Anda di halaman 1dari 17

KONDISI SOSIOEMOSIONAL PADA PENDERITA

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF

Karya Tulis Ilmiah

Oleh :

KURNIA ARMACHIKA MAYLASARI

11040120116

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2021
KONDISI SOSIOEMOSIONAL PADA PENDERITA

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF

Karya Tulis Ilmiah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Bahasa

Indonesia Yang Diampu Oleh Estri Kusumawati, M.Kes.

Oleh :

KIURNIA ARMACHIKA MAYLASARI

11040120116

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kondisi

Sosioemosional Pada Penderita Gangguan Skizoafektif”. Sholawat serta salam

semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menuntun

kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang.

Tujuan penulis membuat makalah ini agar dapat membantu menambah

wawasan kita untuk memahami tentang skizoafektif serta pengaruhnya pada

kondisi sosial dan emosi. Dan supaya pembaca bisa lebih peduli terhadap orang-

orang disekitar kita yang menderita gangguan mental.

Selama proses pembuatan proposal karya ilmiah ini dapat tersusun atas

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih sebesar-

besarnya kepada :

1. Dr. dr. Hj. Siti Nur Asiya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Psikologi dan

Kesehatan.

2. Dr. Abdul Muhid, M.Si selaku Wakil Dekan Satu Fakultas Psikologi dan

Kesehatan.

3. Dr. H. Munawir, M.Ag selaku Wakil Dekan Dua Fakultas Psikologi dan

Kesehatan.

4. Estri Kusumawati, M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah Bahasa Indonesia.

5. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan, motivasi serta doanya

bagi penulis.

iii
6. Teman-teman kelas G4.1 yang telah membantu penyusunan proposal

karya ilmiah ini.

Surabaya, Januari 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii

KATA PENGANTAR..........................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................4

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................4

D. Manfaat Penelitian........................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6

A. Pengertian skizoafektif dan Kondisi Sosioemosional Penderita

Skizoafektif...................................................................................................6

B. Hidup Dengan Gangguan Skizoafektif.........................................................8

C. Tipe Gangguan Skizoafektif.........................................................................9

D. Terapi Penyembuhan Pasien Gangguan Skizoafektif.................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai seorang mahasiswa psikologi kita harus bisa lebih peka dan

waspada terhadap keadaan orang-orang disekitar kita. Kita pasti pernah

menjumpai berbagai macam orang dengan permasalahan yang berbeda-beda,

bahkan seringkali kita sebagai mahasiswa psikologi dijadikan tempat curhat

oleh teman-teman kita atau orang terdekat kita. Namun, mirisnya masih

banyak mahasiswa psikologi yang memiliki jiwa kepedulian sosialnya rendah

sehingga, mereka mengabaikan orang-orang yang bercerita pada mereka. Kita

harus menyadari bahwa masing-masing dari kita pasti mempunyai masalah

kehidupan yang berbeda-beda (Supriyanto, 2019). Sebuah pemikiran yang

salah sering saya temui pada individu di mayarakat luas dan bahkan seorang

mahasiswa psikologi, banyak dari mereka yang berpikir bahwa masalah yang

dihadapi oleh seseorang itu tidak lebih berat dari dirinya sendiri. Sehingga,

keluarlah kalimat-kalimat yang menyakitkan dari mereka yang beranggapan

seperti ini. Memang benar bahwa kita ini mempunyai masalah hidup sendiri-

sendiri dan tentu saja ada masalah yang berat ada juga masalah yang ringan.

Sebagai manusia kita mempunyai kapasitas yang berbeda-beda untuk

menanggung beban masalah dalam hidup. Menurut seorang psikiater, seorang

manusia ada dua jenis ketika mereka menghadapi masalah. Pertama, orang

yang memiliki pertahanan mental yang kuat sehingga dirinya tidak mudah

mengalami stress ketika tertimpa masalah. Orang dengan kapasitas

1
2

pertahanan mental yang kuat ini mereka akan cenderung menganggap

masalah itu sebagai sesuatu yang tidak perlu diratapi dan bisa dicari jalan

keluarnya, pola pikir ini yang akhirnya menyebabkan mereka hidup lebih

bahagia. Kedua, orang dengan kapasitas pertahanan mental yang lemah.

