Kualitas Air Pada Benih Ikan Bandeng
Kualitas Air Pada Benih Ikan Bandeng
Oleh :
Oleh :
Mengetahui, Menyetujui,
Dekan Dosen Pembimbing,
Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Airlangga
Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., M.P. Muhammad Hanif Azhar, S.Pi.,M.Si.
NIP. 19620116 199203 2 001 NIP. 19840718 201504 1 001
iii
MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN
BANDENG (Chanos chanos) DI BALAI BESAR PERIKANAN
Oleh :
YOKHEBED TISDA JANUARISTA
NIM. 141611535036
KOMISI PENGUJI
Ketua : Muhammad Hanif Azhar, S.Pi., M.Si.
Anggota : 1. Prayogo, S.Pi., M.P.
2. Hapsari Kenconojati S.Si., M.Si.
Banyuwangi,
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Program Studi di Luar Kampus Utama
Universitas Airlangga
Dekan
iv
RINGKASAN
v
SUMMARY
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas karuniaNya, sehingga
Kualitas Air Pada Pemeliharaan Larva Bandeng (Chanos chanos) di Balai Besar
Perikanan Budidaya Air Payau Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah”. Karya
ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi diluar Kampus Utama
S. Pi., M. Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran, petunjuk
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini
masih belum sempurna. Kritik dan saran yang membangun, sangat penulis
harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Semoga Karya
Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak,
budidaya perairan
Penulis
vii
UCAPAN TERIMAKASIH
Lapang (PKL) ini banyak melibatkan orang-orang yang sangat berjasa bagi
penulis. Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1) Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., M.P. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan
Lapang
6) Hapsari Kenconojati S.Si., M.Si dan Prayogo, S.Pi., M.P selaku dosen
viii
7) Sugeng Raharjo, A.Pi selaku Kepala BBPBAP Jepara yang telah memberikan
yang bermanfaat.
9) Bapak Agus, dan Mas Yadi selaku pegawai di Pembenihan Bandeng Unit 2
BBPBAP Jepara yang telah memberikan masukan dan banyak ilmu mengenai
10) Bapak Faizal selaku pegawai di Laboratorium Fisika, Kimia dan Lingkungan
BBPBAP Jepara yang telah memberikan masukan dan banyak ilmu mengenai
11) Orang Tua Tercinta, Mama dan Ayah yang selalu mendoakan,
12) Dinda, Dian, Wildan A, Chelsey, Kak Ayu, Kak Erwin, Rais, Kak Budi, Kak
Hawa, Kak Intan, Kak Nur, dan Dita selaku teman-teman seperjuangan
13) Teman-teman Orca 2016 seperjuangan dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis hingga laporan PKL
dapat terselesaikan.
ix
DAFTAR ISI
RINGKASAN........................................................................................................iv
SUMMARY............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................vii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
DAFTAR GRAFIK.............................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv
I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1Latar Belakang..........................................................................................1
1.2Tujuan........................................................................................................3
1.3Manfaat......................................................................................................3
II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................4
2.1Klasifikasi dan Morfologi Bandeng..........................................................4
2.2Habitat dan Penyebaran Bandeng..............................................................5
2.3Pemeliharaan Larva...................................................................................5
2.4Manajemen Kualitas Air pada Larva Ikan Bandeng.................................7
a.Suhu...................................................................................................7
b.Keasaman (pH)..................................................................................8
c.Oksigen Terlarut (DO).......................................................................8
d.Salinitas..............................................................................................9
e.NH3 (Amonia)....................................................................................9
x
4.3.6 Pengukuran Kualitas Air Pemeliharaan Larva Ikan Bandeng........32
4.3.6.1 Suhu....................................................................................33
4.3.6.2 Oksigen terlarut (Dissolved oxygen)..................................35
4.3.6.3 Salinitas..............................................................................37
4.3.6.4 Nitrit (NO2).........................................................................39
4.3.6.5 Nitrat (NO3)........................................................................40
4.3.6.6 Amonia (NH3)....................................................................41
4.3.6.7 Power of Hydrogen (pH)...................................................42
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
15. Struktur organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara..........50
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
4. Alat-alat yang digunakan untuk pengecekan kualitas air di BBPBAP Jepara ..53
5. Data pengukuran suhu, pH, Salinitas dan DO selama masa pemeliharaan .......55
6. Data pengukuran nitrit, nitrat dan amonia selama masa pemeliharaan .............56
xv
1
I PENDAHULUAN
tahun. Berdasarkan data KKP (2018) pada tahun 2011 sampai 2016 mengalami
rata-rata peningkatan produksi sebanyak 1,75 juta ton tiap tahunnya. Konsumsi
ikan pada tahun 2016 sebanyak 43,94 kg per kapita dengan peningkatan konsumsi
ikan rata-rata pada setiap tahun sebanyak 1,93 kg perkapita (KKP, 2018).
