Anda di halaman 1dari 30

KONSEPSI

INTERGRITAS

PEMERINTAH PROVINSI RIAU


Modul Diseminasi Gugus Depan Integritas
Tahun 2017
KATA PENGANTAR

Era globalisasi dengan ciri utama kompetitif dan kemajuan


teknologi telah menimbulkan pergeseran dalam tatanan kehidupan,
sehingga nilai-nilai dasar dalam kehidupan tergerus oleh waktu.
Salah satu nilai dasar tersebut adalah nilai-nilai integritas dalam
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Menyadaria=
akan hal tersebut diperlukan upaya dan langkah-langkah untuk
membangun budaya integritas, baik melalui pendekatan strukural
maupun kultural.

Pegawai negeri sipil sebagai aparatur sipil negara, memiliki


posisi penting dan strategis dalam pembangunan budaya integritas
individu, organisasi dan nasional. Sehubungan dengan itu salah satu
upaya yang dilakukan adalah dengan membekali pemahaman dan
implemetasi nilai-nilai integritas dalam pelaksanan tugas pokok dan
fungsi.

Pelaksanaan Gugus Depan Integritas merupakan upaya


pembekalan pemahaman dan implementasi nilai-nilai integritas bagi
pegawai negeri sipil. Agar pemahaman akan nilai tersebut lebih
optimal keberadaan modul, sehingga para pegawai negeri sipil lebih
dapat memahami dan menjelaskan konsep-konsep Integritas dalam
membangun Integritas dari aspek Individu, Organisasi dan Nasional,
budaya melayu berintegritas, serta menyampaikan Laporan Harta
Kekayaan Aparatur Sipil Negara sebagai kewajiban dan bentuk
kongkrit implementasi nilai-nilai integritas.

Selanjutnya kami atas Badan Pengembangan Sumber Daya


Manusia mengucapkan terima kasil kepada tim penulis yang telah
meluangkan waktu dan pemikiran untuk pengayaan terhadap isi
modul ini. Kami mengharapkan pengembangan akan materi modul
ini berkelanjutan seiring dengan pelaksanaan Desiminasi Gugus

ii
Depan Integritas serta modul ini dapat mencapai tujuan
pembelajaran dan membetuk karakter pegawai negeri sipil
berintegritas dalam membangun budaya integritas di Provinsi Riau.

Pekanbaru, Juli 2017

KEPALA BPSDM PROVINSI RIAU,

Drs. ASRIZAL, M.Pd

iii
TIM PENYUSUN

Mohamad Zainuri, S.ST., MP


Widyaiswara Muda

Ir. Mahfayeri, M.Pd


Widyaiswara Utama

Suparman, A.Ks, S.Pd.I., M.Si


Widyaiswara Madya

Dany Setyawan, AP, M.Si


Widyaiswara Muda

NARA SUMBER

Drs. Kasiaruddin Jalil


Drs. H. Arlizman Agus, MM
Ir. A. Patrianov

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................. 1


A. Latar Belakang ............................................. 1
B. Maksud dan Tujuan ..................................... 2
C. Ruang Lingkup ............................................ 3

BAB II KONSEP INTEGRITAS ....................................... 4


A. Dasar Hukum ............................................... 4
B. Konsep Integritas ........................................ 4
1. Kejujuran ................................................ 6
2. Konsistensi ............................................. 8
3. Keberanian ............................................. 12

BAB III PEMBANGUNAN BUDAYA INTEGRITAS .......... 13


A. Integritas Individu .................................... 13
B. Integritas Organisasi ................................. 16
C. Integritas Nasional .................................... 18

BAB IV PENUTUP ......................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya dalam


pengembangan sumber daya manusia terutama untuk
mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian
manusia yang sesuai dengan definisi pengembangan yaitu proses
peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral
peserta melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan latihan
yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa
kini maupun masa depan. Oleh karena itu untuk memperoleh
hasil yang maksimal dalam pengembangan pegawai diperlukan
program pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan analisa
jabatan agar pegawai mengetahui tujuan pendidikan dan
pelatihan yang dijalankannya. Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa “Pendidikan dan
Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil adalah proses
penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan
kemampuan Pegawai Negeri Sipil”.

Pegawai negeri sipil merupakan abdi negara yang


menjalankan tugas dan kewajiban sesuai peraturan yang
berlaku, kedudukan dan peran Pegawai Negeri Sipil pada setiap
negara adalah penting dan menentukan karena Pegawai Negeri
Sipil merupakan aparatur pelaksana dalam penyelenggaraan
pemerintahan untuk mewujudkan tujuan Pemerintah.