Orang-orang ini selalu menganggap bahwa sebuah massalah itu selalu sulit

diselesaikan dan akhirnya akan berdampak pada kondisi psikologisnya dan

menghambatnya untuk menjadi bahagia.

Pada zaman yang terus berkembang seperti saat ini, kita sebagai

manusia juga akan selalu dihadapkan pada sebuah masalah dalam kehidupan.

Mulai dari masalah yang sebenarnya ringan hingga masalah yang memang

benar-benar berat untuk diselesaikan. Di berbagai negara masalah yang

biasanya terjadi adalah pengangguran yang disebabkan kurangnya kualitas

pendidikan hingga anak yang merasa tertekan karena selalu dituntut mennjadi

berprestasi oleh orang tuanya. Lebih parahnya lagi kebanyakan dari

masyarakat ini bersikap egois dan meremehkan masalah yang sedang

menimpa orang lain bahkan, di Indonesia sering ada orang yang berkata

bahwa orang yang stress atau depresi atau terkena gangguan jiwa adalah

orang yang kurang berdoa dan bersyukur. Padahal sejatinya stress atau

gangguan jiwa disebabkan oleh banyak faktor. Akhir-akhir ini stigma yang

berkembang di masyarakat juga menjadi semakin buruk dan meresahkan.

Hampir semua masyarakat yang masih awam pengetahuannya tentang

gangguan jiwa menganggap jika ada orang yang pergi meminta bantuan

profesional, misalnya psikolog atau psikiater dianggap orang gila. Padahal


3

justru stigma ini sangat salah, kita pergi ke psikolog atau psikiater itu untuk

meminta bantuan karena merasa diri ini tidak sanggup jika harus memendam

masalah sendirian.

Ada sebuah gangguan jiwa yang akhir-akhir ini menjadi sebuah isu,

terutama di Amerika. Namun, masih banyak orang yang belum

mengetahuinya. Gangguan jiwa ini adalah gangguan skizoafektif

(schizoaffective disorder). Skizoafektif adalah dua gangguan yang tergabung

menjadi satu, yaitu skizofrenia dan ganguan afektif. Di negara Amerika

sendiri cukup banyak masyarakat yang mengidap gangguan skizoafektif ini.

Menurut National Comorbidity Study, 66 orang skizofrenia didapati 81%

gangguan afektif (59% depresi dan 22% bipolar). Ada juga menurut National

Alliance on Mental Illness (NAMI) melaporkan hanya 3% dari populasi AS

atau 981.600 orang yang akan mendapatkannya atau mendapat gangguan

skizoafektif dalam hidupnya (Spicevicious, 2020). Gangguan skizoafektif ini

tidak selalu muncul pada diri seorang penderita. Maksudnya adalah gangguan

skizoafektif ini akan muncul jika ada pemicunya yang membuat penderita

menjadi sedih, marah, atau kesal. Berdasarkan penelitian oleh Pusat Informasi

Bioteknologi dan CBI Nasional melaporkan bahwa 50% orang yang

didiagnosis gangguan skizoafektif juga berjuang dengan beeberapa bentuk

depresi, diagnosis gangguan skizoafektif berarti seseorang yang didiagnosis

juga mengalami setidaknya gangguan halusinasi dan delusi (Spicevicious,

2020). Skizoafektif memang tidak menular dan terkadang tidak nampak,


4

namun kita tidak boleh meremehkannya. Jika ada orang-orang disekitar kita

membutuhkan bantuan maka, kita harus bersedia membantunya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana kondisi sosioemosional pada penderita gangguan skizoafektif?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisis kondisi sosioemosional penderita

