2283 5054 2 PB
2283 5054 2 PB
JURNAL KOMUNITAS
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas
Jurusan Sosiologi dan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Abstract
Post-feminist movement fought through many discourse of knowledge, mass media, books,
and letters. Through the novel, entitled ”Women at Point Zero”, writer, journalist and
Egyptian psychiatrist, Nawal El Saadawi, expresses her points of view about contemporary
womanhoond. The objective of this paper is to discuss post-feminism as represented in Women
at Zero Point novel to shed light on post-feminist movement framed in ideological paradigm of
postmodernism, and from there, make a contextual link with situation in Indonesia.
136
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142
masih membutuhkan pengakuan dari laki ‘kungkungan tempat tidur’ yang selama ini
– laki agar dapat sejajar dengan mereka. hanya dikuasai lelaki. Perempuan pun akan
Dengan demikian tujuan gerakan post- bereksplorasi atas tubuhnya sendiri, dan itu
feminisme sangat berbeda dengan gerakan berarti perempuan dapat memiliki dirinya
feminisme sebelumnya. Post-feminisme tidak sendiri yang selama ini kehadirannya hanya
lagi bertujuan untuk mengejar kesetaraan untuk lelaki. Demikian perempuan tidak
(karena di dalam pengertian ini keberadaan lagi diletakan seperti boneka, dan lelaki
laki – laki masih diperhitungkan), melainkan tidak lagi bisa mengatur tentang ‘bagaimana
untuk membuat perempuan bermakna perempuan seharusnya’.
karena memang seharusnya mereka memiliki Ikon pertama yang muncul dari era
makna. postfeminisme adalah Madonna di awal
Prinsip – prinsip post-feminisme tahun 1980-an. Madonna disambut luar biasa
ini terlihat sejalan dengan ideologi post- oleh media masa karena penampilannya
strukturalis dimana ide pembebasan menjadi yang seksi dan sekaligus provokatif.
isu utama gerakan mereka. Pembebasan Madonna kemudian menjadi wacana
tersebut dilakukan untuk melawan yang diperdebatkan oleh semua kalangan
beroperasinya struktur kekuasaan, hegemoni baik oleh para feminis, cendikiawan,
patriarki serta untuk memerdekaan pengamat budaya, maupun agamawan.
diri (liberating) subyek. Gerakan post- Para feminis terpecah menjadi dua kubu,
feminisme berusaha untuk mendestabilisasi mereka yang mendukung buka-buka paha
dan mendekonstruksi ideologi patriarki dan dada Madonna dan mereka yang
dan kehidupan masyarakat dunia yang mengecamnya sebagai pelecehan terhadap
phallosentris, menggantikannya dengan kaum perempuan. Begitu juga kaum moralis
tatanan baru yang lebih cair dimana yang jelas menentangnya sebagai bentuk
perempuan dapat mengekspresikan dan perbuatan yang immoral.
mengaktualisasikan dirinya tanpa sekat – Akan tetapi dalam wacana post-
sekat struktural yang membelenggu. feminisme, Madonna, adalah ikon dalam
Post feminisme sebagai sebuah gerakan semangat membalik atau dekonstruksi.
dekonstruksi merupakan gerakan pembalikan Kapitalisme dan tubuhnya ia gunakan
atas nilai – nilai yang selama ini berlaku di untuk menunjukkan kekuasaannya. Di sini
dalam masyarakat. Masalah isu pornografi Madonna sebagai tubuh perempuan tidak
dapat menjadi contoh. Pornografi banyak lagi menjadi korban eksploitasi, justru ia
ditentang oleh kaum perempuan, dengan mampu mengeksploitasi media dan laki –
asumsi pornografi telah mengeksploitasi laki. Madonna sendiri mengatakan bahwa ia
tubuh perempuan habis-habisan, dan hanya sama sekali tidak merasa dieksploitir baik oleh
lelakilah yang mendapatkan keuntungan. media maupun oleh laki-laki. Ia menganggap
Mereka menunjukan data bahwa lelakilah justru melakukan eksploitasi terhadap baik
konsumen terbanyak dalam peredaran media maupun laki-laki yang habis ia keruk
pornografi. Di situ perempuan merasa uang mereka hanya karena mereka membeli
dirinya dipermalukan, ditelanjangi bahkan impian-impian yang ia tawarkan. Fenomena
beberapa mengatakan film porno adalah Madonna menumbuhkan wacana mengenai
bentuk perkosaan lain dalam dunia fiksi pembebasan perempuan untuk meraih
media visual. dirinya sendiri. Fenomena Madonna ingin
Tetapi paradigma post-feminis dapat memperlihatkan bagaimana perempuan
membaliknya bahwa pornografi dapat dapat bernilai bagi dirinya sendiri, bebas
digunakan untuk kesadaran seksualitas dan independen, dan sadar betul akan harga
perempuan itu sendiri. Perempuan memiliki yang ada pada dirinya.
