Dilaporkan kepada:
Ahmad Muhammad
Nurul Qomar
Zuli Laili Isnaini
Ani Widyasari
Radith Mahatma
SEKAPUR SIRIH
Naskah ini sebenarnya belum benar-benar merupakan Laporan Akhir dari “Studi
Pengembangan Ekowisata Terintegrasi Restorasi Pada Daerah Aliran Sungai
Rawa.” Hal ini mengingat masih cukup banyaknya data yang belum selesai
dianalisis. Meskipun demikian, bagaimanapun kami bersyukur kami kepada Allah
Subhannahu Wata’ala yang telah memberikan kekuatan untuk menyelesaikan
tahap pengumpulan data dan laporan yang masih sangat sederhana ini.
Kami mengingat bantuan yang diberikan oleh LSM Bina Cinta Alam Kabupaten Siak
dan Kelompok Penggiat Wisata Mangrove “Rumah Alam Bakau” , Kelompok Madu
Sialang di Kampung Rawa Mekar Jaya serta Kelompok Penggiat Wisata Mangrove
Kampung Sungai Rawa.
Kami sangat menghargai bantuan para asisten kami, Windy Wulandary yang telah
mengurusi administrasi, serta Abdul Ronny, Imas Hendry Kurniawan, Nasri, dan
Awil yang telah banyak membantu pengumpulan data di lapangan.
Sekali lagi, kami maklumatkan, bahwa sebenarnya laporan ini masih jauh dari
bentuk finalnya, karena begitu banyaknya kekurangan yang masih harus
diperbaiki. Meskipun demikian, “versi sementara” ini pun semoga membawa
manfaat. Aamiin...
Tim Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
GAMBUT...................................................................................................................
GAMBUT...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 33
LAMPIRAN...................................................................................................................... 34
I. PENDAHULUAN
Sejak tahun 2000 telah terjadi perubahan lingkungan yang cukup dramatis pada
hamparan lahan gambut ini, terutama yang dipicu oleh deforestasi dan
pengalihgunaan lahan hutan. Pengalihgunaan lahan hutan menjadi lahan budidaya
yang umumnya harus didahului dengan pembuatan kanal-kanal drainase telah
mengakibatkan pengeringan gambut. Ketika gambut menjadi kering sementara
masyarakat menggunakan api dalam pembukaan dan penyiapan lahan, kebakaran
lahan gambut yang meluas sering terjadi dari tahun ke tahun, terutama pada
bulan-bulan yang memiliki curah hujan kecil. Kebakaran ini telah mengakibatkan
bencana kabut-asap berskala besar yang dampaknya jauh melampaui batas
wilayah negara.
1
1. Bagaimanakah sebenarnya karakteristik sumberdaya ekowisata yang ada dalam
ekosistem daerah aliran Sungai Rawa?
2. Bagaimanakah potensi daerah aliran Sungai Rawa sebagai sebuah destinasi
ekowisata?
3. Bagaimanakah potensi penyelenggaraan ekowisata daerah aliran Sungai Rawa
yang terintegrasi dengan restorasi gambut?
4. Bagaimanakah strategi untuk mengembangkan ekowisata daerah aliran Sungai
Rawa yang terintegrasi dengan restorasi gambut dan seperti apakah disain
umum ekowisata terintegrasi yang dimaksud?
2
II. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Kampung Rawa Mekar Jaya berada pada jarak sekitar 40 km dari ibukota
kecamatan, yaitu Sungai Apit, dan berjarak sekitar 43 km dari Siak Sri Inderapura,
ibukota Kabupaten Siak. Jarak kampung ini dari Pelabuhan Buton sekitar 15 km,
sedangkan ke Pekanbaru dan Selatpanjang kurang lebih 120 km dan 75 km
sebagaimana ditunjukkan gambar di bawah ini.
Wilayah Kampung Rawa Mekar Jaya yang diapit oleh dua kampung lain, yaitu
Sungai Rawa dan Penyengat
Kampung Rawa Mekar Jaya sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Kampung
Sungai Rawa yang kemudian memekarkan diri pada tahun 2012. Luas wilayah
3
yang termasuk dalam pemekaran ini mencapai 15.870 ha, yang sebagian sisinya
dibatasi oleh aliran Sungai Rawa. Wilayah ini terbagi menjadi lima Rukun
Kampung (RK) dan 10 Rukun Tetangga (RT). Adapun batas-batas administratif
kampung ini dari berbagai sisi dapat dirangkum sebagaimana yang ditunjukkan
oleh tabel berikut ini.
Sisi Pembatas
Utara Sungai Rawa
Timur Selat Panjang / Selat Lalang
Selatan Kampung Penyengat
Barat Kampung Dayun
Wilayah Kampung Rawa Mekar Jaya didominasi oleh lahan gambut, yang mana
14.600 ha (92%) diantaranya berupa lahan gambut dan sisanya seluas 1270 ha
(8%) merupakan lahan non-gambut atau bertanah mineral. Secara umum wilayah
ini adalah dataran rendah yang rata dengan elevasi rata-rata tidak lebih dari 10 m
dpl.
