Anda di halaman 1dari 18

BAB I

STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Usia : 80 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Puro RT 1/ RW 7, Jawa Tengah
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Agama : Islam
Masuk RS : 27 Februari 2021
No CM : 24-72-50

2. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RS Sultan Fatah Karangawen Demak mengeluhkan nyeri perut kanan atas
sejak 6 hari SMRS. nyeri awalnya hilang timbul pada ulu hati, semakin lama semakin sering
timbul dan nyeri menjalar ke kanan atas, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri bertambah
jika bergerak, dan berkurang jika berbaring terlentang. Keluhan disertai mual tanpa muntah dan
badan terasa angetanget, BAB cair berwarna coklat kehitaman 1x sejak 2 hari terakhir,
sebelumnya pasien susah BAB selama 3 hari, BAK berwarna kuning, banyak dan lancar. Pasien
sebelumnya sudah dirawat selama 5 hari di RS sultan fatah dirujuk membutuhkan tindakan
operasi. Keluhan BAB seperti dempul (-), sesak napas (-), nyeri dada (-), batuk (-), pilek (-),
nyeri tenggorokan (-), gangguan penciuman/ perasa (-), kontak dengan penderita covid
disangkal, riwayat berpergian keluar kota disangkal. Kebiasaan sehari-hari pasien jarang
mengkonsumsi sayur, merokok, lebih suka yang bersantan dan makan tidak teratur jadwal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Hipertensi: Tidak diketahui
 Riwayat DM: Disangkal
 Riwayat Asma: Disangkal
 Riwayat Batuk lama : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluhan serupa disangkal
 Riwayat Hipertensi: Disangkal
 Riwayat DM: Disangkal
 Riwayat Asma: Disangkal

e. Riwayat Alergi
 Alergi obat disangkal
 Alergi makanan disangkal

f. Riwayat Pengobatan
RS sultan fatah 5 hari perawatan

g. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan


 Pekerjaan sehari-hari di sawah, setiap keluar rumah memakai masker
 Merokok (+)
 Minum alkohol disangkal
 Jarang olah raga

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum Tampak sakit sedang, lemas
Kesadaran Compos mentis (E4V5M6)
Vital sign Tekanan darah : 154/67 mmHg
Nadi : 69 kali/menit, reguler, isi dan tekanan cukup
RR : 20 kali/menit
Suhu : 36.7 ⁰C
SpO2 : 98 % room
Kepala dan Leher
Bentuk kepala Normocephali
Wajah Simetris, deformitas (-)
Mata Edema palpebra (-/-)
Conjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Leher Inspeksi: bentuk tidak nampak kelainan, deviasi trakea (-)
Palpasi: trakea teraba di garis tengah, pembesaran
limfonodi (-)
Thorax Pulmo
Inspeksi: bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, ketertinggalan gerak (-),
pernapasan
torakoabdominal, retraksi (-).
Palpasi: pengembangan dada simetris, stem fremitus simetris, nyeri (-).
Perkusi: sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi: suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing
-/-.
Cor
Inspeksi: tampak pulsasi di ictus cordis.
Palpasi: teraba ictus cordis di sic VI linea parastrenal kiri.
Perkusi: batas kanan bawah paru-jantung pada sic V line sternalis kanan,batas kanan atas paru-
jantung pada sic III line sternalis kanan. Batas kiri paru-jantung pada sic VI linea parasternal kiri,
batas atas kiri paru-jantung pada sic III linea parasternalis kiri.
Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen Inspeksi
Jejas (-), Simetris, tidak nampak distensi .
Auskultasi:Bising usus (+) normal 10 x/menit.
Perkusi :Timpani pada semua lapang perut, shfting dullness (-).
Palpasi:Supel, defans muskular (-), nyeri tekan (+) hipochondriaca dextra, murphy sign (+)
,hepar dan lien tak teraba.
Extremitas Inspeksi
Jejas (-), deformitas (-)
Palpasi Capillary refill time < 2 detik
Edema -/-/-/-, akral dingin -/-/-/-

