Bab Ii
Bab Ii
BAB II
A. Pengertian Tabayyun
masyarakat yang tak pernah sepi dari arus penyebaran berita dari berbagai
sesuai dengan ajaran Islam dan secara tegas juga diatur dalam Kode Etik
lingkup sangat luas. Dilihat dari segi bentuknya, komunikasi meliputi bentuk;
1
Dalam Bab I Kode Etik Jurnalistik sudah ditegaskan antara lain, wartawan Indonesia beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa pancasila dan taat kepada UUD 1945. Di
situ telahtelah dijelaskan tentang tanggung jawab wartawan Indonesia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa akan mempertanggungjawabkan apa yang disiarkannya tidak saja
kepada manusia di dunia tetapi kjuga di akhirat kelak. Lihat Mafri Amir, Etika komunikasi Massa
dalam pandangan Islam (Jakarta: Logos, 1999), vii.
20
disebutkan sebanyak 3 kali dalam 2 surah, yakni 2 kali dalam surah al-Nisa>’
ِ ُ َٰيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُوا ِإن َجا َء ُكم فَا ِسق ِب َنبَإ فَت َ َبيَّنُوا أَن ت
صيبُوا قَو ًما ِب َج َٰ َهلَة
keputusan, sebab akibat yang ditimbulkan dari putusan tersebut tidak tangung-
sumbernya tak jelas itu, mungkin Nabi akan menghukum al-Ha>rith dan
2
Thorik Gunara, Komunikasi Rasulullah: Indahnya Berkomunikasi ala Rasulullah ( Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2009), 91.
3
Amir, Etika Komunikasi Massa., 97.
4
QS. al-Hujurat [49]:6.
5
M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam : Komparasi Komunikasi Islam dan Barat (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2012), 185.
21
penyesalan.6
mendapat imbuhan ta’ dan tasydid pada huruf sebelum akhir (jika berupa
huruf hidup) sebagaimana pola fi’il mad{i khumasi>y. Sehingga dari kata
bayana yang berarti jelas, menjadi tabayyana yang memiliki 2 arti , yakni
menjadi jelas, serta bisa juga berarti usaha untuk menyingkap penghalang
tabayyana bermakna z{ahara yakni jelas. Imam Shaukani dalam kitab Fathul
6
Amir, Etika Komunikasi Massa., 98.
7
Fi’il tsulatsi mujarrad diikutkan wazan تفعّلdengan menambahkan ta’ di awlnya dan mendobel
‘ain fi’ilnya berfaidah: a.) [ لمطاوعة فعّل المضعَفmuthowa’ahnya fi’il yang mengikuti wazan ] فعّل.
b.) [ تكلّفberusahanya fa’il dengan keras agar perbuatan itu dapat berhasil]. c.) التّخاذالفاعل اصل الفعل
[ مفعوالolehnya menjadikan fa’il pada maf’ul sebagai asal fi’il. d.) [ للداللة على مجانفة الفعلuntuk
menunjukkan bahwa fa’il menjauhi perbuatan itu. e.) [ للصيرورةberubahnya fa’il menjadi
asal/pokok fi’il]. f.) [ للداللة على حصول اصل الفعل مرة بعد أخرىmenunjukkan keberhasilan
perbuatan/asal fi’il berkali-kali. g.) [ للطلبberusaha mendapatkan asal fi’il dari maf’ulnya. Lihat
Syeikh Ma’shum bin ‘Ali, Al-Amtsilah At-Tashrifiyyah terj. Abdul Kholiq (Nganjuk: Darussalam,
2007), 49.
8
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi terj. (Semarang: Toha Putra, 1986) , 209.
22
sungguh.9
9
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 678.
10
Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 3.
11
Ibid., 4.
23
1. Informan
mengandung ide yang benar, bermanfaat lagi sesuai dan diterima oleh
(informasi dari Allah), sejak dini (sebelum beliau menjadi rasul yang
tersebut terlihat pada petunjuk Allah pada surah al-Muzammil dan al-
Mudaththir, yang merupakan wahyu ketiga dan keempat. Dalam surah al-
mental agar lebih kukuh lagi guna menghadapi masa sulit dan wahyu yang
berat.13
negative.
12
M.Quraish. Shihab, Secercah Cahaya Illahi: Hidup Bersama Al-Qur’an ( Bandung: Mizan,
2007), 360.
