Anda di halaman 1dari 72

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN

BANDENG (Chanos chanos) DI BALAI BESAR PERIKANAN


BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA KABUPATEN
JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH

PRAKTEK KERJA LAPANG


PROGRAM STUDI AKUAKULTUR

Oleh :

YOKHEBED TISDA JANUARISTA


MOJOKERTO – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


PROGRAM STUDI DILUAR DOMISILI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
BANYUWANGI
2019
MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN
BANDENG (Chanos chanos) DI BALAI BESAR PERIKANAN
BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA KABUPATEN
JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh :

YOKHEBED TISDA JANUARISTA


NIM. 141611535036

Mengetahui, Menyetujui,
Dekan Dosen Pembimbing,
Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Airlangga

Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., M.P. Muhammad Hanif Azhar, S.Pi.,M.Si.
NIP. 19620116 199203 2 001 NIP. 19840718 201504 1 001
iii
MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN
BANDENG (Chanos chanos) DI BALAI BESAR PERIKANAN

BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA KABUPATEN


JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh :
YOKHEBED TISDA JANUARISTA
NIM. 141611535036

Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat


bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup maupun kualitasnya
dapat diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Perikanan.

Telah diajukan pada :


Tanggal : 21 Juni 2019

KOMISI PENGUJI
Ketua : Muhammad Hanif Azhar, S.Pi., M.Si.
Anggota : 1. Prayogo, S.Pi., M.P.
2. Hapsari Kenconojati S.Si., M.Si.

Banyuwangi,
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Program Studi di Luar Kampus Utama
Universitas Airlangga
Dekan

Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., M.P.


NIP. 19620116 199202 2 001

iv
RINGKASAN

YOKHEBED TISDA JANUARISTA. Manajemen Kualitas Air pada


Pemeliharaan Larva Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Balai Besar
Perikanan Budidaya Air Payau Jepara, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa
Tengah. Dosen Pembimbing Muhammad Hanif Azhar, S.Pi., M.Si
Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu komoditas ikan
ekonomis di dunia. Produksi ikan bandeng setiap tahun mengalami peningkatan
rata-rata dari tahun 2010-2014 sebesar 10,45% (Dirjen Perikanan Budidaya,
2014). Peningkatan permintaan ikan bandeng berbanding terbalik terhadap
ketersediaan benih ikan bandeng di alam. Produksi pembenihan ikan bandeng
pada pemeliharaannya masih mengalami kendala antara lain berupa kualitas air.
Pengontrolan kualitas air pada pemeliharaan larva ikan bandeng merupakan faktor
penting dalam menghasilkan benih ikan bandeng yang berkualitas.
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini telah dilaksanakan di Balai Besar
Perikanan Budidaya Air Payau, Jepara pada tanggal 17 Desember 2018 – 31
Januari 2019. Metode yang digunakan pada PKL yaitu metode deskriptif dengan
pengambilan data primer dan sekunder dengan cara partisipasi aktif, observasi,
dan wawancara.
Berdasarkan hasil praktek kerja lapang yang telah dilaksanakan, dapat
diketahui bahwasanya pemeliharaan larva ikan bandeng di Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara telah menerapkan prosedur pembenihan
ikan yang baik (CPIB), dibuktikan dengan hasil pengukuran kualitas air yang
telah dilakukan sesuai dengan standar toleransi larva ikan bandeng, yaitu suhu
berkisar 29-31 0C, DO (Dissolved Oxygen) berkisar 4-5 ppm, salinitas berkisar 30-
34 ppt, pH berkisar 7-8, nitrit berkisar 0-0,05 ppm, nitrat berkisar 0-0,02 ppm, dan
amonia 0 ppm.

v
SUMMARY

YOKHEBED TISDA JANUARISTA. Management of Water Quality in


Rearing of Milkfish Larvae (Chanos chanos) at the Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jepara Regency, Central Java
Province. Academic advisor Muhammad Hanif Azhar, S.Pi., M.Si.
Milkfish (Chanos chanos) is one of the economical fish commodities in
the world. Production of milkfish every year has increased average from 2010-
2014 by 10.45% (Director General of Aquaculture, 2014). Increased demand for
milkfish is inversely proportional to the availability of milkfish in nature. The
production of milkfish hatcheries in their rearing is still experiencing problems
including water quality. Control of water quality in the maintenance of milkfish
larvae is an important factor in producing quality milkfish seeds.
This Field Work Practice (PKL) activity was carried out at the Brackish
Water Aquaculture Center, Jepara on December 17, 2018 - January 31, 2019. The
method used in PKL are a descriptive method with primary and secondary data
collection by means of active participation, observation, and interviewed.
Based on the results of fieldwork practices that have been carried out, it
can be seen that the reared of milkfish larvae at the Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara has implemented a good fish hatchery
procedure (CPIB), evidenced by the results of measurements of water quality that
have been carried out in accordance with the standards tolerance of milkfish
larvae, namely temperatures ranges from 29-31 oC, DO (Dissolved Oxygen)
ranges from 4-5 ppm, salinity ranges from 30-34 ppt, pH ranges from 7-8, nitrite
ranges from 0-0.05 ppm, nitrates range from 0- 0.02 ppm, and 0 ppm ammonia.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas karuniaNya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKL) berjudul “Manajemen

Kualitas Air Pada Pemeliharaan Larva Bandeng (Chanos chanos) di Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah”. Karya

ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi diluar Kampus Utama

Universitas Airlangga Banyuwangi Fakultas Perikanan dan Kelautan, Akuakultur.

Praktek Kerja Lapang dilaksanakan pada 17 Desember 2018 - 31 Januari 2019.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Hanif Azhar,

S. Pi., M. Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran, petunjuk

dalam penyusunan laporan Praktek Kerja Lapang.

Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini

masih belum sempurna. Kritik dan saran yang membangun, sangat penulis

harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Semoga Karya

Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak,

khususnya bagi Program Studi diluar Kampus Utama Universitas Airlangga

Banyuwangi Fakultas Perikanan dan Kelautan, Budidaya Perairan guna kemajuan

serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama

budidaya perairan

Banyuwangi, 7 Mei 2019

Penulis

vii
UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah Praktek Kerja

Lapang (PKL) ini banyak melibatkan orang-orang yang sangat berjasa bagi

penulis. Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1) Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., M.P. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan

Kelautan Universitas Airlangga yang telah mengizinkan melakukan Praktek

Kerja Lapang (PKL).

2) Prof. Dr. Suryanto, M.Si., selaku Koordinator PSDKU Universitas Airlangga

di Banyuwangi yang telah mengizinkan melakukan Praktek Kerja Lapang

serta persediaan fasilitas selama ujian Praktek Kerja Lapang dan

pembimbingan Praktek Kerja Lapang.

3) Prayogo, S.Pi., M.P selaku Kepala Program Studi Akuakultur Fakultas

Perikanan dan Kelautan PSDKU Universitas Airlangga di Banyuwangi yang

selau memberikan nasehat dan arahan dalam bimbingan Praktek Kerja

Lapang

4) Hapsari Kenconojati, S. Si., M. Si selaku dosen wali yang telah memberikan

arahan, petunjuk dan bimbingan selama diperkuliahan.

5) Muhammad Hanif Azhar, S. Pi.,M. Si selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sejak penyusunan usulan hingga

penyelesaian laporan PKL.

6) Hapsari Kenconojati S.Si., M.Si dan Prayogo, S.Pi., M.P selaku dosen

penguji ujian hasil PKL.

viii
7) Sugeng Raharjo, A.Pi selaku Kepala BBPBAP Jepara yang telah memberikan

izin dan fasilitas untuk melaksanakan PKL di BBPBAP Jepara.

8) Slamet Riyadi, S.Pi selaku pembimbing lapang yang telah banyak

memberikan arahan dalam pelaksanan kegiatan PKL serta memberikan ilmu

yang bermanfaat.

9) Bapak Agus, dan Mas Yadi selaku pegawai di Pembenihan Bandeng Unit 2

BBPBAP Jepara yang telah memberikan masukan dan banyak ilmu mengenai

kegiatan pembenihan ikan bandeng.

10) Bapak Faizal selaku pegawai di Laboratorium Fisika, Kimia dan Lingkungan

BBPBAP Jepara yang telah memberikan masukan dan banyak ilmu mengenai

kegiatan pengukuran dan pengambilan sampel kualitas air parameter fisika

dan kimia air.

11) Orang Tua Tercinta, Mama dan Ayah yang selalu mendoakan,

menyemangati, mendukung saya selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapang

(PKL) hingga proses pembuatan laporan.

12) Dinda, Dian, Wildan A, Chelsey, Kak Ayu, Kak Erwin, Rais, Kak Budi, Kak

Hawa, Kak Intan, Kak Nur, dan Dita selaku teman-teman seperjuangan

Praktek Kerja Lapang (PKL) di BBPBAP Jepara.

13) Teman-teman Orca 2016 seperjuangan dan semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis hingga laporan PKL

dapat terselesaikan.

ix
DAFTAR ISI

RINGKASAN........................................................................................................iv
SUMMARY............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................vii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
DAFTAR GRAFIK.............................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv
I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1Latar Belakang..........................................................................................1
1.2Tujuan........................................................................................................3
1.3Manfaat......................................................................................................3

II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................4
2.1Klasifikasi dan Morfologi Bandeng..........................................................4
2.2Habitat dan Penyebaran Bandeng..............................................................5
2.3Pemeliharaan Larva...................................................................................5
2.4Manajemen Kualitas Air pada Larva Ikan Bandeng.................................7
a.Suhu...................................................................................................7
b.Keasaman (pH)..................................................................................8
c.Oksigen Terlarut (DO).......................................................................8
d.Salinitas..............................................................................................9
e.NH3 (Amonia)....................................................................................9

III PELAKSANAAN KEGIATAN.....................................................................11


3.1Tempat dan Waktu..................................................................................11
3.2Metode Kerja...........................................................................................11
3.3Metode Pengumpulan Data.....................................................................11

IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................14


4.1Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang.......................................14
4.2Sarana dan Prasarana Pembenihan Ikan Bandeng Unit 2 Balai Besar....23
4.3Kegiatan Praktek Kerja Lapang..............................................................26
4.3.1 Pengadaan Induk............................................................................26
4.3.2 Pemeliharaan Induk........................................................................27
4.3.3 Persiapan Bak Pemeliharaan Telur hingga Larva..........................28
4.3.4 Pemeliharaan Telur hingga larva ikan bandeng.............................28
4.3.5 Panen..............................................................................................31

x
4.3.6 Pengukuran Kualitas Air Pemeliharaan Larva Ikan Bandeng........32
4.3.6.1 Suhu....................................................................................33
4.3.6.2 Oksigen terlarut (Dissolved oxygen)..................................35
4.3.6.3 Salinitas..............................................................................37
4.3.6.4 Nitrit (NO2).........................................................................39
4.3.6.5 Nitrat (NO3)........................................................................40
4.3.6.6 Amonia (NH3)....................................................................41
4.3.6.7 Power of Hydrogen (pH)...................................................42

V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................45


5.1. Kesimpulan......................................................................................45
5.2. Saran.................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................46
LAMPIRAN..........................................................................................................50

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)..........................................................4

2. Perkembangan Ikan Bandeng (Chanos chanos)..................................................5

3. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.........................15

4. Hatchery pemeliharaan larva ikan bandeng unit 2.............................................23

5. Sand filter air laut yang terdapat di BBPBAP Jepara........................................24

6. Kolam pemeliharaan larva ikan bandeng unit 2 BBPBAP Jepara.....................25

7. Sumber listrik (genset) yang terdapat di BBPBAP Jepara.................................25

8. Mobil pick up prasarana di BBPBAP Jepara.....................................................26

9. Indukan ikan bandeng di BBPBAP Jepara........................................................27

10. Bak Pemeliharaan Induk Ikan Bandeng di BBPBAP Jepara...........................28

11. Telur ikan bandeng...........................................................................................29

12. Proses sipon dasar bak pemeliharaan larva ikan bandeng...............................29

13. Proses panen larva ikan bandeng.....................................................................32

14. Denah Lokasi BBPBAP Jepara........................................................................49

15. Struktur organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara..........50

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Morfologi Larva Ikan Bandeng...........................................................................6

2. Jumlah Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan dan Golongan Tahun 2014...... 21

3. Data Manajemen Pemberian Pakan pada Larva Ikan Bandeng ........................30

4. Data sampling pertumbuhan panjang larva ikan bandeng.................................30

5. Data jumlah larva ikan bandeng masing-masing bak pemeliharaan larva.........31

6. Kisaran kualitas air larva bandeng selama masa pemeliharaan.........................33

xiii
DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

1. Data Pengukuran suhu rata-rata.........................................................................34

2. Data Pengukuran DO (Dissolved oxygen) rata-rata ..........................................35

3. Data Pengukuran salinitas rata-rata ...................................................................38

4. Data Pengukuran nitrit rata-rata ........................................................................39

5. Data fluktuasi nitrat selama masa pemeliharaan larva ikan bandeng................41

6. Data fluktuasi pH selama masa pemeliharaan larva ikan bandeng...................43

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Lokasi Praktek Kerja Lapang (BBPBAP Jepara).......................................49

2. Struktur Organisasi BBBPBAP Jepara..............................................................50

3.Bangunan Balai Besar Perikanan Air Payau (BBPBAP) Jepara.........................51

4. Alat-alat yang digunakan untuk pengecekan kualitas air di BBPBAP Jepara ..53

5. Data pengukuran suhu, pH, Salinitas dan DO selama masa pemeliharaan .......55

6. Data pengukuran nitrit, nitrat dan amonia selama masa pemeliharaan .............56

xv
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi perikanan budidaya di Indonesia mengalami peningkatan setiap

tahun. Berdasarkan data KKP (2018) pada tahun 2011 sampai 2016 mengalami

rata-rata peningkatan produksi sebanyak 1,75 juta ton tiap tahunnya. Konsumsi

ikan pada tahun 2016 sebanyak 43,94 kg per kapita dengan peningkatan konsumsi

ikan rata-rata pada setiap tahun sebanyak 1,93 kg perkapita (KKP, 2018).

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa perikanan budidaya memiliki

prospek yang bagus dalam membangun perekonomian nasional.

Ikan bandeng (Chanos chanos) atau milkfish merupakan salah satu komoditas

ikan yang populer di Indonesia dan Filipina (Rimmer, 2010). Budidaya ikan

bandeng merupakan komponen penting pada sektor perikanan nasional. Ikan

bandeng sebagai komoditas penting pada sektor perikanan dikarenakan ikan

bandeng merupakan salah satu komoditas favorit masyarakat Indonesia, serta

Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi ikan bandeng terbesar

didunia (Sudradjat & Sugama, 2010).

Produksi ikan bandeng setiap tahun mengalami peningkatan, seperti yang

dinyatakan Dirjen Perikanan Budidaya (2014), bahwa peningkatan produksi ikan

bandeng rata-rata dari tahun 2010 - 2014 sebesar 10,45%. Peningkatan produksi

ikan bandeng di Indonesia terus mengalami peningkatan, karena permintaan yang

terus meningkat sedangkan benih ikan bandeng di alam tidak mencukupi jumlah

permintaan yang ada.


2

Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan payau-laut yang berpotensi

untuk dibudidayakan secara optimal karena merupakan salah satu jenis ikan yang

harganya cukup stabil di pasar lokal maupun internasional. Produksi benih ikan

bandeng masih bergantung dari alam sehingga dapat menyebabkan kerusakan

pada lingkungan perairan apabila pemanfaatannya tidak terkontrol.

Produksi pembenihan ikan bandeng pada perkembangannya masih

mengalami kendala antara lain berupa kualitas air. Pengontrolan kualitas air pada

pemeliharaan larva ikan bandeng perlu dilakukan untuk menghasilkan benih ikan

bandeng yang tersertifikasi dan berkualitas. Larva ikan bandeng yang berkualitas

akan menghasilkan survival rate (SR) yang tinggi pada pembesaran ikan bandeng

ditambak. Tingginya SR yang diakibatkan karena larva ikan yang berkualitas

menyebabkan petambak dapat meminimalisir kerugian akibat kematian ikan.

Pengontrolan kualitas air dalam kegiatan pemeliharaan larva ikan bandeng

meliputi parameter fisika, kimia dan biologi. Pemaparan diatas menunjukkan

kegiatan pemeliharaan larva ikan bandeng (Chanos chanos) yang harus dilakukan

untuk memperoleh capaian produksi larva yang berkualitas. Pengetahuan

mengenai pemeliharaan larva ikan bandeng yang tersertifikasi dan berkualitas

dapat dipelajari di UPT Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Jepara, baik mengenai teknik pemeliharaan, manajemen pakan hingga manajemen

kualitas air. Oleh karena itu perlu dilakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) untuk

mempelajari mengenai manajemen kualitas air pada pemeliharan larva ikan

bandenguntuk menghasilkan larva ikan bandeng yang berkualitas.


3

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang adalah mempelajari secara

langsung manajemen kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia pada

pemeliharaan larva ikan bandeng (Chanos chanos) di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau Jepara.

1.3 Manfaat

Manfaat dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang adalah sebagai berikut :

1. Menambah pengetahuan serta ketrampilan dalam bidang perikanan budidaya,

khususnya mengenai kualitas air pemeliharan larva bandeng.

2. Mahasiswa dapat lebih mandiri dalam melakukan pekerjaan di lapangan dan

membandingkan ilmu yang diperoleh di kampus dengan aplikasi di lapangan.


4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Bandeng

Klasifikasi ikan Bandeng (Chanos chanos) berdasarkan

taksonominya menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Gonorynchiformes
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos

Ikan bandeng (Chanos chanos) atau milk fish memiliki bentuk tubuh

pipih, ramping dengan warna tubuh keperakan (menyerupai warna perak),

yang dilengkapi dengan mulut terminal, dengan mata yang tertutup oleh

lapisan lemak luar kornea atau yang biasa disebut adipose eye, memiliki

sepasang sirip dada, sepasang sirip perut, sirip anal dan sirip ekor (FAO,

2018).

Gambar 1.Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos) (Sumber: dokumentasi


pribadi). Keterangan: 1.Mulut (Cavum oris); 2. Mata(Organon visum);
3. Tutup Insang (Operculum); 4. Sirip Punggung (Dorsal fin); 5. Gurat
sisi (Linea Lateralis); 6. Sirip Ekor (Caudal fin); 7. Sirip Anal;8. Sirip
Perut (ventral fin); 9. Sirip Dada (Pectoral fin).
5

2.2 Habitat dan Penyebaran Bandeng

Bandeng berasal dari perairan wilayah Eropa dan Amerika Utara yang

melakukan migrasi ke wilayah laut tropis sehingga saat ini banyak

ditemukan di perairan laut tropis (Bagarinao, 1994). Ikan bandeng saat ini

banyak ditemukan hidup di perairan pantai, muara sungai, hamparan hutan

bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng

dewasa biasanya berada di perairan litoral dengan karakteristik habitat

perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan kedalaman

antara 10-30 m (Bagarinao,1991).

Perkembangannya ikan bandeng mengalami beberapa fase, antara lain

yaitu telur, larva, benih, dan ikan dewasa. Ikan bandeng dewasa

melakukan pemijahan di laut lepas dengan bersalinitas >34 ppt

(Bagarinao,1991). Juvenil ikan bandeng dengan besar lebih dari 20 mm

memiliki bentuk, karakteristik dan morfologi seperti spesies dewasa

(Gambar 1).

Gambar 2. Perkembangan Ikan Bandeng (Chanos chanos) (Sumber: Chong et al.


1982)
6

2.3 Pemeliharaan Larva

Fase larva merupakan masa kritis dalam daur hidup ikan sehingga

tingkat kematian atau mortalitas pada fase ini sangat tinggi. Faktor yang

menyebabkan tingkat mortalitas pada fase larva dapat digolongkan dalam

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari proses

perkembangan biologi larva itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal antara

lain kandungan oksigen, pH, amonia, nitrit, suhu, dan salinitas (Sriyani,

1993).

Larva ikan bandeng memiliki morfologi panjang 3,2-5,3 mm,

berwarna transparan, mata yang belum berpigmen, mempunyai kantung

telur (Tabel 1.). Pemeliharaan larva ikan bandeng (Chanos chanos)

dilakukan selama 21 hari sebelum dipindahkan ke kolam pemeliharaan.

