Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

SYOK SEPSIS & SYOK KARDIOGENIK

Disusun oleh :
Pepi Arifiyani
Sinta Agustina
Kelompok XI-D

Pembimbing :
dr. Doddy Rizqi Nugraha., Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD WALED CIREBON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNSWAGATI CIREBON
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas laporan kasus ini dengan judul “Syok
Sepsis & Syok Kardiogenik “. Tugas laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi tugas
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Waled
Kabupaten Cirebon.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak menemukan kesulitan. Namun
berkat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Doddy Rizqi
Nugraha., Sp. PD selaku pembimbing.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini, Oleh karena
itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun dalam tema
dan judul yang diangkat dalam laporan kasus ini. Akhir kata semoga laporan kasus ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan umumnya.

Cirebon, November 2020

Penulis

BAB I
LAPORAN KASUS

KASUS 1
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Babakan, Kab. Cirebon
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
TGL MRS : 11 Oktober 2020

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak 1 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 minggu SMRS, sesak dirasa terus menerus dan
tidak dipengaruhi aktivitas. Keluhan sesak disertai batuk berdahak berwarna putih, darah (-),
dahak sulit untuk dikeluarkan. Keringat dingin (+) sejak 2 minggu yang lalu timbul saat
siang hari, mudah lelah, penurunan berat badan (+), demam (+), kedua kaki sakit digerakkan
serta mengecil sehingga sulit untuk berjalan sejak 1 minggu yang lalu, mual muntah (+) 1x,
nyeri dada setelah aktivitas berat nyeri menjalar (-), bengkak (-), BAB & BAK tidak ada
kelainan

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat TB : (+) 4 tahun yang lalu, dan sudah dinyatakan sembuh
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Pribadi dan Sosial


● Riwayat merokok : (+) + selama 30 tahun, berhenti 4 tahun yll
● Riwayat minum alkohol : disangkal
● Penderita sudah tidak bekerja sejak sakit 4 tahun yang lalu

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang
b. Kesadaran
Compos mentis
c. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Frekuensi Nadi : 109x/menit
Frekuensi Napas : 28x/menit
Suhu : 36,5˚C
SpO2 : 90% dengan NK
d. Status interna
Kepala
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/)
- Hidung : sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Telinga : sekret (-)
- Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), tonsil dan faring tidak hiperemis
- Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thorak
 Paru-Paru
1. Inspeksi : Dinding dada simetris, jejas (-), ictus cordis tampak, retraksi
atau penggunaan otot pernapasan tambahan (+)
2. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea axilaris anterior sinistra,
kuat angkat (+), fremitus taktil simetris, nyeri tekan (-), massa tummor (-),
vocal fremitus simetris
3. Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
batas kanan jantung : ICS V linea parasternalis dekstra
batas kiri jantung : ICS VI linea axilaris anterior sinistra
4. Auskultasi:
Pulmo : VBS +/+, Rh -/-, wh -/-. Pulmo : ↓ suara paru
dextra et sinistra , suara nafas bronkovesikuler, di ICS 6 di
linea midclav dextra-sinistra, tracheal di sekitar trakea,
bronkial di para sternal dextra dan sinistra, vesikuler di lateral
dan posterior paru, ronkhi (+/+) dikedua apex paru, & para
sternal dextra et sinistra, wheezing (-/-)
Cor : BJ I = II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
1. Inspeksi : datar, jejas (-), sikatrik (-)
2. Palpasi : nyeri tekan (-)
3. Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
4. Auskultasi : bising usus (+) 13 kali/ menit (normal)
 Ekstremitas :
 Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-)
 Ekstremitas bawah: dapat digerakan namun Nyeri (+/+), Atrofi (+/+), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, telapak kaki pucat (-), jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-), edema (-)
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Hematologi (11/10/2020)
● Hb : 13,0 gram/dL
● Ht : 38%
● Trombosit : 362.000 /mm3
● Leukosit : 25.700/mm 3
● MCV : 81,8
● MCH : 28,9
● MCHC : 35,4
● Eritrosit : 4,61
● Basofil :1
● Eosinofil : 0%
● Neutrofil Batang : 0%
● Neutrofil Segmen : 89%
● Limfosit : 7%
● Monosit : 3%
Kimia klinik
 GDS : 412
Elektrolit
 Na : 119,7
 K : 4,83
 Cl : 79,4

1.4 Diagnosa Kerja


- Severe CAP
- Susp. TB paru relaps
- Susp. Gagal nafas
- Sepsis berat
- Hiponatremia berat
- DM tipe 2

