Anda di halaman 1dari 8

Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142

JURNAL KOMUNITAS
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas

MEMBACA DISKURSUS POST-FEMINISME


MELALUI NOVEL “PEREMPUAN DI TITIK NOL”

Kuncoro Bayu Prasetyo 

Jurusan Sosiologi dan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Gerakan post-feminisme banyak diperjuangkan melalui berbagai wacana
Diterima Juni 2010 pengetahuan baik media massa, buku ilmiah, maupun karya sastra. Melalui novel
Disetujui Juli 2010 yang berjudul “Perempuan di Titik Nol” karya sastrawan, jurnalis sekaligus psikiater
Dipublikasikan September
berkebangsaan Mesir, Nawal El Saadawi, mengekspresikan pandangannya tentang
2010
keperempuanan kontemporer. Tujuan tulisan ini adalah membedah post-feminisme
Keywords: dalam novel “Perempuan di Titik Nol” untuk mendiskusikan akar gerakan
Discourse; feminisme dunia dan hakikat dasar gerakan post-feminisme yang terbingkai dalam
Female; paradigma ideologi postmodernisme, serta menghubungkan secara kontekstual
Post-feminism. dengan situasi di Indonesia.

Abstract
Post-feminist movement fought through many discourse of knowledge, mass media, books,
and letters. Through the novel, entitled ”Women at Point Zero”, writer, journalist and
Egyptian psychiatrist, Nawal El Saadawi, expresses her points of view about contemporary
womanhoond. The objective of this paper is to discuss post-feminism as represented in Women
at Zero Point novel to shed light on post-feminist movement framed in ideological paradigm of
postmodernism, and from there, make a contextual link with situation in Indonesia.

© 2010 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 2086-5465
Gedung C7 Lantai 1 FIS UNNES
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: mrbayu@yahoo.com
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142

PENDAHULUAN kaum muda (perempuan muda) terhadap


gerakan feminisme yang telah ada, namun
Post-feminisme saat ini menjadi tidak kunjung mencapai tujuannya secara
salah satu terminologi yang cukup populer sempurna. Post-feminisme juga merupakan
dalam wacana – wacana era pasca modern jawaban atas kegagalan emansipasi yang
(post-modern). Sebagai satu varian ideologi diperjuangkan kaum feminis. Berbagai
posmodernisme, tentu gerakan dan ideologi gerakan feminisme di era post-modern ini
post-feminisme juga mengusung ide – ide banyak berjalan melalui berbagai discourse
yang ada dalam wacana postmodern. Boleh (wacana) yang banyak dikembangkan dalam
dikatakan bahwa gerakan post-feminist pikiran masyarakat, salah satunya adalah
adalah perkawinan antara gerakan kesadaran melewati karya – karya tulis atau sastra
gender yang dibingkai dengan perspektif populer (novel) seperti yang dilakukan oleh
postmodernisme. Post-feminisme juga seorang feminist post-modern dari Mesir,