Sebenarnya Kampung Rawa Mekar Jaya memiliki tutupan hutan alam yang cukup
luas, yaitu 13.520 ha atau 85,2% dari luas wilayah. Tetapi dalam lima tahun
terakhir (2013-2018) telah terjadi banyak kerusakan hutan sebagai akibat
penebangan dan pengalihgunaan lahan hutan menjadi lahan kebun, termasuk yang
berada di sempadan sepanjang aliran Sungai Rawa. Kemungkinan pada saat
sekarang luas tutupan hutan yang ada sudah menyusut hingga tinggal sekitar 5000
ha atau Sebagai penggantinya, luas lahan yang dibudidayakan sebagai kebun
semakin meluas, yaitu diperkirakan setidaknya mencapai 2000 ha.
2.2. Kependudukan
Menurut data kependudukan Kampung Rawa Mekar Jaya yang tersedia hingga
tahun 2016 (lihat tabel di bawah), jumlah penduduk kampung ini mencapai 1.010
jiwa pada tahun 2016. Meskipun belum dilakukan pendataan ulang, jumlah ini
diyakini sudah bertambah pada tahun 2018 ini. Dari wawancara dengan sejumlah
tokoh masyarakat, jumlah penduduk kampung ini diduga kemungkinan sudah
mengalami penambahan hingga setidaknya 1.250 jiwa saat ini. Sumber
pertambahan penduduk ini selain natalitas (kelahiran) juga imigrasi (kehadiran
4
pendatang). Penduduk kampung ini terdiri dari dua kelompok suku, yaitu Jawa
dan Melayu dengan proporsi yang kurang lebih sama. Diantara kedua suku ini juga
cukup banyak terjadi asimilasi melalui perkawinan.
2.3. Perekonomian
Perekonomian masyarakat Kampung Rawa Mekar Jaya hingga tahun 2010
didominasi oleh dua kegiatan pokok, yaitu kegiatan di bidang kehutanan dan
perikanan. Di bidang yang pertama, hampir semua warga kampung yang pada
waktu itu masih warga Kampung Sungai Rawa bekerja sebagai buruh pembalakan
(logging), baik yang berlangsung secara legal ataupun ilegal. Kegiatan ini di bidang
kehutanan masih berlangsung hingga saat ini, tetapi hanya berskala kecil. Dulu,
ketika pengawasan pembalakan masih belum seketat sekarang, warga kampung ini
mengambil kayu-kayu balak berkelas, seperti bintangur, kempas, malas, meranti,
parak dan sebagainya. Sekarang, selain karena adanya pengawasan yang semakin
ketat, kayu-kayu balak semacam ini sudah menjadi sangat langka. Oleh karenanya
kegiatan di bidang kehutanan pada saat ini lebih banyak berupa penebangan
pohon mahang.
Hal yang serupa terjadi di bidang perikanan yang berbasis sungai dan tasik (dalam
Taman Nasional Zamrud). Menurut penuturan sejumlah warga, hingga awal tahun
2000an ikan masih mudah diperoleh di kedua jenis perairan ini. Ikan-ikan yang
bernilai ekonomi tinggi seperti belida, toman dan tapah masih banyak sehingga
kegiatan perikanan tangkap pada waktu itu memberikan hasil yang cukup
signifikan bagi warga. Tetapi setelah tahun 2005 jumlah ikan yang dapat ditangkap
secara umum semakin menurun dan jenis-jenis ikan-ikan yang bernilai ekonomi
tinggi sebagaimana disebutkan di depan semakin sulit dijumpai.
5
Pada tahun 2015, sebagian warga mulai mencoba pertanian, khususnya dengan
fokus cabai merah. Usaha ini saat ini cukup berkembang, dengan areal yang
dibudidayakan bertambah luas dan melibatkan semakin banyak warga kampung.
6
III. SOSIALISASI DAN KOORDINASI
Melalui dua pertemuan tersebut dapat dicatat bahwa Pemerintah Kabupaten Siak
beserta jajaran kedianasannya menyatakan: (a) menyambut gembira rencana
studi; (b) meminta agar tim mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di
lingkungan kabupaten ini; (c) memberikan dukungan bagi pelaksanakan kegiatan
sebagaimana direncanakan, termasuk dalam bentuk dokumen-dokumen terkait
yang diperlukan oleh tim; (d) meminta tim menyampaikan hasil-hasil studi apabila
sudah selesai nanti.
7
3.2 KPH Tasik Besar Serkap
Sosialisasi dan koordinasi juga dilaksanakan dengan pihak Kesatuan Pemangku
Hutan (KPH) Tasik besar Serkap yang kantornya berada di Kota Pekanbaru.
Pembicaraan dengan pejabat yang berwenang dalam unit kerja ini telah dicapai
kesepakatan sebagai berikut: (a) setiap rencana kegiatan yang dilaksanakan dalam
hutan yang berada dalam wilayah kerja KPH Tasik Besar Serkap wajib
disosialisasikan terlebih dahulu; (b) setiap rencana kegiatan yang telah
disosialisasikan hanya bisa dilaksanakan apabila sekurang-kurangnya sudah
memperoleh persetujuan dari pihak KPH Tasik Besar Serkap; (c) hasil pelksanaan
kegiatan harus dilaporkan kepada KPH Tasik Besar Serkap. Dalam hal ini, KPH
Tasik Besar Serkap menyatakan dukungan terhadap studi ini.
Pada keesokan harinya, yaitu pada tanggal 7 Oktober 2018, pertemuan FGD secara
formal diselenggarakan dengan mengambil tempat di Bangsal “Rumah Alam
Bakau.” Pertemuan ini diikuti oleh 20 orang warga kampung, yang terdiri dari
anggota masyarakat, baik yang bersuku Jawa maupun Melayu. Acara pertemuan
diawali dengan pemaparan tentang rencana studi yang disampaikan oleh salah
8
satu anggota Tim Studi (Ahmad Muhammad), yang kemudian dilanjutkan dengan
tanya-jawab.
