Anda di halaman 1dari 11

TUGAS BESAR 1

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Dosen: Muhammad Fazlurrahman Anshar, S.Kom.i., M.A

DISUSUN OLEH:

FARRAS ANASSALWA NURWAHID (41520010154)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS ILMU KOMPUTER


UNIVERSITAS MERCU BUANA
1. Jelaskan pendapat anda mengenai kisah K.H.Ahmad Dahlan dalam
mengimplementasikan kesholehan sosial ! Bagaimana cara Anda bercermin dari kisah
beliau dalam mengaplikasikan kesholehan individual dan sosial !

Agama merupakan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.1 Agama adalah sebuah tuntunan
manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Di dalam agama, manusia
diwajibkan untuk menjaga hubungannya dengan Tuhan (hablun minallah), semesta (hablun
minal ‘alam) dan manusia lainnnya (hablun minannas). Oleh karena itu, agama tidak hanya
berbicara seputar ritual ibadah seorang manusia dengan Tuhannya, tetapi juga berbicara
tentang hubungan seorang manusia dengan masyarakat (mu’amalah) dan lingkungan di
sekitarnya (al-Biah).

Perilaku seorang manusia baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya
mencerminkan kualitas keimanan dari manusia tersebut. Maka dari itu, ketaatannya dalam
beragama (beriman) dapat dinilai dari keshalehan sosialnya.

“Kesalehan Sosial” menunjuk pada perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-
nilai islami, yang bersifat sosial. Bersikap santun pada orang lain, suka menolong, sangat
concern terhadap masalah-masalah ummat, memperhatikan dan menghargai hak sesama;
mampu berpikir berdasarkan perspektif orang lain, mampu berempati, artinya mampu
merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan seterusnya. Kesalehan sosial dengan demikian
adalah suatu bentuk kesalehan yang tak cuma ditandai oleh rukuk dan sujud, puasa, haji
melainkan juga ditandai oleh seberapa besar seseorang memiliki kepekaan sosial dan berbuat
kebaikan untuk orang-orang di sekitarnya. Sehingga orang merasa nyaman, damai, dan
tentram berinteraksi dan bekerjasama dan bergaul dengannya.2

Meski demikian, tak jarang pula seseorang lebih mementingkan keshalehan individual yang
kadang disebut juga dengan keshalehan ritual, yaitu kesalehan yang hanya mementingkan
ibadah yang semata-mata berhubungan dengan Tuhan dan kepentingan diri sendiri.3 Padahal,
dalam ibadah, jika ibadah sosial dan ibadah individual sama-sama hukumnya sunnah, Nabi
1
Pengertian agama menurut KBBI (daring).
2
Keshalehan sosial oleh Dr. Helmiati Wakil Rektor I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3
Keshalehan individual oleh Dr. Helmiati Wakil Rektor I UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Muhammad SAW akan memprioritaskan ibadah sosial. Nabi Muhammad SAW lebih
memprioritaskan ibadah sosial karena ibadah sosial merupakan ibadah yang pahalanya jauh
lebih besar dan berkelanjutan jika dibandingkan dengan ibadah individual yang manfaatnya
hanya sementara saja.

Oleh karena itu, kualitas keimanan dan ketaatan seseorang tidak dapat diukur hanya dari
ibadah individualnya saja, seperti shalat, puasa dan berhaji, tetapi juga diukur dari nilai-nilai
dan perilaku sosialnya. Nilai-nilai dan perilaku sosialnya dapat berupa kasih sayang terhadap
sesama, menghargai hak orang lain, santun dan harmonis dengan orang lain serta memberi
dan membantu sesama seperti yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan.

K.H Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis ini merupakan seorang pelopor sebuah gerakan
kebangkitan ummat Islam di tanah air dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya.
Menurut M. Amien Abdullah, Muhammadiyah sejak awal didirikan, telah memerankan diri
sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NonGovernmental Organization (NGO)
yang terus terlibat aktif dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di bidang
sosial, budaya, pendidikan, pelayanan kesehatan, ekonomi, dan lain-lain secara mandiri
sambil bekerja sama dengan pemerintah.4

Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan Islam modernis yang melakukan pemurnian


sekaligus pembaruan Islam menurut tuntunan Al-Qur’an dan Hadist terbesar di Indonesia.
Dengan berdirinya Muhammadiyah, berdirilah pula banyak rumah sakit, panti asuhan,
madrasah dan lain-lain di Indonesia. Hal tersebut tentunya sangat dirasakan manfaatnya bagi
rakyat Indonesia kala itu.