Ikan bandeng (Chanos chanos) atau milkfish merupakan salah satu komoditas
ikan yang populer di Indonesia dan Filipina (Rimmer, 2010). Budidaya ikan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi ikan bandeng terbesar
bandeng rata-rata dari tahun 2010 - 2014 sebesar 10,45%. Peningkatan produksi
terus meningkat sedangkan benih ikan bandeng di alam tidak mencukupi jumlah
Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan payau-laut yang berpotensi
untuk dibudidayakan secara optimal karena merupakan salah satu jenis ikan yang
harganya cukup stabil di pasar lokal maupun internasional. Produksi benih ikan
mengalami kendala antara lain berupa kualitas air. Pengontrolan kualitas air pada
pemeliharaan larva ikan bandeng perlu dilakukan untuk menghasilkan benih ikan
bandeng yang tersertifikasi dan berkualitas. Larva ikan bandeng yang berkualitas
akan menghasilkan survival rate (SR) yang tinggi pada pembesaran ikan bandeng
kegiatan pemeliharaan larva ikan bandeng (Chanos chanos) yang harus dilakukan
dapat dipelajari di UPT Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)
kualitas air. Oleh karena itu perlu dilakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) untuk
1.2 Tujuan
langsung manajemen kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia pada
1.3 Manfaat
II TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Gonorynchiformes
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos
Ikan bandeng (Chanos chanos) atau milk fish memiliki bentuk tubuh
yang dilengkapi dengan mulut terminal, dengan mata yang tertutup oleh
lapisan lemak luar kornea atau yang biasa disebut adipose eye, memiliki
sepasang sirip dada, sepasang sirip perut, sirip anal dan sirip ekor (FAO,
2018).
Bandeng berasal dari perairan wilayah Eropa dan Amerika Utara yang
ditemukan di perairan laut tropis (Bagarinao, 1994). Ikan bandeng saat ini
bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng
yaitu telur, larva, benih, dan ikan dewasa. Ikan bandeng dewasa
(Gambar 1).
Fase larva merupakan masa kritis dalam daur hidup ikan sehingga
tingkat kematian atau mortalitas pada fase ini sangat tinggi. Faktor yang
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari proses
lain kandungan oksigen, pH, amonia, nitrit, suhu, dan salinitas (Sriyani,
1993).
Air merupakan media hidup seluruh jenis ikan. Air merupakan salah satu
bagian media budidaya yang penting untuk diperhatikan, baik secara kuantitas dan
kelangsungan hidup ikan selain itu, kualitas air harus disesuaikan dengan tingkah
lakunya.