Dari pertemuan ini dapat dicatat bahwa: (a) pamong maupun masyarakat
Kampung Rawa Mekar Jaya menyambut baik rencana pelaksnaan studi ini; (b)
mereka juga bersedia memberikan dukungan sejauh diperlukan dan sebatas
kemampuan mereka; mereka berharap bahwa kegiatan ini dapat memicu
terbentuknya kelompok-kelompok wisata baru, selain yang telah ada (“Rumah
Alam Bakau”); (d) mereka berharap kegiatan benar-benar dapat dilaksanakan agar
dampaknya bisa dirasakan bagi Kampung Rawa Mekar Jaya dan masyarakat yang
menjadi warganya.
Focus Group Discussion (FGD) yang telah berlangsung dalam suasana santai dan
interkatif
9
IV. PERSIAPAN DEMO EKOWISATA
TERINTEGRASI RESTORASI GAMBUT
(1) Hutan kepungan sialang yang berada di sebuah tanjung di bagian hilir
Sungai Rawa
(2) Hutan rawa gambut yang berada di bagian hulu Sungai Rawa
(3) Berbagai titik di sepanjang aliran Sungai Rawa
Dalam hutan kepungan sialang orang mudah tersesat. Oleh karenanya sangat
diperlukan penandaan trek perjalanan yang mudah dilihat. Untuk keperluan ini
telah dipasang pancang
pancang-pancang (masing-masing
masing sepanjang 150 cm yang
dibenamkan 50 cm) pada jarak 10 m satu sama lain, yang dimulai dari bagian
depan hutan menuju pohon sialang pertama dan kedua dan jalan memutar balik.
10
Dalam hutan rawa gambut yang berada di bawah pengelolaan KPH Tasik Besar
Serkap, telah tersedia infrastruktur sederhana berupa sebuah anjungan kayu,
sebuah pondok papan beratapkan daun rumbia, dan sebuah trek beralaskan
papan. Sayang sekali, beberapa segmen papan telah hilang, kemungkinan dicuri
orang, dan pondok dalam keadaan berantakan dengan atap rumbia yang tidak lagi
genap. Kondisi ini peru diperbaiki agar pondok dapat dimanfaatkan oleh para
ekowisatawan, terutama sekali untuk berteduh apabila hujan turun dan sedikit
melepaskan penat dan membuka perbekalan makan siang. Papan-papan yang
hilang juga diganti dengan pancang-pancang sebagaimana yang digunakan sebagai
penanda jalan dalam hutan kepungan sialang. Selain itu berbagai penghalang
berupa patahan dahan atau bahkan batang pohon toboh yang mulai banyak
menutupi trek juga harus dibersihkan agar tidak mengganggu perjalanan.
11
Pembenahan dan pembersihan pondok
KPH Tasik Besar Serkap agar bisa
dipergunakan oleh para ekowisatawan.
Di lokasi yang direncanakan sebagai “Plot Restorasi Gambut” yang perlu dilakukan
meliputi pembersihan lahan dan penebangan pohon secara selektif (hanya berupa
anak-anak
anak mohong dan tenggek burung). Disini perlu dipasang pancang-pancang
pancang
sebagai penanda titik tanam. Pada masing-masing
masing titik perlu digali lobang tanam
berukuran 15 cm x 15 cm x 25 cm. Selain itu juga perlu dibangun pondok kayu
sederhana untuk beristirahat dan berteduh diwaktu hujan ataupun panas.
12
Penyiapan lahan dan pembangunan pondok sederhana di lokasi yang dipilih
sebagai “Plot Restorasi Gambut”
Pelatihan ini diikuti oleh 20 orang warga, yang terdiri dari 9 orang yang mewakili
kelompok wisata “Rumah Alam Bakau” dan 8 orang yang mewakili kelompok
madu sialang, dan 3 orang yang mewakili kelompok penggiat wisata mangrove
Kampung Sungai Rawa.
13
Suasana pelatihan
ekowisata yang diikuti
oleh 20 orang peserta
14
V. PELAKSANAAAN DEMO EKOWISATA
TERINTEGRASI RESTORASI GAMBUT
15
5.2. Pengarungan Sungai Rawa
Pengarungan Sungai Rawa dilakukan dengan menggunakan dua perahu bermesin
yang yang dapat mengangkut 15-20 orang penumpang. Masing-masing perahu
diisi oleh 12 ekowisatawan dan tiga orang tempatan, yang bertugas sebagai
pengemudi perahu dan dua orang pemandu. Perjalanan yang dimulai dari
anjungan “Rumah Alam Bakau” di Kampung Rawa Mekar Jaya ini terbagi menjadi
empat trip sebagaimana dipaparkan berikut ini.
Trip 1
Dimulai dari anjungan tersebut, perahu bergerak ke arah hulu menuju tanjung
sungai terdekat yang hanya berjarak sekitar 20 menit perjalanan. Hutan kepungan
sialang yang dimaksud berada kurang lebih 10 menit perjalanan kaki dari tepi
sungai atau anjungan tempat kedua perahu ditambatkan.