Tercapainya tujuan tersebut ditentukan oleh kualitas


dan kinerja Pegawai Negeri Sipil, dengan posisi yang demikian
maka diperlukan manajemen Pegawai Negeri sipil yang mampu

1
secara komprehensif dan terperinci menjelaskan posisi, peran,
hak dan kewajiban para Pegawai Negeri Sipil tersebut. Namun
pada kondisi pada saat ini terjadi fenomena dimana pegawai
negeri sipil kurang memiliki integritas, hal tersebut dapat dilihat
dari penurunan kesadaran pegawai negeri sipil untuk melakukan
kewajiban seperti disiplin waktu dalam bekerja dan semangat
kerja yang cenderung menurun, penurunan tersebut dapat
disebabkan dari berbagai aspek dan tidak menutup kemungkinan
aspek yang bersifat pemenuhan kebutuhan pegawai negeri sipil
tersebut. Untuk itu perlu stimulus bagi pegawai negeri sipil
dalam menimbulkan kembali semangat disiplin bekerja.

Untuk dapat membentuk sosok pegawai negeri sipil yang


memiliki Integritas dan profesional seperti tersebut di atas perlu
dilaksanakan pembinaan melalui jalur pelatihan. Selama ini,
belum ada diklat teknis tentang integritas di Provinsi Riau
sebagai media edukasi dalam menyampaikan pengertian
integritas terhadap pegawai Negeri Sipil. Hal tersebut merupakan
salah satu titik tolak dimana seharusnya ada pembekalan
pemahaman integritas terhadap pegawai Negeri Sipil di Lingkup
Pemerintah Provinsi Riau dalam bentuk Diseminasi Gugus Depan
Integritas Provinsi Riau.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud Pembelajaran Modul Konsepsi Integritas pada


Diklat Diseminasi Gugus Depan Integritas Provinsi Riau ini
adalah terwujudnya pegawai negeri sipil yang mampu memahami
dan menjelaskan konsep-konsep integritas dalam membangun
integritas.
Tujuan pembelajaran modul Konsepsi Integritas
Diseminasi Gugus Depan Integritas Provinsi Riau ini adalah
untuk memberikan pemahaman kepada peserta yang terdiri dari

2
Pejabat Struktural khususnya Eselon III dan Eselon IV agar
dapat:
1. Menjelaskan pengertian integritas.
2. Menjelaskan pembangunan Integritas.

C. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Pembelajaran Modul Konsepsi Integritas


pada Diklat Diseminasi Gugus Depan Integritas Provinsi Riau ini
meliputi pemahaman pegawai negeri sipil tentang konsep
integritas dan pembangunan budaya integritas untuk
membangun karakter pegawai negeri sipil yang berintegritas
dalam meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil Provinsi Riau
yang dilakukan melalui pembelajaran Diseminasi Gugus Depan
Integritas Provinsi Riau.

3
BAB II
KONSEP INTEGRITAS

A. Dasar Hukum

Dalam modul onsepsi Integritas terdapat beberapa dasar-


dasar hukum yang menjadi pedoman pemahaman dan
pembangunan budaya integritas di Provinsi Riau, yaitu:

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil


Negara;

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang


Pemerintahan Daerah;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang


Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang


Perangkat Daerah;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang


Manajemen Pegawai Negeri Sipil;

6. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari
Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di
Lingkungan Instansi Pemerintah;

B. Konsep Integritas

Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak


tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan
keyakinan (Pedoman Simposium, 2016). Integritas juga dapat
diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan
seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Dari pengertian tentang
integritas ini menunjukan kepada kita bahwa integritas pada diri

4
seorang manusia memegang peranan penting pada kemuliaannya
sebagai seorang manusia. Kemudian bagi kehidupan
bermasyarakat, adanya integritas pada orang-orangnya akan
menjamin adanya tatanan masyarakat yang baik. Ini berarti
integritas adalah salah satu penentu keberadaban dan kehebatan
suatu bangsa.

Integritas merupakan sebuah standar moralitas dan


etika seseorang, tidak ada hubungannya dengan situasi yang
kebetulan ada di sekitar Anda dan tidak mendorong kecepatan.
Konsep integritas itu sendiri di dalamnya mengidentikkan dengan
kata hati, akuntabilitas moral, komitmen moral, dan konsistensi
moral seseorang (Paine, 1994) antara perilaku yang
ditunjukkannya dan nilai-nilai atau prinsip-prinsip tertentu (Yukl
dan Van Fleet, 1992; Mayer, Davis, & Schoorman, 1995; Becker,
1998).

Konsep integritas pada Executive Brain Assessment


diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) dimensi yaitu kejujuran,
konsistensi, dan keberanian yaitu: kejujuran, konsistensi dan
keberanian. Kejujuran (honesty) adalah dimensi potensi integritas
yang menunjukkan aspek komponen integritas pada kesadaran
kebenaran dalam sikap kejujuran, yang terdiri dari aspek empati
(empathy), tidak mudah untuk menuduh orang lain bersalah
(lack of blame) dan rendah hati (humility). Konsistensi
(concistency) adalah dimensi potensi integritas yang
menunjukkan komponen integritas pada konsistensi dalam
perbuatan, yang terdiri dari aspek pengendalian emosi
(emotional mastery), akuntabel (accountability), dan fokus
menyeluruh (focus on the whole).