Tabel 1. Morfologi larva ikan bandeng (Sumber: Dharma, 2013)


Umur Ciri-ciri Gambar

Mata larva ikan bandeng belum


H0
terbentuk, kuning telur terlihat jelas

Mata larva ikan bandeng mulai


H1
terlihat dan kuning telur menipis

Mata larva ikan bandeng sudah


H2 terlihat jelas dan kuning telur
semakin menipis
7

Kuning telur habis, mulut sudah


H3
membuka, larva berbentuk sempurna

2.4 Manajemen Kualitas Air pada Larva Ikan Bandeng

Air merupakan media hidup seluruh jenis ikan. Air merupakan salah satu

bagian media budidaya yang penting untuk diperhatikan, baik secara kuantitas dan

kualitas. Kualitas merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi

kelangsungan hidup ikan selain itu, kualitas air harus disesuaikan dengan tingkah

lakunya.

Manajemen kualitas air merupakan suatu cara pengelolaan kualitas air yang

dilakukan setiap hari yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimal untuk

pertumbuhan hewan akuatik. Kegiatan pemeliharaan kualitas air yang buruk dapat

merugikan dan mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme

akuatik yang dipelihara. Beberapa parameter kualias air yang harus diperhatikan

dalam pemeliharaan larva ikan bandeng antara lain :

a. Suhu

Suhu memiliki peran penting dalam kegiatan budidaya hewan akuatik.

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Setiap

peningkatan suhu 10o C akan mempengaruhi aspek kimia dan biologi dalam suatu

perairan (Tharavaty, 2014). Suhu optimal untuk kegiatan pemeliharaan larva

bandeng yaitu 28-32o C (Bagarinao, 1991; Dharma dkk, 2013). Suhu yang terlalu

rendah dapat menyebakan larva ikan bandeng mengalami penurunan


8

pertumbuhan, lemah, tidak nafsu makan dan stress sehingga menyebabkan

kematian pada larva ikan bandeng (Villaluz, 1983).

b. Keasaman (pH)

pH (Power of Hydrogen) merupakan indikasi keasaman, basa (alkali) atau

netral dalam suatu perairan. pH digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan

asam atau basa sesuatu larutan (Putra dkk, 2013). Air yang memiliki pH 7-8,5

optimal untuk kegiatan pemeliharaan larva ikan bandeng (Dharma, 2013). pH

yang terlalu rendah akan mempengaruhi peningkatan keasaman air sehingga akan

mempengaruhi metabolisme larva ikan bandeng dan berbahaya bagi pertumbuhan

dan kelangsungan hidup larva ikan bandeng, hal ini sesuai dengan pernyataan

Yuniasri (2009), bahwa toksisitas NH3 (amonia) berbanding terbalik dengan

meningkatnya pH, namun tingkat keasaman air yang tinggi dapat diatasi dengan

panambahan kapur untuk menetralkan keasaman. Pengukuran pH dapat dilakukan

dengan menggunakan pH meter dan pH indikator.

c. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen memegang peranan penting dalam kehidupan biota air. DO

(Dissolved Oxygen) merupakan jumlah oksigen yang terlarut dalam suatu perairan

yang diperlukan oleh organisme akuatik untuk respirasi. DO (Dissolved Oxygen)

yang baik pada kegiatan pemeliharaan larva ikan bandeng yaitu 3-8,5 ppm (BBAP

Jepara, 1995; Bagarinao, 1999). Pengukuran DO (Dissolved Oxygen) dapat

dilakukan dengan menggunakan DO meter dan titrasi. Larva ikan bandeng dapat

bertahan hidup dengan DO rendah namun pertumbuhan larva ikan bandeng akan
9

terhambat selain itu DO yang rendah dapat menyebabkan kematian pada larva

ikan bandeng (Jaspe, et al 2011).

d. Salinitas

Salinitas merupakan konsentrasi larutan ion dalam satu kilogram air

pada suatu perairan. Salinitas optimal diperlukan untuk proses

metabolisme. Salinitas yang optimal untuk pemeliharaan larva ikan

bandeng yaitu 28-35 ppt (Juario, 1983; Alava, 1998; Dharma, 2013).

Salinitas mempengaruhi proses metabolisme pada tubuh ikan, sehingga

perbedaan tekanan osmotik (kadar garam, dan ion) yang tinggi antara

lingkungan dan cairan tubuh ikan akan menyebabkan larva ikan bandeng

mengeluarkan energi yang besar untuk mempertahankan tekanan osmotik

tubuhnya agar tetap pada keadaan yang sama (Rahmawati, 2013).

Sehingga energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan akan

habis digunakan untuk melakukan osmoregulasi (pengaturan tekanan

osmotik cairan tubuh).

e. NH3 (Amonia)

Amonia merupakan bahan anorganik N yang kadarnya harus diketahui dalam

perairan. Amonia merupakan senyawa beracun terhadap organisme air meski

kadarnya relatif rendah pada perairan. Amonia pada kolam budidaya berasal dari

timbunan bahan organik yang berasal dari bahan pakan, sisa metabolisme dan

plankton yang mati. Protein yang terkandung dalam pakan mendukung adanya

akumulasi organik N pada perairan tambak selanjutnya akan terjadi proses

amonifikasi dan menghasilkan amonia (Sahrijanna dan Sahabuddin, 2014).


10

Amonia yang dapat ditoleransi oleh larva ikan bandeng sebesar < 0,02 ppm

(BBAP Jepara, 1995). Pengukuran NH3 (Amonia) dapat dilakukan dengan

menggunakan Test kit, dan titrasi. Tingginya nilai amonia akan menyebabkan

kematian pada larva ikan bandeng, hal ini disebabkan karena amonia besifat

toksik pada perairan. Kadar amonia yang tinggi dapat mengganggu proses

pengikatan oksigen dalam darah sehingga dapat menggangu sistem dalam tubuh

larva ikan bandeng (Nisa dkk, 2014) sehingga nilai amonia yang tinggi dapat

menyebabkan kematian massal pada larva ikan bandeng.


11

III PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Tempat dan Waktu

Praktek Kerja Lapang dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2018 – 31

Januari 2019 di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah.

3.2 Metode Kerja

Metode kerja yang dilakukan dalam praktek kerja lapang ini meliputi metode

deskriptif. Metode deskriptif dirancang untuk mengumpulakan informasi tentang

keadaan nyata sekarang (sementara sedang berlangsung) (Marhaendro, 2011).

Metode deskriptif memiliki tujuan untuk membuat deskripsi sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta serta sifat populasi tertentu.

Kegiatan yang dilaksanakan saat Praktek Kerja Lapang di Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau Jepara meliputi metode pengukuran kualitas air

dalam kegiatan pemeliharaan larva ikan bandeng (Chanos chanos).

3.3 Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang pertama kali dicatat dan dikumpulkan

oleh peneliti (Sanusi, 2014). Data primer merupakan sumber data yang

diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data

primer dapat berupa opini subjek secara individu maupun kelompok, hasil

observasi terhadap suatu benda, kejadian atau kegiatan, dan hasil

pengujian. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan dalam


12

pengumpulan data primer yaitu metode observasi, wawancara, dan

partisipasi aktif.

A. Observasi

Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek, obyek, atau

kejadian yang sistemis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan

individu-individu yang diteliti (Sangadji dan Sopiah, 2010). Pada Praktek

Kerja Lapang ini, observasi dilakukan terhadap berbagai hal yang

berkaitan dengan kualitas air pemeliharaan larva ikan bandeng serta sarana

dan prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan.

B. Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang

menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek penelitian (Sanusi,

2014). Teknik wawancara ini digunakan untuk mencari atau

mengumpulkan beberapa informasi yang dibutuhkan.

C. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan yang

dilakukan secara langsung di lapangan (Nazir, 2011). Dalam hal ini yang

dilakukan adalah mengikuti setiap tahapan proses produksi sesuai

instruksi, arahan, dan pembagian dari instruktur lapangan.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh ataupun dikumpulkan oleh

orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada

(Hasan, 2002). Data ini digunakan untuk mendukung informasi primer


13

yang telah diperoleh yaitu dari bahan pustaka, literatur, penelitian

terdahulu, buku, dan lain sebagainya.


14

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang

4.1.1. Sejarah Berdirinya Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dalam

perkembangannya sejak didirikannya mengalami beberapa kali perubahan

status. Pada awal berdirinya 1971, lembaga ini bernama Research Center

Udang (RCU) dan berada dibawah badan penelitian dan pengembangan

perikanan, Departemen Pertanian. Pada tahun 1971, RCU diubah namanya

menjadi Balai Besar Air Payau (BBAP) yang secara struktural berada

dibawah Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian.

Tahun 2000 setelah terbentuknya Departement Eksplorasi Laut dan

Perikanan, keberadaan BBAP masih dibawah Direktorat Jenderal

Perikanan Bulan Mei 2001, status BBAP ditingkatkan menjadi Eselon II

dengan nama Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Jepara dibawah Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Kelautan dan

Perikanan. Pada tahun 2014, berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan No. 6/Permen KP/2014 nama Balai Besar Pengembangan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara diubah menjadi Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Lokasi Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dapat dilihat pada

gambar 3.
15

Gambar 3. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara


(sumber: dokumentasi pribadi, 2019)

4.1.2. Letak Geografis dan Topografi

Secara geografis Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara terletak di desa Bulu, Kecamatan Jepara, Kabupaten

Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara berada di tepi pantai utara Jawa tepatnya pada 110 0

39’11” BT dan 60 35’10” LS, dengan tanjung kecil yang landai di sebelah

Barat kota yang berjarak 3 km dari pusat kota Jepara dan berbatasan

dengan wilayah-wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Perairan Teluk Sekumbu (Laut Jawa)

Sebelah Timur : Wilayah pemukiman penduduk

Sebelah Selatan : Perairan Teluk Awur (Laut Jawa)

Sebelah Barat : Perairan Pulau Panjang (Laut Jawa)

Kondisi perairan pantai berbatu dan berpasir dengan salinitas 28-35

ppt dan suhu udara berkisar 20-300C. Jenis tanah liat berpasir dan

datarannya cenderung liat. Beda pasang naik dan pasang turun ± 1 meter,

sehingga baik untuk usaha budidaya dan merupakan daerah tropis dengan

musim hujan yang terjadi pada bulan November sampai April dan musim
16

kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Curah hujan rata-rata

3.026 mm pertahun dengan rata-rata 111 hari per tahun. Luas kompleks

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara kurang

lebih 64,5472 Ha yang terdiri dari komplek balai seluas 10 Ha dan tambak

seluas 54, 5472 Ha. Komplek balai terdiri dari perkantoran, perumahan,

asrama, unit pembenihan, lapangan olahraga, auditorium dan

laboratorium. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Jepara dan sekitarnya merupakan daerah beriklim tropis dengan musim

hujan terjadi pada bulan November-Maret, musim pancaroba terjadi pada

bulan April-Juni dan musim kemarau terjadi pada bulan Juni-Oktober.