Trip 2
Trip 3
Dari hutan rawa gambut yang berada di belakang Pos KPH Tasik Besar Serkap para
ekwowisatawan dibawa menuju Plot Restorasi Gambut dengan arah kembali ke
hilir. Jarak antara lokasi hutan rawa gabut dan plot ini kurang lebih 50-60 menit.
Trip 4
16
Hutan mahang ((Macaranga spp.) Contoh salah satu titik pengamatan
menjadi vegetasi riparian homogen dengan formasi vegetasi riparian yang
yang dominan setelah formasi vegetasi lebih heterogen.
yang ada sebelumnya sudah habis
ditebangi.
Pohon 31 Kupu-kupu 24
Palem 5 Ikan 12
Lainnya 19 Burung 30
Jumlah 55 Mamalia 5
Jumlah 71
Salah satu hal yang dapat membuat perjalanan arung sungai ini terasa lebih
menarik adalah apabila dapat dilaksanakan tanpa terburu-buru.
terburu Di titik-titik
tertentu pemandu dapat minta pengemudi perahu berhenti untuk menunjukkan
hal-hal
hal yang mungkin menarik ba
bagi
gi para ekowisatawan, misalnya pengetahuan
lokal tentang ikan-ikan
ikan yang ada di Sungai Rawa, tentang beranekaragam satwa
darat, beraneka jenis tumbuhan obat, beraneka jenis tumbuhan liar yang dapat
dikonsumsi, dan sebagainya.
17
pohon sialang berada melewati jalur yang cukup berat terutama apabila musim
hujan. Seluruh lantai hutan hampir tergenangi air dan dibeberapa titik air
mencapai setinggi lutut.
Salah satu hal yang dapat membuat penjelajahan hutan kepungan sialang ini terasa
lebih menarik adalah apabila dapat dilaksanakan tanpa terburu-buru. Di titik-titik
tertentu pemandu dapat menunjukkan hal-hal yang mungkin menarik bagi para
18
ekowisatawan, misalnya pengetahuan lokal tentang cara pengambilan madu hutan,
tentang beranekaragam satwa darat, beraneka jenis tumbuhan obat, beraneka
jenis tumbuhan liar yang dapat dikonsumsi, dan sebagainya.
Dari pengamatan yang dilakukan sebelumnya diketahui bahwa dalam hutan rawa
gambut ini dapat dilihat berbagai jenis flora dan fauna, meskipun untuk melihat
fauna dibutuhkan lebih banyak kesabaran dan waktu. Dari penjelajahan dalam
hutan ini telah dicatat setidaknya 65 jenis flora dan 54 jenis fauna yang kebetulan
dijumpai.
19
Pemandangan dari udara kerimbunan
tajuk pohon-pohon
pohon hutan rawa gambut
yang sangat heterogen di sekeliling Pos
KPH Tasik Besar Serkap.
Pohon 52 Burung 45
Palem 9 Mamalia 9
Pandan 4 Jumlah 54
Jumlah 65
20
juga tentang bagaimana pada masa sebelumnya (hingga tahun 2010) kayu sangat
berlimpah di kawasan ini, tetapi sekarang persediaan kayu alam semakin menipis
karena masifnya penebangan dan pembukaan lahan yyang
ang berlangsung dan bahkan
masih terus berlangsung higga saat ini. Dalam demo ekowisata ini telah ditanam
setidaknya 500 bibit pohon sebagai wujud langkah pertama mempersiapkan kayu
untuk generasi yang akan datang.
Hewan 9
Tumbuhan 12
Jumlah 21
Gerai kulinari lokal dilaksanakan sebagai puncak acara demo ekowisata, yaitu
pada malam kedua setelah seharian para ekowisatawan diperkenalkan kepada
sejumlah obyek yang terdapat di sepanjang aliran Sungai Rawa. Dalam gerai ini
dihidangkan lebih dari 20 ssajian
ajian hidangan sebagai menu makan malam. Mereka
21
bisa mencoba berbagai sayur lalapan yang dikenal oleh warga kampung dan juga
berbagai sayur yang dimasak. Mereka juga mencoba berbagai makanan berbahan
hewan, teristimewa makohe yang banyak dijumpai hidup di tanah hutan
mangrove.
Perjalanan menuju
hutan kepungan
sialang diiringi
hujan gerimis
Perjalanan dari
hutan kepungan
sialang menuju
hutan rawa gambut
di bagian hulu
Sungai Rawa
Penjelasan tentang
pohon sialang oleh
salah seorang
pemandu
22
Foto bersama para
ekowisatawan di
dalam hutan rawa
gambut
23
VI. HASIL KONSULTASI PUBLIK
24
kehutanan dan perkebunan berskala besar yang izin-izin operasinya dikeluarkan
oleh pemerintah pusat. Tetapi, mungkin ini memang salah satu tantangan yang
harus dihadapi di daerah. Sebagaimana disebutkan dalam paparan tadi,
Pemerintah Kabupaten Siak sudah mencanangkan tekad untuk menjadikan
wilayah ini sebagai “kabupaten hijau” mendahului kabupaten-kabupaten lainnya.