Keberanian (courage) adalah dimensi potensi integritas


yang menunjukan komponen integritas pada keberanian

5
menegakan kebenaran secara terbuka, yang terdiri dari aspek
keberanian (courage), dan percaya diri (self confidence).

1. Kejujuran

Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh


hampir semua orang. Bagi yang telah mengenal kata jujur
mungkin sudah tahu apa itu arti atau makna dari kata jujur
tersebut. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali
dan ada juga hanya tahu maknanya secara samar-samar.
Sikap jujur merupakan salah satu sikap positif yang
diperlukan untuk dapat meningkatkan karier di masa yang
akan datang. Kebiasaan untuk bersikap jujur menimbulkan
ketenangan dalam diri.

Seseorang memperoleh kepercayaan dari orang lain


adalah suatu dorongan dan keinginan setiap orang. Namun,
memperoleh kepercayaan tanpa didasari oleh nilai-nilai
kebenaran, tetap membuahkan sesuatu yang tidak baik,
bahkan berakhir dengan sebuah kegagalan.
Kejujuran berkaitan dengan pengakuan. Dalam hal ini kita
melihat persoalan kesesuaian antara fenomena (realitas)
dengan informasi yang disampaikan.

Kejujuran merupakan kualitas manusiawi melalui


mana manusia mengomunikasikan diri dan bertindak secara
benar (truthfully). Karena itu, kejujuran sesungguhnya
berkaitan erat dengan nilai kebenaran, termasuk di dalamnya
kemampuan mendengarkan, sebagaimana kemampuan
berbicara, serta setiap perilaku yang bisa muncul dari
tindakan manusia. Secara sederhana, kejujuran bisa
diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk mengekpresikan
fakta-fakta dan keyakinan pribadi sebaik mungkin
sebagaimana adanya.

6
Sikap ini terwujud dalam perilaku, baik jujur
terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri (tidak
menipu diri), serta sikap jujur terhadap motivasi pribadi
maupun kenyataan batin dalam diri seorang individu.
Kualitas kejujuran seseorang meliputi seluruh perilakunya,
yaitu, perilaku yang termanifestasi keluar, maupun sikap
batin yang ada di dalam. Keaslian kepribadian seseorang bisa
dilihat dari kualitas kejujurannya.

Konsep tentang kejujuran bisa membingungkan dan


mudah dimanipulasi karena sifatnya yang lebih interior.
Perilaku jujur mengukur kualitas moral seseorang di mana
segala pola perilaku dan motivasi tergantung pada pengaturan
diri (self-regulation) seorang individu. Meskipun tergantung
pada proses penentuan diri, kita tidak bisa mengklaim bahwa
pendapat diri kita sematalah yang benar. Seandainya toh kita
telah meyakini bahwa pendapat kita merupakan pendapat
yang menurut kita paling baik, perlulah tetap mendengarkan
pendapat orang lain.

Setiap keyakinan pribadi menyisakan bias


subjektivitas yang bisa saja mengaburkan diri kita dalam
memahami realitas sebagaimana adanya. Sikap jujur dengan
demikian bisa dikatakan sebagai sebuah usaha untuk
senantiasa bersikap selaras dengan nilai-nilai kebenaran (to
be thrutful), sebuah usaha hidup secara bermoral dalam
kebersamaan dengan orang lain.

Seseorang dalam mengupayakan nilai kejujuran


tidak sama dengan memperjuangkan ideologi yang sifatnya
lentur dan bisa berubah setiap saat. Inilah mengapa,
meskipun kita tahu bahwa kejujuran itu sangat penting bagi
kehidupan, nilai kejujuran sulit untuk menjadi norma sebuah

7
kultur masyarakat. Ideologi senantiasa mencari pendukung
yang memperkuat gagasannya dan mendukung sudut
pandangnya sendiri sementara menolak dan mengabaikan
pandangan orang lain. Pendekatan demikian mengikis praksis
perilaku jujur dan meningkatkan konflik bagi setiap relasi
antar manusia.

Nilai kejujuran memiliki hubungan yang erat dengan


kebenaran dan moralitas dan etika. Bersikap jujur
merupakan salah satu tanda kualitas moral dan etika
seseorang. Dengan menjadi seorang pribadi yang berkualitas,
kita mampu membangun sebuah masyarakat ideal yang lebih
otentik dan khas manusiawi. Seseorang semakin jauh dari
kebenaran dan karena itu dishonest jika ia tidak menyadari
bahwa perilakunya itu sesungguhnya keliru. Kesadaran diri
bahwa setiap manusia bisa salah dan mengakuinya
merupakan langkah awal bertumbuhnya nilai kejujuran
dalam diri seseorang.

Oleh karena itu, jujur adalah sebuah sikap yang


selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan antara
Informasi dengan fenomena. Dalam agama Islam sikap seperti
yang dinamakan shiddiq. Dengan keikhlasan, tidak dengan
keterpaksaan, kepercayaan, merupakan fakta dan tidak
berdusta.