1.5 Penatalaksanaan
Farmakologi
a. IGD
 O2 3 lpm
 IVFD RL 500 cc/8 jam
 Pantoprazole 1x40 mg iv
 Santagesik 3x1 kp iv
 Ondansentron 3x4 mg iv
 Clanexi 3x1 gr iv
 NAC 3x200 mg PO
 Combivent/8 jam
 NaCl 3% 500

b. Ruang Seruni
 O2 4 lpm NK
 Diet DM 1700 kkal
 IVFD NS 500 cc/8jam
 IVFD NaCl 3% 500 cc/24 jam
 Meropenem 3x1 gr iv ( dalam D5% 200 cc  2 jam )
 Levofloksasin 1x750 iv
 Resfar 1 vial dalam D5% 300 cc  4 jam, 1x per hari selama 3 hari lalu NAC
2x600 mg PO
 Combivent / 8 jam
 PCT 4x500 mg PO
 Novorapid sliding scale/ 8 jam
 Pantoprazole 1x40 mg
 Lovenox 1x0,2 cc selama 3 hari
 Cek BTA, gene expert, AGD, UR, CR, OT, PT, D-dimer, profil lipid

1.6 Prognosis
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo ad Functionam : Ad Malam
Qua ad Sanationam : Ad Bonam

KASUS 2
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Cirebon
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
TGL MRS : 14 Oktober 2020

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 1 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 bulan SMRS, sesak dirasakan diseluruh lapang
paru. Sesak nafas dirasakan terus-menerus dan semakin memberat 2 minggu terakhir. Sesak
dipengaruhi aktivitas, tidak dipengaruhi malam/siang maupun cuaca. Sesak memberat bila
tidur terlentang, sesak dicetuskan setelah pasien beraktivitas ringan maupun tidak
beraktivitas. Sesak berkurang ketika duduk dan tidur menggunakan 3 bantal. Keluhan lain
batuk berdahak disertai darah, kemudian keluar keringet dingin yang timbul tidak
dipengaruhi malam/siang maupun cuaca. Pasien merasa mudah lelah saat beraktivitas ringan
maupun tidak beraktivitas. Demam naik turun, kedua kaki bengkak tidak disertai nyeri.
Mual- muntah 1x pagi hari berisi cairan, terdapat nyeri dada yang menjalar ke bahu. BAB &
BAK tidak ada kelainan

Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama 2 minggu yang lalu di RSUD Bakti
Asih Brebes
- Riwayat TB : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal
- Riwayat TB : Ayah Pasien

Riwayat Pribadi dan Sosial


● Riwayat merokok : (+) + selama 20 tahun, berhenti SMRS
● Riwayat minum alkohol : disangkal
● Penderita sudah tidak bekerja sejak masuk Rumah Sakit

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang
b. Kesadaran
Compos mentis
c. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 100x/menit
Frekuensi Napas : 26x/menit
Suhu : 36,6˚C
SpO2 : 90% dengan NK
d. Status interna
Kepala
- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
- Hidung : sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Telinga : sekret (-)
- Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), tonsil dan faring tidak hiperemis
- Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thorak
 Paru-Paru
5. Inspeksi : Dinding dada simetris, jejas (-), ictus cordis tampak, retraksi
atau penggunaan otot pernapasan tambahan (+)
6. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea axilaris anterior sinistra,
kuat angkat (+), fremitus taktil simetris, nyeri tekan (-), massa tummor (-),
vocal fremitus simetris
7. Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
batas kanan jantung : ICS V linea parasternalis dekstra
batas kiri jantung : ICS VI linea axilaris anterior sinistra
8. Auskultasi:
Pulmo : VBS +/+, Rh +/+, wh -/-. Pulmo : ↓ suara paru
dextra et sinistra , suara nafas bronkovesikuler, di ICS 6 di
linea midclav dextra-sinistra, tracheal di sekitar trakea,
bronkial di para sternal dextra dan sinistra, vesikuler di lateral
dan posterior paru, ronkhi (+/+) dikedua apex paru, & para
sternal dextra et sinistra, wheezing (-/-)
Cor : BJ I = II reguler, murmur (-), gallop (+)
 Abdomen
1. Inspeksi : datar, jejas (-), sikatrik (-)
2. Palpasi : nyeri tekan (-)
3. Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
4. Auskultasi : bising usus (+) 16 kali/ menit (normal)
 Ekstremitas :
 Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (+/+), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-)
 Ekstremitas bawah: dapat digerakan namun Nyeri (+/+), Atrofi (+/+), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, telapak kaki pucat (-), jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-), edema (-)
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Hematologi (11/10/2020)
● Hb : 12,9 gram/dL
● Ht : 37%
● Trombosit : 164.000 /mm3
● Leukosit : 8.100/mm 3
● MCV : 85.800
● MCH : 30.1
● MCHC : 35.1
● Eritrosit : 4.28
● Basofil : 10 %
● Eosinofil :2%
● Neutrofil Batang : 0%
● Neutrofil Segmen : 71 %
● Limfosit : 21 %
● Monosit :6%
Kimia klinik
 GDS : 116
Elektrolit
 Na : 133.4
 K : 3.21
 Cl : 90.8