hak untuk menunjukan hasrat seksualitas Gerakan-gerakan post memang
dirinya. Bahwa hasrat seks sangat manusiawi, menjadi kontroversial karena tidak sealur
tentunya juga bagi perempuan. Pornografi dengan standar nilai masyarakat dan agama,
dapat menyelamatkan perempuan dari kemunculannya sering mengejutkan dan
137
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142
awalnya akan dianggap sebagai kehadiran bukan makna yang muncul karena faktor di
yang melenceng. Namun bila dipahami dan luar dirinya.
dipelajari lebih dalam, pemahaman post Novel karya Nawal El Saadawi yang
termasuk post-feminisme sesungguhnya berjudul asli Women at Point Zero, ditulis pada
melengkapi perlawanan terhadap segala tahun 1975. Nawal adalah seorang dokter
bentuk ketidakadilan dan hegemoni. jiwa (psikiater) yang bertugas di penjara
Pemikiran-pemikiran posmodernisme atau Kairo, sekaligus juga seorang jurnalis dan
posstrukturalis dalam gerakan post-feminis pejuang feminis beraliran post-strukturalis
tidak lagi memfokuskan dirinya pada isu - (pascamodern). Sebagaimana para penganut
isu klasik tentang bagaimana perempuan ideologi pascamodern, perjuangan ideologi
menjadi sama dengan laki-laki, tetapi mereka lakukan melalui pertarungan discourse
lebih memfokuskan pada isu bagaimana atau wacana, karena seperti dikatakan oleh
keadilan dapat dicapai dengan “perbedaan” seorang post-strukturalis Michel Foucault,
itu sendiri, dan justru mempertanyakan kuasa yang paling kuat bukanlah senjata,
mengapa perempuan harus menjadi sama negara ataupun modal (capital) melainkan
dengan laki-laki sedangkan kita di ciptakan kuasa pengetahuan (power of knowledge).
berbeda. Dengan menggerakkan wacana dan melalui
Kesadaran akan perbedaan inilah yang wacana – wacana yang berhasil merasuk
akhirnya melahirkan gerakan feminisme pada benak setiap orang itulah kekuasaan
baru yakni feminisme gelombang ketiga atau atau rezim kebenaran (regyme of truth) akan
feminisme postmoderen. Helene Cixous, tercipta. Novel Perempuan di Titik Nol
seorang tokoh feminis Postmoderen Perancis merupakan salah satu bentuk perjuangan
menyatakan bahwa selama ini telah terjadi ala postmodern yang dilakukan Nawal El
kemapanan cara berpikir dan menulis laki- Saadawi untuk memperjuangkan wacana
laki yang didasarkan pada oposisi biner ideologi feminisnya.
(laki/perempuan, matahari/bulan, alam/ Kisah yang ia tuturkan dalam buku
budaya, dan sebagainya). Menurut Cixous tersebut di inspirasi dari kisah nyata seorang
apa yang terjadi adalah perempuan eksis perempuan bernama Firdaus, seorang
dalam dunia yang telah didefiniskan oleh pelacur yang dipenjara dan menunggu
laki-laki dalam aturan-aturan yang telah eksekusi hukuman mati karena dipersalahkan
ditetapkan oleh laki-laki. Laki-laki kemudian membunuh seorang laki – laki. Kisah
menjadi self dan perempuan menjadi other Firdaus merupakan sebuah kisah perjuangan
(Arivia, 2004). dan pembebasan seorang perempuan
Oleh sebab itu gerakan post-feminisme dari belenggu – belenggu struktural dan
menolak dikotomi oposisi biner yang masih hegemoni masyarakat patriarkis yang sangat
terasa dalam ide – ide feminisme sebelumnya. kental di Mesir. Nawal berhasil menemui
Lembaga perkawinan dipandang sebagai Firdaus di penjara Qanatir beberapa hari
instrumen yang mengoperasikan dikotomi menjelang eksekusi mati dilaksanakan.
oposisi biner laki – laki dan perempuan yang Melalui pendekatan yang gigih, ia berhasil
lebih banyak merugikan kaum perempuan mewawancarai Firdaus pada hari – hari
karena relasi yang tidak setara dibangun di terakhir hidupnya.
dalamnya. Perkawinan merupakan upaya Firdaus lahir dan dibesarkan dalam
menginstitusionalisasikan opresi (tekanan) keluarga yang kelas bawah di Mesir.
terhadap kaum perempuan, sehingga perlu Keluarganya sebagaimana keluarga lain
dilawan dengan misalnya perempuan di masyarakat Mesir adalah keluarga
tidak perlu menikah. Bahkan penganut tradisional dimana belenggu kekuasaan
gerakan post-feminis radikal menunjukkan patriarki begitu terasa. Ibu dan anak –
penolakannya terhadap opresi tersebut anak baru diperbolehkan makan setelah
dengan melakukan gerakan lesbianisme. ayah selesai. Ayahnya bisa makan malam
Dengan gerakan tersebut, perempuan akan dengan lahap ketika anak perempuannya
menemukan maknanya pada dirinya sendiri, meninggal, dan memukul ibunya ketika anak
138
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142
lelakinya meninggal. Masa kecil Firdaus 25 tahun, Firdaus telah memiliki apartemen
dipenuhi kerja keras untuk kepentingan mewah plus pelayan pribadi.