2. Konsistensi

Konsistensi diartikan sebagai ketetapan dan


kemantapan (dalam bertindak); ketaatasasan: kebijakan
pemerintah mencerminkan suatu dalam menghadapi
pembangunan yang sedang kita laksanakan. Konsistensi
dalam ilmu logika adalah teori konsistensi. Konsistensi

8
merupakan sebuah sematik dengan sematik yang lainnya
tidak mengandung kontradiksi. Tidak adanya kontradiksi
dapat diartikan baik dalam hal semantik atau berhubung
dengan sintaksis. Definisi semantik yang menyatakan bahwa
sebuah teori yang konsisten memiliki model; ini digunakan
dalam arti logika tradisional Aristoteles walaupun dalam
logika matematika kontemporer terdapat istilah satisfiable
yang digunakan.

Berhubungan dengan pengertian sintaksis yang


menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika tidak
terdapat rumus P seperti yang kedua P dan penyangkalan
adalah pembuktian dari aksioma dari teori yang terkait di
bawah sistem deduktif. Komponen integritas pada
konsistensi dalam perbuatan, yang terdiri dari
aspek pengendalian emosi (emotional mastery),
akuntabel (accountability), dan fokus menyeluruh
(focus on the whole).

Pengendalian emosi sangat penting bagi semua


orang. Terutama para pegawai negeri sipil. Emosi pegawai
negeri sipil harus diterkendali untuk memberikan pelayanan
yang baik kepada masyarakat. Emosi adalah aspek penting
yang mempunyai pengaruh besar dalam sikap manusia.
Emosi pada prinsipnya menggambarkan perasaan manusia
menghadapi berbagai situasi yang berbeda. Oleh karena emosi
merupakan reaksi manusiawi terhadap berbagai situasi nyata
maka sebenarnya tidak ada emosi baik atau emosi buruk.
Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya
yaitu:

a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara


sosial. Individu yang emosi nya matang mampu
mengontrol ekpresi yang tidak dapat diterima secara sosial

9
atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang
tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.

b. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar


memahami seberapa banyak kontrol yang
dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan
sesuai dengan harapan masyarakat.

c. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang


matang berusaha menilai situasi secara kritis sebelum
meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara
bereaksi terhadap situasi tersebut.

Beberapa cara mengendalikan emosi yaitu:

a. merasakan yang orang lain rasakan;

b. tenangkan hati di tempat yang nyaman;

c. mencari kesibukan yang disukai;

d. curahan hati/curhat pada orang lain yang bisa dipercaya;

e. mencari penyebab dan mencari solusi;

f. ingin menjadi orang baik;

g. cuek dan melupakan masalah yang ada;

h. berpikir rasional sebelum bertindak;

i. diversifikasi tujuan, cita-cita dan impian hidup;

j. kendalikan emosi dan jangan mau diperbudak amarah;

k. ubah posisi tubuh anda;

l. olahraga;

m. jaga asupan nutrisi;

n. hindari kebiasaan buruk;

o. jalin komunikasi;

p. berpikirlah bahwa anda tidak sendirian;

q. hindari stress.

10
Pengertian akuntabel adalah dapat dipertanggung-
jawabkan dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, baik sumber inputnya,
prosesnya, maupun peruntukan/ pemanfaatan outputnya.
Akuntabel adalah pembuktian para pegawai negeri sipil.
Akuntabel menjadi tolok ukur keberhasilan tugas yang
diembannya. Pegawai negeri sipil yang akuntabel adalah yang
dapat mempertanggung jawabkan tugasnya yang telah
dilaksanakannya.

Akuntabilitas pegawai negeri sipil adalah perilaku


aparat pemerintah yang bertanggung jawab, adil dan inovatif.
Dalam konteks ini, setiap individu/kelompok/ institusi
dituntut untuk bertanggungjawab dalam menjalankan tugas
dan kewajibannya, serta selalu bertindak dan berupaya untuk
memberikan kontribusi untuk mencapai hasil yang maksimal.

Pegawai negeri sipil melaksanakan tugas harus fokus


menyeluruh. Fokus menyeluruh memiliki beberapa
pemahaman antara lain: komprehensif, inklusif, dan utuh.
Oleh karena itu, pegawai negeri sipil dalam menjalankan
tugas harus komprehensif (dari perencanaan hingga evaluasi).
pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas inklusif.

Pemahaman inklusif adalah menempatkan dirinya ke


dalam cara pandang orang lain/ kelompok lain dalam melihat
dunia, dengan kata lain berusaha menggunakan sudut
pandang orang lain atau kelompok lain dalam memahami
masalah. Sedang utuh adalah sempurna sebagaimana adanya
atau sebagaimana semula (tidak berubah, tidak rusak, tidak
berkurang, dsb).

11
3. Keberanian

Komponen integritas pada keberanian


menegakan kebenaran secara terbuka, yang terdiri
dari aspek keberanian (courage), dan percaya diri (self
confidence). Berani menyampaikan sesuatu yang benar,
benar berarti sudah sesuai aturan dan nilai. Sedangkan
percaya diri menurut Lauter (2002:4) kepercayaan diri
merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri
sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu
cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai
keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan
dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan
prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri
sendiri.