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Lengkap
PEMERIKSAAN HASIL NILAI
RUJUKAN SATUAN
Hemoglobin 9.8 (L) 3,2-17,3 g/dL
Leukosit 10590 3800-10600 /mm3
Trombosit 408000 (H) 150000-400000 /mm3
Hematokrit 30.7 (L) 40-52 %
Eritrosit 3.40 4,4-5,9 Juta/mm3
Limfosit 7.5 25-40 %
Monosit 7.0 2-8 %
MCV 90.3 80-100 FI
MCH 29.0 26-34 Pg
MCHC 32.1 32-36 g/dL
Neutrofil 84.1 50-70 %
Basofil 0.2 0-1 %
Eosinofil 1.2 2-4 %
RDW 13.6 11.5-14.5 %
MPV 7.6 7.0-11.0 fL
Rapid Antigen SARS COV Negatif Negatif
Ureum 33.7 0-40 mg/dL
Kreatinin H. 1.8 0.5 -1.2 mg/dL
SGOT 19 <37 U/L
SGPT 26 9-43 U/L
Bilirubin Total 0.31 <1.1 mg/dL
Bilirubin Direk 0.20 <0.3 mg/dL
Bilirubin Indirek 0.11 <0.75 mg/dL
HbsAg Negatif Negatif
Serologi
IgM Thyphidot Positif Negatif
IgG Thyphidot Negatif Negatif
NLR : 11.21
ALC : 794,25

b. Foto Thoraks
Cor: CTR < 50% , Letak, bentuk dan ukuran normal
Pulmo: Corakan bronkovascular normal
Tak Tampak bercak pada paru.
Diafragma baik dan sinus costophrenikus lancip.
Tulang dan jar. lunak baik
Kesan:
Cor tidak membesar
Pulmo tak tampak kelainan
Tulang dan jar. lunak baik
c. EKG : Normo sinus rhytme

d. USG Abdomen :
- Hepar : ukuran normal, parenkim normal, tak tampak nodul, v. porta maupun v. hepatika tak
melebar, duktus biliaris intra dan ekstrahepatal tak melebar
- Vesika felea : ukuran normal, dinding menebal, tak tampak batu.
- Pankreas : parenkim homogen, tak tampak massa maupun kalsifikasi
- Ginjal kanan : bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak tampak penipisan
korteks, tak tampak batu, pielokaliks tak melebar.
- Ginjal kiri : bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak tampak penipisan
korteks, tak tampak batu, pielokaliks tak melebar
- Lien : ukuran normal, tak tampak massa
- Paraaorta : tak tampak nodul paraaorta
- Vesica urinaria : dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak tampak massa
- Tak tampak cairan bebas intraabdomen maupun supradiafragma kanan kiri.
Kesan :
- Cholecystitis, tak tampak cholecystolithiasis
- Tak tampak kelainan lain pada sonografi organ intraabdomen tersebut
5. ASSESMENT
Kolesistitis Akut
Hipertensi
6. PLAN
- Ip.Dx : S : nyeri perut kanan atas
O : murphy sign (+), USG abdomen : vesica felea dinding tebal, tak tampak batu.
- InTx :
1. Infus ringer laktat 20 tpm
2. Injeksi omeprazole 40 mg/24 jam
3. Injeksi ciprofloxacin 2 x 400 mg
4. Injeksi ondansetron 3 x 4 mg
5. Sucralfat sirup 3 x 1 cth
6. Parasetamol tab 500 mg/6 jam
7. Tindakan open cholecystectomy
- InMx :
Keadaan umum dan vital sign, status gizi
Perbaikan gejala
- InEx :
Pasien :
a. Tirah Baring
b. Evaluasi post laparotomy
c. Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakit dan prognosis
d. Menerapkan pola hidup sehat dan makanan bergizi
e. Keluarga :
a. Memakai masker
b. Memberikan informasi kepada keluarga mengenai penyakit dan prognosis
c. Kerjasama keluarga memberikan dukungan selama pengobatan.
d. Pola hidup sehat dan makan yang bergizi.

FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT PENATALAKSANAAN
27/02/2021 S : mengeluhkan nyeri perut kanan atas sejak 6 hari SMRS.
nyeri awalnya hilang timbul
pada ulu hati, semakin lama
semakin sering timbul dan
nyeri menjalar ke kanan atas,
nyeri dirasakan seperti ditusuktusuk,
nyeri bertambah jika
bergerak, dan berkurang jika
berbaring terlentang. Keluhan
disertai mual tanpa muntah dan
badan terasa anget-anget, BAB
cair berwarna coklat kehitaman
1x sejak 2 hari terakhir,
sebelumnya pasien susah BAB
selama 3 hari, BAK berwarna
kuning, banyak dan lancar.
O : A: clear , B: RR: 20x/mnt
SaO2: 98 % , C: TD: 154/67
mmHg, HR 69 x/mnt , T 36,7
C, D: GCS 15, E : jejas (-)
- KU : Tampak sakit sedang,
lemas, CM
- Kulit : Turgor kulit baik
- Kepala : mesosefal,
Conjungtiva anemis, Sklera
ikterik -/-
- Thorax : simetris , Retraksi
(-)
- Cor : Bunyi jantung I-II
reguler
- Pulmo : Paru suara dasar
vesikuler (+/+), Wheezing
(-), ronkhi -/-
- Abdomen : datar, supel,
bising usus 10x/m (+)
normal, nyeri tekan (+)
hipochondriaca dextra,
murphy sign (+)
- Ekstremitas : Akral hangat,
Nadi kuat, Edema -/-
P : Infus Ringer laktat 20 tpm,
Cek skrinning ( Cek dara rutin
dan Rapid Swab Antigen SARS
COV-2), Rawat inap, Rencana
open cholecytectomy dengan
dr. Johny syoeib, Sp.BD
Laboratorium
NLR : 11.21
ALC : 794,25
Hb : L. 9.8
AL :10590
Rapid Antigen SARS COV-2
Negatif
EKG : Normosinus Rhytme
A : Kolesistitis akut, hipertensi
27-02-2021
17.00 WIB
S : pasien post operasi, sadar,
flatus (-)
A : kolesistitis akut
P : Infus Ringer laktat 15 tpm,
Injeksi Metronidazole 3x 500
mg, Injeksi cefotaxim 3 x1 gr,
Injeksi omeprazole 40 mg x 2,
Injeksi metoclopramide 3x1,
Puasa sampai bising usus (+)
28-02-2021 S : nyeri perut post operasi,
flatus (+), mulut terasa pahit2,
BAK (+), BAB (-)
O : lemas, CM, TD : 170/70
mmHg,HR : 88 x/m, T : 38.4
C, Luka operasi terbalut kassa
kering, BU (+), NT pada luka
A : Post Cholecystectomy H-1
P : Infus Ringer laktat 15 tpm,
Injeksi Metronidazole 3x 500
mg, Injeksi cefotaxim 3 x1 gr,
Injeksi omeprazole 40 mg x 2,
Injeksi metoclopramide 3x1,
Parasetamol tab 500 mg x 3
01-03-2021 S : nyeri perut post operasi
mulai berkurang, flatus (+),
demam masih, BAK (+), BAB
(-)
O : baik, CM, TD : 150/75
mmHg,HR : 80 x/m, T : 36.1
C, Luka operasi terbalut kassa
kering, BU (+), NT pada luka
A : Post Cholecystectomy H-2
P : Infus Ringer laktat 15 tpm,
Injeksi Metronidazole 3x 500
mg, Injeksi cefotaxim 3 x1 gr,
Injeksi omeprazole 40 mg x 2,
Injeksi metoclopramide 3x1,
Parasetamol tab 500 mg x 3
02-03-2021 S : nyeri perut post operasi
masih, flatus (+), demam
masih, BAK (+), BAB (-)
O : baik, CM, TD : 174/78