1.4 Diagnosa Kerja


- Susp. TB paru
- ADHF
- Syok Kardiogenik

1.5 Penatalaksanaan
Farmakologi
Tatalaksana IGD :

• Observasi KU dan TTV


• IVFD RL 500 cc/8 jam
• Omeprazole 2x40 mg
• Ondansentron 3x4 mg
• Santagesik 3x1 mg
• Combivent/8 jam
• Clanexi 3x1
• Nac 3x100
• Konsul dr. Doddy Rizqi Nugraha, Sp. PD

c. Ruang Seruni
- Advice dr. Doddy Rizqi Nugraha, Sp. PD
- IVFD Futrolit 500 cc/8 jam
- Pantoprazole 1x40 mg
- Ceftizoxime 3x1
- Ondansentron 3x4 mg
- Santagesik 3x1 mg
- Nebu combivent/8jam
- Nac 3x200
- OAT 4FDC 1x3 tab
- Digoxin 1x1
- R/ USG Thorax
- Loading RL 1000-2000 cc bila MAP <70
- Drip Vascon 0.05-0.2 meq/kgbb/menit target MAP > 70  TD : 90/60 mmHg post
pemberian vascon
- Curcuma 3x1

1.6 Prognosis
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo ad Functionam : Ad Malam
Qua ad Sanationam : Ad Malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEPSIS
2.1.1 Definisi
Arti kata sepsis dalam bahasa Yunani adalah pembusukan. Menurut Kamus Kedokteran
Dorland, sepsis adalah adanya mikroorganisme pathogen atau toksinnya di dalam darah atau
jaringan lain.16 Berdasarkan konsensus America College of Chest Physian and Society of
Critical Medicine (ACPP/SCCM Consensus conference) tahun 1992, sepsis didefinisikan
sebagai respon inflamasi karena infeksi . Respon inflamasi sistemik ditandai dengan
manifestasi dua atau lebih keadaan sebagai berikut :
1. Suhu lebih > 380 C atau < 360 C
2. Frekuensi denyut jantung > 90 x / menit
3. Frekuensi pernapasan > 20 x / menit atau PaCO2 < 32 mmHg
4. Hitung Leukosit > 12.000 / mm3, < 4.000 / mm3 atau ditemukan > 10 % sel darah
putih muda ( batang ) Apabila keadaan diatas tanpa disertai adanya infeksi maka disebut
Systemic Inflamatory Response Syndrome ( SIRS ).
Sepsis berat merupakan keadaan sepsis yang disertai dengan disfungsi organ,hipoperfusi
atau hipotensi . Gangguan perfusi ini mungkin juga disertai dengan asidosis laktat, oliguri,
atau penurunan status mental secara mendadak . Syok sepsis adanya sepsis yang
menyebabkan kondisi syok dengan hipotensi walaupun telah dilakukan resusitasi cairan .
Bila keadaan syok septik tidak segera ditangani dengan baik maka dapat berlanjut menjadi
kondisi klinis yang lebih parah yaitu MODS yang berarti munculnya penurunan fungsi
sejumlah organ ( paru – paru, ginjal, kulit, ginjal).