Lauster menggambarkan bahwa orang yang


mempunyai kepercayaan diri memiliki ciri-ciri tidak
mementingkan diri sendiri (toleransi), tidak membutuhkan
dorongan orang lain, optimis dan gembira. Sikap percaya diri
pegawai negeri sipil adalah keyakinan akan kemampuannya
sendiri untuk bertingkah laku sesuai dengan yang
diharapkannya sebagai suatu perasaan yang yakin pada
tindakannya, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan
tidak terpengaruh oleh orang lain. Orang yang memiliki
kepercayaan diri mempunyai ciri-ciri: toleransi, tidak
memerlukan dukungan orang lain dalam setiap mengambil
keputusan atau mengerjakan tugas, selalu bersikap optimis
dan dinamis, serta memiliki dorongan prestasi yang kuat.

12
BAB III
PEMBANGUNAN BUDAYA INTEGRITAS

Integritas Nasional adalah kondisi ketika seluruh


komponen bangsa melakukan tindakan sesuai dengan nilai,
aturan, budaya dan tugas yang diemban melalui keselarasan dan
pengendalian untuk mencapai tujuan nasional. Untuk mencapai
kondisi tersebut, pembangunan integritas nasional ditempuh
melalui pembangunan integritas individu, integritas organisasi,
integritas pilar dan nasional.

A. Integritas Individu

Dalam sistem integritas, kata kuncinya adalah integritas.


Kata integritas berasal dari bahsaa latin, yang berarti tidak
terpengaruh, utuh, tegak atau dapat diandalkan. Dalam
bahasa Inggris disebut integrity, dalam Kiamus Besar Bahasa
Indonesia , integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi
dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan
kejujuran. Dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy kata
Integritas mengacu pada keutuhan, kelengkapan dan
kemurnian. Dalam Oxford Dictionary, Integritas didefinisikan:
“the quality of being honest and having strong moral principles”.

Hasil kajian terhadap berbagai literatur menemukan


beragam definisi tentang integritas, diantaranya :

1. Seseorang berpegang pada apa yang menurut orang


tersebut berharga atau dianggap etis (Harcourt, 1998).

2. Sejauh mana berbagai komitmen yang kita miliki selaras,


utuh secara menyeluruh (Furrow, 2005).

13
3. Ketika berbicara tentang integritas, kita berbicara tentang
menjadi orang yang utuh, yang terpadu, dan seluruh bagian
diri kita yang berlainan bekerja dengan baik dan berfungsi
sesuai rancangan (Henry Cloud, 2007).

4. Integritas adalah “maining social, ethical, and organizational


norm, firmly adherring to code of conduct and a ethical
principle”. Dengan pengertian tersebut integritas
diterjemahkan menjadi tiga tindakan kunci (key action)
yang dapat diamati (observable). Pertama, menunjukkan
kejujuran (demonstrate honesty), yaitu bekerja dengan
orang lain secara jujur dan benar menyajikan informasi
secara lengkap dan akurat. Kedua, memenuhi komitmen
(keeping commitment), yaitu melakukan apa yang telah
dijanjikan, tidak membocorkan rahasia. Ketiga, berperilaku
secara konsisten (behave consistently), yaitu menunjukkan
tidak adanya kesenjangan antara kata dan prbuatan
(Andreas Harefa, 2000).

5. I = C1 + A + E – C2 ; I : Integrity, C1 : Competency, A :
Accountability, E : Ethics, C2 : Corruption (Fredrick
Galtung, 2005).

6. Integritas adalah integrasi dario sifat-sifat dan kemampuan


yang dikagumi kedalam sebuah sistem kebijakan yang
berfungsi (Puka, 2005).

7. Seseorang/Institusi dikatakan berintegritas, jika


seseorang/institusi tersebut ketika melakukan tindakan
konsisten sesuai dengan nilai, tujuan dan tugas yang
diemban oleh seseorang/institusi tersebut (Brown et al,
2005).

8. Integritas bukanlah suatu kebajikan atau suatu ciri


karakter dalam arti sempit, tetapi merupakan konsep

14
formulasi makro yang mencakup kumpulan nilai kebajikan,
integritas mengacu pada hubungan diantara
serangkain/suatu set nilai moral, dimana nilai moral ini
konsisten dengan serangkan/satu set dengan nilai sosial,
dan integritas lebih jauh membutuhkan keselarasan antara
perilaku dengan serangkan/satu set nilai moral/sosial
disepanjang waktu dan berbagai konteks sosial (Dunn,
2009).

9. Nilai yang mengacu pada konsep kebajikan (virtue theotery)


dari Aristoteles dan moral theory dari Kant. Aristoteles
mendefenisikan kebahagiaan sebagai aktivitas jiwa yang
mengikuti atau diakibatkan dari prinsip rasional, yang
berhubungan erat dengan kesempurnaan. Kant
menyatakan bahwa niat baik adalah sumber dari nilai, dan
tanpa niat baik segala seseuatunta tidak ada artinya
(C.Korsgaard;1986).