Manajemen kualitas air merupakan suatu cara pengelolaan kualitas air yang
dilakukan setiap hari yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimal untuk
pertumbuhan hewan akuatik. Kegiatan pemeliharaan kualitas air yang buruk dapat
akuatik yang dipelihara. Beberapa parameter kualias air yang harus diperhatikan
a. Suhu
peningkatan suhu 10o C akan mempengaruhi aspek kimia dan biologi dalam suatu
bandeng yaitu 28-32o C (Bagarinao, 1991; Dharma dkk, 2013). Suhu yang terlalu
b. Keasaman (pH)
asam atau basa sesuatu larutan (Putra dkk, 2013). Air yang memiliki pH 7-8,5
yang terlalu rendah akan mempengaruhi peningkatan keasaman air sehingga akan
dan kelangsungan hidup larva ikan bandeng, hal ini sesuai dengan pernyataan
meningkatnya pH, namun tingkat keasaman air yang tinggi dapat diatasi dengan
(Dissolved Oxygen) merupakan jumlah oksigen yang terlarut dalam suatu perairan
yang baik pada kegiatan pemeliharaan larva ikan bandeng yaitu 3-8,5 ppm (BBAP
dilakukan dengan menggunakan DO meter dan titrasi. Larva ikan bandeng dapat
bertahan hidup dengan DO rendah namun pertumbuhan larva ikan bandeng akan
9
terhambat selain itu DO yang rendah dapat menyebabkan kematian pada larva
d. Salinitas
bandeng yaitu 28-35 ppt (Juario, 1983; Alava, 1998; Dharma, 2013).
perbedaan tekanan osmotik (kadar garam, dan ion) yang tinggi antara
lingkungan dan cairan tubuh ikan akan menyebabkan larva ikan bandeng
e. NH3 (Amonia)
kadarnya relatif rendah pada perairan. Amonia pada kolam budidaya berasal dari
timbunan bahan organik yang berasal dari bahan pakan, sisa metabolisme dan
plankton yang mati. Protein yang terkandung dalam pakan mendukung adanya
Amonia yang dapat ditoleransi oleh larva ikan bandeng sebesar < 0,02 ppm
menggunakan Test kit, dan titrasi. Tingginya nilai amonia akan menyebabkan
kematian pada larva ikan bandeng, hal ini disebabkan karena amonia besifat
toksik pada perairan. Kadar amonia yang tinggi dapat mengganggu proses
pengikatan oksigen dalam darah sehingga dapat menggangu sistem dalam tubuh
larva ikan bandeng (Nisa dkk, 2014) sehingga nilai amonia yang tinggi dapat
Januari 2019 di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara
Metode kerja yang dilakukan dalam praktek kerja lapang ini meliputi metode
Perikanan Budidaya Air Payau Jepara meliputi metode pengukuran kualitas air
Data primer adalah data yang pertama kali dicatat dan dikumpulkan
oleh peneliti (Sanusi, 2014). Data primer merupakan sumber data yang
diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data
primer dapat berupa opini subjek secara individu maupun kelompok, hasil
partisipasi aktif.
A. Observasi
berkaitan dengan kualitas air pemeliharaan larva ikan bandeng serta sarana
B. Wawancara
C. Partisipasi Aktif
dilakukan secara langsung di lapangan (Nazir, 2011). Dalam hal ini yang
status. Pada awal berdirinya 1971, lembaga ini bernama Research Center
menjadi Balai Besar Air Payau (BBAP) yang secara struktural berada
gambar 3.
15
Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara berada di tepi pantai utara Jawa tepatnya pada 110 0
39’11” BT dan 60 35’10” LS, dengan tanjung kecil yang landai di sebelah
Barat kota yang berjarak 3 km dari pusat kota Jepara dan berbatasan
ppt dan suhu udara berkisar 20-300C. Jenis tanah liat berpasir dan
datarannya cenderung liat. Beda pasang naik dan pasang turun ± 1 meter,
sehingga baik untuk usaha budidaya dan merupakan daerah tropis dengan
musim hujan yang terjadi pada bulan November sampai April dan musim
16
kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Curah hujan rata-rata
3.026 mm pertahun dengan rata-rata 111 hari per tahun. Luas kompleks
lebih 64,5472 Ha yang terdiri dari komplek balai seluas 10 Ha dan tambak
seluas 54, 5472 Ha. Komplek balai terdiri dari perkantoran, perumahan,
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah
mempunyai visi dan misi. Visi dari BBPBAP Jepara adalah terwujudnya
Misi dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa
Tengah yaitu :
berkelanjutan.
17
produktivitas.
lingkungan budidaya.