skizoafektif.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua

pembaca pada bidang kesehatan mental atau bidang psikologi terkait dengan

pasien penderita gangguan skizoafektif. Sebagai penulis berharap agar

makalah ini dapat dibaca dan dipahami oleh berbagai macam masyarakat dari

berbagai golongan sehingga semua masyarakat bisa menumbuhkan sikap

peduli dan lebih waspada terhadap kesehatan mental atau psikologis. Dengan

adanya makalah ini penulis juga berharap supaya pembaca bisa menambah

wawasan pengetahuan mereka di bidang psikologi. Sebab, mempelajari ilmu

psikologi sangat penting untuk membantu kita mengatasi permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari. Teori-teori tentang ilmu psikologi pastinya akan tetap

berkembang selagi masih ada manusia yang hidup karena, kehidupan manusia

tidak akan pernah terlepas dari berbagai masalah yang menimpa. Maka dari

itu penulis mengharapkan makalah ini bisa memberikan manfaat dalam hal

penelitian ataupun pengembangan teori-teori psikologi kedepannya.


5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Skizoafektif Dan Kondisi Sosioemosional Penderita

Skizoafektif

Gangguan skizoafektif (schizoaffective disorder) merupakan suatu

gangguan psikologis pada individu. Skizoafektif ini berupa campuran

gangguan skizofrenia dan psikotik. Skizofrenia adalah suatu gangguan yang

mecakup semua gejala psikosis yaitu keadaan medis yang disebabkan karena

disfungsi otak. Psikosis digambarkan dengan kondisi mental seseorang

yang tidak ada hubungannya dengan realita dalam kehidupan. Mereka seperti

mendengar suara-suara yang sebenarnya tidak ada atau percaya pada hal-hal

yang tidak terbukti kebenarannya dan percaya pada hal-hal yang tidak bisa

dibuktikan kebenarannya (Wintari, 2020). Seorang individu yang mengalami

psikosis tidak bisa membedakan kenyataan dan khayalan, serta mereka

mungkin berperilaku yang bisa membahayakan dirinya tanpa menyadari

perilaku tersebut adalah hal yang tidak biasa. Episode psikosis melliputi dua

gejala, yaitu :

1. Gejala positif. Merupakan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan orang

lain karena, merupakan pengalaman abnormal yang seharusnya tidak

ditambahkan pada fungsi mental normal. Gejala positif meliputi

membayangkan atau melihat sesuatu tapi tidak ada objek yang sebenarnya

6
7

(halusinasi) dan keyakinan salah yang bertahan dalam jangka waktu lama

(delusi).

2. Gejala negatif. Merupakan hal-hal yang secara normal dilakukan atau

dipikirkan orang lain. Gejala negatif ini meliputi kehilangan minat

(anhedonia), tidak peduli apa yang terjadi pada hidupnya (apathy), serta

kurangnya emosi dan nada suara tumpul (afek dasar).