2.1.2 Patofisiologi
Perjalanan terjadinya sepsis merupakan mekanisme yang kompleks, antara mikroorganisme
penginfeksi, dan imunitas tubuh manusia sebagai penjamu . Saat ini sepsis tidak hanya
dipandang sebagai respon inflamasi yang kacau tetapi juga meliputi ketidakseimbangan
proses koagulasi dan fibrinolisis . Hal ini merupakan mekanisme – mekanisme penting dari
patofisiologi sepsis yang dikenal dengan kaskade sepsis. Mikroorganisme penyebab sepsis
terutama bakteri gram negative dapat melepaskan endotoksinnya ke dalam plasma yang
kemudian akan berikatan dengan Lipopolysaccarida binding protein ( LBP ). Kompleks
yang terbentuk dari ikatan tersebut akan menempel pada reseptor CD 14 yeng terdapat
dipermukaan monosit, makrofag, dan neutrofil, sehingga sel – sel tadi menjadi teraktivasi.
Makrofag, monosit, makrofag, dan netrofil yang teraktivasi inilah yang melepaskan mediator
inflamasi atau sitokin proinflamatory seperti TNF α dan IL -11 1β , IL – 2 , IL – 6, interferon
gamma , platelet activating factor ( PAF ) , dimana dalam klinis akan ditandai dengan
timbulnya gejala – gejala SIRS. Sitokin proinflamasi ini akan mempengaruhi beberapa organ
dan sel seperti di hipotalamus yang kemudian menimbulkan demam, takikardi, dan takipneu.
Terjadinya hipotensi dikarenakan mediator inflamasi juga mempengaruhi dinding pembuluh
darah dengan menginduksi proses sintesis Nitrit oxide ( NO ) . Akibat NO yang berlebih ini
terjadi vasodilatasi dan kebocoran plasma kapiler, sel – sel yang terkait hipoksia yang bila
berlangsung ama terjadi disfungsi organ, biasanya hal ini sering terjadi bila syok septik yang
ditangani dengan baik. Selain respon inflamasi yang sistemik, sepsis juga menimbulkan
kekacauan dari sistem koagulasi dan fibrinolisis . Paparan sitokin proinflamasi ( TNF – α ,
IL - 1β , IL – 6 ) juga menyebabkan kerusakan endotel, akibatnya neutrofil dapat migrasi,
platelet mudah adhesi ke lokasi jejas. Rusaknya endotel yang berlebihan ini akan
mengekpresikan atau mengaktifasikan TF, yang kita
ketahui dapat menstimulasi cascade koagulasi dari jalur ekstrinsik memproduksi trombin
dan fibrin.Pembentukan trombin selain menginduksi perubahan fibrinogen menjadi fibrin,
juga memiliki efek inflamasi pada sel endotel, makrofag, dan monosit sehingga terjadi
pelepasan TF, TNF – α yang lebih banyak lagi . Selain itu trombin juga menstimulasi
degranulasi sel mast yang kemudian meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan
menyebabkan kebocoran kapiler. Bila sistem koagulasi teraktivasi secara otomatis tubuh
juga akan mengaktifasi sistem fibrinolisis untuk mencegah terjadinya koagulasi yang
berlebihan. Akan tetapi dalam sepsis, TNF – α mempengaruhi system antikoagulasi alamiah
tubuh yang mengganggu aktivitas dari antitrombin III , protein C , protein S , Tissue Factor
Protein Inhibitor ( TFPI ) dan Plasminogen Activator Inhibitor – I ( PAI – I ) sehingga
bekuan yang terbentuk tidak dapat didegradasi . Akibatnya formasi fibrin akan terus
tertimbun di pembuluh darah ,
membentuk sumbatan yang mengurangi pasokan darah ke sel sehingga terjadi kegagalan
organ.

2.1.3 Klasifikasi
Tabel 1 . Klasifikasi sepsis.
Kriteria Gejala
SIRS Temperatur > 38 0 C atau 36 0C
HR > 90 per menit
RR > 20 per menit atau
PaCO2 < 4,27 kPa Leukosit > 12.000/mm3 atau < 4000/mm3 atau neutofil imatur >
10% Sepsis SIRS dengan suspek infeksi