4.1.4. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Perikanan Budidaya
Struktur organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara dapat
Perikanan Budidaya Air Payau memiliki struktur organisasi yang terdiri dari :
1) Seksi Standardisasi
2) Seksi Informasi
memiliki tugas pokok dan fungsi. Tugas pokok Balai Besar Perikanan
2. Bagian Tata Usaha bertugas melaksanakan urusan tata usaha balai serta
satuan organisasi.
benih alam, distribusi atau transportasi induk dan benih serta penerapan
19
payau.
kegiatan di lapangan.
pembuatan pakan.
pengujian perikanan budidaya air payau serta kegiatan lain sesuai dengan
tugas masing-masing.
terdiri atas 141 orang PNS, 4 orang CPNS dan 26 orang tenaga kontrak.
mengusahakan tugas belajar dan izin belajar maupun diklat untu para
payau.
ikan.
pembudidayaan ikan.
penyakit ikan.
pembudidayaan.
Jepara
(BBPBAP) Jepara Tahun 2014 dengan jumlah pegawai 166 orang terdiri
dari 139 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan 27 orang tenaga kontrak.
Tabel 2. Jumlah Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan dan Golongan Tahun 2014
No Tingkat Pegawai Negeri
Kontrak Jumlah
. Pendidikan Sipil
1. S3 2 - 2
2. S2 9 - 9
3. S1/ D IV 48 1 49
4. D3 18 - 18
5. SLTA 52 24 76
6. SLTP 5 - 5
7. SD 4 2 6
Jumlah 139 27 165
Sumber : Layanan Publik BBPBAP Jepara (2016)
4.1.7 Sarana Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara
memiliki 100 petak tambak dengan rincian tambak ikan sebanyak 46 petak dan
tambak udang sebanyak 64 petak, pompa air (33 unit), kincir ganda (46 unit), dan
pompa diesel (20 unit), 3 unit kolam pemeliharaan induk bandeng, pembenihan
ikan bandeng, ikan nila, udang windu, udang vaname, rajungan dan kepiting
bakau.
22
Jepara
terdiri dari laboratorium residu, fisika-kimia dan lingkungan, hama dan penyakit
akuatik, nutrisi, pakan buatan, pakan alami, auditorium dengan kapasitas 500
sekitar 200 orang, lapangan voli, lapangan tenis, rumah jaga tambak, sumber
kegiatan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPAP) Jepara, antara lain:
4) Rumput Laut dari jenis Gracillaria sp., Eucheuma cottoni ,. dan Caulerpa sp
10) Pakan Alami dari spesies fitoplankton yang dibudidayakan yaitu Chlorella
sp., dan lain-lain. Sedangkan zooplankton yang dibudidayakan yaitu Artemia sp.
4.2 Sarana dan Prasarana Pembenihan Ikan Bandeng Unit 2 Balai Besar
Sarana pada pembenihan ikan bandeng unit 2 terdiri dari peralatan yang
digunakan saat kegiatan produksi. Peralatan yang dimiliki oleh Unit pembenihan
dimiliki oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.
Tandon air laut yang digunakan dalam proses produksi benih bandeng di
BBPBAP Jepara berbentuk lingkaran dengan panjang diameter 8 meter dan tinggi
8 meter sehingga dapat menampung sebanyak 401 ton liter. Sumber air tawar
didapat dari sumur bor yang dipompa ke tandon air tawar. Air laut digunakan
dan sistem aerasi. Air laut dipompa masuk kedalam sand filter yang berfungsi
untuk memfilter air sebelum digunakan dan ditampung dalam tandon air laut.