keluarga dan untuk melayani ayahnya. Dia Profesinya sebagai pelacur
harus merelakan klitorisnya dipotong demi menyadarkan Firdaus bahwa ia kini telah
sebuah ritus yang wajib dijalani. Pada usia menemukan kebebasan dan menemukan
belia Firdaus juga berulangkali diperkosa dirinya sendiri. Ia dapat dengan sesuka
oleh pamannya yang seorang mahasiswa Al hatinya memberi harga pada tubuhnya, ia
Azhar di Kairo. Setelah kedua orang tuanya juga dapat leluasa memilih ingin tidur dengan
meninggal, ia diasuh oleh pamannya yang siapa saja, serta menolak tidur dengan laki –
dahulu memperkosanya. laki yang tidak disukainya. Ia merasa bahwa
Firdaus hanya menyelesaikan kini tubuhnya adalah sepenuhnya miliknya,
sekolahnya hingga sekolah menengah, dan dan ia dapat memperlakukan tubuhnya
setelah itu oleh pamannya ia dikawinkan sebagaimana ia inginkan.
dengan seorang syeikh berumur 60 tahun Dengan menjadi pelacur Firdaus tahu
dengan alasan agar tidak membebani satu hal : ia telah terbebas dari despotisme
kehidupan keluarga pamannya. Yang agak lelaki di dalam rumah tangga. Namun pada
menjijikkan, syeikh ini mempunyai bisul akhirnya Firdaus harus menemui kenyataan
bernanah di dagu. Malam pertama tentu bahwa menjadi seorang pelacur pun ternyata
bukan sesuatu yang romantis dan sakral. tidak sepenuhnya membebaskan dirinya
Hari-hari berlalu dan perlakuannya terhadap dari belenggu kekuasaan laki – laki. Seorang
Firdaus melebihi batas; Firdaus dipukul germo datang kepadanya dengan dalih
hingga berdarah, harus patuh dan bekerja untuk memberi perlindungan padanya,
keras. Apa yang salah di Mesir ketika Firdaus menolaknya karena ia merasa ia
perempuan ditindas? “Adalah biasa suami dapat melindungi dirinya sendiri. Namun
memukul istri,” kata pamannya ketika realita menunjukkan bahwa kekuatan
Firdaus mengadu telah dianiaya suaminya. seorang Firdaus tidak mampu menembus
Firdaus akhirnya melarikan diri, jaring – jaring kekuasaan yang telah
dan dalam pelariannya ia bertemu dengan diciptakan laki – laki, meskipun ia pergi
seorang laki – laki bernama Bayoumi yang ke polisi atau ke pengacara, ternyata tidak
semula berniat menolongnya memberi mampu melepaskan dirinya dari ancaman
tumpangan tempat tinggal, namun akhirnya germo yang bernama Marzouk. Akhirnya
malahan memanfaatkan untuk memuaskan kebebasan Firdaus sebagai pelacur berakhir
nafsu seksualnya. Firdaus dikurung dalam dengan jatuhnya dirinya ke dalam seorang
rumahnya, dan setiap malam teman – teman germo yang mengendalikan hidup banyak
Bayoumi datang untuk menidurinya. pelacur.
Akhirnya Firdaus kembali melarikan Namun Firdaus adalah seorang
diri, dan ia bertemu seorang perempuan di perempuan hebat, dengan beraninya ia
tepi sungai Nil. Perempuan bernama Sharifa mengambil kebebasannya kembali dengan
inilah yang pada akhirnya memperkenalkan membunuh laki – laki germo tersebut. Ia tidak
profesi “pelacur” kepada Firdaus. rela seseorang (apalagi laki – laki) dengan
Pertemuannya dengan Sharifa telah memberi semena – mena mengambil kebebasan yang
kesadaran Firdaus bahwa tubuhnya adalah telah ia perjuangkan. Peristiwa itu telah
bernilai, dan nilai itu hanya dapat diperoleh mengantarkannya ke penjara sehingga
dari dirinya sendiri. Kata Sharifa: “Laki – laki kemudian pengadilan menjatuhkan
tidak akan pernah menyadari nilai yang ada hukuman mati padanya. Segala tawaran
di tubuh perempuan. Perempuan itulah yang grasi ia tolak karena ia meyakini bahwa
akan menentukan nilainya sendiri. Semakin kematianlah yang akan mengantarkannya
tinggi kau menaruh harga bagi dirimu, pada kebebasan yang sesungguhnya.
semakin mereka menyadari harga dirimu, Kisah nyata Firdaus di Mesir tersebut
dan dia akan bersiap untuk membayarmu”. sungguh sangat menyentak kesadaran
Dengan berprofesi sebagai pelacur, pada usia bagi siapapun yang membacanya. Muhtar
139
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142
140
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142
141
Kuncoro Bayu Prasetyo / Komunitas 2 (2) (2010) : 135-142
142