Sepsis Berat & Septic Syok


SBP < 90mmHg atau MAP < 70 mmHg minimal selama 1 jam walaupun telah dilakukan
resusitasi adekuat atau vasopressor Output urin < 0,5 ml/kg/jam untuk 1 jam walaupun telah
diberikan resusitasi yang adekuat PaO2/FiO2 < 250 pada adanya kelainan organ atau
kelainan system yang lain atau < 200 jika hanya paru yang mengalami disfungsi.
Penghitungan platelet < 80000/mm3 atau turun sebanyak 50% dari harga awal selama 3 hari
Asidosis metabolic pH < 7,30 atau defisit basa > 5,0 mmol/L. Level laktat > 1,5 kali dari
normal. MODS Kerusakan lebih dari satu organ yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mengatur homeostasis tanpa intervensi.
Tanda dan Gejala
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tandatanda penyakit
yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan gejala berkembang
mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala pada setiap pasien sangat
bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan sepsis adalah normo-atau hipotermia,
tidak ada demam paling sering terjadi pada neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang
dengan uremia atau alkoholisme.
Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi, dan
takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat bervariasi.
Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam makulopapular,
petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70% dengan meningococcemia), dan
artritis (8%). Demam terjadi pada 0,4), dan kapiler paru tekanan.
Pada sepsis berat muncul dampak dari penurunan perfusi mempengaruhi setidaknya
satu organ dengan gangguan kesadaran, hipoksemia (PO2 0,4), dan kapiler paru tekanan
peningkatan laktat plasma, atau oliguria (≤30 ml / jam meskipun sudah diberikan cairan).
Sekitar satu perempat dari pasien mengalami sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)
dengan infiltrat paru bilateral, hipoksemia (PO2 0,4), dan kapiler paru tekanan.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi :
1. Non farmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan melakukan ventilasi
mekanik dan drainase infeksi fokal.
2. Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan vasopressor yang
bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg, menurunkan serum laktat dan
mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila rata-rata tekanan
darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian baru-baru
ini membandingkan vasopresin dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan bahwa
vasopresin dosis rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan dengan
norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan dilakukan ventilasi
mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai rekomendasi
antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotic spektrum luas dari bakteri gram
positif dan gram negative.cakupan yang luas bakteri gram positif dan gram negative (atau
jamur jika terindikasi secara klinis).
e. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa genetika aktifasi
protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien dengan sepsis berat dengan multiorgan
disfungsi (atau APACHE II skor >24); bila dikombinasikan dengan terapi konvensional,
dapat menurunkan angka mortalitas.
2.2 Syok Kardiogenik

2.2.1 Definisi

Syok didefinisikan sebagai sindrom gangguan patofisiologi berat yang ketika


berlanjut menyebabkan perfusi jaringan yang buruk, hal ini dapat dikaitkan dengan
metabolisme sel yang tidak normal. Selain itu, syok merupakan kegagalan sirkulasi
perifer yang menyeluruh sehingga perfusi jaringan menjadi tidak adekuat. Syok
kardiogenik merupakan suatu kondisi dimana terjadi hipoksia jaringan sebagai akibat
dari menurunnya curah jantung, meskipun volume intravaskuler cukup. Sebagian
besar kondisi syok ini disebabkan oleh infark miokard akut (Asikin et all, 2016).
Pendapat lain mengatakan bahwa syok kardiogenik adalah kelainan jantung
primer yang menyebabkan kelainan fungsi jaringan yang tidak cukup untuk
mendistribusi bahan makanan dan mengambil sisa metabolisme. Syok kardiogenik
adalah syok yang disebabkan oleh ketidakadekuatan perfusi jaringan akibat dari
kerusakan fungsi ventrikel. Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung
mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme,
akibat dari gangguan fungsi pompa jantung (Aspiani, 2015).
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis
yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manisfestasi
hemodinamika yang bervariasi ; tetapi petunjuk yang umum adalah tidak
memadainya perfusi jaringan ketika kemampuan jantung untuk memompa darah
mengalami kerusakan. Curah jantung merupakan fungsi baik untuk volume sekuncup
maupun frekuensi jantung. Jika volume sekuncup dan frekuensi jantung menurun atau
menjadi tidak teratur, tekanan darah akan turun dan perfusi jaringan akan terganggu.
Bersama dengan jaringan dan organ lain mengalami penurunan suplai
6

darah, otot jantung sendiri menerima darah yang tidak mencukupi dan mengalami
kerusakan perfusi jaringan (Muttaqin, 2009).
Keadaan hipoperfusi ini memperburuk penghantaran oksigen dan zat-zat gizi,
dan pembuangan sisa-sisa metabolic pada tingkat jaringan. Hipoksia jaringan akan
menggeser metabolisme dan jalur oksidatif ke jalur anaerobic, yang mengakibatkan
pembentukan asam laktat. Kekacauan metabolism yang progresif menyebabkan syok
menjadi berlarut-larut, yang pada puncaknya akan menyebabkan kemunduran sel dan
kerusakan multisystem (Muttaqin, 2009).
2.2.2 Etiologi