Gambar 5. Sand filter air laut yang terdapat di BBPBAP Jepara (sumber:
dokumentasi pribadi)
3) Blower Aerasi
ikan bandeng sebab aerasi digunakan sebagai pemasok Dissolved Oxygen (DO)
memiliki konstruksi kolam dengan teknologi terbuat dari beton yang dilengkapi
dengan pipa-pipa saluran inlet dan outlet sebagai tempat pembuangan air pada
saat pengurasan kolam serta mempermudah proses pemanenan (gambar 6). Kolam
berbentuk persegi panjang dan memiliki ukuran 3 x 2,5 meter dengan tinggi 1,5
adanya sistem sirkulasi air dari sumber air di BBPBAP Jepara dan sistem aerasi
yang terpasang setiap 0,8 meter, sehingga dalam satu bak pemeliharaan larva
balai secara umum. Sumber listrik yang terdapat di BBPBAP Jepara bersal
dari jaringan PLN serta 5 buah genset yang digunakan apabila aliran listrik
PLN mengalami gangguan atau padam. Salah satu sumber penyedia listrik
roda empat, dua unit tossa, dan empat unit sepeda motor. Sarana
Induk ikan bandeng (Chanos chanos) yang ada di Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara didapatkan dari pembesaran calon induk
ikan bandeng yang berasal dari Banda Aceh dan Pantai Utara Jawa. Indukan
dengan jumlah induk 140 ekor. Jumlah indukan jantan yang dipelihara di
BBPBAP Jepara 70 ekor dan betina 70 ekor. Induk ikan bandeng yang dipelihara
di BBPBAP Jepara berumur 4-5 tahun dengan kisaran panjang 60-100 cm dan
kisaran berat 8-12 kg. Hal ini berbeda dengan pernyataan Rosario, et al. (2012)
yang menyatakan bahwa indukan ikan bandeng yang siap memijah berumur 5-6
tahun.
100 cm dan kisaran berat 8-12 kg. Induk yang dimiliki oleh BBPBAP Jepara
menurut Marzuqi, dkk (2015) berpendapat bahwa indukan tersebut sudah mampu
28
bereproduksi. Bak pemeliharaan induk ikan bandeng berisikan induk jantan dan
betina dengan perbandingan 1:1, hal ini sesuai dengan SNI (2013) yang
menyatakan bahwa pemijahan induk ikan bandeng dengan ratio penebaran jantan
dan betina 1:1. Pemeliharaan induk ikan bandeng yang siap memijah dilakukan
sampai 60-70 cm, serta dilakukan sirkulasi air secara terus-menerus. Manipulasi
habitat ini dilakukan bertujuan merangsang induk untuk memijah. Foto kolam
Gambar 10. Bak Pemeliharaan Induk Ikan Bandeng di BBPBAP Jepara (sumber:
Dokumentasi Pribadi)
30-31 ppt setinggi 0,8 m, kemudian bak pemeliharaan yang telah terisi
Pemberian chlorin, diamkan selama kurang lebih 10-20 menit, setelah itu
29
20-30 menit sampai air pada bak pembenihan tersebut tidak berbau chlorin
transparan, dan melayang di kolom air sedangkan untuk telur yang tidak
telur, dan tenggelam di dasar air, hal ini sesuai dengan pernyataan BBAP
Jepara (1995) yang menyatakan bahwa telur ikan bandeng yang dibuahi
yang tidak terbuahi berwarna putih keruh dan tenggelam didasar perairan
(SNI, 2013).