Berdasarkan hasil diskusi terfokus yang melibatkan


stake holder integritas di Indonesia dirumuskan konsep kadar
integritas yang terdiri dari 3(tiga) tingkat yaitu:

1. Rendah : Jujur mengikuti nurani, yang selalu pasti


mengarahkan pada kebaikan dan
kebenaran (nilai-nilai universal)
2. Sedang : Konsisten untuk jujur mengikuti nurani
walaupun datang godaan
3. Tinggi : Berani untuk konsisten jujur mengikuti
nurani walaupun harus menanggung risiko

Berdasarkan konsep kadar integritas, Indonesia


sudah mengembangkan konsep penilaian potensi integritas
yang efektif dan efisien melalui instrumen identifikasi potensi
integritas melalui EBA (Executive Brain Assessment). Pada

15
konsep EBA terdapat delapan aspek yang dinilai kemudian
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) cluster yaitu integritas primer,
integritas skunder, dan integritas tersier. Dengan pendekatan
EBA, proses assessment untuk seleksi penggerak integritas,
agen pengeerak integritas serta duta integritas menjadi lebih
terukur.

B. Integritas Organisasi

Teori-teori yang membahas integritas tidak hanya


dalam konteks individu tetapi berkembang juga dalam konteks
lebih luas lagi yaitu organisasi, meskipun integritas individu
dan integritas organisasi saling terkait, dalam mendefinisikan
integritas organisasi terdapat perbedaan antara definisi
integritas individual dan integritas organisasi:

1. Integritas organisasi diartikan sebagai :1) usaha-usaha dan


kebijakan organisasi untuk mendukung tercapainya
integritas personal/ individu; 2)bahwa dalam membentuk
integritas organisasi harus dilihat juga pengaruh dari
interaksi personal/individu satu sama lain(Vandekerckhove,
2008);

2. Organisasi dikatakan berintegritas jika institusi tersebut


ketika melakukan tindakan konsisten sesuai dengan nilai,
tujuan dan tugas yang diemban oleh organisasi tersebut
(Brown et al,2005);

3. Integritas dalam kerangka institusi layanan publik diartikan


sebagai:1) Perilaku pemberi layanan yang sejalan dengan
tujuan organisasi dimana mereka bekerja; 2) Operasi
layanan publik sehari-hari dapat diandalkan; 3) Warga
menerima layanan tanpa pembedaan berdasarkan keadilan
dan aspek legalitas; 4) Sumber daya publik digunakan
secara efektif, efisien dan tepat; 5) Prosedur pengambilan

16
keputusan transparan kepada publik dan pengukuran
dilakukan agar publik dapat melihat (OECD, 2000).

4. Integritas dan etika didefinisikan sebagai sebuah komitmen


pada pemikiran dan tindakan moral di semua aspek
mengenai bagaimana organisasi dikelola dan
dijalankan(Dubinsky dan Richter, 2009).

Integritas organisasi akan terbentuk jika dibangun


oleh individu yang memiliki integritas kadar tinggi yang
disebut sebagai tunas integritas. Sesuai dengan konsep pareto
20/80, diharapkan jumlah mereka mencapai 20% dari total
individu yang ada di organisasi. Dengan kadar integritas yang
tinggi dari para tunas integritas akan menjamin terwujudnya
integritas organisasi (pendekatan inside out). Integritas
organisasi yang sudah terbangun akan membuat 80% anggota
organisasi lain akan terkondisikan berintegritas (pendekatan
outside in).

Integritas organisasi yang dibangun oleh para tunas


integritas terdiri dari penyelarasan (alignment) dan
pengendalian yang semakin menjamin sampai pada tujuan
(assurance). Berdasarkan proses penyelarasan berbagai sistem
yang dijalankan di Indonesia diperoleh 16 komponen sistem
integritas yang terdiri dari:

1. Selesksi dan keteladaan pimpinan

2. Revitalisasi kode etik dan pedoman perilaku

3. Manajemen risiko

4. Peran pengawasan internal

5. Pengelolaan gratifikasi dan hadiah

6. Revitalisasi pelaporan harta kekayaan

7. Whistle Blower System (WBS)

17
8. Evaluasi eksternal integritas

9. Post Employment

10. Pengungkapan isu dan uji integritas

11. Manajemen SDM

12. Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja

13. Pengadaan Barang dan Jasa

14. Kehandalan SOP

15. Keterbukaan Informasi Publik

16. Pengelolaan Aset

Untuk menjamin keberlangsungan, sitematika dan


integrasi proses pembangunan sistem integritas organisasi
perlu dibentuk komite integritas, yang merupakan forum
khusus para pemilik posisi strategis di organisasi. Melalui
forum tersebut pemangku posisi strategis dapat saling menjaga
agar terhindar dar KKN dan mendukung tunas integritas
dalam pembangunan integritas Nasional serta memastikan
kesinambungan upaya pencapaian tuuan organisasi.