banyak disebut sebagai gerakan feminisme Nawal El Saadawi, yang terkenal dengan
gelombang ketiga dimana permainan karyanya Women at Point Zero, dan telah
wacana (discourse) menjadi salah satu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
bagian penting dari strategi gerakan. dengan judul Perempuan di Titik Nol.
Secara historis, akar gerakan feminisme
sebagai gerakan yang memperjuangkan METODE PENELITIAN
kepentingan kaum perempuan muncul
pertama kali pada abad ke-19 pada era Metode yang digunakan dalam
victorian. Gelombang pertama gerakan penulisan ini adalah metode studi dan
feminisme muncul pada abad 19 ketika analisis literatur. Tulisan ini mencoba
kaum perempuan menuntut persamaan hak untuk membedah karya sastra feminis yang
dengan laki – laki dan menyoal berbagai ditulis Nawal El Saadawi tersebut. Metode
penindasan yang menimpa kaum perempuan, penulisan artikel ini dilakukan melalui
dan terwujud dengan pengakuan atas hak telaah literatur atau studi kepustakaan serta
perempuan sebagai warganegara (hak sipil, menggunakan metode analisis wacana
ekonomi dan sosial), serta berbagai hak (discourse analysis) untuk mengungkap
formal yang diakui oleh hukum (Van Vutch ideologi poststrukturalisme yang tersembunyi
Tijsen,2000). Hak tersebut antara lain hak di balik teks novel karya El Saadawi tersebut.
untuk ikut dalam pemilu, hak kepemilikan
dan hak hukum lainnya. HASIL DAN PEMBAHASAN
Namun gerakan feminisme
gelombang pertama tersebut belum mampu Post feminisme merupakan gerakan
mengeluarkan perempuan dari kungkungan feminis pembebasan. Tidak sebagaimana
ideologi besar patriarki yang masih mengakar ideologi feminisme gelombang pertama
kuat. Kesederajatan yang ada masih bersifat dan kedua yang berupaya memperjuangkan
formalitas belaka, sehingga kemudian kesetaraan perempuan dengan laki –
muncul gerakan feminisme gelombang laki, ideologi post-feminisme adalah
kedua pada tahun 1960-an. Perjuangan membebaskan perempuan dari kungkungan
feminisme gelombang kedua ini lebih struktur sosial yang hirarkis berkaitan dengan
bermain pada level kultural dimana upaya – hubungan laki – laki dan perempuan. Kaum
upaya menuntut kesetaraan relasi gender dan Post-feminis menganggap bahwa perempuan
peranan sosial menjadi isu utama. dapat bermakna adalah karena dirinya
Gerakan feminisme gelombang sendiri, bukan karena orang lain (laki – laki)
ketiga atau yang lebih dikenal sebagai post- yang memaknainya. Dalam pandangan
feminisme muncul pada era 1980-an, suatu post-feminis menuntut kesetaraan gender
era dimana ideologi dan diskursus post- merupakan bentuk pengakuan terselubung
modern sedang menemukan bentuknya. Post- atas peranan laki – laki karena dengan
feminisme muncul sebagai reaksi kejenuhan menuntut kesetaraan berarti perempuan