(a) (b)
Gambar 11. Telur ikan bandeng (a) terbuahi (b) tidak terbuahi
hal ini sesuai dengan (Marte, (1988); SNI (2013)), menyatakan bahwa
masa inkubasi telur ikan bandeng selama 20-22 jam setelah terjadinya
dipelihara dalam satu tempat bak pemeliharaan yang sama tanpa ada
30
sirkulasi air dan sipon setiap 5 hari sekali, hal ini dilakukan untuk
mengurangi kandungan amonia yang akibat sisa telur yang tidak terbuahi
Gambar 12. Proses sipon dasar bak pemeliharaan larva ikan bandeng (sumber:
dokumentasi pribadi)
Pemeliharaan larva dilakukan setelah telur ikan bandeng telah
menetas hingga hari ke 10, dimana umur tersebut larva ikan bandeng yang
belum diberi pakan karena masih memiliki kuning telur yang berfungsi
(1991) yang menyetakan bahwa larva ikan bandeng mulai diberi makan
D3-D10 larva mulai diberi pakan alami berupa Brachionus sp. Pada D3-
D10 benih ikan bandeng diberikan pakan 4 kali sehari yaitu pukul 07.00,
09.00, 11.00 dan 15.00 WIB. Manajemen pemberian pakan pada benih
D3 – D10 -
D11 – D25
telah dipaparkan pada tabel 3, diberikan secara ad libitum. Menurut SNI (2013),
jumlah Brachionus sp yang diberikan pada larva ikan bandeng sebesar 10-25
ind/ml. Sampling pertumbuhan panjang larva ikan bandeng ini dilakukan setiap
lima hari sekali dengan mengambil 15 ekor larva ikan bandeng pada 5 titik sampel
BBPBAP Jepara memiliki padat tebar yang berbeda. Ketika dilakukan Praktek
Kerja Lapang (PKL) terdapat 2 bak pemeliharaan larva ikan bandeng yang
dipantau oleh peserta PKL secara langsung dari penebaran telur hingga menjadi
benih ikan bandeng. Jumlah tebaran dalam 1 bak pemeliharaan larva ikan bandeng
tergantung dengan banyaknya telur yang dihasilkan oleh induk ikan bandeng yang
dimiliki oleh BBPBAP Jepara dalam 1 kali pemijahan. Jumlah tebaran larva ikan
Tabel 5. Data jumlah larva ikan bandeng masing-masing bak pemeliharaan larva
Luas Bak Densitas
Bak Jumlah larva Densitas
pemeliharaan menurut (SNI,
pemeliharaan 2 (ekor) (ekor/m2) 2013) (ekor/m2)
(m )
10 7,5 318.600 42.480 30.000
32
4.3.5. Panen
dilakukan ketika benih sudah berumur 20-25 hari dengan panjang rata-rata
menambahkan oksigen dengan perbandingan oksigen dan air 2:1, hal ini
Gambar 13. Proses panen larva ikan bandeng (Sumber: dokumentasi pribadi)
4.3.6. Pengukuran Kualitas Air Pemeliharaan Larva Ikan Bandeng
33
kimia. Pengukuran kualitas air parameter fisika yang dilakukan antara lain
pengecekan setiap hari antara lain yaitu DO, Salinitas dan pH sedangkan
yang dilakukan mingguan antara lain yaitu nitrit (NO 2), nitrat (NO3) dan
bandeng yang dilakukan secara in situ dan dilakukan setiap hari pada
pukul 06.00 dan 17.00 antara lain yaitu suhu, DO, pH, dan Salinitas
sedangkan untuk pengukuran amonia (NH3), nitrit (NO2), nitrat (NO3) dan
Kimia dan Lingkungan BBPBAP Jepara. Adapun nilai kisaran kualitas air
Tabel 6. Kisaran kualitas air larva ikan bandeng selama masa pemeliharaan
Kolam
Parameter
10 11
29,8-30,7 30-30,5
Pagi
o (30,4) (30,3)
Suhu ( C)
30,6-31,4 30,9-31,4
Sore
(31) (31)
5,0-5,33 4,6- 5,3
Pagi
(4,73) (4,77)
DO (ppm)
4,64- 5,3 4,9- 5,36
Sore
(5,11) (5,01)
7,7- 7,84 7,6-7,8
Pagi
(7,8) (7,7)
pH
7,8-7,83 7,64- 7,78
Sore
(7,8) (7,7)
33- 34 33-34
Pagi
(33,4) (33,6)
Salinitas (ppt)
30- 32 30-32
Sore
(31) (31)
34
0,002-0,051 0,01-0,02
Nitrit (ppm) Mingguan
(0,018) (0,01)
0,007-0,02
Nitrat (ppm) Mingguan 0
(0,012)
Amonia (ppm) Mingguan 0 0
06.00 dan 17.00. Grafik fluktuasi suhu selama masa pemeliharaan dapat
pengukuran suhu rata-rata pada sore hari 31 oC. Hasil pengukuran suhu
untuk kegiatan pemeliharaan larva ikan bandeng yaitu 28-32 oC. Fluktuasi
suhu yang terjadi di kolam pemeliharaan larva ikan bandeng tidak terlalu
rentan terkena parasit selain itu suhu yang terlalu tinggi dapat
(Komarawidjaja, 2019).