C. Integritas Nasional

Kata kunci integrits nasional dan pilar adalah sinergi


dari organisasi-organisasi berintegritas yang berkolaborasi
untuk mewujudkan tujuan nasional. Salah satu kolaborasi itu
memastikan korupsi turun, turunnya korupsi sebagai dampak
dari naiknya budaya integritas di Indonesia.

Mengingat bahwa yang melakukan sinergi adalah


organisasi-organisasi yang berintegritas maka hubungan
timbal balik atau sinergi bukan merupakan kolusi melainkan
hubungan yang membangun sistem akuntabilitas horizontal
sebagai komplementer sistem akuntabilitas vertikal yang
diatur oleh konstitusi, dam berbagai ketentuan.

18
Sistem Integritas Nasional berdasarkan teori Jeremy
Pope (2000) mengilustarasikan Integritas Nasional dengan
gambar bangunan yang bertujuan menopang tatanan hukum,
pembangunan berkelanjutan, dan kualitas hidup. Dalam
konsep road map KPK bangunan tersebut ditopang oleh pilar-
pilar institusi yaitu:Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, Layan Publik,
Penegak Hukum, Penyelenggara Pemilu, Ombudsman,
Lembaga Audit, KPK, Partai Politik, Media, Masyarakat Sipil,
dan Swasta/Binis. Pilar-pilar tersebut berdiri di atas pondasi
Politik, Ekonomi, Sosoal, dan Budaya.

Harold Travor (2012) menyatakan bahwa


pemberantasan korupsi adalah sarana untuk mencapai
tujuan nasinal suatu negara. Pemberantasan korupsi untuk
kondisi yang sudah sistemik dan merupakan praktek tradisi
yang berkelanjutan memerlukan pendekatan yang
komprehensif baik dari aspek pribadi, sistem dan budaya.
Sehingga diskusi terkait korupsi tidak lagi hanya sebatas
pendekatan kejahatan, tetapi bergeser pula pada pendekatan
budaya, yang pada intinya lebih terkait pada standar kebaikan
(standard of goodness). Alain sham (2012) menyatakan bahwa
upaya pemberantasan korupsi perlu disesuaikan dengan
yuridiksi, kondisi dan budaya masing-masing negara.

Kesadaran Bangsa Indonesia akan pendekatan


structure follow strategy menyebabkan pilar-pilar Integritas
Nasional bukan berupa institusi (struktur) namun berupa
sasaran yang akan menjadi fokus bersama dalam melakukan
kolaborasi. Dalam hal ini sasaran tersebut sebagaimana
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

19
Selama ini pemahaman yang berkembang adalah
power tend to corrupt (kekuasaan cenderung korup)
diharapkan dengan terbangunnya komite integritas disetiap
organisasi maka yang akan berkembang adalah pemahaman
power to integrity (kekuasaan cenderung berintegritas).

Kolaborasi orang-orang strategis yang memiliki kadar


integritas tinggi (komite integritas) akan melahirkan:
1)Akuntabilitas horizontal yang dapat menjaga organisasi dan
pilar dari korupsi; 2) Organisasi yang saling mendukung untuk
mencapai tujuan nasional.

Kolaborasi yang dilakukan antar organisasi yang


berintegritas untuk mewujudkan sasaran (pilar) sistem
integritas nasional, mencakup tiga ruang lingkup sebagai
berikut:

1. Peran/konstribusi (role), yaitu memastikan setiap pilar


menjalankan tugas pokok dan fungsi secara berintegritas,
dengan berbasiskan keunggulan masing-masing, untuk
selanjutnya dikolaborasikan dengan pilar lainnya, dalam
pembanguna Sistem Integritas Nasional.

2. Peran dan kontribusi masing-masing pilar,


diindetifikasikan, saling diketahui, saling memberdayakan
agar pencapaian tujuan berjalan secara efektif. Aspek-
aspek yang perlu saling diketahui:

 Peran organisasi sebagai bagian yang


mendistribusikan integritas kepada organisasi
lainnya dalam satu pilar, atau pilar yang
mendistribusikan integritas pada pilar lainnya,
hingga mecapai kesetaraan.

20
 Jenis hubungan apakah sebagai mandat konstitusi,
kebijakan dan operasional.

3. Integritas organisasi: Kolaborasi dalam kerangka


pembanguna sistem integritas dilakukan dengan saling
menilai dan memberikan masukan terkait integrity dash
board masing-masing organisasi serta ditindaklanjuti
untuk saling belajar (studi banding), pendampingan,
magang, peyediaan tenaga ahli (coaching). Integrity dash
board yang dimaksud adalah tingkatan pembangunan
integritas yang dicapai oleh masing-masing organisasi yang
terdiri dari:

a) Level of sharing: Kapasitas (kekuatan) dan jenis


keunggulan untuk berkontribusi dalam pembangunan
Sistem Integritas Nasional.

b) Tingkat Keterlibatan (Level of engagement) organisasi


dalam pembangunan integritas organisasi, pilar, dan
nasional.

