasuk Presiden.

c. Hubungan DPR dengan Presiden

Hubungan antara DPR dam Presiden terletak pada hubungan kerja. Hubungan kerja
tersebut antara lain adalah mengenai proses pembuatan undang-undang antara presiden dan
DPR yang diatur dalam pasal 20 ayat 2, 3, 4, dan 5. Yaitu setiap rancangan undang-undang
harus dibahas oleh presiden dan DPR untuk mendapat persetujuan bersama (ayat 2). Jika
rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, maka maka rancangan
undang-undang itu tidak dapat diajukan lagi pada masa persidangan itu (ayat 3). Presiden
mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama, (ayat 4) dan apabila
presiden dalam waktu 30 hari setelah rancangan undang-undang itu disetujui bersama,
undang-undang itu sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan (ayat 5). Untuk
terbentuknya undang-undang, maka harus disetujui bersama antara presiden dengan DPR.
Walaupun seluruh anggota DPR setuju tapi presiden tidak, atau sebaliknya, maka rancangan
undang-undang itu tidak dapat diundangkan.

Selanjutnya mengenai fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPR. Yaitu mengawasi
presiden dan wakil presiden dalam pelaksanaan kekuasaan eksekutif. Dan DPR dapat
mengusulkan pemberhentian Presisiden sebagai tindak lanjut pengawasan (pasal 7A). Dalam
bidang keuangan, RUU APBN diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD (pasal 23 ayat 2). Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN
yang diusulkan presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu(pasal 23 ayat 3).

Hubungan kerja lain antara DPR dengan Presiden antara lain: melantik presiden dan
atau wakil presiden dalam hal MPR tidak dapat melaksanakan sidang itu (pasal 9),
memberikan pertimbangan atas pengangkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain
(pasal 13), memberikan pertimbangan kepada presiden atas pemberian Amnesti dan Abolisi
(pasal 14 ayat 2), memberikan persetujuan atas pernyataan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain (pasal 11), memberikan persetujuan atas pengangkatan komisi
yudisial (pasal 24B ayat 3), memberikan persetujuan atas pengangkatan hakim agung (pasal
24A ayat 3).

d. Hubungan antara MPR dengan Presiden

Hubungan antar MPR dan Presiden di atur di dalam :

7
1) UUD 1945 pasal 3 ayat 2 yang berbunyi, ”Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik
Presiden dan/atau Wakil Presiden”

2) UUD 1945 pasal 3 ayat 3 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya
dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut Undang-Undang Dasar.”

3) UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul
Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. “

4) UUD 1945 pasal 7B ayat 1 yang berbunyi, “Usul pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.”

5) UUD 1945 pasal 7B ayat 7 yang berbunyi, “Keputusan Majelis Permusyawaratan


Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil
dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi
kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat.

6) UUD 1945 pasal 8 ayat 2 yang berbunyi, “Dalam hal terjadi kekosongan Wakil
Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis
Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden
dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

7) UUD 1945 pasal 8 ayat 3 yang berbunyi, “Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar
Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat
menyelenggarakan siding untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua
pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih
suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, samapi
berakhir masa jabatannya.

8) UUD 1945 pasal 9 ayat 1 yang berbunyi, “Sebelum memangku jabatannya, Presiden
dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-

8
sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan
Rakyat”.

9) UU no 27 tahun 2009 pasal 6 ayat 1 yang berbunyi, “Keanggotaan MPR diresmikan


dengan keputusan Presiden.

e. Hubungan DPD dengan Presiden

Hubungan antar DPD dan Presiden di atur di dalam :

1) UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi, “Rancangan undang-undang anggaran


pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”

2) UUD 1945 pasal 23 ayat 3 yang berbunyi, “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak
menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh
Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun
yang lalu.”

3) UUD 1945 pasal 23F ayat 1 yang berbunyi, “Anggota Badan Pemeriksa Keuangan
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.”

4) UU no 27 tahun 2009 pasal 227 ayat 3 yang berbunyi, “Keanggotaan DPD diresmikan
dengan keputusan Presiden.”