mmHg,HR : 89 x/m, T : 37.5
C, Luka operasi terbalut kassa
kering, BU (+), NT pada luka
A : Post Cholecystectomy H-3
P : Infus Ringer laktat 15 tpm,
Injeksi Metronidazole 3x 500
mg, Injeksi cefotaxim 3 x1 gr,
Injeksi omeprazole 40 mg x 2,
Injeksi metoclopramide 3x1,
Parasetamol tab 500 mg x 3
Perawatan luka, ganti balut
03-03-2021 S : nyeri perut post operasi
masih sedikit, flatus (+), BAK
(+), BAB (-), sedikit mual
O : baik, CM, TD : 140/80
mmHg,HR : 75 x/m, T : 36.4
C, Luka operasi terbalut kassa
kering, BU (+), NT pada luka
A : Post Cholecystectomy H-4
- Aff infus dan drain
- Stop injeksi Metronidazole 3x
500 mg, Injeksi cefotaxim 3 x1
gr, Injeksi omeprazole 40 mg x
2, Injeksi metoclopramide 3x1,
BLPL
- dulcolax supp 5 mg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Cholecystitis merupakan inflamasi pada kandung empedu yang dapat berupaakut,kronik, atau
kronik eksaserbasi akut. Cholecystitis sangat erat kaitannya dengan pembentukan batu
empedu(cholecystolithiasis).Sekitar 90% kasus cholecystitis disertai dengan batu
empedu(calculouscholecystitis) dan 10% tidak disertai dengan batu empedu
(acalculouscholecystitis) (Kumar, Abbas, & Aster,2013;Bloom & Katz, 2016). Acute calculous
cholecystitis merupakan komplikasi dari cholecystolithiasis dan indikasi dilakukannya
emergency cholecystectomy,sedangkan acute acalculous cholecystitis hanya ditemukan pada
512% kasus pada pengangkatan kandung empedu, sama seperti acute cholecystitis,chronic
cholecystitis juga erat kaitannya dengan batu empedu, tetapi chronic cholecystitis juga dapat
disebabkanoleh mikroorganisme. Kultur mikroorganisme E. Coli dan Enterococcus didapatkan
pada sepertiga kasus (Kumar, Abbas, & Aster, 2013).
Cholecystitis dapat dipicu oleh tiga faktor: (1) inflamasi mekanik yang disebabkan peningkatan
tekanan intraluminal dan distensi yang menyebabkan iskemik mukosa dan dinding kandung
empedu, (2) Inflamasi kimia disebabkan pengeluaranlysolecithin, (3) inflamasi akibatbakteri
(Greenberger & Gustav Paumgartner, 2015). Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan
kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung
empedu. Penyebabutama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di
ductus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebanyak lima hingga
sepuluh persen kasus timbul tanpa adanya batu (kolesistitis akut akalkulus).1,4,5,6 Bagaimana
stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum jelas. Banyak faktor
yang berpengaruh terhadap timbulnya kondisi ini seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol,
lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh
reaksi inflamasi dan supurasi.

B. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko acalculous cholecystitis adalah stasis bilier, operasi mayor, trauma, pemberian
nutrisi parenteral jangka panjang, dan prolonged fasting. Selain itu dapat juga disebabkan oleh
sickle cell disease, infeksi Salmonella sp, diabetes melitus, dan penderita AIDS dengan
cytomegalovirus, cryptosporidiosis, ataumicro sporidiosis (Bloom & Katz, 2016).
Faktor risiko untuk calculous cholecystitis dapat dibagi menjadi nonmodifiable dan modifiable.
Faktor non-modifiable yaitu peningkatan usia, jenis kelamin perempuan, dan genetik. Faktor
risiko modifiable adalah obesitas, rapid weightloss, dan sedentary lifestyle. Faktor risiko mayor
pembentukan batu empedu dapat diringkaskan menjadi 5f (fair, female, fat, fertile, forty) (Stinton
& Shaffer, 2012;Bass, Gilani, & Walsh, 2012).

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala cholecystitisakut yaitu nyeri bilier yang terjadi lebih dari enam jam.Nyeri bilier yaitu rasa
nyeri right upper quadran (RUQ) hebat, dapat berupa kolik bilier ataupun nyeri menetap. Nyeri
bisa menjalar ke area interscapular, scapula dextra atau bahu. Dapat juga disertai febris, nausea,
dan leukositosis. Peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam darah pada kasus menunjukkan
suspek adanya batu pada ductus choledochus. Gejala cholecystitis kronik biasanya ditandai nyeri
berulang
menetap pada RUQ, dapat juga disertai nausea, vomitus, dan intoleransi makanan (khususnya
lemak) (Kumar, Abbas,&Aster, 2013;Greenberger & GustavPaumgartner,2015).

D. DIAGNOSIS
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) merupakan modalitas diagnostik utama dansangat dianjurkan.
USG sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar,
bentuk dan penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai
kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90%-95%. Gambaran USG pada kolesistitis akalkulus
dapat berupa (1) tidak ditemukan adanya batu dalam kandung empedu; (2) penebalan dinding
kandung empedu dengan atau tanpa cairan perikolesistik; dan (3) sonographic Murphy’s sign
positif yakni nyeri saat probe USG ditekan pada daerah kandung empedu. Foto polos abdomen
tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan
dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) dikarenakan terdapat kandungan kalsium
cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila
ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Pemeriksaan CT
scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses
perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. Diagnosis
banding untuk kolesistitis akalkulus yakni kolesistitis akut kalkulus, ulkus peptikum dengan atau
tanpa perforasi, kola-ngitis akut, pankreatitis akut, dan infark miokard akut.

E. KLASIFIKASI/DERAJAT STADIUM
1. Kolesistitis akut ringan (derajat 1) :
Pasien dengan inflamasi ringan pada kandung empedu, tanpa disertai disfungsi organ, dan
kolesistektomi dapat dilakukan dengan aman dan berisiko rendah. Pasien pada derajat ini tidak
memenuhi kriteria untuk kolesistitis sedang dan berat. 2. Kolesistitis akut sedang (derajat 2) :
Salah satu kriteria yang harus dipenuhi adalah a. Leukositosis , b. Massa teraba di abdomen
kuadran atas, c. Keluhan berlangsung lebih dari 72 jam , d. Inflamasi lokal yang jelas (peritonitis
bilier, abses perikolesistikus, abses hepar, kolesistitis gangrenosa, kolesistitis emfisematosa).
Derajat inflamasi akut pada stadium ini meningkatkan taraf kesulitan untuk dilakukan
kolesistektomi. Operasi laparoskopi sebaiknya dilakukan dalam waktu 96 jam setelah onset.
3. Kolesistitis akut berat (derajat 3) :
a. Disfungsi kardiovaskuler (hipotensi dilatasi dengan dopamin atau dobutamin)
b. Disfungsi neurologis (penurunan kesadaran).
c. Disfungsi pernapasan (rasio PaO2/FiO2 < 300).
d. Disfungsi renal (oliguria, kreatitin >2mg/dL).
e. Disfungsi hepar (PT-INR > 1,5).
f. Disfungsi hematologi (trombosit <100.000/ mm)