Ketika sesorang menderita psikosis, rasanya seperti kepalanya berada

dalam sebuah rumah hantu dan terjebak dalam lusinan hantu yang tak terduga

(Spicevicious, 2020). Kebanyaka skizoafektif berbeda dengan gangguan

psikotik lainnya sebab itu berarti seseorang yang hidup dengan skizoafektif

juga mengalami gangguan mood yang tidak stabil. Maka bisa disimpulkan

bahwa, gangguan skizoafektif adalah suatu gejala psikotik yang persisten

(menetap) dan terjadi bersama-sama dengan masalah mood disorder seperti

depresi, manik, atau episode campuran (Rades & Wulan, 2016). Untuk

beberapa waktu ketika mereka mengalami psikosis, perilaku yang tidak teratur

dan gejala-gejala serius karena obat-obatan serta gejala negatif yang

mengurangi motivasi untuk mencapai tujuan hidupnya. Diagnosis pada

gangguan skizoafektif dibuat apabila gejala-gejala definit adanya skizofrenia

dan gangguan afektif yang menonjol dalam waktu bersamaan. Diagnosa untuk

gangguan skizoafektif berdasarkan Diagnostic and Satistical Manual of

Mental Disorder (DSM-5) yaitu : periode penyakit tidak terputus yang

terdapat episode mayor mood (depresi mayor atau episode manik) dan gejala

yang memenuhi kriteria untuk episode mood. Gangguan skizoafektif tidak


8

disebabkan karena penggunaan obat-obatan terlarang (narkoba) atau kondisi

medis lainnya. Belum ada penyebab pasti seseorang menderita gangguan

skizoafektif. Namun, ada enam model konseptual yang telah diajukan (Jaya,

2019) :

1. Pasien skizofrenia yang memiliki gejala mood (afektif).

2. Pasien dengan gangguan mood (afektif) yang memiliki gangguan

skizofrenia.

3. Pasien dengan gangguan mood (afektif) dan skiizofrenia secara

bersamaan.

4. Pasien dengan suatu tipe psikosis ketiga yang tidak berhubungan dengan

skizofrenia maupun suatu gangguan mood.

5. Pasien yang gangguannya merupakan proses yang masih terus berlangsung

di antara skizofrenia dan gangguan mood.

6. Pasien dengan beberapa kombinasi dari poin 1-5.

B. Hidup Dengan Gangguan Skizoafektif

Ketika seorang individu menderita skizoafektif akan mengalami tahapan-

tahapan atau fase tertentu yang akan dihadapinya. Ada tiga fase penting

psikosis yang perlu kita ketahui (Spicevicious, 2020):

1. Fase satu (prodrome). Tanda-tanda awal psikosis ketika seseorang sedang

melewati fase prodromal kehidupan mereka mungkin mulai merasa sedikit

tidak nyaman atau sangat terngganggu. Karena, fase ini dimulai ketika

mereka mengalami kilas balik masalah depresi, insomnia, kecemasan, dan

saat mereka mulai menjauh dari keluarganya maupun teman-temannya.


9

2. Fase kedua (akut). Orang dengan gangguan skizofrenia pada tahap ini akan

mengalami halusinasi yang sangat mengganggu, delusi, dan pemikiran

membingungkan. Orang yang menderita gangguan skizoafektif akan jatuh

sepenuhnya dari kenyataan. Selama berada pada fase akut yang mungkin

trelihat adalah rasa ketertarikan total pada agama serta mengira orang lain

keluar untuk membuat mereka mendengar suara-suara yang mengatakan

bahwa mereka orang yang tidak baik. Berbicara dengan orang atau roh

disana atau berpikir bahwa malaikat atau setan memanggil mereka.

3. Fase terakhir adalah ketika penderita skizoafektif benar benar melihat

cahaya di ujung terowongan.

C. Tipe Gangguan Skizoafektif

Penderita gangguan skizoafektif memiliki keadaan emosional yang sering

berubah-ubah dengan drastis dan tiba-tiba. Jenis perubahan kondisi

sosioemosional yang terjadi pada mereka tergantung dari dua jenis gangguan

skizoafektif manakah orang tersebut telah didiagnosis, dengan bipolar atau

depresif. Skizoafektf tipe bipolar muncul berupa episode manik dan depresi.

Seseorang yang menderita gangguan skizoafektif akan mengalami mania atua

depresi berat yang dramatis. Kondisi mania ditandai dengan peningkatan

energi atau hiperaktif, suka dengan kemegahan, insomnia, dan berperilaku

ceroboh. Hal ini mungkin muncul sebaagai perilaku membentak orang lain

karena tidak dapat duduk dengan diam dan mereka dengan gangguan

skizoafektif percaya bahwa seseorang yang mereka lihat adalah sosok yang

tidak nyata atau terkenal serta menghabiskan semua uang yang mereka miliki.
10

Selama dalam fase manik penderita skizoafektif akan rentan merasakan

kelesuan dan berperilaku sangat ceroboh dengan meningkatkan efek psikosis.