Kondisi topografi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Jepara adalah pantai dengan perairan berkarang, pasir landai dimana

datarannya cenderung tanah berjenis liat dengan ketinggian tempat 0,5-3

meter diatas permukaan laut dan suhu 20-30 0C.

4.1.3. Visi dan Misi BBPBAP Jepara

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah

mempunyai visi dan misi. Visi dari BBPBAP Jepara adalah terwujudnya

perikanan budidaya tangguh mandiri berkelas dunia dan berkelanjutan.

Misi dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa

Tengah yaitu :

1. Memanfaatkan sumberdaya perikanan budidaya secara optimal dan

berkelanjutan.
17

2. Menerapkan teknologi inovatif adaptif, untuk meningkatkan produksi atau

produktivitas.

3. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat pembudidaya.

4. Meningkatkan harmonisasi kerjasama berbagai pihak dan daya dukung

lingkungan budidaya.

4.1.4. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Perikanan Budidaya

Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah

4.1.4.1. Struktur Organisasi BBPBAP Jepara

Struktur organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara dapat

dilihat pada gambar 15 (lampiran). Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan No.26/KEPMEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja, Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau memiliki struktur organisasi yang terdiri dari :

a. Bidang Pelayanan Teknis

1) Seksi Sarana Laboratorium

2) Seksi Sarana Lapangan

b. Bidang Standarisasi dan Informasi

1) Seksi Standardisasi

2) Seksi Informasi

c. Bagian Tata Usaha

1) Sub Bagian Umum

2) Sub Bagian Keuangan

d. Kelompok Jabatan Fungsional

4.1.4.2. Tata Kerja Organisasi BBPBAP Jepara


18

Tata kerja dalam organisasi di Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Payau (BBPBAP) berlaku untuk jabatan struktural ataupun fungsional mempunyai

tugas masing-masing, hal ini berdasarkan surat keputusan Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan No. 6/Permen-KP/2014 tanggal 7 Februari 2014.

4.1.5 Tugas Pokok dan Fungsi

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

memiliki tugas pokok dan fungsi. Tugas pokok Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara adalah melaksanakan

pengembangan dan penerapan teknik pembenihan, pembudidayaan,

pengelolaan kesehatan ikan dan pelestarian lingkungan budidaya. Adapun

tugas pokok BBPBAP Jepara sebagai berikut :

1. Kepala Balai mempunyai tugas memimpin, mengkoordinasi, mengarahkan,

mengawasi dan mengendalikan tugas-tugas unit.

2. Bagian Tata Usaha bertugas melaksanakan urusan tata usaha balai serta

memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada semua satuan

organisasi dalam lingkungan.

a. Sub Bagian Keuangan : bertugas mengelola keuangan.

b. Sub Bagian Umum : bertugas untuk memberikan pelayanan terhadap

satuan organisasi.

3. Bidang pelayanan teknik bertugas melakukan pelayanan teknik kegiatan

penerapan teknik penanganan induk, pengadaan benih, pengelolaan sumber

benih alam, distribusi atau transportasi induk dan benih serta penerapan
19

teknik konstruksi, pengelolaan dan pemeliharaan ikan-ikan budidaya air

payau.

a. Seksi sarana lapangan bertugas untuk memberikan pelayanan pada

kegaiatan dan persiapan lapangan serta penyediaan dan pengelolaan

kegiatan di lapangan.

b. Seksi sarana laboratorium bertugas melakukan penyediaan dan

pengelolaan sarana teknik kegiatan teknik pelestarian sumber daya ikan

dan lingkungan, pengendalian hama dan penyakit serta penerapan teknik

pembuatan pakan.

4. Bidang standarisasi dan informasi bertugas melakukan pelayanan kebutuhan

informasi dan referensi serta pengelolaan data atau informasi kegiatan

penerapan teknik pembenihan dan budidaya air payau menjadi berbagai

bentuk informasi dan publikasi serta penyelenggaraan perpustakaan balai.

5. Jabatan fungsional bertugas melaksanakan kegiatan penerapan teknik dan

pengujian perikanan budidaya air payau serta kegiatan lain sesuai dengan

tugas masing-masing.

Pelaksanaan tugas kegiatan di Balai Besar Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara didukung sumberdaya manusia sebanyak 191 orang,

terdiri atas 141 orang PNS, 4 orang CPNS dan 26 orang tenaga kontrak.

Sebagai wujud pengembangan SDM, BBPBAP Jepara telah

mengusahakan tugas belajar dan izin belajar maupun diklat untu para

pegawai. Tugas belajar maupun diklat tersebut dilaksanakan atau ditempuh

di dalam maupun di luar negeri.


20

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

dalam melaksanakan fungsi sebagai berikut :

1. Identifikasi dan perumusan program pengembangan teknik budidaya air

payau.

2. Pengujian standar perbenihan dan pembudidayaan ikan.

3. Pengujian asal, mesin dan teknik perbenihan serta pembudidayaan ikan.

4. Pelaksanaan bimbingan penerapan standar perbenihan dan pembudidayaan

ikan.

5. Pelaksanaan sertifikasi sistem mutu dan sertifikasi personil perbenihan dan

pembudidayaan ikan.

6. Pelaksanaan produksi dan pengelolaan induk penjenis dan induk dasar.

7. Pengawasan perbeniha, pembudidayaan ikan, serta pengendalian hama dan

penyakit ikan.

8. Pengembangan teknik dan pengujian standar pengendalian lingkungan dan

sumberdaya induk dan benih.

9. Pengelolaan sistem jaringan laboratorium penguji dan pengawasan

perbenihan dan pembudidayaan ikan.

10. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi

pembudidayaan.

11. Pengelolaan keanekaragaman hayati

12. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.


21

4.1.6 Kepegawaian Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Jepara

Kepegawaian Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

(BBPBAP) Jepara Tahun 2014 dengan jumlah pegawai 166 orang terdiri

dari 139 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan 27 orang tenaga kontrak.

Jumlah pegawai BBPBAP Jepara menurut tingkat pendidikan dan

golongan tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan dan Golongan Tahun 2014
No Tingkat Pegawai Negeri
Kontrak Jumlah
. Pendidikan Sipil
1. S3 2 - 2
2. S2 9 - 9
3. S1/ D IV 48 1 49
4. D3 18 - 18
5. SLTA 52 24 76
6. SLTP 5 - 5
7. SD 4 2 6
Jumlah 139 27 165
Sumber : Layanan Publik BBPBAP Jepara (2016)

4.1.7 Sarana Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara memiliki

sarana yang menunjang dalam kelancaran kegiatan dibalai. BBPBAP Jepara

memiliki 100 petak tambak dengan rincian tambak ikan sebanyak 46 petak dan

tambak udang sebanyak 64 petak, pompa air (33 unit), kincir ganda (46 unit), dan

pompa diesel (20 unit), 3 unit kolam pemeliharaan induk bandeng, pembenihan

ikan bandeng, ikan nila, udang windu, udang vaname, rajungan dan kepiting

bakau.
22

4.1.8 Prasarana Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Jepara

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara memiliki

prasarana yang menunjang dalam kelancaran kegiatan budidaya. BBPBAP Jepara

terdiri dari laboratorium residu, fisika-kimia dan lingkungan, hama dan penyakit

akuatik, nutrisi, pakan buatan, pakan alami, auditorium dengan kapasitas 500

orang, perpustakaan, wisma tamu, masjid, asrama 35 kamar dengan kapasitas

sekitar 200 orang, lapangan voli, lapangan tenis, rumah jaga tambak, sumber

listrik serta WiFi.

4.1.9 Kegiatan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Kegiatan budidaya yang terdapat di Balai Besar Perikanan Budidaya Air

Payau (BBPBAP) Jepara terdiri dari beberapa komoditas. Komoditas unggulan

kegiatan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPAP) Jepara, antara lain:

1) Udang Windu (Penaeus monodon)

2) Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

3) Udang Marguensis (Penaeus merguensis)

4) Rumput Laut dari jenis Gracillaria sp., Eucheuma cottoni ,. dan Caulerpa sp

5) Rajungan (Portunus pelagicus)

6) Kepiting Bakau (Sycilla serrata)

7) Ikan Nila Saline (Oreochromis niloticus)

8) Ikan Bandeng (Chanos chanos)

9) Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer)


23

10) Pakan Alami dari spesies fitoplankton yang dibudidayakan yaitu Chlorella

sp., Spirullina platensis, Skeletonema costatum, Tetraselmis sp., Nannochloropsis

sp., dan lain-lain. Sedangkan zooplankton yang dibudidayakan yaitu Artemia sp.

dan Brachionus plicatilis

4.2 Sarana dan Prasarana Pembenihan Ikan Bandeng Unit 2 Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

Sarana pada pembenihan ikan bandeng unit 2 terdiri dari peralatan yang

digunakan saat kegiatan produksi. Peralatan yang dimiliki oleh Unit pembenihan

Ikan Bandeng yaitu sebagai berikut:

1) Hatchery Pembenihan Ikan Bandeng

Pembenihan ikan bandeng merupakan salah satu unit pembenihan yang

dimiliki oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.

Hatchery pembenihan ikan bandeng ini indoor. Hatchery pembenihan ikan

bandeng unit 2 dapat dilihat pada gambar 4.


24

Gambar 4. Hatchery pemeliharaan larva ikan bandeng unit 2 (Sumber:


Dokumentasi Pribadi)
2) Tandon Air Laut

Tandon air laut yang digunakan dalam proses produksi benih bandeng di

BBPBAP Jepara berbentuk lingkaran dengan panjang diameter 8 meter dan tinggi

8 meter sehingga dapat menampung sebanyak 401 ton liter. Sumber air tawar

didapat dari sumur bor yang dipompa ke tandon air tawar. Air laut digunakan

untuk mensuplai kebutuhan dipembenihan yang dilengkapi dengan tandon, tower

dan sistem aerasi. Air laut dipompa masuk kedalam sand filter yang berfungsi

untuk memfilter air sebelum digunakan dan ditampung dalam tandon air laut.

Sand filter ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Sand filter air laut yang terdapat di BBPBAP Jepara (sumber:
dokumentasi pribadi)
3) Blower Aerasi

Aerasi merupakan sumber oksigen yang diperlukan dalam budidaya larva

ikan bandeng sebab aerasi digunakan sebagai pemasok Dissolved Oxygen (DO)

dan dapat mempercepat penguapan amonia. Sumber aerasi yang terdapat di

BBPBAP Jepara menggunakan blower yang berjumlah 4 unit.