Pengimplementasian kesholehan individual yang ditransformasikan ke dalam keshalehan


sosial yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah
merupakan suatu hal yang dapat menjadi contoh bagi diri kita masing-masing. Beberapa hal
yang dapat dicontoh dari kesholehan sosial dan individual yang beliau lakukan, yaitu
memiliki niat dan semangat yang kuat dalam melakukan pebaruan untuk menjadi lebih baik,
kegigihan beliau dalam menuntut ilmu agama dan beribadah dengan baik, keberanian dan
sikap pantang menyerah beliau dalam mengahadapi segala penolakan dan ancaman
pembunuhan dalam mendirikan Muhammadiyah serta menindaklanjuti gagasan pikiran yang

4
M. Amin Abdullah, “Muhammadiyah’s Experience in Promoting A Civil Society”, dalam Profetika,
Jurnal Studi Islam, Vol. 2, No. 1 Januari 2000. Surakarta: Program Magister Studi Islam Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
ada untuk menjadi sebuah pergerakan nyata yang konkrit dalam memberikan manfaat bagi
sekitarnya.

K.H. Ahmad Dahlan menjadi sosok figur hebat bagi saya pribadi sebagai pelajar, tepatnya
sebagai mahasiswa. K.H. Ahmad Dahlan menjadi sebuah bukti nyata, bahwa tanda orang
yang berilmu bukan hanya dari apa yang tertulis di atas selembar ijazah, tetapi tanda orang
yang berilmu yaitu merasa tercerahkan atas ilmu yang ia dapat. Hal ini sangat tercerminkan
dari pribadi seorang K.H. Ahmad Dahlan. Beliau belajar, bahkan bukan dari pendidikan
formal, beliau berdoa dan beribadah kepada Allah SWT kemudian berusaha untuk
mencerahkan orang-orang di sekitarnya, bahkan dalam konteks ini beliau telah mencerahkan
seluruh penduduk negeri Indonesia, termasuk kita semua.
2. a) Jelaskanlah apa Pengertian iman dan tanda-tandanya !
b) Sebutkan dan jelaskan karakter orang-orang yang beriman !
c) Jelaskan Pendapatmu mengapa Abu Bakar melalui salah satu kisah tersebut dikatakan
orang yang beriman !

a) Iman merupakan ketetapan hati, keteguhan batin dan keseimbangan batin . Iman dapat
pula diartikan sebagai kepercayaan (yang berkenaan dengan agama).5

Iman itu berupa pembenaran hati, artinya hati menerima semua ajaran yang dibawa
oleh Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam. ‘Pengakuan dengan lisan’ artinya
mengucapkan dua kalimat syahadat ‘asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna
Muhammadar rasulullah’. Sedangkan, ‘perbuatan dengan anggota badan’ artinya amal
hati yang berupa keyakinan-keyakinan dan beramal dengan anggota badan yang
lainnya dengan melakukan ibadah-ibadah sesuai dengan kemampuannya.6

Dengan demikian, beriman berarti mempercayai (membenarkan, meyakini) Allah


dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengerjakan dengan perbuatan atas
segala apa yang datang dari Allah sebagai wahyu melalui rasul-rasul Allah. Lalu,
bagaimana seseorang dapat dikatakan beriman pada Allah?

Pertama, orang yang beriman memiliki rasa takut terhadap Allah. Ia tidak akan berani
melaggar apapun larangan Allah dan akan selalu berusaha untuk mentaati segala
perintah-Nya. Lalu, apabila Al-Qur’an dibacakan, ia senang mendengarnya. Tak
hanya senang, tetapi keimanan dalam hatinya juga semakin bertambah ketika
mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an. Kedua tanda tersebut telah dijelaskan
sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Anfal ayat 2, yang artinya: “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman adalah mereka yang bila disebut nama Allah Subhanahu
Wata’ala gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.”

Orang yang beriman juga menjauhkan dirinya dari perbuatan yang sia-sia dan tidak
memiliki manfaat. Ia sibuk beribadah dengan khusyuk yang akan menambah
keimanannya pada Allah. Hal ini terdapat dalam Q.S. Al-Mukminun ayat 2 dan 3.