Pada tipe depresif pasien skizoafektif menghadirkan psikosis dengan episode

depresi tetapi tidak ada gejala mania. Episode depresi sering muncul sebagai

bentuk perasaan putus asa, penurunan kemampuan, tidak berenergi, masalah

konsentrasi, dan mungkin penurunan dalam menjaga kebersihan. Adanya

tantangan berupa gejala gangguan mood membuat individu yang hidup

dengan salah satu tipe gangguan skizoafektif lebih rentan terisolasi karena,

mendorong orang lain menjauhinya dengan perubahan suasana hati dan

depresi yang mendalam. Hal ini berarti mereka akan lebih rentan terhadap

penyalahgunaan obat-obatan berbahaya dan mempunyai pikiran untuk bunuh

diri.

D. Terapi Penyembuhan Pasien Gangguan Skizoafektif

Penatalaksanaan gangguan skizoafektif tergantung pada tipe gangguannya

maka, model terapi yang digunakan untuk masing-masing tipe berbeda. Ada

tiga model terapi yang umumnya digunakan oleh para psikiater atau psikolog

(Supriyanto, 2019).

1. Psikoterapi

Pasien-pasien dengan gejala psikotik seperti pasien dengan gangguan

skizoafektif umumnya yang mempunyai masalah interaksi sosial karena

gejala negatif yang diderita dan kepatuhan minum obat. Psikoterapi

suportif, psikoedukasi, dan cognitive behavioral therapy (CBT)

merupakan psikoterapi yang dapat digunakan untuk mengatasi dan


11

menyembuhkan skizoafektif. Selain itu, psikoedukasi dan peran keluarga

juga perlu untuk dilakukan. Pada sebuah penelitian bahwa dengan terapi

CBT ternyata menurunkan kecemasan dan gejala psikotik pada paisen,

tetapi bisa membuat pasien lebih adaptif dengan gejala psikotiknya.

2. Medikamentosa

Obat yang umumnya digunakan dalam terapi ini adalah :

a. Antipsikotik

Antipsikotik yang telah disetujui untuk digunakan pada pasien

skizoafektif adalah paliperidone yang bisa digunakan untuk

penanganan akut maupun tidak. Adanya kekambuhan bisa

disebabkan karena ketidakpatuhan dalam menjalani terapi.

b. Antidepresan

Antidepresan yang direkomendasikan untuk terapi pasien

skizoafektif adalah golongan serotonin selective reuptake inhibitor

(SSRI), yaitu setraline, fluoxetin, paroxetine, fluvoxamine,

citalopram, escitalopram. Obat –bat ini bekerja dengan cara

menyeimbangkan kandungan neurotransmiter dalam otak, sehingga

bisa meredakan keluhan depresi serta membantu memperaiki

suasana hati dan emosi.

3. Pelatihan ketrampilan hidup. Mempelajari ketrampilan sosial dapat

membanu menurunkan rasa terasing pasien serta meningkatkan kualitas

hidupnya.
12

DAFTAR PUSTAKA

Jaya, A. M. (2019). Skizoafektif tipe mania.

http://jurnal.fk.umi.ac.id/index.php/umimedicaljournal

Rades, M., & Wulan, A. J. (2016). Skizoafektif Tipe Campuran Schizoaffective

Disorder Mixed Type. 5 No 2, 58–62.

Spicevicious. (2020). schizoaffective disorder? what is it?

Supriyanto, I. (2019). penatalaksanaan gangguan skizoafektif.

https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-

skizoafektif/penatalaksanaan

Wintari, S. T. (2020). Studi Kasus Dinamika Psikologis dengan Gangguan Mental

Psikotik Skizoafektif. Psyche 165 Journal, 13(1), 114–120.

https://doi.org/10.29165/psikologi.v13i1.1215

Anda mungkin juga menyukai