F. PATOGENESIS
Adanya masalah dislipidemia dari hasil pemeriksaan profil lipid pasien dimana kolesterol
total pasien ini adalah 240 mg/dL, juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya kolesistitis akut,
dimana disebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya kerusakan pada
lapisan mukosa dinding kandung empedu adalah kolesterol.
Patofisiologi terjadinya kolesistitis akalkulus akut umumnya dipengaruhi banyak hal dan belum
dimengerti sepenuhnya. Namun secara umum, terdapat tiga mekanisme yang dipikirkan
berkaitan dengan timbulnya kondisi ini yakni: (1) mediator inflamasi sistemik dan trauma, (2)
stasis bilier, dan (3) iskemia sistemik atau lokal pada kandung empedu.Secara patologis, dapat
ditemui jejas pada endotel, iskemi kandung empedu, dan stasis, yang mengakibatkan
terkonsentrasinya garamgaram empedu dan bahkan nekrosis pada jaringan kandung empedu.
Perforasi dinding kandung empedu dapat terjadi pada beberapa kasus. Pada beberapa kasus,
keterlibatan flora usus gram negatif dapat mencetuskan kondisi ini. Kolesistitis akalkulus akut
pernah dilaporkan dihubungkan dengan infeksi Salmonella typhoid, Staphylococcus, dan
Brucella sp. Pada pasien-pasien dengan SIDA, kolesistitis dihubungkan dengan adanya infeksi
cytomegalovirus dan cryptosporidium. Adanya iskemia sistemik ataupun lokal, kadang
dihubungkan dengan adanya kejadian vaskulitis pembuluh darah kecil (small vessel vasculitis).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari cholecystitisyaitu empiema kandung empedu, gangrene kandung empedu,
fistula pada organ terdekat (duodenum, gaster, colon,dinding abdomen,dan renal pelvis),
cholangitis, sepsis, pankreatitis, hepatitis,dan choledocholithiasis. Salah satu penatalaksanaan
untuk cholecystitis adalah cholecystectomy yaitu pengangkatan kandung empedu (Steel &
Sharma, 2015).

H. TATALAKSANA
Penatalaksanaan kolesistitis akut secara umum:
- Antibiotik harus diberikan untuk semua kasus, disesuaikan dengan derajat beratnya penyakit.
Pada insufisiensi ginjal, dosis antibiotik harus disesuaikan.
- Non-steroid anti-inflamatory drugs (NSAID) dapat diberikan untuk mengatasi nyeri. Salah satu
NSAID yang dapat dipilih adalah diclofenac atau indomethacin.
- Tata laksana umum lainnya termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan
rendah lemak.
Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis,
kolangitis, dan septikemia. Pasien dapat diberikan antibiotik sefalosporin generasi ketiga atau
keempat atau flurokuinolon, ditambah dengan metronidazole. Golongan ampisilin, sefalosporin
dan metronidazole cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada
kolesistitis akut sepeti E. coli, S. faecalis dan Klebsiella. Pemberian ketoprofen supp ditujukan
untuk mengatasi nyeri abdomen. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menganjurkan
kombinasi
pemberian sefalosporin generasi ketiga/empat ditambah dengan metronidazole untuk mencakupi
infeksi anaerob dan pemberian NSAID untuk mengatasi nyeri. Terapi definitif untuk kolesistitis
akut adalah kolesistektomi, selain tentunya pemberian antibiotik dan analgetik. Pada pasien sakit
kritis dengan kolesistitis akut akalkulus, kolesistektomi bukanlah terapi definitif.10 Penentuan
saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan. Apakah sebaiknya
dilakukan secepatnya (72 jam) atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan
umum pasien lebih baik. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan, timbulnya gangren dan
komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan, lama perawatan di rumah sakit dapat
lebih singkat dan biaya dapat ditekan.
Kepustakaan menyebutkan bahwa pada 50% kasus akan membaik tanpa keterlibatan intervensi
bedah. Secara klinis, setelah beberapa hari perawatan, pasien mengaku keluhan nyeri perut kanan
atas sudah jauh berkurang. Dari pemeriksaan darah tepi serial juga didapatkan perbaikan dimana
terjadi penurunan jumlah leukosit dan nilai CRP.
Saat ini telah dikembangkan teknik kolesistektomi laparoskopik yang lebih aman dibandingkan
terapi konservatif (kolesistektomi terbuka). Di departemen ilmu bedah digestif FKUI-RSCM,
kolesistektomi laparoskopi dilakukan dalam waktu kurang dari 72 jam setelah diagnosis awal
ditegakkan. Hal ini ditujukan untuk kasus kolesistitis akut derajat ringan dan sedang, sedangkan
untuk kasus berat, dilakukan kolesistektomi laparoskopi cito.Untuk kasus-kasus pasien dengan
kondisi kritis dan tidak stabil, tentunya tidak dapat dilakukan tindakan intervensi bedah. Pada
pasien dengan kondisi ini, dilakukan drainase kandung empedu dengan panduan alat radiologis
melalui kolesistostomi perkutan.