136
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142

masih membutuhkan pengakuan dari laki ‘kungkungan tempat tidur’ yang selama ini
– laki agar dapat sejajar dengan mereka. hanya dikuasai lelaki. Perempuan pun akan
Dengan demikian tujuan gerakan post- bereksplorasi atas tubuhnya sendiri, dan itu
feminisme sangat berbeda dengan gerakan berarti perempuan dapat memiliki dirinya
feminisme sebelumnya. Post-feminisme tidak sendiri yang selama ini kehadirannya hanya
lagi bertujuan untuk mengejar kesetaraan untuk lelaki. Demikian perempuan tidak
(karena di dalam pengertian ini keberadaan lagi diletakan seperti boneka, dan lelaki
laki – laki masih diperhitungkan), melainkan tidak lagi bisa mengatur tentang ‘bagaimana
untuk membuat perempuan bermakna perempuan seharusnya’.
karena memang seharusnya mereka memiliki Ikon pertama yang muncul dari era
makna. postfeminisme adalah Madonna di awal
Prinsip – prinsip post-feminisme tahun 1980-an. Madonna disambut luar biasa
ini terlihat sejalan dengan ideologi post- oleh media masa karena penampilannya
strukturalis dimana ide pembebasan menjadi yang seksi dan sekaligus provokatif.
isu utama gerakan mereka. Pembebasan Madonna kemudian menjadi wacana
tersebut dilakukan untuk melawan yang diperdebatkan oleh semua kalangan
beroperasinya struktur kekuasaan, hegemoni baik oleh para feminis, cendikiawan,
patriarki serta untuk memerdekaan pengamat budaya, maupun agamawan.
diri (liberating) subyek. Gerakan post- Para feminis terpecah menjadi dua kubu,
feminisme berusaha untuk mendestabilisasi mereka yang mendukung buka-buka paha
dan mendekonstruksi ideologi patriarki dan dada Madonna dan mereka yang
dan kehidupan masyarakat dunia yang mengecamnya sebagai pelecehan terhadap
phallosentris, menggantikannya dengan kaum perempuan. Begitu juga kaum moralis
tatanan baru yang lebih cair dimana yang jelas menentangnya sebagai bentuk
perempuan dapat mengekspresikan dan perbuatan yang immoral.
mengaktualisasikan dirinya tanpa sekat – Akan tetapi dalam wacana post-
sekat struktural yang membelenggu. feminisme, Madonna, adalah ikon dalam
Post feminisme sebagai sebuah gerakan semangat membalik atau dekonstruksi.
dekonstruksi merupakan gerakan pembalikan Kapitalisme dan tubuhnya ia gunakan
atas nilai – nilai yang selama ini berlaku di untuk menunjukkan kekuasaannya. Di sini
dalam masyarakat. Masalah isu pornografi Madonna sebagai tubuh perempuan tidak
dapat menjadi contoh. Pornografi banyak lagi menjadi korban eksploitasi, justru ia
ditentang oleh kaum perempuan, dengan mampu mengeksploitasi media dan laki –
asumsi pornografi telah mengeksploitasi laki. Madonna sendiri mengatakan bahwa ia
tubuh perempuan habis-habisan, dan hanya sama sekali tidak merasa dieksploitir baik oleh
lelakilah yang mendapatkan keuntungan. media maupun oleh laki-laki. Ia menganggap
Mereka menunjukan data bahwa lelakilah justru melakukan eksploitasi terhadap baik
konsumen terbanyak dalam peredaran media maupun laki-laki yang habis ia keruk
pornografi. Di situ perempuan merasa uang mereka hanya karena mereka membeli
dirinya dipermalukan, ditelanjangi bahkan impian-impian yang ia tawarkan. Fenomena
beberapa mengatakan film porno adalah Madonna menumbuhkan wacana mengenai
bentuk perkosaan lain dalam dunia fiksi pembebasan perempuan untuk meraih
media visual. dirinya sendiri. Fenomena Madonna ingin
Tetapi paradigma post-feminis dapat memperlihatkan bagaimana perempuan
membaliknya bahwa pornografi dapat dapat bernilai bagi dirinya sendiri, bebas
digunakan untuk kesadaran seksualitas dan independen, dan sadar betul akan harga
perempuan itu sendiri. Perempuan memiliki yang ada pada dirinya.
hak untuk menunjukan hasrat seksualitas Gerakan-gerakan post memang
dirinya. Bahwa hasrat seks sangat manusiawi, menjadi kontroversial karena tidak sealur
tentunya juga bagi perempuan. Pornografi dengan standar nilai masyarakat dan agama,
dapat menyelamatkan perempuan dari kemunculannya sering mengejutkan dan