Penyebab syok kardiogenik terjadi akibat beberapa jenis kerusakan, gangguan


atau cedera pada jantung yang menghambat kemampuan jantungg untuk berkontraksi
secara efektif dan memompa darah. Pada syok kardiogenik, jantung mengalami
kerusakan berat sehingga tidak bisa secara efektif memperfusi dirinya sendiri atau
organ vital lainnya. Ketika keadaan tersebut terjadi, jantung tidak dapat memompa
darah karena otot jantung yang mengalami iskemia tidak dapat memompa secara
efektif. Pada kondisi iskemia berkelanjutan, denyut jantung tidak berarturan dan
curah jantung menurun secara drastic (Yudha, 2011).
Beberapa faktor penyebab terjadinya syok kardiogenik adalah :

1. Infark Miokardium : jantung yang rusak tidak dapat memompa darah dan
curah jantung tiba-tiba menurun. Tekanan sistolik menurun akibat
kegagalan mekanisme kompensasi. Jantung akan melakukan yang terbaik
pada setiap kondisi, sampai akhirnya pompa jantung tidak dapat
memperfusi dirinya sendiri
2. Aritmia Ventrikel yang Mematikan : pasien dengan takikardia terus
menerus akan dengan cepat menjadi tidak stabil. Tekanan darah sistolik
dan curah jantung menurun karena denyut jantung yang terlalu cepat
menurunkan waktu pengisian ventrikel. Takikardia ventrikel dan fibrasi
ventrikel dapat terjadi karena iskemia miokardium setelah infark
miokardium akut
3. Gagal Jantung Stadium Akhir : jaringan parut di miokardium akibat
serangan jantung sebelumnyaa, dilatasi ventrikel, dan iskemia miokardium
kronis merusak otot jantung, dan gerak dinding menjadi tidak
terkoordinasi (ruang ventrikel tidak padat memompa secara bersamaan.
2.2.3 Patofisiologi

Syok kardiogenik di tandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang


mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan yang
terus- menerus antara kebutuhan suplai oksigen miokardium. Pembuluh coroner yang
terserang juga tidak mampu meningkatkan aliran darah secara memadai sebagai
respons terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh
aktivitas respons kompensatorik seperti perangsang simpatik. Kontraktilitas ventrikel
kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu akibat dari proses infark. Pertahanan
perfusi jaringan menjadi tidak memadai, karena ventrikel kiri gagal bekerja sebagai
pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung dengan baik. Maka dimulailah
siklus yang terus berulang. Siklus dimulai saat terjadinya infark yang berkelanjut
dengan gangguan fungsi miokardium (Muttaqin, 2009).
Kerusakan miokardium baik iskemia dan infark pada miokardium
mengakibatkan perubahan metabolism dan terjadi asidosis metabolic pada
miokardium yang berlanjut pada gangguan kontraktilitas miokardium yang berakibat
pada penurunan volume sekuncup yang di keluarkan oleh ventrikel. Penurunan curah
jantung dan hipotensi arteria disebabkan karena adanya gangguan fungsi miokardium
yang berat. Akibat menurunnya perfusi coroner yang lebih lanjut akan mengakibatkan
hipoksia miokardium yang bersiklus ulang pada iskemia dan kerusakan miokardium
ulang. Dari siklus ini dapat di telusuri bahwa siklus syok kardiogenik ini harus di
putus sedini mungkin untuk menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan
mencegah
perkembangan menuju tahap irreversible dimana perkembangan kondisi bertahap
akan menuju pada aritmia dan kematian (Muttaqin, 2009).
2.2.4 Manisfestasi Klinis

Menurut buku Aspiani 2015 timbulnya syok kardiogenik dengan infark


miokard akut dapat dikategorikan dalam beberapa tanda dan gejala berikut:
1. Timbulnya tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setlah infark akibat gangguan
miokard miokard atau rupture dinding bebas ventrikel kiri
2. Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark berulang

3. Timbulnya tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark miokard disertai timbulnya


bising mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektro mekanik. Episode
ini disertai atau tanpa nyeri dada, tetapi sering disertai dengan sesak napas
akut

Keluhan dada pada infark miokard akut biasanya didaerah substernal, rasa
seperti ditekan, diperas, diikat, rasa dicekik, dan disertai rasa takut. Rasa nyeri
menjalar ke leher, rahang, lengan dan punggung. Nyeri biasanya hebat dann
berlangsung lebih dari
½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat. Syok kardiogeenik yang berasal
dari penyakit jantung lainnya, keluhan sesuai dengan penyakit dasarnya.