4) Kolam Pemeliharaan Larva


25

Kolam pemeliharaan larva ikan bandeng yang terdapat di BBPBAP Jepara

memiliki konstruksi kolam dengan teknologi terbuat dari beton yang dilengkapi

dengan pipa-pipa saluran inlet dan outlet sebagai tempat pembuangan air pada

saat pengurasan kolam serta mempermudah proses pemanenan (gambar 6). Kolam

berbentuk persegi panjang dan memiliki ukuran 3 x 2,5 meter dengan tinggi 1,5

meter. Setiap kolam pemeliharaan larva ikan bandeng masing-masing dilengkapi

adanya sistem sirkulasi air dari sumber air di BBPBAP Jepara dan sistem aerasi

yang terpasang setiap 0,8 meter, sehingga dalam satu bak pemeliharaan larva

terdapat 12 titik aerasi.

Gambar 6. Kolam pemeliharaan larva ikan bandeng unit 2 BBPBAP Jepara


(sumber: dokumentasi pribadi, 2019)
5) Sumber Listrik

Listrik merupakan salah satu prasana utama yang menunjang kegiatan

balai secara umum. Sumber listrik yang terdapat di BBPBAP Jepara bersal

dari jaringan PLN serta 5 buah genset yang digunakan apabila aliran listrik

PLN mengalami gangguan atau padam. Salah satu sumber penyedia listrik

di BBPBAP Jepara ditunjukkan pada gambar 7.


26

Gambar 7. Sumber listrik (genset) yang terdapat di BBPBAP Jepara (sumber:


Dokumentasi Pribadi)
6) Transportasi

Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

mempunyai sarana transportasi yang terdiri dari sembilan unit kendaraan

roda empat, dua unit tossa, dan empat unit sepeda motor. Sarana

transportasi dipergunakan untuk mendukung mobilitas pegawai, serta

untuk mengangkut benih yang akan dikirim ke kota-kota tujuan. Alat

transportasi di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)

Jepara dapat dilihat pada gambar 8.


27

Gambar 8. Mobil pick up prasarana di BBPBAP Jepara (Sumber: Dokumentasi


pribadi, 2019)
4.3 Kegiatan Praktek Kerja Lapang

4.3.1. Pengadaan Induk

Induk ikan bandeng (Chanos chanos) yang ada di Balai Besar Perikanan

Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara didapatkan dari pembesaran calon induk

ikan bandeng yang berasal dari Banda Aceh dan Pantai Utara Jawa. Indukan

dipelihara di bak beton berbentuk lingkaran dengan diameter 8 m dan tinggi 8 m

dengan jumlah induk 140 ekor. Jumlah indukan jantan yang dipelihara di

BBPBAP Jepara 70 ekor dan betina 70 ekor. Induk ikan bandeng yang dipelihara

di BBPBAP Jepara berumur 4-5 tahun dengan kisaran panjang 60-100 cm dan

kisaran berat 8-12 kg. Hal ini berbeda dengan pernyataan Rosario, et al. (2012)

yang menyatakan bahwa indukan ikan bandeng yang siap memijah berumur 5-6

tahun.

Gambar 9. Indukan ikan bandeng di BBPBAP Jepara (Sumber: dokumentasi


pribadi, 2019)
4.3.2. Pemeliharaan Induk

Induk yang dipelihara di BBPBAP berukuran panjang dengan kisaran 60-

100 cm dan kisaran berat 8-12 kg. Induk yang dimiliki oleh BBPBAP Jepara

menurut Marzuqi, dkk (2015) berpendapat bahwa indukan tersebut sudah mampu
28

bereproduksi. Bak pemeliharaan induk ikan bandeng berisikan induk jantan dan

betina dengan perbandingan 1:1, hal ini sesuai dengan SNI (2013) yang

menyatakan bahwa pemijahan induk ikan bandeng dengan ratio penebaran jantan

dan betina 1:1. Pemeliharaan induk ikan bandeng yang siap memijah dilakukan

manipulasi habitat dengan menurukan ketinggian air bak pemeliharaan induk

sampai 60-70 cm, serta dilakukan sirkulasi air secara terus-menerus. Manipulasi

habitat ini dilakukan bertujuan merangsang induk untuk memijah. Foto kolam

pemeliharaan induk ikan bandeng yang terdapat di BBPBAP Jepara ditunjukkan

oleh gambar 10.

Gambar 10. Bak Pemeliharaan Induk Ikan Bandeng di BBPBAP Jepara (sumber:
Dokumentasi Pribadi)

4.3.3. Persiapan Bak Pemeliharaan Telur hingga Larva

Persiapan bak pemeliharaan telur hingga larva ikan bandeng

dilakukan dengan pengisian bak menggunakan air laut yang bersalinitas

30-31 ppt setinggi 0,8 m, kemudian bak pemeliharaan yang telah terisi

oleh air laut ditambahkan chlorin dengan konsentrasi 10 ppm, pemberian

chlorin tersebut bertujuan untuk mematikan sisa mikroorganisme patogen.

Pemberian chlorin, diamkan selama kurang lebih 10-20 menit, setelah itu
29

diberikan Na-Thiosulfat dengan konsentrasi 5 ppm dan diamkan selama

20-30 menit sampai air pada bak pembenihan tersebut tidak berbau chlorin

dan telur pun siap untuk ditebar. (

4.3.4. Pemeliharaan Telur hingga larva ikan bandeng

Telur ikan bandeng yang terbuahi berbentuk bulat, berwarna

transparan, dan melayang di kolom air sedangkan untuk telur yang tidak

terbuahi akan berwarna transparan dan memiliki bintik putih ditengah

telur, dan tenggelam di dasar air, hal ini sesuai dengan pernyataan BBAP

Jepara (1995) yang menyatakan bahwa telur ikan bandeng yang dibuahi

berwarna transparan, mengapung, dan berbentuk bulat sedangkan telur

yang tidak terbuahi berwarna putih keruh dan tenggelam didasar perairan

(SNI, 2013).

(a) (b)

Gambar 11. Telur ikan bandeng (a) terbuahi (b) tidak terbuahi

Telur ikan bandeng menetas sekitar 20-22 jam setelah pemijahan,

hal ini sesuai dengan (Marte, (1988); SNI (2013)), menyatakan bahwa

masa inkubasi telur ikan bandeng selama 20-22 jam setelah terjadinya

pemijahan. Pemeliharaan telur hingga menjadi benih ikan bandeng

dipelihara dalam satu tempat bak pemeliharaan yang sama tanpa ada
30

pemindahan ke bak pemeliharaan lainnya, namun setiap sore dilakukan

sirkulasi air dan sipon setiap 5 hari sekali, hal ini dilakukan untuk

mengurangi kandungan amonia yang akibat sisa telur yang tidak terbuahi

dan sisa metabolisme larva.

Gambar 12. Proses sipon dasar bak pemeliharaan larva ikan bandeng (sumber:
dokumentasi pribadi)
Pemeliharaan larva dilakukan setelah telur ikan bandeng telah

menetas hingga hari ke 10, dimana umur tersebut larva ikan bandeng yang

telah mempunyai pencernaan yang lengkap (Bagarinao, 1991).

Awal pemeliharaan ikan bandeng yaitu D1 atau hari pertama, larva

belum diberi pakan karena masih memiliki kuning telur yang berfungsi

sebagai cadangan makanan, hal ini sesuai dengan pernyataan Bagarinao

(1991) yang menyetakan bahwa larva ikan bandeng mulai diberi makan

ketika berumur 54 jam setelah penetasan. Setelah memasuki hari ke 2 atau

D3-D10 larva mulai diberi pakan alami berupa Brachionus sp. Pada D3-

D10 benih ikan bandeng diberikan pakan 4 kali sehari yaitu pukul 07.00,

09.00, 11.00 dan 15.00 WIB. Manajemen pemberian pakan pada benih

ikan bandeng dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Data Manajemen Pemberian Pakan pada Larva Ikan Bandeng.


Umur Benih Ikan Jumlah Pakan
Bandeng Brachionus sp Pakan Buatan
D0 - D2 - -
31

D3 – D10  -
D11 – D25  

Manajemen pemberian pakan pada pemeliharaan larva ikan bandeng yang

telah dipaparkan pada tabel 3, diberikan secara ad libitum. Menurut SNI (2013),

jumlah Brachionus sp yang diberikan pada larva ikan bandeng sebesar 10-25

ind/ml. Sampling pertumbuhan panjang larva ikan bandeng ini dilakukan setiap

lima hari sekali dengan mengambil 15 ekor larva ikan bandeng pada 5 titik sampel

yang berbeda. Pertumbuhan panjang larva ikan bandeng menurut Kumagai

(1990), dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Data sampling pertumbuhan panjang larva ikan bandeng


Panjang benih Panjang menurut
Umur larva (hari) Kisaran literatur (mm) (Kumagai,
(mm) 1990)
1 4,4- 4,8 4,6 3,2 - 5,4
5 5,4-5,6 5,5 5 - 6,2
10 6,5-7 6,8 6,4 - 14,9

Larva ikan bandeng yang dipelihara di unit pembenihan ikan bandeng

BBPBAP Jepara memiliki padat tebar yang berbeda. Ketika dilakukan Praktek

Kerja Lapang (PKL) terdapat 2 bak pemeliharaan larva ikan bandeng yang

dipantau oleh peserta PKL secara langsung dari penebaran telur hingga menjadi

benih ikan bandeng. Jumlah tebaran dalam 1 bak pemeliharaan larva ikan bandeng

tergantung dengan banyaknya telur yang dihasilkan oleh induk ikan bandeng yang

dimiliki oleh BBPBAP Jepara dalam 1 kali pemijahan. Jumlah tebaran larva ikan

bandeng tiap bak pemeliharaan dapat dilihat dalam tabel 5.

Tabel 5. Data jumlah larva ikan bandeng masing-masing bak pemeliharaan larva
Luas Bak Densitas
Bak Jumlah larva Densitas
pemeliharaan menurut (SNI,
pemeliharaan 2 (ekor) (ekor/m2) 2013) (ekor/m2)
(m )
10 7,5 318.600 42.480 30.000
32

11 7,5 280.600 37.413

4.3.5. Panen

Kegiatan pemanenan yang dilakukan di unit pembenihan ikan

bandeng di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara

dilakukan ketika benih sudah berumur 20-25 hari dengan panjang rata-rata

≥1,4 cm. Pemeliharaan benih ikan bandeng yang dilakukan di BBPBAP

Jepara sesuai dengan pernyataan Jaspe et al (2012) yang menyatakan

bahwa waktu pemeliharaan benih ikan bandeng umumnya 18-21 hari.