Canangan tekad ini sudah pasti memiliki konsekuensi. Penyelenggaraan
pembangunan di wilayah ini harus “hijau,” artinya mengupayakan meminimalkan
dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif bagi manusia dan alam
sekelilingnya. Ekowisata adalah salah satu kegiatan yang selaras (inline) dengan
tekad ini, karena ekowisata mengalihkan kegiatan income-generating yang bersifat
ekstraktif dan destruktif menjadi kegiatan income-generating yang bersifat non-
ekstraktif dan bahkan konstruktif. Kami berharap, pemaparan hasil studi ini
memicu munculnya inisiatif-inisiatif dari berbagai kalangan untuk berani
menciptakan langkah-langkah kongkrit dalam rangka mewujudkan Sungai Rawa
sebagai sebuah destinasi ekowisata yang tidak saja atraktif tetapi juga produktif,
sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat setempat.
25
tim mengungkapkan bahwa potensi itu memang ada apabila kita mau berusaha
menggalinya. Kami bergembira mengetahui kekayaan keanekaragam flora dan
fauna yang terdapat di sepanjang aliran Sungai Rawa, dan berharap aset daerah ini
benar-benar dapat digali manfaatnya secara nyata bagi masyarakat, khususnya
melalui penyelenggaraan ekowisata. Kami juga terkesan mendengar bahwa
ternyata di wilayah studi tidak hanya terdapat kekayaan alam saja, melainkan juga
terdapat kekayaan sosial dan buadaya. Sangat menyenangkan mendengar bahwa
warga Kampung Rawa Mekar Jaya cukup antusias dan ramah menerima para
wisatawan, termasuk yang berminat menginap barang satu atau beberapa malam.
Informasi ini semakin memperkuat gagasan membuat sebuah “nexus” wisata, yang
menghubungkan dua ekosistem yang sebenarnya memang tidak terpisahkan, yaitu
ekosistem Tasik Besar dan Tasik Bawah dalam Taman Nasional Zamrud dan
Sungai Rawa yang tidak lain merupakan oulet utama air dari dalam taman nasional
ini. Kebetulan dalam hal ini Dinas Pariwisata juga sedang merencanakan
pembangunan wahana wisata berbasis tasik di dalam taman ini. Sungai Rawa
dapat menjadi gerbang sekaligus koridor akuatik (waterways) yang akan
membawa para wisatawan ke dalam alam rawa gambut yang sangat unik. Tetapi
hal ini bisa jadi hanya angan-angan kosong belaka, apabila kita tidak berjuang
untuk bersama-sama mewujudkannya. Oleh karenanya, kami berharap, para pihak
yang secara umum memiliki kepentingan terhadap wilayah ini maupun yang
secara khusus menaruh kepentingan terhadap daerah aliran Sungai Rawa untuk
bisa bertemu dan bersinergi mewujudkan gagasan ini. Kami dapat dengan mudah
melihat ada setidaknya empat keuntungan sekaligus apabila kita bisa
memanfaatkan potensi ekowisata Sungai Rawa, yaitu: Pertama, keuntungan yang
berupa meningkatnya pengawasan terhadap alam yang tersisa di sepanjang aliran
sungai ini, sehingga tidak bertambah rusak. Kedua, keuntungan yang berupa upaya
pemulihan lingkungan yang mengalami kerusakan baik yang berupa gambut
maupun vegetasinya. Ketiga, keuntungan yang berupa termanfaatkannya aset
daerah ini untuk pendidikan dan penyadaran tentang arti penting alam. Keempat,
keuntungan yang berupa peluang peningkatan pendapatan masyrakat melalui
kegiatan-kegiatan yang tidak bersifat destruktif sebagaimana yang umum terjadi
selama ini. Meskipun demikian, kami sebagai salah satu organ pemerintah,
khususnya Pemerintah Kabupaten Siak, belum melihat apa sebenarnya
26
rekomendasi kongkrit yang dihasilkan dari studi ini dan bagaimana strategi
pengembangan ekowisata yang dimaksud. Kami berharap, ada sesuatu yang bisa
kami rujuk sebagai bahan pertimbangan maupun pedoman bagi kami dalam
melaksanakan kewajiban kami sebagai bagian dari eksekutif pemerintahan daerah
ini.
27
kehidupan kami. Kami merintis penyelamatan dan perlindungan sisa hutan
mangrove yang sekarang kami kelola sebagai wahana wisata “Rumah Alam Bakau”
sejak tahun 2015. Sekarang usaha kami sudah cukup berkembang. Tiga hal yang
ingin kami capai sedikit demi sedikit mulai terwujud, yaitu: Pertama, kami ingin
menyelamatkan dan melindungi sisa hutan mangrove yang masih ada dalam
wilayah desa kami. Kedua, kami ingin masyarakat bisa memperoleh manfaat dari
hutan tersebut, tetapi manfaat yang bersifat rekreatif dan edukatif, bukan
destruktif seperti yang sudah terjadi di masa-masa sebelumnya. Ketiga, kami ingin
anggota-anggota Masyarakat peduli Api (MPA) Kampung Rawa Mekar Jaya
memperoleh pendapatan, mengingat kerja sebagai sukarelawan pengawas dan
pengendali api yang penuh risiko tidak digaji sama sekali. Keempat, kami ingin
mengangkat nama kampung yang sebelumnya seakan tidak ada dalam peta dan
tidak pernah diketahui orang. Oleh karenanya, kami merasa gembira melihat
adanya peluang untuk memperluas pekerjaan yang berkaitan dengan lingkungan
ini. Gagasan pengembangan ekowisata berbasis Sungai Rawa membuka peluang
untuk menjaga dan memanfaatkan lingkungan tetapi tidak secara destruktif,
sebagaimana telah kami upayakan di “Rumah Alam Bakau.” Kami siap
berkoordinasi dan bekerjasama dengan pihak-pihak yang setuju dan berkeinginan
membantu terwujudnya gagasan ini.