137
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142

awalnya akan dianggap sebagai kehadiran bukan makna yang muncul karena faktor di
yang melenceng. Namun bila dipahami dan luar dirinya.
dipelajari lebih dalam, pemahaman post Novel karya Nawal El Saadawi yang
termasuk post-feminisme sesungguhnya berjudul asli Women at Point Zero, ditulis pada
melengkapi perlawanan terhadap segala tahun 1975. Nawal adalah seorang dokter
bentuk ketidakadilan dan hegemoni. jiwa (psikiater) yang bertugas di penjara
Pemikiran-pemikiran posmodernisme atau Kairo, sekaligus juga seorang jurnalis dan
posstrukturalis dalam gerakan post-feminis pejuang feminis beraliran post-strukturalis
tidak lagi memfokuskan dirinya pada isu - (pascamodern). Sebagaimana para penganut
isu klasik tentang bagaimana perempuan ideologi pascamodern, perjuangan ideologi
menjadi sama dengan laki-laki, tetapi mereka lakukan melalui pertarungan discourse
lebih memfokuskan pada isu bagaimana atau wacana, karena seperti dikatakan oleh
keadilan dapat dicapai dengan “perbedaan” seorang post-strukturalis Michel Foucault,
itu sendiri, dan justru mempertanyakan kuasa yang paling kuat bukanlah senjata,
mengapa perempuan harus menjadi sama negara ataupun modal (capital) melainkan
dengan laki-laki sedangkan kita di ciptakan kuasa pengetahuan (power of knowledge).
berbeda. Dengan menggerakkan wacana dan melalui
Kesadaran akan perbedaan inilah yang wacana – wacana yang berhasil merasuk
akhirnya melahirkan gerakan feminisme pada benak setiap orang itulah kekuasaan
baru yakni feminisme gelombang ketiga atau atau rezim kebenaran (regyme of truth) akan
feminisme postmoderen. Helene Cixous, tercipta. Novel Perempuan di Titik Nol
seorang tokoh feminis Postmoderen Perancis merupakan salah satu bentuk perjuangan
menyatakan bahwa selama ini telah terjadi ala postmodern yang dilakukan Nawal El
kemapanan cara berpikir dan menulis laki- Saadawi untuk memperjuangkan wacana
laki yang didasarkan pada oposisi biner ideologi feminisnya.
(laki/perempuan, matahari/bulan, alam/ Kisah yang ia tuturkan dalam buku
budaya, dan sebagainya). Menurut Cixous tersebut di inspirasi dari kisah nyata seorang
apa yang terjadi adalah perempuan eksis perempuan bernama Firdaus, seorang
dalam dunia yang telah didefiniskan oleh pelacur yang dipenjara dan menunggu
laki-laki dalam aturan-aturan yang telah eksekusi hukuman mati karena dipersalahkan
ditetapkan oleh laki-laki. Laki-laki kemudian membunuh seorang laki – laki. Kisah
menjadi self dan perempuan menjadi other Firdaus merupakan sebuah kisah perjuangan
(Arivia, 2004). dan pembebasan seorang perempuan
Oleh sebab itu gerakan post-feminisme dari belenggu – belenggu struktural dan
menolak dikotomi oposisi biner yang masih hegemoni masyarakat patriarkis yang sangat
terasa dalam ide – ide feminisme sebelumnya. kental di Mesir. Nawal berhasil menemui
Lembaga perkawinan dipandang sebagai Firdaus di penjara Qanatir beberapa hari
instrumen yang mengoperasikan dikotomi menjelang eksekusi mati dilaksanakan.
oposisi biner laki – laki dan perempuan yang Melalui pendekatan yang gigih, ia berhasil
lebih banyak merugikan kaum perempuan mewawancarai Firdaus pada hari – hari
karena relasi yang tidak setara dibangun di terakhir hidupnya.
dalamnya. Perkawinan merupakan upaya Firdaus lahir dan dibesarkan dalam
menginstitusionalisasikan opresi (tekanan) keluarga yang kelas bawah di Mesir.
terhadap kaum perempuan, sehingga perlu Keluarganya sebagaimana keluarga lain
dilawan dengan misalnya perempuan di masyarakat Mesir adalah keluarga
tidak perlu menikah. Bahkan penganut tradisional dimana belenggu kekuasaan
gerakan post-feminis radikal menunjukkan patriarki begitu terasa. Ibu dan anak –
penolakannya terhadap opresi tersebut anak baru diperbolehkan makan setelah
dengan melakukan gerakan lesbianisme. ayah selesai. Ayahnya bisa makan malam
Dengan gerakan tersebut, perempuan akan dengan lahap ketika anak perempuannya
menemukan maknanya pada dirinya sendiri, meninggal, dan memukul ibunya ketika anak