Packing atau pengemasan benih ketika panen dilakukan dengan

menambahkan oksigen dengan perbandingan oksigen dan air 2:1, hal ini

dilakukan untuk meminimalisir adanya kematian benih ikan bandeng

akibat kekurangan oksigen diperjalanan. Ukuran benih tersebut diyakini

telah mampu untuk berada di tempat yang berbeda, misalnya ditambak

untuk pembesaran ikan bandeng maupun dipantai untuk restoking. Selama

PKL dilakukan pengiriman benih bandeng masih disekitar Jepara dan

Jawa Tengah tepatnya pada daerah Blora dan Kudus.

Gambar 13. Proses panen larva ikan bandeng (Sumber: dokumentasi pribadi)
4.3.6. Pengukuran Kualitas Air Pemeliharaan Larva Ikan Bandeng
33

Pengukuran kualitas air yang dilakukan yaitu parameter fisika dan

kimia. Pengukuran kualitas air parameter fisika yang dilakukan antara lain

suhu sedangkan untuk kualitas air parameter kimia yang dilakukan

pengecekan setiap hari antara lain yaitu DO, Salinitas dan pH sedangkan

yang dilakukan mingguan antara lain yaitu nitrit (NO 2), nitrat (NO3) dan

amonia (NH3). Pengukuran kualitas air pada pemeliharaan larva ikan

bandeng yang dilakukan secara in situ dan dilakukan setiap hari pada

pukul 06.00 dan 17.00 antara lain yaitu suhu, DO, pH, dan Salinitas

sedangkan untuk pengukuran amonia (NH3), nitrit (NO2), nitrat (NO3) dan

Total Bahan Organik dilakukan seminggu sekali di laboratorium Fisika-

Kimia dan Lingkungan BBPBAP Jepara. Adapun nilai kisaran kualitas air

larva ikan bandeng selama masa pemeliharaan tercantum dalam tabel 6.

Tabel 6. Kisaran kualitas air larva ikan bandeng selama masa pemeliharaan

Kolam
Parameter
10 11
29,8-30,7 30-30,5
Pagi
o (30,4) (30,3)
Suhu ( C)
30,6-31,4 30,9-31,4
Sore
(31) (31)
5,0-5,33 4,6- 5,3
Pagi
(4,73) (4,77)
DO (ppm)
4,64- 5,3 4,9- 5,36
Sore
(5,11) (5,01)
7,7- 7,84 7,6-7,8
Pagi
(7,8) (7,7)
pH
7,8-7,83 7,64- 7,78
Sore
(7,8) (7,7)
33- 34 33-34
Pagi
(33,4) (33,6)
Salinitas (ppt)
30- 32 30-32
Sore
(31) (31)
34

0,002-0,051 0,01-0,02
Nitrit (ppm) Mingguan
(0,018) (0,01)
0,007-0,02
Nitrat (ppm) Mingguan 0
(0,012)
Amonia (ppm) Mingguan 0 0

4.3.5.1. Parameter Fisika

Pengukuran kualitas air parameter fisika dilakukan dikolam

pemeliharaan larva ikan bandeng secara in situ. Pengukuran suhu

dilakukan dengan menggunakan Termometer yang dilakukan pada pukul

06.00 dan 17.00. Grafik fluktuasi suhu selama masa pemeliharaan dapat

dilihat pada grafik 1.

Pengukuran suhu rata-rata pada pagi hari 30,3 oC sedangkan

pengukuran suhu rata-rata pada sore hari 31 oC. Hasil pengukuran suhu

pada pemeliharaan larva ikan bandeng yang didapatkan sesuai dengan

pernyataan Dharma dkk. (2013), yang menjelaskan bahwa suhu optimal

untuk kegiatan pemeliharaan larva ikan bandeng yaitu 28-32 oC. Fluktuasi

suhu yang terjadi di kolam pemeliharaan larva ikan bandeng tidak terlalu

signifikan, hal ini dikarenakan kolam pemeliharaan larva ikan bandeng

diberikan penutup berupa plastik untuk meminimalisir fluktuasi suhu

sehingga suhu tetap stabil sepanjang hari.

Suhu yang tidak optimal akan menyebabkan larva ikan bandeng

rentan terkena parasit selain itu suhu yang terlalu tinggi dapat

meningkatkan laju reaksi kimia sehingga dapat menyebabkan penurunan

kualitas air, berupa besarnya nilai nitrit dan amonia di perairan

(Komarawidjaja, 2019).
35

40

30

20
P
10 a
g
i
0
0 1 2

35
30
25
20
15
P
10 a
g
5 i
0
0 1 2

Grafik 1. Grafik Fluktuasi Suhu selama masa pemeliharaan (a) bak 10 dan (b) bak
11

4.3.5.2. Parameter Kimia

a. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut atau Dissolved oxygen (DO) merupakan faktor pembatas dalam

kegiatan budidaya maupun pemeliharaan larva ikan/udang. Pengukuran DO

dilakukan dikolam pemeliharaan larva ikan bandeng secara in situ. Pengukuran

DO dilakukan dengan menggunakan DO meter, yang dilakukan pada pukul 06.00

dan 17.00 WIB. Grafik pengukuran DO dapat dilihat pada grafik 2.


36

Pagi
Sore
2

0
0 1 2

Pagi
2 Sore

0
0 1 2

Grafik 2. Grafik Fluktuasi DO (Dissolved oxygen) selama masa pemeliharaan (a)


bak 10 dan (b) bak 11

Pengukuran DO (Dissolved Oxygen) rata-rata pada pagi hari 4,77

ppm sedangkan pengukuran DO rata-rata pada sore hari 5,11 ppm. Nilai

DO (Dissolved Oxygen) pada pagi hari didapatkan hasil yang lebih rendah

dibandingkan nilai yang didapatkan pada sore hari, hal ini dikarenakan

oksigen pada malam hari digunakan untuk respirasi larva ikan bandeng

maupun mikroorganisme lainnya (Jaspe, 2011).

Hasil pengukuran DO pada pemeliharaan larva ikan bandeng yang

didapatkan dari rata-rata setiap minggunya mengalami penurunan, hal ini


37

dapat disebabkan karena ukuran larva yang semakin besar sehingga

memperlukan oksigen yang lebih banyak. Hasil yang pengukuran DO

setiap harinya didapatkan sesuai dengan SOP yang terdapat di BBAP

Jepara (1995) yang menjelaskan bahwa DO optimal untuk kegiatan

pemeliharaan larva ikan bandeng yaitu 3-8,5 ppm.

Pada grafik 2 terlihat bahwa kolam pemeliharaan nomor 10 larva

ikan bandeng menunjukkan tingkat konsentrasi oksigen terlarut yang lebih

rendah dibandingkan dengan kolam pemeliharaan larva ikan bandeng

nomor 11, hal ini disebabkan karena pada kolam pemeliharaan nomor 10

memiliki densitas yang lebih tinggi dari kolam pemeliharaan nomor 11.

Menurut Nugroho dkk. (2013) menyatakan bahwasanya, kepadatan

organisme perairan dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi oksigen

terlarut dalam perairan, hal ini dikarenakan semakin padat organisme di

dalam perairan maka laju respirasi juga akan semakin meningkat.

Sumber oksigen yang terdapat dalam pemeliharaan larva ikan

bandeng menggunakan penambahan sistem aerasi. DO rendah dapat

menyebabkan pertumbuhan larva ikan bandeng terhambat selain itu DO

yang rendah dapat menyebabkan kematian pada larva ikan bandeng (Jaspe,

et al 2011) sedangkan untuk DO yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

gas bubble disease (Salim, 2016).

b. Salinitas
38

Salinitas memberikan pengaruh yang tidak terlihat jelas namun

berdampak secara signifikan pada pola metabolisme tubuh ikan yang dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup dan tahap perkembangan ikan lainnya.

Pengukuran salinitas dilakukan dikolam pemeliharaan larva ikan

bandeng secara in situ. Pengukuran salinitas dilakukan dengan

menggunakan alat refraktometer yang dilakukan pada pukul 06.00 dan

17.00 WIB. Hasil peengukuran salinitas dapat dilihat pada grafik 3.

Pengukuran salinitas rata-rata pada pagi hari berkisar 32,68 ppt

sedangkan pengukuran salinias rata-rata pada sore hari berkisar 31,06 ppt.

Hasil pengukuran salinitas pada pagi dan sore hari menunjukkan

perbedaan dimana salinitas pada pagi hari cenderung lebih tinggi dari

salinitas pada sore hari, hal ini dapat disebabkan karena terdapat

penambahan air (sirkulasi air) yang dilakukan sebanyak 20-50% dari

volume bak pemeliharaan tiap hari (SNI, 2013).

Hasil pengukuran salinitas pada pemeliharaan ikan bandeng yang

didapatkan sesuai dengan (Juario, et al. (1983); SNI (2013)), yang

menyatakan bahwa salinitas optimal untuk kegiatan pemeliharaan larva

ikan bandeng yaitu 28-35 ppt demikian pula dengan pernyataan Swancon

(1996), yang berpendapat bahwa apabila larva ikan bandeng berada

disalinitas rendah ataupun tinggi dapat menyebabkan tingginya tingkat

mortalitas larva ikan bandeng, hal ini disebabkan karena salinitas

mempengaruhi tingkat osmoregulasi dari larva ikan bandeng tersebut


39

namun apabila larva ikan bandeng berada dikisaran salinitas yang optimal

maka larva ikan bandeng akan tumbuh besar dengan cepat.

40
35
30
25
20 Pagi
15 Sore
10
5
0
0 1 2

40
35
30
25
Pagi
20
Sore
15
10
5
0
0 1 2

Grafik 3. Grafik Fluktuasi salinitas selama masa pemeliharaan (a) bak 10 dan (b)
bak 11

Penambahan volume air pada kolam pemeliharaan larva ikan

bandeng ini menyebabkan penurunan salinitas, hal ini sesuai dengan

pernyataan Arisandi, dkk (2012), yang menyatakan bahwa penambahan

volume air dapat menurunkan salinitas. Penurunan salinitas yang

dilakukan secara bertahap ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan

larva ikan bandeng, hal ini sesuai dengan pernyataan dari (Alava (1998);
40

Jaspe, et al. (2011)), yang menyatakan bahwa penurunan salinitas dapat

meningkatkan pertumbuhan larva ikan bandeng.

c. Nitrit (NO2)

Pengukuran nitrit (NO2) dilakukan di laboratorium fisika-kimia dan

lingkungan BBPBAP Jepara. Pengukuran nitrit (NO2) dilakukan setiap 1

minggu sekali dengan menggunakan metode titrasi, pengambilan sampel

dilakukan setiap hari rabu pukul 08:00 WIB. Sampel diambil dan

ditempatkan dalam botol sampel. Grafik pengukuran salinitas dapat dilihat

pada grafik 4.