28
sendiri. Alangkah baik, apabila Pemerintah Kabupaten Siak dan juga perusahaan
memberikan dorongan dan bantuan kepada upaya menghidupkan “sekolah alam”
ini demi mempersiapkan generasi penerus yang lebih “sadar lingkungan.”
29
pemerintah yang bisa dishare kepada pihak-pihak di tingkat tapak seperti kami
dan juga kawan-kawan di Kampung rawa Mekar Jaya, sebaiknya dishare agar kami
tidak harus terus-menerus melaksanakan kerja sebagai sukarelawan.
30
“keseimbangan,” dalam arti “tidak menimbulkan kerusakan” dan bahkan
“memulihkan” tetapi sekaligus juga “menguntungkan” atau profitable. Diperlukan
kecermatan untuk melihat titik keseimbangan ini. Pemerintah Kabupaten Siak dan
juga masyarakat di tingkat tapak, khususnya di Kampung Rawa Mekar Jaya, jangan
sampai salah memahami visi dan misi dari ekowisata. Tidak ada ekowisata apabila
alam hanya dijadikan paket-paket komoditas yang mungkin memberikan
keuntungan finansial sesaat, tetapi mendorong terjadinya kehancuran ekosistem.
Jadi mohon dari awal ditegaskan bahwa “kesuksesan finansial” jangan dijadikan
tujuan dan juga ukuran keberhasilan dari penyelenggaraan ekowisata.
Perhatian tamu
undangan yang mewakili
para pihak terhadap
pemaparan oleh Ketua
Tim Studi
31
Diskusi yang
berlangsung sangat
interaktif setelah
pemaparan oleh Ketua
Tim Studi
32
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
HASIL PENGUMPULAN DATA EKOLOGI
Dari hasil pengukuran sejauh jarak sebagaimana disebutkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa lebar Sungai Rawa berkisar 14-43 m dengan lebar yang membesar ke arah hilir,
sedangkan ketinggian tebing berkisar 0,7-2,5 m dan kedalaman air berkisar 1,1-5,6 m
dengan kecenderungan tinggi tebing dan kedalaman air meningkat ke arah hilir.
Kecenderungan yang sama terlihat pada kecepatan arus air sungai di permukaan yang
berkisar 1-3,6 m/dt. Tiga parameter yang disebutkan terakhir, yaitu tinggi tebing,
kedalaman air dan kecepatan arus permukaan sangat dipengaruhi oleh irama pasang-
surut laut. Ketika laut pasang, air laut mendesak air tawar dari arah muara ke hulu.
1
Sejauh mana pengaruh pasang-surut laut belum diketahui, walaupun tampaknya
pengaruh air laut mencapai cukup jauh ke arah hulu. Menurut penuturan sejumlah
warga kampung yang berpengalaman di bidang perikanan sungai, pola pasang-surut
Sungai Rawa biasanya berupa dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24 jam.
Peristiwa pasang-surut ini bisa menciptakan perubahan pemandangan yang cukup
menyolok, karena aliran sungai menyusut hingga ke tengah alur dan mengungkapkan
bantaran lumpur yang lebar di kanan-kirinya. Penyusutan lebar aliran air ini bisa
mencapai 30-40% di bagian hilir dan 5-10% di bagian hulu.
Pemandangan di sebuah lokasi pada aliran Sungai Rawa pada saat air sedang surut yang
menampakkan bantaran lumpur di kiri-kanan aliran sungai yang tersisa
Selain dipengaruhi pasang-surut laut, kedalaman air Sungai Rawa juga sangat
dipengaruhi oleh volume curah hujan pada DAS-nya. Semakin besar volume ini, maka
dengan sendirinya volume air yang mengalir ke sungai ini juga besar, sehingga
kedalamannya bertambah. Curah hujan yang tinggi terjadi pada bulan Maret-April dan
September-Desember. Menurut penuturan warga Kampung rawa Mekar Jaya yang
memiliki pengalaman merimba di masa lalu (hingga sebelum tahun 2005), setiap tahun
secara alamiah terjadi luapan air Sungai Rawa. Luapan ini bisa menutupi bantaran
sungai selebar hingga 1000 m di kiri-kanan badan sungai, menciptakan rawa gambut
2
sedalam hingga sekitar 100 cm. Jadi kemungkinan, nama “Sungai Rawa” bersumber dari
karakteristik luapan dan penggenangan seperti in
ini.
3
tidak mungkin sama sekali. Oleh karenanya cukup menggembirakan bahwa dalam
perjalanan survei tidak banyak ditemukan tumbuhan ini pada aliran Sungai Rawa.
Spesies flora lain yang memiliki potensi sama dengan bakung air adalah pandan rasau
(Pandanus helicopus).
Spesies tumbuhan yang dijumpai tumbuh pada aliran dan tebing Sungai Rawa
Kehadiran paku piai (Acrostichum aureum), rumpun nipah (Nypa fructicans) dan pohon
beremban (Sonneratia caseolaris) menjadi indikator, sejauh mana air laut bisa
mendesak aliran Sungai dari arah muara ke arah hulu. Jadi kehadiran mereka tidak
merata di sepanjang aliran sungai ini, melainkan hanya sampai dimana pengaruh air
laut masih ada. Berbeda dari ketiga spesies tersebut di atas, kehadiran linau
(Cyrtostachys lakka) dan palas (Licuala paludosa) secara alamiah berada di bagian hulu
dari sungai gambut ini justru menjadi penciri dominannya pengaruh gambut.