5) UU no 27 tahun 2009 pasal 240 ayat 2 yang berbunyi, “Tugas panitia kerja dalam
pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden adalah
melakukan pembahasan serta menyusun pandangan dan pendapat DPD.”

F. Hubungan antara MA - Lembaga Negara lainnya

Dalam Penjelasan UUD 45 Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka,


artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah ataupun kekuasaan atau kekuatan
lainnya. Menteri dalam UUD 1945, bukan sebuah lembaga, melainkan pembantu pekerjaan
presiden sebagai kepala pemerintahan..

Lembaga-lembaga tinggi negara dalam UUD 1945 antara lain :

1. Presiden dan Wakil Presiden;

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);\

4. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

5. Mahkamah Konstitusi (MK);

6. Mahkamah Agung (MA);


9
7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Memang dulunya MPR adalah lembaga Tertinggi Negara (UUD 1945 sebelum
amandemen), namun setelah UUD 1945 diamandemen sejak tahun 1999-2002 maka MPR
tidak lagi sebagai LEMBAGA Tertinggi Negara.....melainkan lembaga tinggi negara...,

Alasan MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi terdapat pada UUD 1945 Secara
ekplisit kekuasaan MPR sebelum amandemen UUD 1945 adalah:

1. Menetapkan Undang-Undang Dasar (Pasal 3)

2. Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (Pasal 3)

3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6)

4. Mengubah Undang-Undang Dasar (Pasal 37)

Akan tetapi jika diteliti, secara implisit Pasal 1 (2) UUD 1945 yang berbunyi:
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat” ; maka sesungguhnya kekuasaan MPR tidak hanya terbatas pada
empat macam kekuasaan tersebut diatas. Pasal 1 (2) UUD 1945 itu merupakan sumber dari
kekuasaan MPR yang lainnya, sebagai lembaga yang menjalankan sepenuhnya kedaulatan
yang dipunyai oleh rakyat. Setelah diamandemen kekuasaan MPR menjadi sebagai berikut:

Pasal 3 Amandemen UUD menyatakan kekuasaan MPR yaitu:

1. Mengubah dan menetapkan UUD (Pasal 3 ayat 1)

2. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 ayat 2)

3. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa


jabatannya(Pasal 3 ayat 3).

a. Hubungan DPR dengan MA

Hubungan antar DPR dan MA di atur di dalam :

1) UUD 1945 pasal 24A tentang Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum
acara Mahkamah Agung.

2) UU no 27 tahun 2009 pasal 83 ayat 5 yang berbunyi, “Pimpinan DPR sebelum


memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.”

b. Hubungan antar BPK dan MA

Hubungan antara BPK dan MA diatur dalam Undang 1945 sebagai berikut:

10
1) UU no 15 tahun 2006 pasal 16 ayat 1 yang berbunyi, “Anggota BPK sebelum
memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya
yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.

2) UU no 15 tahun 2006 pasal 16 ayat 2 yang berbunyi, “Ketua dan Wakil Ketua
BPK terpilih wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang
dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.”

3) UU no 15 tahun 2006 pasal 16 ayat 3 yang berbunyi, “Apabila Ketua Mahkamah


Agung berhalangan, sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dipandu oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung.

BAB III
PERUMUSAN DAN PEMANTAPAN PANCASILA

A. Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara

1. Pembentukan BPUPKI
Bangsa Indonesia mengalami sejarah yang panjang dalam melawan penjajah.
Kita pernah mengalami penderitaan saat dijajah oleh Belanda. Sejarah juga mencatat,
kekalahan Belanda oleh Jepang dalam perang Asia Timur Raya menyebabkan bangsa
Indonesia dijajah oleh Jepang. Jepang mulai menguasai wilayah Indonesia setelah
Belanda menyerah di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada tanggal 8 Maret 1942.
Kedatangan Jepang semula disangka baik oleh bangsa Indonesia. Banyak semboyan
dikumandangkan oleh seperti ”Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan
Jepang Cahaya Asia” untuk menarik simpati bangsa kita. Kenyataan sejarah
menunjukkan bahwa Jepang tidak berbeda dengan Belanda, yaitu penjajahan atas
bangsa Indonesia.