138
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142

lelakinya meninggal. Masa kecil Firdaus 25 tahun, Firdaus telah memiliki apartemen
dipenuhi kerja keras untuk kepentingan mewah plus pelayan pribadi.
keluarga dan untuk melayani ayahnya. Dia Profesinya sebagai pelacur
harus merelakan klitorisnya dipotong demi menyadarkan Firdaus bahwa ia kini telah
sebuah ritus yang wajib dijalani. Pada usia menemukan kebebasan dan menemukan
belia Firdaus juga berulangkali diperkosa dirinya sendiri. Ia dapat dengan sesuka
oleh pamannya yang seorang mahasiswa Al hatinya memberi harga pada tubuhnya, ia
Azhar di Kairo. Setelah kedua orang tuanya juga dapat leluasa memilih ingin tidur dengan
meninggal, ia diasuh oleh pamannya yang siapa saja, serta menolak tidur dengan laki –
dahulu memperkosanya. laki yang tidak disukainya. Ia merasa bahwa
Firdaus hanya menyelesaikan kini tubuhnya adalah sepenuhnya miliknya,
sekolahnya hingga sekolah menengah, dan dan ia dapat memperlakukan tubuhnya
setelah itu oleh pamannya ia dikawinkan sebagaimana ia inginkan.
dengan seorang syeikh berumur 60 tahun Dengan menjadi pelacur Firdaus tahu
dengan alasan agar tidak membebani satu hal : ia telah terbebas dari despotisme
kehidupan keluarga pamannya. Yang agak lelaki di dalam rumah tangga. Namun pada
menjijikkan, syeikh ini mempunyai bisul akhirnya Firdaus harus menemui kenyataan
bernanah di dagu. Malam pertama tentu bahwa menjadi seorang pelacur pun ternyata
bukan sesuatu yang romantis dan sakral. tidak sepenuhnya membebaskan dirinya
Hari-hari berlalu dan perlakuannya terhadap dari belenggu kekuasaan laki – laki. Seorang
Firdaus melebihi batas; Firdaus dipukul germo datang kepadanya dengan dalih
hingga berdarah, harus patuh dan bekerja untuk memberi perlindungan padanya,
keras. Apa yang salah di Mesir ketika Firdaus menolaknya karena ia merasa ia
perempuan ditindas? “Adalah biasa suami dapat melindungi dirinya sendiri. Namun
memukul istri,” kata pamannya ketika realita menunjukkan bahwa kekuatan
Firdaus mengadu telah dianiaya suaminya. seorang Firdaus tidak mampu menembus
Firdaus akhirnya melarikan diri, jaring – jaring kekuasaan yang telah
dan dalam pelariannya ia bertemu dengan diciptakan laki – laki, meskipun ia pergi
seorang laki – laki bernama Bayoumi yang ke polisi atau ke pengacara, ternyata tidak
semula berniat menolongnya memberi mampu melepaskan dirinya dari ancaman
tumpangan tempat tinggal, namun akhirnya germo yang bernama Marzouk. Akhirnya
malahan memanfaatkan untuk memuaskan kebebasan Firdaus sebagai pelacur berakhir
nafsu seksualnya. Firdaus dikurung dalam dengan jatuhnya dirinya ke dalam seorang
rumahnya, dan setiap malam teman – teman germo yang mengendalikan hidup banyak
Bayoumi datang untuk menidurinya. pelacur.
Akhirnya Firdaus kembali melarikan Namun Firdaus adalah seorang
diri, dan ia bertemu seorang perempuan di perempuan hebat, dengan beraninya ia
tepi sungai Nil. Perempuan bernama Sharifa mengambil kebebasannya kembali dengan
inilah yang pada akhirnya memperkenalkan membunuh laki – laki germo tersebut. Ia tidak
profesi “pelacur” kepada Firdaus. rela seseorang (apalagi laki – laki) dengan
Pertemuannya dengan Sharifa telah memberi semena – mena mengambil kebebasan yang
kesadaran Firdaus bahwa tubuhnya adalah telah ia perjuangkan. Peristiwa itu telah
bernilai, dan nilai itu hanya dapat diperoleh mengantarkannya ke penjara sehingga
dari dirinya sendiri. Kata Sharifa: “Laki – laki kemudian pengadilan menjatuhkan
tidak akan pernah menyadari nilai yang ada hukuman mati padanya. Segala tawaran
di tubuh perempuan. Perempuan itulah yang grasi ia tolak karena ia meyakini bahwa
akan menentukan nilainya sendiri. Semakin kematianlah yang akan mengantarkannya
tinggi kau menaruh harga bagi dirimu, pada kebebasan yang sesungguhnya.
semakin mereka menyadari harga dirimu, Kisah nyata Firdaus di Mesir tersebut
dan dia akan bersiap untuk membayarmu”. sungguh sangat menyentak kesadaran
Dengan berprofesi sebagai pelacur, pada usia bagi siapapun yang membacanya. Muhtar
139
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142