Dari pengamatan yang telah dilakasanakan dapat diketahui bahwa terdapat bakung air
dan pandan rasau (Pandanus helicopus) di sejumlah lokasi. Hal ini perlu menjadi
4
perhatian mengingat keduanya memiliki potensi tumbuh secara invasif sehingga dapat
menyebabkan seluruh permukaan air sungai tertutupi. Pada tingkat ini, sungai tidak
akan dapat digunakan sebagai jalur perhubungan lagi karena terjadi kemampatan
(clogging).
Contoh kasus pertumbuhan bakung air (kiri) dan pandan rasau (kanan) yang
menyebabkan gangguan dayaguna sungai gambut sebagai jalur perhubungan (Sumber:
borneonews)
Pendataan spesies-spesies pohon yang dijumpai tumbuh di dekat tebing Sungai Rawa
mengungkapkan setidaknya ada 31 spesies pohon. Spesies pohon yang paling sering
dijumpai adalah mahang, yang setidaknya terdiri dari tiga spesies. Sebagai spesies
pohon pengawal (pioneer) mahang bisa tumbuh cepat membentuk kerumunan
(formation) setelah berbagai berbagai spesies pohon lain hilang.
Keanekaragaman flora, dalam hal ini yang berupa spesies pohon, yang tersisa pada
sempadan Sungai Rawa dapat dilihat di bagian hulu, mendekati pos-pos yang dikelola
oleh KPH Tasik Besar Serkap. Di bagian inilah masih terdapat forasi hutan rawa gambut
5
yang kondisinya masih cukup bagus, meskipun tidak begitu lebar (kemungkinan
berkisar 100-500 m). Di segmen sungai bagian ini, orang masih bisa menyaksikan
pohon-pohon berukuran besar seperti bengku (Madhuca sp.), durian hutan (Durio
lowii), kempas (Koompassia malaccense), meranti (Shorea spp.), mersawa (Vatica sp.),
parak dan sebagainya.
6
Belukar mahang yang membentuk vegetasi riparian Sungai Rawa yang paling dominan
a. Serangga
Serangga yang dijumpai di sepanjang aliran dan sempadan Sungai Rawa terdiri dari
spesies (Tabel 6). Jumlah ini kemungkinan hanya merupakan sebuah fragmen kecil dari
kekayaan spesies serangga yang sebenarnya ada di lingkungan ini.
7
10 Kupu-kupu Neptis hylas Kebun pemukiman, hutan
kepungan sialang
11 Kupu-kupu Graphium agamemnon Kebun pemukiman, hutan
kepungan sialang, hutan
tepi sungai (hulu) dan tepi
sungai
12 Kupu-kupu Graphium doson Kebun pemukiman, hutan
kepungan sialang, hutan
tepi sungai (hulu) dan tepi
sungai
13 Kupu-kupu Hypolimnas bolina Lingkungan pemukiman
14 Kupu-kupu Idea stoli Hutan kepungan sialang
dan hutan tepi sungai
(hulu)
15 Kupu-kupu Papilio memnon Kebun pemukiman
16 Kupu-kupu Vindula dejone Belukar dan tepi sungai
17 Lebah kelulut Heterotrigona itama Hutan kepungan sialang
hitam tepi sungai
18 Lebah sialang Apis dorsata Hutan kepungan sialang
19 Lebah yuan Apis cerana Kebun pemukiman
20 Ngiang-ngiang Cryptotympana diomedea Pemukiman dan pos
hijau penjagaan KPH
21 Penyengat Vespula vespa Belukar dan hutan tepi
sungai
22 Tawon kayu Xylocopa confusa Pemukiman, pondok
mandah Batang Wat
Serangga yang paling menarik yang ditemukan di lapangan antara lain berupa lebah
sialang (Apis dorsata) ang memiliki perilaku membangun sarang secara mengelompok
pada satu pohon besar yang disebut pohon sialang. Menurut penuturan warga yang
berprofesi sebagai pengambil madu lebah sialang, di sepanjang sempadan aliran Sungai
Rawa terdapat sekitar 30 pohon sialang, yang biasanya membentuk sistem vegetasi
yang disebut “kepungan sialang.” Vegetasi ini berupa satu atau beberapa pohon sialang
yang dikelilingi oleh pohon-pohon lain yang berukuran lebih kecil. Pohon sialang,
umumnya pulai rawa (Alstonia sp.) selalu berukuran besar dengan tinggi berkisar 40-50
m dengan diameter tajuk 30-40 m. Kepungan sialang beserta prosesi pengambilan
madu berpotensi menjadi suatu daya tarik ekowisata.
8
Salah satu contoh pohon sialang
dalam sebuah kepungan sialang
yang terdapat tak jauh dari tepi
Sungai Rawa. Pada lokasi yang
sama terdapat empat pohon lain.
b. Ikan
Spesies ikan yang dijumpai pada saat survei pengumpulan data terdiri dari 12 spesies.
Jumlah ini diyakini masih belum menunjukkan semua spesies yang sebenarnya ada.