11
Pada tahun 1945, tentara Jepang mulai mengalami kekalahan di berbagai
medan pertempuran. Seperti pada perang Pasifik, pasukan Jepang dikalahkan oleh
Amerika. Kekalahan tersebut mengancam kekuasaan Jepang di negara-negara
jajahannya, termasuk di Indonesia. Perlawanan rakyat Indonesia dan usaha Belanda
peringkat Jepang kian lemah. Akhirnya, Jepang menyatakan kemerdekaan kepada
rakyat Indonesia. Janji tersebut untuk meredam gejolak dan perlawanan rakyat
Indonesia. Janji Jepang membentuk BPUPKI ( Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai)

Direalisasikan, pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan hari ulang tahun
Kaisar Hirohito. Secara resmi BPUPKI dilantik oleh Jepang, dengan anggota yang
memiliki enam puluh dua (62) orang yang terdiri atas tokoh-tokoh bangsa Indonesia
dan tujuh (7) orang anggota perwakilan dari Jepang. Ketua BPUPKI adalah dr. KRT
Radjiman Wedyodiningrat, dengan dua wakil ketua, yaitu Ichibangase Yosio (Jepang)
dan RP Soeroso. BPUPKI mengadakan sidang resmi sebanyak dua kali, yaitu sidang I
dan II. Sidang I Sidang I BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945.
Pada sidang I dibahas tentang dasar negara. Sidang II Sidang II BPUPKI dilaksanakan
pada tanggal 10 – 17 Juli 1945. Pada sidang II ini dibuat tentang rancangan Undang-
Undang Dasar.

2. Perumusan Dasar Negara


Ketua BPUPKI dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat pada pidato awal sidang
pertama, menyatakan bahwa untuk menentukan Indonesia merdeka diperlukan suatu
dasar negara. Untuk menjawab permintaan Ketua BPUPKI, beberapa tokoh pendiri
negara, rumusan dasar negara.

Usulan mengenai dasar Indonesia merdeka dalam sidang pertama BPUPKI


secara berurutan dikemukakan oleh Muhammad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Isi usulan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)


Muhammad Yamin mengajar secara lisan bagi negara Indonesia
merdeka, yaitu sebagai berikut.
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Sosial

Kemudian secara tertulis, Muhammad Yamin menyampaikan bahwa


asas dan dasar Indonesia adalah sebagai berikut.

1) Ketuhanan Yang Maha Esa


2) Kebangsaan persatuan Indonesia
3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijak- sanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan

12
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Soepomo (31 Mei 1945)

Menurut Soepomo, merdeka dasar negara Indonesia adalah sebagai


berikut:

1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Keseimbangan lahir dan batin
4) Musyawarah
5) Keadilan rakyat

c. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)


Rumusan dasar negara yang diusulkan olehnya adalah sebagai berikut:
1) Kebangsaan Indonesia
2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3) Mufakat atau demokrasi
4) Kesejahteraan social
5) Ketuhanan yang berkebudayaan

BPUPKI telah membentuk beberapa panitia kerja yang ada di antaranya


Panitia Sembilan, yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta,, Mr. AA
Maramis, Abikusno Cokrosuyoso, Abdulkahar Muzakir, Haji Agus Salim, Mr.
Ahmad Subarjo, KHA Wachid Hasyim, dan Mr. Mohammad Yamin. Panitia sembilan
mengadakan rapat di rumah kediaman Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor
56 Jakarta. Setelah itu, pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan telah mencapai
persetujuan atau kesepakatan tentang pembukaan hukum dasar (Undang-Undang
Dasar).

Oleh Ir. Soekarno, pembukaan hukum dasar ini diberikan nama “Mukadimah”,
oleh Mr. Muhammad Yamin dinamakan “Piagam Jakarta”, dan oleh Sukiman
Wirjosandjojo disebut “Gentlemen’s Agreement”. Naskah ”Mukadimah” yang
ditandatangani oleh sembilan orang anggota Panitia Sembilan, dikenal dengan nama
”Piagam Jakarta” atau ”Piagam Jakarta”.