13
Ibid., 362.
24
ُٱّلل ِ َّضةً ِّّلَي َٰ َمنِ ُكم أَن تَبَ ُّروا َوتَتَّقُوا َوتُص ِل ُحوا َبينَ ٱلن
َّ اس َو َ عر َّ َو َال تَجعَلُوا
ُ َٱّلل
ع ِليم
َ س ِميع
َ
ِ ّ ٱل َح
ق شَيـًٔا
Dan mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti dugaan, dan sesungguhnya dugaan itu tidak
berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran.16
14
QS. al-Baqarah [2]: 224
15
Shihab, Secercah Cahaya Illah.,364.
16
QS. an-Najm [53]: 8
25
kondisi tertentu adalah dugaan yang beralasan. Oleh karena itu, al-Qur’an
prasangka adalah dosa (QS. Al-Hujura>t [49]: 12).17 Kalau prasangka saja
berbohong, kalau dia berjanji dia ingkar dan apabila menuntut ia dia
durhaka” (HR. al-Bukhari dan Muslim, melalui ‘Abdullah bin ‘Amr bin
‘Ash).
dicegah-Nya (QS. Ali Imran [3]: 66)18. Dalam QS. al-An’am (6) ayat
14319, Allah Swt. berfirman, sebagai pengajaran bagi siapa pun yang
memberi informasi agar memberi hanya pada informasi yang benar. Orang
17
ُّض ُكم بَعضًا أَيُحِ ب
ُ سوا َو َال يَغت َب بَّع َّ ض
َّ ٱلظ ِّن ِإثم َو َال ت َ َج
ُ س َّ َِيرا ِّمن
َ ٱلظ ِّن ِإ َّن بَع ً َٰيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُوا ٱجتَنِبُوا َكث
﴾١٢﴿ ٱّللَ ت ََّواب َّرحِ يم َّ أ َ َحدُ ُكم أَن يَأ ُك َل لَح َم أَخِ ي ِه َميتًا فَك َِرهت ُ ُموهُ َوٱتَّقُوا
َّ ٱّللَ ِإ َّن
18
Artinya:
Begitulah kamu! Kamu berbantah-bantahan tentang apa yang kamu ketahui, tetapi mengapa
kamu berbantah-bantahan juga tentang apa yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang
kamu tidak mengetahui.
19
Artinya:
ada delapan hewan ternak yang berpasangan (empat pasang); sepasang domba dan sepasang
kambing. Katakanlah, "Apakah yang diharamkan Allah dua yang jantan atau dua yang betina
atau yang ada dalam kandungan kedua betinanya? Terangkanlah kepadaku berdasar
pengetahuan jika kamu orang yang benar."
26
yang tidak mengetahui tidak dibenarkan memberi informasi apa pun walau
tepat adalah “Saya tidak tahu.” Sekali waktu ada seseorang yang diutus
Akan tetapi, disisi lain perlu dicatat bahwa dalam konteks memberi
seseorang atau masyarakat maka orang tersebut memikul dosa yang sangat
kebenarannya.
2. Kandungan Informasi
Manusia menjadi musuh atas apa yang ia tidak ketahui. Inilah kaidah
20
َ َٱّللُ بِ َما ت َع َملُون
علِيم َّ ش َٰ َهدَة َ َو َمن يَكتُم َها فَإِنَّهُۥٓ َءاثِم قَلبُهُۥ َو
َّ َو َال ت َكت ُ ُموا ٱل
Artinya:
Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya,
sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
21
M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam : Komparasi Komunikasi Islam dan Barat (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2012), 118.
28
(Informasi) itu merupakan bagian dari ilmu syari’at dan bagian dari
bahwa, “Siapa yang mengucapakan ‘La> ila>ha illa Allah’ dengan penuh
keyakinan, dia masuk surga.” Mendengar ini sahabat yang paling banyak
informasi Rasul tersebut. Akan tetapi di tengah jalan dia dicegat oleh
Umar r.a. yang mengetahui maksudnya itu, dan membawa Abu Hurairah
pengutusan Abu> Hurairah untuk menyampaikan kabar itu dan beliau pun
22
Ibid., 165.