Spesies ikan yang dijumpai dalam aliran Sungai Rawa dan lingkungan sekelilingnya
9
No. Nama Umum Nama Ilmiah Jenis Lingkungan
10 Tapah Wallago leri Aliran Sungai Rawa (hulu)
11 Toman Channa micropeltes Aliran Sungai Rawa (hulu)
12 Tuakang Helostoma temmincki Rawa, alur sungai, parit
c. Reptilia
Spesies reptilia yang dijumpai ada dua, yaitu biawak (Varanus salvator) dan buaya
muara (Crocodylus porosus). Biawak jauh lebih saring dijumpai dari pada buaya. Hewan
ini berkeliaran baik di tepi aliran Sungai Rawa maupun dalam belukar-belukar tepi jalan
desa yang tidak jauh dari pariit atau genangan rawa. Buaya di Sungai Rawa sebenarnya
terdiri dari dua spesies. Selain buaya katak, penduduk Rawa Mekar Jaya yang
berpenghidupan sebagai nelayan sungai menuturkan adanya buaya moncong panjang
atu sinyulong (Tomistoma schlegelii). Dalam hal ini, menurut penuturan mereka, buaya
katak lebih disegani karena kadang-kadang bersifat agresif. Meskipun demikian,
peluang untuk menjumpai keduanya saat ini sudah sangat kecil. Hal ini
mengindikasikan kalau populasi keduanya sangat kecil.
d. Burung
Keberadaan fauna burung sangat penting bagi sebuah kawasan ekowisata. Burung bisa
memberikan sensasi visual sekaligus auditoris. Para penggemar pengamatan burung
(birding) sering rela mengunjungi tempat-tempat terpencil agar bisa menemukan atau
melihat secara langsung spesies-spesies burung tertentu. Oleh karenanya, dalam
perjalanan yang telah dilakukan juga dilakukan pengamatan fauna burung yang ada di
sepanjang sempadan aliran Sungai Rawa. Dalam hal ini, telah dijumpai setidaknya 27
spesies. Jumlah ini diyakini masih belum menunjukkan semua spesies yang sebenarnya
ada.
10
8 Bubut alang-alang Centropus bengalensis Belukar tepi sungai
9 Bubut besar Centropus sinensis Belukar dan hutan tepi jalan
dan tepi sungai
10 Burung gereja Passer montanus Pemukiman tepi sungai
11 Cekakak belukar Halcyon smyrnensis Aliran Sungai Rawa
12 Cica daun Chloropsis cochinchinensis Hutan tepi sungai (hulu)
13 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Belukar tepi jalan dan sungai,
pemukiman
14 Cucak (merbah) Pycnonotus goiaver Belukar tepi jalan dan sungai,
pemukiman
15 Elang bondol Heliastur indus Belukar tepi sungai (hilir)
16 Elang brontok Spizaetus cirrhatus Hutan tepi sungai (hulu)
17 Gagak Corvus macrohynchos Kebun sawit, belukar dan
hutan tepi sungai
18 Jalak (kerak) kerbau Acridotheres javanicus Kebun pemukiman, kebun
sawit dan belukar tepi sungai
19 Kareo padi Amaurornis phoenicurus Belukar tepi jalan dan tepi
sungai
20 Kipasan belang Rhipidura javanica Belukar mahang tepi sungai
21 Kirik-kirik biru Merops viridis Belukar dan hutan tepi
sungai
22 Kokokan laut Butorides striatus Tepi sungai waktu surut
23 Kucica kampung Copsychus saularis Kebun pemukiman dan
kebun sawit tepi sungai
24 Layang-layang api Hirundo rustica Belukar tepi sungai
25 Mandar Gallinula sp.
26 Perenjak Jawa Prinia familiaris Kebun pemukiman dan
belukar tepi sungai
27 Perenjak perut Prinia flaviventris Belukar tepi sungai
kuning
28 Perkutut Geopelia striata Belukar tepi jalan dan tepi
sungai
29 Punai gading Treron vernans Belukar tepi jalan dan tepi
sungai
30 Puyuh batu Coturnix chinensis Belukar tepi jalan dan tepi
sungai
31 Srigunting batu Dricurus paradiseus Hutan tepi sungai (hulu)
32 Srigunting Sumatera Dricurus sumatranus Hutan tepi sungai (hulu)
33 Tekukur Streptopelia chinensis Kebun pemukiman dan
kebun sawit tepi sungai
34 Walet Collocalia sp. Pemukiman tepi sungai
(dekat rumah walet)
e. Mamalia
Jenis mamalia yang dijumpai pada saat survei pengumpulan data hanya terdiri dari tiga
spesies primata dan tiga spesies rodentia.
11
Spesies burung yang dijumpai di lingkungan sekeliling aliran Sungai Rawa
Diantara spesies-spesies mamalia yang ditemukan, yang paling umum adalah monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis), sedangkan yang paling langka ungko (Hyalobates
agilis). Di beberapa titik di tepi Sungai Rawa (koordinat terlampir) terdapat pohon-
pohon yang digunakan tempat rehat (roosting sites) oleh kedua spesies primata ini pada
sore hingga pagi hari.
Menurut penuturan warga Kampung Rawa Mekar Jaya yang cukup sering menjelajahi
Hutan Desa yang berada di sebelah hulu aliran Sungai Rawa, hingga saat ini sebenarnya
masih terdapat landak (Hystrix brachyurus), kancil (Tragulus javanicus), babi jenggot
(Sus barbatus), rusa (Cervus unicolor), kucing hutan (Felis bengalensis), beruang
(Helarctos malayanus), dan bahkan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dalam
hutan ini.
12