Tanda penting yang muncul pada syok kardiogenik adalah sebagai berikut
(Yudha, 2011) :

a. Takikardia : Jantung berdenyut lebih cepat karena stimulasi simpatis yang


berusaha untuk meningkatkan curah jantung. Namun, hal ini akan menambah
beban kerja jantung dan meningkatkan konsumsi oksigen yang menyebabkan
hipoksia miokardium
b. Kulit pucat dan dingin : vasokontriksi sekunder akibat stimulasi simpatis
membawa aliran darah yang lebih sedikit (warna dan kehangatan) ke kulit
c. Berkeringat : stimulasi simpatis mengakibatkan kelenjar keringat
d. Sianosis pada bibir dan bantalan kuku : stagnasi darah di kapiler setelah oksigen
yang tersedia di keluarkan
e. Peningkatan CVP (tekanan vena sentral) dan PWCP ( tekanan baji kapiler
pulmonal ) : pompa yang mengalami kegagalan tidak mampu memompa darah,
tetapi darah tetap masuk ke jantung, menambah jumlah darah di dalam jantung,
sehingga meningkatkan preload
2.2.5 Klasifikasi

Menurut Muttaqin 2009 Syok dapat dibagi menjadi tiga tahap yang semakin
lama semakin berat :
1. Tahap I, syok terkompensasi (non-progresif) ditandai dengan respons
kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut
2. Tahap II, tahap progresif, ditandai dengan manisfestasi sistemis dari hipoperfusi
dan keemunduran fungsi organ
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak
pdapat lagi dihindari, yang pad akhirnya menuju ke kematian
2.2.6 Komplikasi

Menurut buku yang di tulis oleh Aspiani 2015 komplikasi yang muncul dari
syok kardiogenik adalah :

1. Henti jantung paru

2. Disritmia

3. Gagal multisystem organ

4. Stroke

5. Tromboemboli
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk mendukung penegakan


diagnosis syok kardiogenik adalah sebagai berikut (Asikin, 2016):

1. EKG : untuk mengetahui adanya infark miokard dan/atau iskemia miokard

2. Rongent Dada : menyingkirkan penyebab syok atau nyeri dada lainnya.


Klien dengan syok kardiogenik sebagian besar menunjukkan adanya gagal
ventrikel kiri.
3. Kateterisasi Jantung : Menentukan penyebab dan jenis syok dengan
melihat tekanan kapiler paru dan indeks jantung
4. Enzim Jantung : mengetahui syok kardiogenik disebabkan oleh infark
miokard akut. Enzim jantung dapat berupa kreatinin kinase, troponin,
myoglobin dan LDH
5. Hitung Darah Lengkap : melihat adanya anemia, infeksi atau koagulopati
akibat sepsis yang mendasari terjadinya syok kardiogenik
6. Ekokardiografi : menentukan penyebab syok kardiogenik dengan melihat
fungsi sistolik dan diastolik jantung

Terdapat beberapa tambahan pemeriksaan penunjang pada syok


kardiogenik menurut pendapat Yudha 2011 :

1. Pemindaian Jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan


gerakan jantung
2. Elektrolit : mungkin berubah karena perrpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal, terapi deuretik
3. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif memperburuk penyakit paru obstruktif menahun (POM)
4. AGD : gagal ventrikel kiri diatandai alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksiemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
2.2.8 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis

Penanganan Syok kardiogenik yaitu kegawadaruratan yang


memerlukan terapi resusitasi segera sebelum syok merusak organ secara
irreversible (Asikin et all, 2016).
1. Penanganan awal : resusitasi cairan, oksigenasi dan proteksi jalan
nafas, koreksi hipovolemia dan hipotensi
2. Intervensi farmakologi :

 sesuai penyebabnya, misalnya infark miokard atau sindrom


coroner akut diberikan aspirin dan heparin
 obat vasokontriksi, misalnya dopamine, epinefrin, dan
norepinefrin
 mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk
mempertahankan perfusi jaringan dan volume intravaskuler
3. Farmakologi

Syok kardiogenik, setelah tercapainya preload yang optimal,


sering kali dibutuhkan inotropic untuk memperbaiki kontraktilitas dan
obat lain untuk menurunkan afeterload.
a. Katekolamin

Hormone yang termasuk dalam kelompok ini yaitu adrenalin


(epinefrin), noradrenalin (norepinephrine), isoproterenol,
dopamine dan dobutamine. Golongan obat ini akan menaikkan
tekanan arteri, perfusi coroner, kontraktilitas dan kenaikkan
denyut jantung, serta vasontriksi perifer. Kenaikan tekanan arteri
akan meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja yang tidak
diinginkan berpotensi mengakibatkan aritmia.
b. Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol

Hormone ini memiliki aktivitas stimulasi alfa yang kuat. Ketiga


obat tersevut memiliki aktivitas kronotropik. Stimulasi alfa yang
kuat menyebabkan vasokontriksi yang kuat, sehingga
meningkatkan tekanan dinding miokard yang dapat mengganggu
aktivitas inotropic. Isoproterenol merupakan vasodilator kuat,
serta cenderung menurunkan aliran darah dan tekanan perfusi
coroner. Isoproterenolakan meningkatkan kontraktilitas miokard
dan laju jantung, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
konsumsi oksigen miokard yang sangat berbahaya pada syok
kardiogenik
c. Dopamine

Dopamine mempengaruhi stimulasi reseptor beta 1 pada dosis 5-


10µg/kgBB/menit, sehingga terdapat peningkatan kontraktilitas
dan denyut jantung, sedangkan pada dosis > 10µg/kgBB/menit,
reseptor alfa 1 yang menyebabkan peningkatkan tekanan arteri
sistemik dan tekanan darah akan distimulasi oleh dopamine.
Dopamine adalah prekusor endogen noradrenalin, yang
menstimulasi reseptor beta, alfa, dan dopaminergic. Dopamine
menyebabkan vasodilatasi ginjal, menseterika dan coroner pada
dosis < 5 µg/kg/menit. Takikardia merupakan efek samping dari
dopamine.
d. Dobutamine

Dobutamine merupakan katekolamin inotropic standart yang


digunakan sebagai pembanding. Efek dobutamine terbatas pada
tekanan darah. Dobutamine juga meningkatkan curah jantung
tanpa pengaruh bermakna pada tekanan darah. Oleh karena itu,
tahanan vaskulat sistemik, tekanan vena dan denyut jantung
menurun, sehingga umumnya menandakan adanya hipovolemia.
Dobutamin terutama bekerja pada reseptor beta dengan rentan
dosis 2-40 mcg/kgBB/menit. Pada dosis tersebut, dobutamin akan
meningkatkan kontraktilitas dengan sedikit efek kronotropik tanpa
vasokontriksi.
4. Mechanical Circulatory Support
Digunakan pada pengidap yang tidak responsive dengan
pengobatan yang telah diberikan.
a. Intra-aortic Ballon Pump (IABP)

IABP dapat mengurangi afterload ventrikel kiri sistolik dan


mengurangi tekanan perfusi coroner diastolic, sehingga
meningkatkan output jantung dan aliran darah arteri
coroner. IABP dimasukkan melalui arteri besar dengan
bantuan fluoroskopi yang disinkronisasikan dengan EKG.
Saat diastolic balon akan di kembangkan yang bertujuan
untuk meningkatkan tekanan diastolic, sehingga akan
memperkuat aliran darah koroner dan perfusi koroner
menjadi baik. Saat sebelum sistolik ventrikel balon
dikempiskan yang akan menurunkan tekanan aorta dan
ventrikel afterload.
b. Ventricular Assist Device (VAD)

VAd dapat mendukung hemodinamika jangka pendek untuk


reperfusi. VAD digunakan setelah oklusi coroner akut
sehingga terjadi reduksi preload ventrikel kiri, meingkatkan
aliran darah miokard dan memperbaiki fungsi jantung
secara umum
DAFTAR PUSTAKA
1. National health service United Kingdom. Sepsis [Internet]. [cited 2013 des 3].
Available from:
http://www.nhs.uk/Conditions/bloodpoisoning/Pages/introduction.aspx
2. Ayudiatama SC. Uji diagnostik prokalsitonin dibanding kultur darah sebagai baku
emas untuk diagnostis sepsis di RSUP dr. Kariadi. Semarang: Fakultas kedokteran
Universitas Diponegoro; 2011.
3. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al.
Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe
Sepsis and Septic Shock. 2012.
4. Martin GS. Sepsis, severe sepsis and septic shock: changes in incidence, pathogens
and outcomes. Expert review of anti-infective therapy [Internet]. 2012 [cited 2013
dec 8]; 10(6):701-6. Available from: National center for biotechnology information
5. Vincent JL, Sakr Y, Sprung CL, et al. Sepsis in European intensive care units:
results of the SOAP study. Crit. Care Med. 2006;34(2):344-53.
6. Danai P, Martin GS. Epidemiology of sepsis: recent advances. Curr. Infect. Dis.
Rep. 2005;7(5):329-34.

Anda mungkin juga menyukai