Lubis dalam pengantarnya di terjemahan di Indonesia, adanya pembatasan akses


buku ini mengatakan bahwa buku ini perempuan terhadap kekuasaan, ekonomi
banyak menyentak kesadaran karena maupun berbagai perlakuan kekerasan yang
adanya jalan berpikir yang radikal, bebas, sering terjadi dalam rumah tangga (KDRT).
dan keberaniannya mendobrak nilai – Gerakan feminisme di Indonesia
nilai kemapanan yang telah ada di dalam hingga saat ini boleh dikatakan baru dapat
masyarakat. Bagaimana kita tidak terkesima bergerak dalam level – level formal, seperti
ketika membaca beberapa pendapat Firdaus adanya kuota 30% perempuan dalam
bahwa menjadi pelacur adalah sebuah lembaga legislatif, akses perempuan terhadap
kebebasan tertinggi yang bisa diperoleh pendidikan atau pekerjaan. Namun secara
perempuan karena ia bisa menghargai kultural, hegemoni patriarki masih berakar
dirinya sebagaimana ia inginkan. kuat. Disinilah gerakan post-feminisme
melihat bahwa gerakan feminisme biasa
bahwa lelaki memaksa perempuan untuk sudah tidak mampu berbuat lebih banyak
menjual tubuhnya dengan harga tertentu, lagi. Kita masih bisa melihat ironi dimana
dan tubuh yang paling murah dibayar kebebasan perempuan berorganisasi tengah
adalah tubuh sang istri. Semua perempuan marak, ternyata masih ada organisasi
adalah pelacur dalam satu atau lain perempuan yang keanggotaan serta struktur
bentuk. Karena saya adalah seorang yang organisatorisnya masih tergantung pada
cerdas maka saya memilih untuk menjadi kedudukan suaminya di kantor, menjadi
pelacur yang bebas daripada menjadi istri sebuah cermin dari emansipasi yang masih
yang diperbudak (hal 133). bersifat prosedural dan tidak substansial.
Wacana pembebasan sebagaimana
Cerita hidup Firdaus seolah – olah yang dibawa dalam kisah Firdaus ini juga
telah menelanjangi para lelaki yang selama bisa kita temui dalam konteks Indonesia.
ini terbuai oleh rezim patriarki, mengungkap Beberapa waktu yang lalu, kontroversi
ketidakadilan dan opresi yang selama ini kasus Inul dapat menjadi contoh bagaimana
telah terjadi secara sistemik dan nirsadar, fenomena Inul telah menjadi ikon baru
serta dengan berani telah mewacanakan ide gerakan pembebasan perempuan posmodern.
– ide tentang pembebasan perempuan dari Ketika Inul menjadi sebuah berita besar
jerat – jerat struktural dan kultural kehidupan karena dicekal oleh berbagai pihak mulai
yang patriarki dan phallosentrik (berpusat dari Majelis Ulama Indonesia hingga
pada laki – laki). raja dangdut Indonesia, Rhoma Irama,
Konteks sosial-budaya yang ada di sebagian besar feminis di Indonesia bereaksi.
Mesir sebagai setting kisah Firdaus jika kita Pembacaan orasi hingga puisi digelar untuk
bandingkan dengan kondisi di Indonesia mendukung Inul bahkan di bundaran HI
tidaklah jauh berbeda. Mesir dan Indonesia sempat digelar sekaligus demonstrasi dan
boleh dikatakan banyak memiliki kesamaan, pertunjukkan kebolehan “ngebor” pantat-
baik sebagai negara berkembang di dunia pantat para aktivis perempuan. Inul memang
ketiga yang sedang giat dengan proyek telah menjadi sebuah ikon pembebasan dari
modernisasi, sebagai negara berpenduduk rasa ketertindasan ras, agama, kelas dan
mayoritas muslim dan dimana masyarakatnya gender. (Arivia, 2004)
masih lekat dengan kehidupan dan budaya Kehadiran Inul, sebagaimana Firdaus
yang patriarkis. Sebagaimana yang terjadi di di Mesir, atau juga Madonna di Amerika
Mesir, perempuan Indonesia secara kultur Serikat, juga telah menyentak kesadaran
masih ditempatkan sebagai the second sex. publik, karena fenomena Inul telah
Dalam wacana kebudayaan dimana laki – bergulir menjadi wacana yang memporak –
laki memiliki posisi sebagai “self ”, maka porandakan berbagai ideologi yang dianggap
perempuan berada dalam posisi “other”. telah mapan, entah itu ideologi tentang
Kita dapat menyaksikan begitu banyak moralitas, nilai agama maupun nilai – nilai
ketidakadilan yang dialami perempuan patriarki yang hegemonik dalam masyarakat