5
Pengertian iman menurut KBBI (daring).
6
Lihat Kitab At Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9.
Selain itu, orang yang beriman selalu bertawakkal kepada Allah (Q.S. Al-Maidah ayat
23), memiliki sifat yang sabar (Q.S. Al-Baqarah ayat 117) dan selalu bersyukur atas
nikmat yang telah diberikan-Nya (Q.S. Luqman ayat 12).

b) Karakteristik orang yang beriman telah dijelaskan di dalam Al-Quran sebagai berikut:
 Ia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya terhadap anak, isteri, harta
benda dan segalanya. (Q.S. At-Taubah ayat 24)
 Orang yang beriman tidak akan izin untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan
diri mereka. (Q.S. At-Taubah ayat 44-46)
 Dalam menyelesaikan suatu persoalan, orang yang beriman akan menjadikan
Rasul sebagai hakimnya. (Q.S. An-Nisa ayat65)
 Ia selalu mendengar dan taat jika Allah dan Rasul-Nya memanggilnya untuk
melaksanakan suatu perbuatan. (Q.S. An-Nur ayat 51)
 Orang yang beriman memiliki iman yang teguh, tidak ada keraguan sedikit pun
dan membuktikan keimanannya dengan berjihad di jalan Allah baik dengan harta
maupun jiwanya. (Q.S. Al-Hujurat ayat 15)
 Orang yang beriman tentunya mencintai Allah dan Rasul-Nya. Tak hanya itu, ia
juga bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim namun tegas kepada kaum
kafir. (Q.S. Al-Maidah ayat 54)
 Ia tidak mempunyai pilihan lain terhadap apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan
Rasul-Nya, kecuali taat, tunduk, patuh dan berserah diri kepada-Nya. (Q.S. Al-
Ahzab ayat 36)

c) Abu bakar merupakan orang terdekat Rasulullah. Abu bakar selalu mempercayai
segala perkataan yang dilontarkan utusan Allah, Nabi Muhammad SAW. Puncaknya,
ketika ia menjadi buah bibir di Makkah kala itu. Ketika itu, Rasulullah bercerita
tentang perjalanan luar biasanya, Isra Mi’raj, pada para sahabat. Mendengar cerita
Rasulullah tersebut, sontak Rasulullah mendapat cemoohan dari orang-orang. Abu
Jahal salah satunya.

Namun, berberda dengan Abu Bakar, beliau tidak pernah meragukan sedikit pun apa
yang dikatakan Rasulullah, beliau yakin dan percaya bahwa yang dikatakan
Rasulullah benar adanya. Beliau merupakan orang pertama yang paling awal
mempercayai dan mengakui kebenaran dari Rasulullah.
Keyakinan dan kepercayaan Abu Bakar pada berita dan perkataan apapun yang
disampaikan Rasulullah merupakan bukti keimanan Abu Bakar pada Allah dan Rasul-
Nya. Keimanan yang Abu Bakar miliki inilah yang membuat beliau dikatakan sebagai
orang yang beriman. Kemudian, atas sikap Abu Bakar itulah Rasulullah SAW
memberi gelar Ash-Shiddiq pada Abu Bakar.
3. Jelaskan Pendapat Anda mengenai akhlak islami yang dimiliki oleh Nabi Muhammad
Shalallahu alaihi Wasallam melalui kisah di atas ! Bagaimana Cara Anda
mengaplikasikan cerminan akhlak islami Nabi Muhammad Shalallahu alaihi Wasallam
dalam kehidupan!

Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab yang sudah meng-Indonesia dan merupakan
jamak taksir dari kata khuluq, yang berarti tungkah laku, budi pekerti, tingkah laku atau
tabiat.7 Akhlak kadang juga diartikan syakhsiyyah yang memiliki arti lebih dekat dengan
personality atau kepribadian.

Para ahli bahasa mengartikan akhlak dengan istilah watak, tabi’at, kebiasaan, perangai
dan aturan.8 Sedangkan, menurut para ahli ilmu akhlak, akhlak adalah suatu keadaan jiwa
seseorang yang menimbulkan terjadinya perbuatan-perbuatan seseorang dengan mudah.
Dengan demikian, bilamana perbuatan, sikap dan pemikiran seseorang itu baik, niscaya
ia memiliki jiwa yang baik juga.9

Sedangkan, Islam berasal dari bahasa Arab, salam, yang artinya selamat, aman sentosa,
sejahtera, yaitu aturan hidup yang dapat menyelamatkan manusia baik di dunia maupun
di akhirat.10 Islam menurut istilah mengacu pada agama yang bersumber pada wahyu
yang datang dari Allah SWT, bukan manusia.11

Dengan demikian, akhlak islami (dapat dikatakan sebagai akhlak yang islami) adalah
akhlak yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Akhlak Rasulullah,
sebagaimana dinyatakan Aisyah dalam HR Muslim adalah “akhlak Rasulullah SAW
adalah Al-Qur’an”. Maka dari itu, setiap umat islam diharapkan dapat membaca,
memahami dan akhirnya melaksanakan apa saja yang menjadi kaidah akhlak yang sudah
ditetapkan di dalam Al-Qur’an.