c) Kemampuan organisasi untuk penyelarasan (level of


alignment) dan pengendalian yang semakin menjamin
sampai pada tujuan (level of assurance).

d) Kapasitas (capacity) agar dapat membangun sistem


integritas, budaya organisasi, dan menjalankan
perannya secara berintegritas, maka masing-masing
organisasi harus memiliki kapasitas untuk
menjalankan kedua hal tersebut. Kapasitas yang perlu
dibangun masing-masing organisasi adalah kapasitas
SDM, Dana, Teknologi dan Informasi Komunikasi.
Berdasarkan pendekatan konsep hukum capital, yang
menitikberatkan peranan SDM kompetensi dalam
pencapaian tujuan organisasi maka terkait kapasitas

21
perlu dipastikan tersedianya SDM yang kompeten.
Bentuk konkritnya untuk menjamin tersedianya SDM
yang kompeten maka setiap organisasi menjalankan
pendekatan corporate university. Keseluruhan aspek di
atas perlu dikelola dan ditindaklanjuti dalam bentuk
kolaborasi yang efektif melalui proses bertahap secara
gradual melalui pendekatan Indonesia Corporate
University (I-CORPU).

Andi Hamzah (2007) menyatakan bahwa salah satu


penyebab terjadinya korupsi disebabkan oleh latar belakang
kebudayaan atau kultur Indonesia yang cukup permisif
terhadap perbuatan korupsi. Soejono Dirdjosisworo (1983) juga
menyatakan bahwa faktor sosial budaya berpengaruh terhadap
psikologi perilaku, misalnya kultur malu pada suatu keluarga.
Suatu keluarga termasuk berkedudukan dan terpandang,
tetapi tidak mampu menampung dan memberi kesenangan
kepada saudaranya, keadaan ini akan mendorong orang dalam
keluarga tersebut melakukan korupsi.
Menurut Syed Hussein Alatas (1986) terjadinya
korupsi di antaranya disebabkan oleh:1) ketiadaan dan
kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci, yang
mampu mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan
korupsi, 2) kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan
etika.
Begitu banyak definisi dan konsep integritas serta
kaitannya dengan budaya, sistem dan perilaku, sehingga
penting untuk dapat membuat defenisi yang cocok dan dapat
diterima oleh semua elemen bangsa, serta sangat penting pula
untuk membuat sistem integritas nasional yang cocok dan
efektif untuk konteks bangsa dan negara Indonesia,
khususnya terkait pemberantasan korupsi.

22
Berbagai konsep dan definisi yang ada dapat
dijadikan bahan eksplorasi untuk mewujudkan impian masa
depan Indonesia yang lebih baik, sebagaimana diamanahkan
dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia, dan dengan
partisipasi seluruh elemen bangsa akan diwujudkan menjadi
kenyataan.

23
BAB IV
PENUTUP

Semangat membangun nilai-nilai integritas dalam era


globalisasi dan kondisi kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat memiliki arti penting dan strategis untuk
mewujudkan tujuan sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Implementasi nilai-nilai integritas akan
membangun jati diri bangsa. Bagi pegawai negeri sipil sebagai
aparatur sipil negara yang melaksanakan fungsi pemerintah yaitu:
penyelanggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan masyarakat tentunya sangatlah diperlukan, sehingga
tugas pokok dan fungsi dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku.

Tinggi rendahnya capaian kinerja individu dan organisasi


sangatlah ditentukan sampai sejauhmana nilai-nilai integritas dapat
diimplementasinya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.
Untuk itu melalui modul desiminasi gugus depan integritas
diharapkan pegawai negeri sipil dalam memberikan kontribusi yang
signifikan untuk pencapaian tujuan bangsa Indonesia.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arbuthnot & Faust, 1980. Teaching Moral Reasoning : Theory and


Practice.

Brown et al, 2005. Nutrition Trough The life cycle.

Elizabeth B., Hurlock. 1990. Psikologi Perkembangan Suatu


Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Gramedia.

Foster, E. M. dalam Kohlberg, L. 1995. Tahap-tahap Perkembangan


Moral, diterjemahkan oleh Drs. John de Santo dan Drs. Agus
Cremers SVD, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Cetakan Pertama.

Haji, Raja Ali. Gurindam Dua Belas.

http://kpk.go.id

Paine. 1994. managing for organizational integrity.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000. Pendidikan dan


Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010. Grand Design Reformasi


Birokrasi yang mengatur tentang pelaksanaan program reformasi
birokrasi.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi Republik Indonesia nomor 52 Tahun 2014. Pedoman
Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan Instansi
Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, Tentang Aparatur Sipil


Negara.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Tentang Pemerintahan


Daerah,

W. Amann,A. Stachowicz-Stanusch. 2012. Integrity in Organizations:


Building the Foundations for Humanistic Management

Wisesa, Anggara. 2009. Integritas Moral dalam Konteks Pengambilan


Keputusan Etis

Anda mungkin juga menyukai