29
di sana sangat heterogen. Nabi Saw. menyetujui usulan Umar, boleh jadi
tetapi juga karena informasi ini dalam situasi saat itu tidak tepat sasaran,
Karena ada pertanyaan yang sifatnya omong kosong, sehingga tidak dapat
atau tidak perlu dijawab. Ada pula pertanyaan, yang apabila dijawab,
justru tidak dapat dimengerti oleh si penanya. Dari sini pula dapat
diajukan oleh kaum muslimin dan selain mereka, yang dijawab oleh al-
Qur’an tidak sesuai atau tidak sepenuhnya menjawab apa yang ditanyakan.
Hal ini karena mengetahui jawaban terhadap apa yang ditanyakan itu tidak
Ada ayat yang memberi jawaban ala kadarnya sesuai dengan yang
215.23 Ada juga jawaban yang mengabaikan pertanyaan yang diajukan dan
memberi jawaban yang (ketika itu) lebih penting untuk mereka ketahui,
yakni harus tetap ada pemilihan perkataan atau kalimat-kalimat yang pas,
Diantaranya:
23
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan.
Katakanlah, "Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang
tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan." Dan kebaikan apa
saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
24
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, "Itu adalah
(penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji." Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki
rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah
rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
25
M. Tata Taufik, Etika Komunikasi Islam : Komparasi Komunikasi Islam dan Barat (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2012), 170.
31
dalam aktivitas tersebut harus jujur, memahami arti pentingnya bahasa dan
- Sedangkan dari sudut audiens, ia harus selektif dan jujur terhadap dirinya
yang dapat menghancurkan akhlak dan tingkah laku diri dan keluarganya,
yang efektif, sebagai tolak ukur dalam ber-tabayyun, apakah suatu informasi
patut untuk diterima atau dibiarkan saja guna menghindari informasi palsu
yang rentan membawa bencana. Atau sebagai tolak ukur apakah seorang
informan atau suatu informasi membutuhkan sikap tabayyun atau tidak. Sebab
komunikasi yang sukses dan efektif tidak lagi membutuhkan usaha check and
recheck (tabayyun).
26
Ibid., 206-207.
32
informasi yang dikehendaki oleh sumber utama tidak sesuai dengan informasi
yang dipahami oleh pihak penerima. Komunikasi yang tidak efektif seperti
kondisi demikian, tabayyun perlu dilakukan agar tidak mudah menerima suatu
yang menjebak.
dan rintangan27 yang dialami pelaku komunikasi, yang rentan terjadi dalam
kegiatan komunikasi, yang pada akhirnya menuntut kita untuk tabayyun. Jika
rintangan komunikasi pada dasarnya dapat dibedakan atas tujuh macam, yakni
sebagai berikut.
1. Gangguan Teknis
Gangguan teknis terjadi jika salah satu alat yang digunakan dalam
pada stasiun radio atau TV, gangguan jaringan telepon, rusaknya pesawat
27
Rintangan komunikasi yang dimaksud ialah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi
tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan komunikator dan penerima.
33
2. Gangguan Semantik
membingungkan penerima.
3. Gangguan Psikologis
4. Rintangan Fisik
geografis misalnya jarak jauh sehingga sulit dicapai. Rintangan fisik bisa
28
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 156.
34
5. Rintangan Status
yunior atau atasan dan bawahan. Perbedaan seperti ini biasanya menuntut
7. Rintangan Budaya
adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-
kebiasaan-kebiasaan lainnya.29
29
Ibid., 157-158.
35
C. Metode Tabayyun
suatu hal yang masih tertutupi atau diragukan. Secara etimologi kata “benar”
mempunyai arti tidak salah, lurus dan adil atau berarti sungguh-sungguh, tidak
preposisi atau hipotesis lainnya, yakni kalau proposisi itu meneguhkan dan
mati” adalah benar, maka “si A akan mati” adalah benar juga.
dituju oleh pernyataan itu. Contoh: “Jakarta adalah Ibu Kota Indonesia”
30
Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2009), 67.
36
logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan
Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah.
Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan
yang tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga
31
Ibid., 68.
37
Kebenaran mutlak dan asasi dari Tuhan. Beberapa hal masih bisa dinalar
dengan panca indera manusia, tapi sebagian hal lain tidak dan karenanya
meletus.
menemukan sesuatu.
38
Seseorang tersebut bisa ilmuan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi
dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar
darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar
objek/aspek yang perlu dicari kebenarannya, yang mana secara tidak langsung
ilmiah.
32
Ibid., 69-71.