Dari kisah tersebut, telihatlah betapa mulianya akhlak Rasulullah, hidup dalam
kesederhanaan tidak membuatnya hina. Rasulullah sangat patut dijadikan suri tauladan.

7
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir; Arab-Indonesia Terlengkap, Cet-25, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 2002), hal. 364.
8
Aminuddin, Membangun Karakter Dan Kepribadian Melalui Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2006), hal. 93.
9
M. Mayhur Amin, dkk. Aqidah dan Akhlak, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1996), Cetakan Ke-3, hal.
47.
10
Abdullah, M. Yatimin. Studi Islam Komtemporer. (Jakarta: AMZAH, 2006) hal. 6.
11
Ibid hal. 7
Rasulullah dalam hidupnya senantiasa bersikap sabar menghadapi kekasaran orang lain
terhadap beliau. Caci maki, hinaan bahkan difitnah oleh orang lain tak pernah membuat
Rasulullah berniat sedikit pun untuk membalasnya. Justru, beliau tetap berbuat baik dan
lembut terhadap orang yang telah mencaci maki beliau. Tak pernah berkurang sedikit
pun kasih sayang beliau pada orang lain walau dicaci dan dihinakan.

Maka dari itu, sudah sepatutnya kita semua meneladani akhlak Rasulullah, seperti
menghormati dan menyayangi orang lain, memberi makan fakir miskin dan tidak marah
walau dicaci. Saat orang lain membenci, menghina, merendahkan dan mencaci kita,
tidaklah perlu kita balas dengan kebencian juga. Cukuplah membalasnya dengan
kebaikan.

Saat terjadi perselisihan pun kita tidak perlu beradu mulut bahkan beradu tinju. Hal
tersebut sangatlah bertolak belakang dengan akhlak Rasul. Kita juga tak perlu
meninggikan suara, karena Rasulullah pun tak pernah berbicara dengan nada yang lebih
tinggi daripada lawan bicaranya.

Kemudian, sebagaimana diriwayatkan, orang yang paling kuat adalah orang yang mampu
menahan amarahnya, “”Siapakah orang yang kalian anggap perkasa?” Kami menjawab:
“Orang-orang yang tidak bisa dikalahkan oleh siapapun.” Nabi SAW bersabda, “Bukan
itu, tetapi orang-orang yang dapat mengendalikan dirinya pada saat marah.”” (HR.
Muslim)

Bagaimanapun juga, mengendalikan emosi tidaklah semudah mengembalikan telapak


tangan. Namun, sebagai seorang manusia tentunya kita diwajibkan untuk terus
berusahakah dalam mengendalikan emosi. Lalu, bagaimana cara mengendalikan diri saat
sedang marah?

Menurut Islam, tips pertama dalam merendahkan amarah yaitu dengan berwudhu.
Kemudian, perbanyak dzikir dan memohon perlindungan Allah serta mendirikan shalat
sunnah. Selain itu, cobalah untuk mengambil posisi lebih rendah, seperti duduk atau
tiduran. Jangan lupa untuk tetap menajaga ucapan atau lebih baik untuk diam saja saat
sedang marah, seperti yang dilakukan Rasulullah.
4. a) Mengapa secara obyektif tenaga profesional yang taat beragama lebih menguntungkan
perusahaan baik dari segi produktivitas atau dari segi pengamanan dari segala macam
bentuk penipuan ? Setelah membaca kisah di atas, maka bagaimana seharusnya etos
kerja seorang muslim !

Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial.12 Etos juga dapat
berarti sebagai suatu yang diyakini, cara berbuat, sikap, serta persepsi terhadap nilai
bekerja. Jadi etos memilki pengartian sebangai jiwa khas suatu bangsa, sikap yang
mendasar terhadap diri, semangat kerja yang menjadi ciri khas keyakinan manusia, usaha
komersial yang dianggap sebagai keharusan demi kelangsungan hidup, atau suatu yang
terikat dalam diri berdasarkan nilai agama yang bersifat sakral.13

Sedangkan, kerja berarti kegiatan melakukan sesuatu atau yang dilakukan (diperbuat). 14
Adapun pengertian etos kerja sebagai totalitas kepribadian diri seseorang serta cara
mengekpesikan, memandang, meyakini dan memberikan makna pada suatu, yang
mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola
hubungan antara manusia dengan tuhannya dan antara manusia dan mahluk lainnya dapat
menjalin dengan baik. Etos kerja dapat diartikan sebagai sikap dan pandangan terhadap
kerja, kebiasaan kerja, ciri-ciri atau sifat-sifat menganai cara kerja yang dimiliki seorang,
suatu kelompok manusia atau bangsa.15

Etos kerja dalam sistem nilai ajaran Islam sesungguhnya merupakan implementasi
konkret atau buah dari suatu kepercayaan seorang Muslim. Bekerja mempunyai kaitan
langsung dengan tujuan hidup. Dengan artian, untuk memperoleh keridhaan Allah SWT,
kita juga harus melakukan kerja (amal shalih). Konsep Islam bukan saja telah
menempatkan etos kerja (amal shalih) pada tempat yang terhormat. Namun lebih dari itu,
kerja dalam sistem nilai Islam merupakan ibadah dan merupakan panggilan untuk
menjadi manusia pilihan.16

12
Pengertian etos menurut KBBI (daring).
13
Hasanah, ST Maisatul. 2018. “Pengaruh Nilai-Nilai Religiusitas Dalam Islam Terhadap Etos Kerja
Pedagang Madura Di Pasar Wonokromo Surabaya”. Skripsi. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Jurusan Studi Agama-Agama. Universitas Negeri Sunan Ampel, Surabayakripsi.
14
Pengertian kerja menurut KBBI (daring).
15
Hendraswati. Etos Kerja Pedagang Perempuan Pasar Terapung Lok Baitan di Sungai
Martapura, dalam Jurnal pendidikan dan kebudayaan, Vol 1 no 1 April 2016. Hal.100-101.
16
Sadanto, Wacana Islam Proresif, (Yogyakarta: IRCiSoD,2014),192-193
Lalu, mengapa secara obyektif tenaga profesional yang taat beragama lebih
menguntungkan perusahaan baik dari segi produktivitas atau dari segi pengamanan dari
segala macam bentuk penipuan? Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, etos kerja
dalam sistem ajaran Islam (atau dalam konteks ini orang yang taat beragama)
sesungguhnya merupakan implementasi konkret atau buah dari suatu kepercayaan
seorang muslim itu sendiri.

Dengan kata lain, seorang muslim (atau dalam konteks ini orang yang taat beragama)
tidak akan bekerja hanya sekedar untuk mendapat gaji, menjaga gengsi atau agar tidak
disebut pengangguran. Namun, lebih dari itu, seorang muslim bekerja karena kesadaran
untuk bekerja secara produktif yang dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab
uluhiyah. Hal inilah yang menjadi salah satu ciri khas dari karakter atau kepribadian
seorang muslim dalam bekerja.

Selain itu, seorang muslim yang etos kerjanya tinggi merupakan tipikal manusia yang
selalu melaksanakan pekerjaannya secara ulet, jujur, sabar dan tahan banting karena di
dalam dadanya terdapat rasa cinta yang begitu besar pada Allah. Di sisi lain, makna
bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh sehingga
produktivitas dan pengamanan yang ia lakukan dalam bekerja jauh lebih menguntungkan
perusahaan dibandingkan dengan orang yang tidak taat dalam beragama.

Dengan demikian, sebagai seorang muslim, kita harus beretos kerja karena
mengaharapkan ridho dari Allah, bukan karena mengharapkan gaji dari atasan. Karena
sebenarnya, yang memberi gaji (rezeki) dari atasan pun itu juga semata-mata atas kuasa
Allah. Jadi, tidaklah pantas seorang muslim bekerja bukan atas nama Allah.

Menjadi seorang muslim yang beretos kerja tinggi dan dilandasi oleh ketauhidan serta
tanggung jawab dapat mengantarkan kita pada pekerjaan yang halal, baik, tidak
menguras waktu dan tenaga sehingga kita dapat terus beribadah dengan baik kepada
Allah. Dalam bekerja kita haruslah memulainya dengan ucapan basmalah dan diakhiri
dengan ucapan hamdalah. Lalu, dalam bekerja kita tetap harus menjunjung tinggi
kehalalan, kejujuran dan tanggung jawab agar Allah senantiasa merahmati kita,

Anda mungkin juga menyukai