0.06

0.05

0.04

0.03

0.02

0.01

0
1 2 3

Grafik 4. Data fluktuasi nitrit selama masa pemeliharaan larva ikan bandeng

Pengukuran nitrit yang dilakukan setiap minggu di laboratorium

fisika, kimia dan lingkungan BBPBAP Jepara, dengan pengambilan

sampel air dari kolam pemeliharaan benih ikan bandeng. Kolam

pemeliharaan larva ikan bandeng bak 10 memiliki nilai 0,002 ppm hingga

0,051 ppm, sedangkan pada kolam pemeliharaan larva ikan bandeng bak

11 memiliki nilai 0,01-0,02. Hasil pengukuran nitrit pada air pemeliharaan


41

larva ikan bandeng yang didapatkan berada dikisaran yang masih dapat

ditoleransi oleh larva ikan bandeng (Hendrawati, 2009), yaitu kisaran nitrit

yang optimal untuk pemeliharaan larva ikan bandeng yaitu 0,01-1 ppm.

Kandungan nitrit yang tinggi dapat disebabkan karena terjadi

penumpukan bahan organik yang diakibatkan karena proses sipon yang

tidak merata dan mengendap di dasar perairan, selain itu juga dapat

disebabkan karena sisa metabolisme larva ikan bandeng. Kandungan nitrit

yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada organisme budidaya sebab

nitrit dapat mengikat sel darah merah sehingga menggangu proses

penyerapan oksigen (Komarawidjaja, 2019) selain itu kandungan nitrit

yang tidak optimal atau kandungan nitrit yang tidak dapat ditoleransi oleh

larva ikan bandeng dapat berpengaruh terhadap kesehatan, pertumbuhan

dan perkembangan larva ikan bandeng (Satyani dkk, 2012).

d. Nitrat (NO3)

Pengukuran nitrat (NO3) dilakukan di laboratorium fisika-kimia dan

lingkungan BBPBAP Jepara. Pengukuran nitrat (NO3) dilakukan setiap 1 minggu

sekali dengan menggunakan metode titrasi, pengambilan sampel dilakukan setiap

hari rabu pukul 08:00 WIB. Sampel diambil dan ditempatkan dalam botol sampel.

Grafik pengukuran nitrat dapat dilihat pada grafik 5 .

Pengukuran Nitrat (NO3) dilakukan di laboratorium fisika kimia

BBPBAP Jepara, pengambilan sampel dilakukan setiap hari kamis pukul

08:00. Pengukuran nitrat yang dilakukan setiap minggu di kolam

pemeliharaan benih ikan bandeng memiliki nilai 0 ppm hingga 0,1 ppm.
42

Nitrat merupakan salah satu dalam daur nitrogen dimana nitrat merupakan

hasil dari perubahan nitrit oleh bakteri nitrifikasi. Hasil pengukuran nitrat

pada pemeliharaan lava ikan bandeng yang didapatkan tidak

mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bandeng.

Adanya nitrat diperairan disebabkan karena adanya ketidak seimbangan

proses nitrifikasi yang terjadi dikolam pemeliharaan larva ikan bandeng

selain itu DO yang tinggi dapat mempercepat proses nitratasi yang

mengubah nitrit menjadi nitrat (Mansyur dkk., 2011).

0.03

0.02

bak 10
0.01 bak 11

0
1 2 3

Grafik 5. Data fluktuasi nitrat selama masa pemeliharaan larva ikan bandeng

e. Amonia (NH3)

Pengukuran amonia (NH3) dilakukan di laboratorium fisika-kimia dan

lingkungan BBPBAP Jepara. Pengukuran amonia (NH3) dilakukan setiap 1

minggu sekali dengan menggunakan metode titrasi, pengambilan sampel

dilakukan setiap hari rabu pukul 08:00 WIB.

Pengukuran amonia yang dilakukan setiap minggu di kolam

pemeliharaan larva ikan bandeng memiliki nilai 0 ppm tiap minggunya.


43

Hasil pengukuran amonia pada pemeliharaan larva ikan bandeng yang

didapatkan sesuai dengan SOP BBAP Jepara (1995), bahwa amonia yang

dapat ditoleransi oleh larva ikan bandeng sebesar < 0,02 ppm. Amonia

timbul karena adanya penumpukan sisa pakan, sisa metabolisme larva ikan

bandeng, serta adanya sisa telur yang tidak menetas didasar kolam, apabila

kadar amonia yang berlebih akan menyebabkan kematian massal pada

larva ikan bandeng (SOP BBAP Jepara, 1995), selain itu kadar amonia

yang tinggi dapat mengganggu proses pengikatan oksigen dalam darah

sehingga dapat menggangu sistem dalam tubuh larva ikan bandeng (Nisa

dkk, 2014).

Pada pengukuran kadar amonia yang dilakukan di unit pembenihan

ikan bandeng BBPBAP Jepara didapatkan nilai 0 ppm, hal ini dapat

disebabkan karena larva ikan bandeng masih diberikan pakan alami hidup,

sehingga amonia yang diberasal dari pakan alami tidak mempengaruhi

pada kualitas air pemeliharaan larva ikan bandeng selain itu dapat juga

disebabkan karena ada sistem resirkulasi sehingga tidak terjadi

penumpukan bahan organik di perairan.

f. Tingkat keasaman (pH)

Tingkat keasaman atau Power of Hydrogen (pH) dilakukan

pengukuran pH dikolam pemeliharaan larva ikan bandeng secara in situ.

Pengukuran pH dilakukan dengan mengunakan pH pen. Pengukuran pH

dilakukan setiap hari pada pukul 06.00 dan 17.00. Grafik pengukuran pH

dapat dilihat pada grafik 6.


44

10
8
6
Pagi
4 Sore
2
0
0 1 2

4 Pagi
Sore
2

0
0 1 2

Grafik 6. Grafik Fluktuasi pH selama masa pemeliharaan (a) bak 10 dan (b) bak
11.

Pengukuran pH setiap hari pada pagi hari di kolam pemeliharaan

larva ikan bandeng bak 10 memiliki nilai 7,7 hingga 7,84, sedangkan pada

kolam pemeliharaan larva ikan bandeng bak 11 memiliki nilai 7,6 hingga

7,8, sedangkan pengukuran pH pada sore hari di kolam peme.liharaan

larva ikan bandeng bak 10 memiliki nilai 7,8 hingga 7,83, sedangkan pada

kolam pemeliharaan larva ikan bandeng bak 11 memiliki nilai 7,64 hingga

7,78. Hasil pengukuran pH pada pemeliharaan benih ikan bandeng yang

didapatkan sesuai dengan pernyataan Dharma, dkk (2013), yang

menjelaskan bahwa pH dengan nilai 7-8,5 merupakan kisaran pH yang

optimal untuk kegiatan pemeliharaan larva ikan bandeng. Nilai pH yang

rendah dapat menyebabkan kematian pada larva ikan bandeng, hal ini
45

disebabkan jika nilai pH rendah maka menandakan kadar CO 2 diperairan

tinggi maka akan membuat nilai oksigen terlarut rendah dan meningkatkan

nilai kadar nitrit dan amonia yang bersifat toksik bagi organisme budidaya.

Nilai pH yang tidak optimal akan mempengaruhi metabolisme larva ikan

bandeng dan berbahaya bagi pertumbuhan, perkembangan dan

kelangsungan hidup larva ikan bandeng.


46

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari kegiatan PKL yang telah dilakukan di BBPBAP (Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau) Jepara ini dapat disimpulkan bahwa

kualitas air yang terdapat di produksi pembenihan ikan bandeng memiliki

kisaran suhu selama pemeliharaan larva adalah 29-31oC, pH 7,6-7,84, DO

4,6-5,3 ppm, salinitas 30-34 ppt, amonia 0 ppm, nitrit 0,002- 0,05 ppm,

nitrat 0,007-0,02.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan pada PKL ini yaitu perlu adanya evaluasi

dan pengecekan rutin mengenai kualitas air parameter biologi seperti plankton,

bakteri dan parasit, untuk meminimalisir kematian massal larva ikan bandeng.
47

DAFTAR PUSTAKA

Alava, V. R. (1998). Effect of salinity, dietary lipid source and level on growth of
milkfish (Chanos chanos) fry. Aquaculture, 167(3-4), 229-236.
Arisandi, A., Marsoedi, M., Nursyam, H., & Sartimbul, A. 2012. Pengaruh
salinitas yang berbeda terhadap morfologi, ukuran dan jumlah sel,
pertumbuhan serta rendemen karaginan Kappaphycus alvarezii. ILMU
KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 16(3), 143-150.
Bagarinao T. 1994. Systematics, distribution, genetics and life history of milkfish,
Chanos chanos. Q139 : 23-41.
Bagarinao, T, U. 1991. Biologi of Milkfish (Chanos chanos Forsskal).
Aquaculture Department, Southteast Asian Fisheries Development Center,
Tigbauan, Iloilo. Philippines.

Balai Budidaya Air Payau Jepara. 1995. Teknologi Pembenihan Bandeng Secara
Terkendali. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Air Payau.
Jepara.