Dalam alinea keempat naskah Piagam Jakarta tersebut, terdapat rumusan dasar
negara sebagai berikut. (1). Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam
bagi pemeluk- pemeluknya (2). Kemanusiaan yang adil dan beradab (3). Persatuan
Indonesia (4). Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat di dalam permu- syawaratan
perwakilan (5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena mengetahui dan
untuk menghindari perpecahan, para tokoh bersepakat untuk mengubah kalimat
”Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa.

13
B. Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara

Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II membuka kesempatan bagi bangsa


Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaan atas dasar prakarsa sendiri. Setelah
menyelesaikan tugas BPUPKI dibubarkan, dan sebagai sebagai indikator pada tanggal 7
Agustus 1945 Jepang pengumuman Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau
Dokuritsu Zyunbi Iinkai. Untuk keperluan membentuk PPKI tersebut, pada tanggal 8 Agustus
1945 tiga tokoh pendiri negara, yaitu Ir. Soekarno, Mohammad Hatta dan Dr. KRT Radjiman
Wedyodiningrat berangkat menemui Jenderal Besar Terauchi, Saiko Sikikan di Saigon.
Dalam pertemuan tersebut, Ir. Soekarno diangkat sebagai Ketua PPKI dan Mohammad Hatta
sebagai wakilnya. PPKI beranggotakan 21 orang termasuk Ketua dan Wakil Ketua.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI melaksanakan sidang dan menghasilkan
keputusan sebagai berikut:

1) Menetapkan UUD 1945.


2) Memilih Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Ir. Soekarno dan
Mohammad Hatta.
3) Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.
4) Salah satu keputusan sidang PPKI adalah mengesahkan Undang-
Undang Dasar 1945. Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea terkumpul
rumusan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara.

C. Semangat Pendiri Negara dalam Merumuskan dan Menetapkan Pancasila sebagai


Dasar Negara

1. Nilai Semangat Pendiri Negara


Semangat kebangsaan harus tumbuh dan dipupuk oleh setiap warga negara
Indonesia. Hal ini harus tumbuh dalam diri warga negara untuk mencintai dan
berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Jiwa dan semangat bangsa
Indonesia untuk merebut kemerdekaan juga disebut sebagai ”jiwa dan semangat ‘45”.
Adapun hal-hal yang terkandung dalam jiwa dan semangat di antaranya adalah
sebagai berikut.

a. Pro Patria dan Primus Patrialis, artinya mencintai tanah air dan men-
dahulukan kepentingan tanah air.
b. Jiwa solidaritas dan kesetiakawanan dari semua lapisan masyarakat
terhadap perjuangan kemerdekaan.
c. Jiwa toleransi atau tenggang rasa antaragama, antarsuku,
antargolongan dan antarbangsa.
d. Jiwa tanpa pamrih dan bertanggung jawab.
e. Jiwa ksatria dan kebesaran jiwa yang tidak mengandung balas
dendam.

14
2. Komitmen para Pendiri Negara dalam Perumusan Pancasila sebagai Dasar
Negara
Komitmen adalah sikap dan perilaku yang mengalahkan oleh rasa memiliki,
memberikan perhatian, serta melakukan usaha untuk mewujudkan harapan dan cita-
cita dengan sungguh-sungguh. Seseorang yang memiliki komitmen terhadap bangsa
adalah orang yang akan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingannya.