I. PROGNOSIS
Mortalitas pasien dengan kolesistitis akalkulus bergantung pada kondisi medis pasien, yakni
sekitar 90% pada pasien-pasien kritis atau hanya sekitar 10% pada kasus-kasus pasien rawat
jalan. Mortalitas juga dipengaruhi dengan kecepatan dilakukan diagnosis.

J. KESIMPULAN
Cholecystitis merupakan inflamasi pada kandung empedu yang dapat berupaakut,kronik, atau
kronik eksaserbasi akut. Cholecystitis sangat erat kaitannya dengan pembentukan batu empedu
(cholecystolithiasis).Sekitar 90% kasus cholecystitis disertai dengan batu empedu
(calculouscholecystitis) dan 10% tidak disertai dengan batu empedu (acalculouscholecystitis)
(Kumar, Abbas, & Aster,2013;Bloom & Katz, 2016). Cholecystitis dapat dipicu oleh tiga faktor:
(1) inflamasi mekanik yang disebabkan peningkatan tekanan intraluminal dan distensi yang
menyebabkan iskemik mukosa dan dinding kandung empedu, (2) Inflamasi kimia disebabkan
pengeluaranlysolecithin, (3) inflamasi akibatbakteri (Greenberger & Gustav Paumgartner, 2015).
Gejala cholecystitisakut yaitu nyeri bilier yang terjadi lebih dari enam jam.Nyeri bilier yaitu rasa
nyeri right upper quadran (RUQ) hebat, dapat berupa kolik bilier ataupun nyeri menetap. Nyeri
bisa menjalar ke area interscapular, scapula dextra atau bahu. Dapat juga disertai febris, nausea,
dan leukositosis Pemeriksaan ultrasonografi (USG) merupakan modalitas diagnostik utama dan
sangat dianjurkan. USG sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk
memperlihatkan besar, bentuk dan penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu
ekstra hepatic Penalaksanaan kolesistitis meliputi pemberian antibiotik, NSAID, nutrisi
parenteral, dan terapi definifnya dilakukan cholecystectomy untuk mencegah komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.

Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI; 2006. 477-8.

2. Afdhal HN. Acalculous cholecystitis. Uptodate. 2009


3. Bilhartz LE. Acute acalculous cholecystitis. Dalam: Feldman M, Scharschmidt BF, Sleisenger

MH, Fordtran JS, Zorab R, editor. Sleisenger and Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease:

Pathophysiology, diagnosis, and management. 6th ed. Washington: WB Saunders; 1998.

4. Barie PS, Eachempati SR. Acute acalculous cholecystitis. Curr Gastroenterol Rep 2003 Aug;

5(4): 302-9.

5. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts. Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL,

Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al., editor. Harrison's Principles of internal medicine.

New York: McGraw Hill Company; 2008.

6. Kolesistitis akut. Dalam Irawan C, Tarigan TEJ, Marbun MB, editor. Panduan tata laksana

kegawatdaruratan di bidang ilmu penyakit dalam – Internal medicine emergency life

support/IMELS. Jakarta: Interna Publishing. 58-620.Lane JD, Lomis N. Cholecystitis,

acalculous. Tersedia di http://emedicine.medscape.com/ article/365553- print.

7. Lesmana LA, Samosir DRS.Percutaneous cholecystostomi: cito or elective cholecystectomy.

Dalam: Hasan I, Loho IM, editor. Buku Proseding Simposium of Current Treatment in

Hepatobiliary Diseases and Workshops on Interventional Hepatology 2009. Jakarta: Divisi

Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2009: 1-3.

8. Lalisang TJM. Management of cholecystitis: cito or elective cholecystectomy. Dalam: Hasan

I, Loho IM, editor. Buku Proseding Simposium of Current Treatment in Hepatobiliary Diseases

and Workshops on Interventional Hepatology 2009. Jakarta: Divisi Hepatologi Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI; 2009: 27

Anda mungkin juga menyukai