140
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142

Indonesia. Inul telah menjadi counter-discourse pertarungan wacana dalam melawan


(wacana pembalikan) untuk menyadarkan hegemoni (kontra hegemoni) dan opresi
kita terhadap keadaan masyarakat Indonesia atau penindasan ideologi patriarki. Jika
yang hingga saat ini ternyata masih dihubungkan dengan teori posmodernisme,
terbelenggu kultur patriarki. Meminjam kita bisa mengacu pendapat Keller (2005),
istilah Antonio Gramsci (2004) telah terjadi bahwa modernitas banyak mengusung
hegemoni dan hilangnya kesadaran kritis ideologi patriarki dan sangat seksis. Oleh
masyarakat, dimana belenggu patriarki ini sebab itu ide – ide postmodernitas sebagai
tidak saja menjerat kaum perempuan namun gerak pembongkaran (dekonstruksi)
juga secara tidak sadar telah menghegemoni terhadap nilai – nilai modern dan modernitas
mereka sehingga mereka merasa nyaman secara langsung atau tidak langsung juga
dengan keadaan tersebut. Bahkan dalam mengandung ide dekonstruksi terhadap
kasus Inul kaum perempuan yang telah hegemoni patriarki tersebut. Disinilah
terhegemoni kultur patriarki tersebut telah posfeminisme memiliki titik temu dengan
menjadi barisan yang ikut mengecam aksi ide – ide posmodernisme.
Inul. Bahasa Inul dianggap menjadi bahasa Ide – ide yang diusung dalam berbagai
yang “lain (other) ”, yang perlu dikoreksi oleh wacana posfeminisme adalah mengenai
segenap masyarakat agar ia dapat mematuhi perlawanan terhadap ketidakadilan dan
kontruksi sosial yang telah berjalan berabad- tekanan – tekanan yang dialami perempuan
abad lamanya, dan selama ini tidak pernah baik oleh kultur maupun struktur sosial yang
ditentang. ada. Oleh sebab itu pembebasan subyek
Firdaus melalui keputusannya menjadi menjadi tujuan utama dari penggerakan
pelacur yang bebas dan sukses, Inul dengan wacana – wacana tersebut. Dan dalam
goyang ngebornya, ataupun Madonna kenyataannya di Mesir dan juga di banyak
dengan keberaniannya mengeksploitasi belahan dunia lain, buku Nawal ini menjadi
tubuhnya, hanyalah ikon – ikon dari ideologi salah satu karya post-feminist yang banyak
yang ingin diwacanakan dalam paradigma didiskusikan, diperdebatkan ataupun bahkan
post-feminisme. Ikon – ikon tersebut dicerca dan dikecam. Begitu pula dalam
sebenarnya mewakili banyak fenomena konteks Indonesia, fenomena Inul telah
tersembunyi yang ada di dalam masyarakat, menjadi wacana dalam upaya pembebasan
yaitu semangat dari kaum perempuan perempuan dari opresi gender yang selama
untuk bisa otonom dan independen, namun ini terjadi. Wacana – wacana inilah yang
karena kungkungan kultur dan struktur akan terus dikembangkan dalam gerakan
patriarki dari dunia modern mengharuskan feminis post-modern sehingga pada akhirnya
mereka untuk menyembunyikan diri dalam diharapkan bergerak menjadi suatu regime of
berbagai topeng dan kamuflase. Firdaus, truth yang benar – benar dapat membebaskan
Inul ataupun Madonna menjadi semangat perempuan sebagai dirinya sendiri, lepas
perlawanan simbolik dalam wacana gerakan dari kungkungan struktur – struktur yang
post-feminisme dalam upaya membongkar akan membelenggu kedirian perempuan itu
ideologi modern yang nyata – nyata sendiri.
menempatkan perempuan dalam posisi
periferi. Dan Inul di Indonesia telah berhasil DAFTAR PUSTAKA
menjadi ikon dari upaya pembangkitan
kesadaran dan pembebasan perempuan agar Arivia, G . 2004 . “Gelombang Ketiga Feminisme : Inul?”
dalam Kompas, 17 Maret 2004.
ia dapat otonom terhadap diri dan tubuhnya.
El Saadawi, N . 2006 . “Perempuan di Titik Nol” . Ja-
karta: Yayasan Obor.
SIMPULAN Foucault, M . 2007. “Order of Thing: Arkeologi Ilmu –
Ilmu Kemanusiaan (terj). Yogyakarta: Pustaka
Novel karya Nawal El Saadawi ini Pelajar.
Keller, C . 2005 . “Menuju Suatu Posmodernitas Post Pa-
boleh dikatakan menjadi satu representasi triarkal” dalam David Griffin; “Visi – visi Posmo-
dimana gerakan post-feminisme melakukan dern, Spiritualitas dan Masyarakat”. Yogyakarta:

141
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142

Kanisius. Simon, R . 2004. “Gagasan – Gagasan Politik Gramsci” .


Lechte, J . 1994. “Fifty Key Contemporary Thinkers: Yogyakarta: Pustaka Pelajar & Insist Press.
From Structuralism to Postmodernity”. London & Van Vutch Tijsen, L . 2000 . “Perempuan, Antara Mo-
Newyork: Routledge. dernitas dan Postmodernitas” dalam Bryan Turner;
Sutrisno, M (ed). 2005. Teori – teori Kebudayaan. Yogya- Teori – Teori Modernitas dan Posmodernitas. Yog-
karta: Kanisius. yakarta: Pustaka Pelajar.

142

Anda mungkin juga menyukai