Para pendiri negara dalam perumusan Pancasila memiliki ciri-ciri pribadi


sebagai berikut:

a. Mengutamakan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme.


b. Adanya rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia.
c. Selalu berjuang dalam berjuang.
d. Mendukung dan berupaya secara aktif dalam mencapai cita-cita bangsa
yaitu merdeka, ber- satu, berdaulat, adil dan makmur.
e. Kepentingan pribadi, dengan cara kepentingan kepentingan negara atas
kepentingan pribadi, serta mendukung keputusan yang menguntungkan
bangsa dan negara.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
`Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan, bahwa struktur pemerintahan
Indonesia, melalui UUD 1945 terlihat bahwa semua lembaga tinggi negara memiliki
hubungan yang sangat jelas antara satu dengan yang lain. Setiap lembaga memiliki tugas dan
wewenangnya masing-masing. Tujuan hubungan antar lembaga adalah untuk memperikat
kerjasama ysng lebih baik untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik dalam hal
kesejahteraan, keadilan, dan kemajuan Indonesia untuk menjadi Negara yang terbaik di Asia
maupun Internasional dalam hal apa pun.

Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia merupakan rumusan atau usulan dari
beberapa tokoh Indonesia yaitu Mohammad Yamin, Ir. Soekarno dan soepomo. Secara
tertulis Mohammad Yamin mengusulkan 5 dasar negara Indonesia yang sampai saat ini kita
kenal dengan Pancasila, dimana isi Pancasila tersebut berpegang teguh pada ideologi bangsa
Indonesia. Mereka adalah orang-orang yang berjuang untuk mendirikan bangsa dan negara
Indonesia. Jasa-jasanya sudah seharusnya selalu kita kenang atau ingat. Seperti yang
diucapkan oleh Proklamator Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno, ”Jangan sekali-kali
melupakan sejarah”. Pernyataan tersebut lebih dikenal dengan singkatan ”Jasmerah”. Tidak
melupakan sejarah perjuangan bangsa, merupakan kewajiban seluruh warga negara sebagai
bangsa Indonesia. Melupakan sejarah perjuangan bangsa sama artinya dengan menghilangkan
identitas bangsa Indonesia.

15
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas kami selaku Tim Penulis menyarankan bagi pembaca
untuk memperluas pemahaman tentang Hubungan antara lembaga-lembaga dengan lainnya
dan terutama Pancasila dimana sebagai ideologi bangsa Indonesia guna terwujudnya proses
pembelajaran yang baik serta pemahaman landasan hidup bangsa Indonesia dan tatanan
hubungan antar lembaga-lembaga yang satu dengan yang lain. Berikut saran yang bisa kami
sampaikan.

1. Setiap lembaga dan seluruh lembaga tinggi lainnya agar selalu bekerjasama untuk
kesejahteraan dan kemajuan Indoneisa. Pemerintah Indonesia juga tidak fokus terus
diatas dan memperkaya diri namun lihat juga dibawah khususnya bagi wakil rakyat
yang dimana dari rakyat untuk rakyat bukan dari rakyat untuk wakil rakyat.
2. Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil perjuangan para pendiri negara.
Untuk itu kita sebagai bangsa yang besar harus memiliki jiwa semangat, nasionalisme
dan patriotisme yang tinggi. Hal itu bertujaun untuk tercapainya cita-cita bangsa
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Tim Penulis menyadari makalah ini masih banyak sekali kekurangan, oleh sebab itu
Tim Penulis menyarankan untuk pembaca mencari sumber-sumber lain yang dapat
menunjang pembahasan yang ada dimakalah ini, agar untuk perbaikan yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. 2006. Jogjakarta: Diperbanyak oleh


Medya Duta.

Indrayana, Denny. 2007. Amandemen UUD 1945, Bandung: Mirzan,Joeniarto, 1983.


Demokrasi dan Sistem Pemerintahan, Jakarta: Bina Aksara.

Gaos, Cecep (2020, 26 Agustus). Perumusan dan Penetapan Pancasila Sebagai


Dasar Negara. Dikutip 29 Oktober 2020 dari Media Informasi Pendidikan:
https://www.cecepgaos.com/2020/07/materi-pembelajaran-ppkn-kelas-7-bab-1.html?m=1

Dwi Nugroho, Setyo (2013, 11 Mei). Hubungan Antarlembaga Negara di Indonesia.


Dikutip 31 Oktober 2020 dari Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/setyodwinugroho/552918e6f17e613d368b456f/hubungan-antar-
lembagalembaga-negara-di-indonesia?page=all

16
17

Anda mungkin juga menyukai