Chong, K.I., I.R. Smith & M.S. Lizarondo. 1982. Economics of The Philippine
Milkfish Resource System. Resource Systems Theory And Methodology
Series, No. 4. The United Nations University: 65 Pp.
Dharma, T. S., Mi’raj, K., & Wibawa, G. S. 2013. Peningkatan Kepadatan Telur
Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) Terhadap Derajat Penetasan dan
Kelulushidupan Prolarva pada Transportasi Sistem Tertutup. Konferensi
akuakultur indonesia.
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan.
2014. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Tahun
2014. Jakarta.
Fisheries Department publication. 2018. Publications pages in: FAO Fosheries
and Aquaculture Department (online). Rome. Updated 24 April 2018.
Hasan, M. I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Ghalia Indonesia. Jakarta. hal. 11-23.
Hendrawati, H., Prihadi, T. H., & Rohmah, N. N. (2008). Analisis kadar phosfat
dan N-nitrogen (amonia, nitrat, nitrit) pada tambak air payau akibat
rembesan lumpur lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Jurnal Kimia
VALENSI, 1(3).
Jaspe, C. J., & Caipang, C. M. A. 2011. Nursery production of hatchery-reared
milkfish, Chanos chanos in earthen ponds. Aquaculture, Aquarium,
Conservation & Legislation, 4(5), 627-634.
Jaspe, C. J., Golez, M. S. M., Coloso, R. M., Amar, M. J. A., & Caipang, C. M. A.
2012. Production of hatchery-bred early juvenile Milkfish (Chanos
chanos) in nursery ponds through supplemental feeding. Animal Biology
& Animal Husbandry, 4(2), 32-37.
Juario JV, Duray MN. A guide to induced spawning and larval rearing of milkfish
Chanos chanos (Forsskal). 1983. Aquaculture Department, SEAFDEC
48

International Development Research Centre Technical Report No. 10 2nd


Edition.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Produktivitas Perikanan Indonesia.
Jakarta.
Komarawidjaja, W. 2019. Pengaruh perbedaan dosis oksigen terlarut (DO) pada
degradasi amonium kolam kajian budidaya udang. Jurnal Hidrosfir
Indonesia vol. 1(1).
Kumagai, S. 1990. Reproduction and early life history of milkfish Chanos chanos
in the waters around Panay Island, Philippines. Ph.D. Dissertation, Kyushu
University, 189 pp
Mansyur, A., H.S. Suwoyo, dan R. Rachmansyah. 2011. Pengaruh Pengurangan
Ransum Pakan Secara Periodik Terhadap Pertumbuhan, Sintasan, dan
Produksi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Pola Semi-Intensif di
Tambak. Jurnal Riset Akuakultur. 6(1): 71-80.
Marhaendro, A.S.D.. 2011. Penelitian Deskriptif. Yogyakarta : Universitas Negeri
Yogyakarta. Hal 1.
Marte, C. L. 1988. Broodstock management and seed production of milkfish.
In Seminar on Aquaculture Development in Southeast Asia, 8-12
September 1987, Iloilo City, Philippines (pp. 169-194). Aquaculture
Department, Southeast Asian Fisheries Development Center.
Martinez, F. S., Tseng, M., & Yeh, S. 2006. Milkfish (Chanos chanos) culture:
situations and trends. Journal-Fisheries Society Of Taiwan, 33(3), 229.
Marzuqi, M., Giri, I. N. A., Setiadharma, T., Andamari, R., Andriyanto, W., &
Astuti, N. W. W. 2015. Penggunaan pakan prematurasi untuk peningkatan
perkembangan gonad pada calon induk ikan bandeng (Chanos chanos
Forsskal). Jurnal Riset Akuakultur, 10(4).
Nazir, M. 2011. Metode penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor. Hal 57.
Nisa, K., & Fitrani, M. 2014. Pengaruh ph pada media air rawa terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan gabus (Channa
striata). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, vol. 1(1), 57-65.
Nugroho, A., E. Arini dan T. Elfitasari. 2013. Pengaruh Kepadatan yang Berbeda
terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) pada Sistem Resirkulasi dengan Filter Arang. Journal of
Aquaculture Management and Technology. 3(2): 94-100.
Phillips M, Henriksson PJG, Tran N, Chan CY, Mohan CV, Rodriguez U-P, Suri
S, Hall S and Koeshendrajana S. 2015. Exploring Indonesian aquaculture
futures. Penang, Malaysia: WorldFish.

Putra, R. R., D. Hermon dan Farida. 2013. Studi Kualitar Air Payau untuk
Budidaya di Kawasan Pesisir Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten
Pesisir Selatan. Padang : STKIP Sumatera Barat.

Rahmawati, I. Y., Anggoro, S., & Rudiyanti, S. 2013. Domestikasi ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus) melalui optimalisasi media dan
pakan. Management of Aquatic Resources Journal, 2(3), 119-127.
49

Rimmer, Michael, A. 2010. Mariculture Development In Indonesia: Prospects


And Constraints. Indonesian Aquaculture Journal Vol.5(2).
Sahrijanna, A. dan Sahabuddin. 2014. Kajian Kualitas Air pada Budidaya Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Sistem Pergiliran Pakan Di
Tambak Intensif . Sulawesi Selatan : Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Payau.
Salim, T. I., Haiyunnisa, T., & Alam, H. S. 2016. Design and implementation of
water quality monitoring for eel fish aquaculture. In 2016 International
Symposium on Electronics and Smart Devices (ISESD) (pp. 208-213).
IEEE.
Sangadji, E. M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian. Andi. Yogyakarta.
Sanusi, A. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis. Cetakan Keempat. Salemba
Empat. Jakarta.
Satyani, D., & Priono, B. 2012. Penggunaan Berbagai Wadah Untuk
Pembudidayaan Ikan Hias Air Tawar. Media Akuakultur, 7(1), 14-19.
SNI. 2013. Ikan bandeng (Chanos chanos, Forskal)–Bagian 3: Produksi benih.
Sriyani, rinrin. 1993. Perkembangan dan Kelangsungan Hidup Embrio dan Larva
Ikan Bandeng (Chanos chanos Fors). Skripsi. Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor.
Sudradjat, A. & Sugama, K. 2010. Chapter 2 Aquaculture of milkfish (bandeng)
in Indonesia: fry and fingerling production. In: Liao, I.C., Leaño, E.M.
(Eds.), Milkfish Aquaculture in Asia. Asian Fisheries Society, World
Aquaculture Society, the Fisheries Society of Taiwan and National Taiwan
Ocean University, Quezon City, Philippines; Baton Rouge, USA; Keelung,
Taiwan, p. 9-16.
Swanson, C. 1996. Early development of milkfish: effects of salinity on
embryonic and larval metabolism, yolk absorption and growth. Journal of
fish Biology, 48(3), 405-421.
Swanson, C. 1996. Early development of milkfish: effects of salinity on
embryonic and larval metabolism, yolk absorption and growth. Journal of
Fish Biology 48(3)
Tharavaty, N.C.. 2014. Water Quality Management In Shrimp Culture.
Mangalore, India: Department of Post-Graduate and Research in
Biosciences Mangalore University.
Toledo, J. D., & Duray, M. 1996. Viability of milkfish eggs and larvae after
simulated and actual transport. In The Fish Egg: Its Biology and Culture
Symposium Proceedings. International Congress on the Biology of Fishes,
14-18 July 1996, San Francisco State University (pp. 51-58). American
Fisheries Society, Physiology Section.
Villaluz, A.C. and A. Unggui. 1983. Effects of temperature on behavior, growth,
development and survival of young milkfish, Chanos chanos (Forsskal).
Aquaculture 35:321-330
50

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Praktek Kerja Lapang (BBPBAP Jepara)

Gambar 14. Denah Lokasi BBPBAP Jepara, Jepara

(Sumber:www.google.com/maps/place/Balai+Besar+Perikanan+Budidaya+Air+P
ayau+(BBPBAP)/)
51

Lampiran 2. Struktur Organisasi BBBPBAP Jepara

Gambar 15. Struktur Organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau

Jepara
52

Lampiran 3. Bangunan Balai Besar Perikanan Air Payau (BBPBAP) Jepara

Nama Alat Gambar

Laboratorium Residu

Laboratorium Fisika, Kimia,


dan Lingkungan

Lapangan olahraga

Kesekretariat

Perpustakaan \
53

Hatchery pembenihan bandeng


54

Lampiran 4. Alat-alat yang digunakan untuk pengecekan kualitas air di BBPBAP


Jepara

Nama Alat Gambar

DO Meter

pH pen

Refraktometer

Gelas Ukur
55

Spektrofotometer

Pipet Volume

Erlenmeyer

Hot plate
56

Suhu (0C) Salinitas (ppt) DO (ppm) pH


Tanggal Kolam DOC
Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore
28-Des-18 10 1 29,8 30,6 34 32 5,46 4,74 8,01 7,85
10 2 29,9 30,8 34 31 4,57 4,98 7,68 7,79
29-Des-18
11 1 30 30,9 34 31 5,01 5,2 7,78 7,62
10 3 30,5 31,4 32 34 4,63 5,8 7,94 8,02
30-Des-18
11 2 30,1 30,9 33 34 5,06 4,87 7,99 7,83
10 4 30,7 31,4 34 32 4,89 5,12 8,06 7,92
31-Des-18
11 3 30,5 31,3 34 32 4,42 4,93 7,86 8,02
10 5 30,5 31 33 31 4,67 4,91 7,67 7,62
01-Jan-19
11 4 30,5 31,2 34 31 4,7 5,02 7,79 7,87
10 6 30,4 31,1 34 30 4,78 5,32 7,7 7,89
02-Jan-19
11 5 30,3 31,2 34 31 4,82 5,42 7,59 7,81
10 7 30,5 31,4 34 30 4,8 5,2 7,8 7,72
03-Jan-19
11 6 30,5 31,4 34 30 4,69 4,97 7,62 7,71
10 8 30,5 30,9 33 30 4,71 5,03 7,86 7,93
04-Jan-19
11 7 30,4 31 33 30 4,6 4,91 7,65 7,62
10 9 30,4 30,9 33 30 4,42 4,97 7,59 7,72
05-Jan-19
11 8 30,5 30,9 33 30 4,69 5,03 7,79 7,62
10 10 30,5 30,9 33 30 4,8 5,03 7,86 7,72
06-Jan-19
11 9 30,5 31 34 30 4,69 4,91 7,62 7,62
07- Jan- 19 11 10 30,2 30,9 33 31 4,67 4,87 7,59 7,62

Lampiran 5. Data pengukuran suhu, pH, Salinitas dan DO selama masa


pemeliharaan
57

Lampiran 6. Data pengukuran nitrit, nitrat dan amonia selama masa pemeliharaan

Bak 10 Bak 11
Amoni Nitrit Nitrat
Tanggal
Amonia Nitrit Nitrat
a NO2 NO3
NH3 NO2 NO3
NH3 (mg/l) (mg/l)
(mg/l) (mg/l) (mg/l)
(mg/l)
28 Desember 2018 0 0,001 0,010 0 0,001 0,010
04 Januari 2019 0 0,002 0 0 0,01 0,007
11 Januari 2019 0 0,051 0 0 0,02 0,02

Anda mungkin juga menyukai