35
40
30
20
P
10 a
g
i
0
0 1 2
35
30
25
20
15
P
10 a
g
5 i
0
0 1 2
Grafik 1. Grafik Fluktuasi Suhu selama masa pemeliharaan (a) bak 10 dan (b) bak
11
Oksigen terlarut atau Dissolved oxygen (DO) merupakan faktor pembatas dalam
Pagi
Sore
2
0
0 1 2
Pagi
2 Sore
0
0 1 2
ppm sedangkan pengukuran DO rata-rata pada sore hari 5,11 ppm. Nilai
DO (Dissolved Oxygen) pada pagi hari didapatkan hasil yang lebih rendah
dibandingkan nilai yang didapatkan pada sore hari, hal ini dikarenakan
oksigen pada malam hari digunakan untuk respirasi larva ikan bandeng
nomor 11, hal ini disebabkan karena pada kolam pemeliharaan nomor 10
memiliki densitas yang lebih tinggi dari kolam pemeliharaan nomor 11.
yang rendah dapat menyebabkan kematian pada larva ikan bandeng (Jaspe,
b. Salinitas
38
berdampak secara signifikan pada pola metabolisme tubuh ikan yang dapat
sedangkan pengukuran salinias rata-rata pada sore hari berkisar 31,06 ppt.
perbedaan dimana salinitas pada pagi hari cenderung lebih tinggi dari
salinitas pada sore hari, hal ini dapat disebabkan karena terdapat
ikan bandeng yaitu 28-35 ppt demikian pula dengan pernyataan Swancon
namun apabila larva ikan bandeng berada dikisaran salinitas yang optimal
40
35
30
25
20 Pagi
15 Sore
10
5
0
0 1 2
40
35
30
25
Pagi
20
Sore
15
10
5
0
0 1 2
Grafik 3. Grafik Fluktuasi salinitas selama masa pemeliharaan (a) bak 10 dan (b)
bak 11
larva ikan bandeng, hal ini sesuai dengan pernyataan dari (Alava (1998);
40
c. Nitrit (NO2)
dilakukan setiap hari rabu pukul 08:00 WIB. Sampel diambil dan
pada grafik 4.
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
1 2 3
Grafik 4. Data fluktuasi nitrit selama masa pemeliharaan larva ikan bandeng
pemeliharaan larva ikan bandeng bak 10 memiliki nilai 0,002 ppm hingga
0,051 ppm, sedangkan pada kolam pemeliharaan larva ikan bandeng bak
larva ikan bandeng yang didapatkan berada dikisaran yang masih dapat
ditoleransi oleh larva ikan bandeng (Hendrawati, 2009), yaitu kisaran nitrit
yang optimal untuk pemeliharaan larva ikan bandeng yaitu 0,01-1 ppm.
tidak merata dan mengendap di dasar perairan, selain itu juga dapat
yang tidak optimal atau kandungan nitrit yang tidak dapat ditoleransi oleh
d. Nitrat (NO3)
hari rabu pukul 08:00 WIB. Sampel diambil dan ditempatkan dalam botol sampel.
pemeliharaan benih ikan bandeng memiliki nilai 0 ppm hingga 0,1 ppm.
42
Nitrat merupakan salah satu dalam daur nitrogen dimana nitrat merupakan
hasil dari perubahan nitrit oleh bakteri nitrifikasi. Hasil pengukuran nitrat
0.03
0.02
bak 10
0.01 bak 11
0
1 2 3
Grafik 5. Data fluktuasi nitrat selama masa pemeliharaan larva ikan bandeng
e. Amonia (NH3)
didapatkan sesuai dengan SOP BBAP Jepara (1995), bahwa amonia yang
dapat ditoleransi oleh larva ikan bandeng sebesar < 0,02 ppm. Amonia
timbul karena adanya penumpukan sisa pakan, sisa metabolisme larva ikan
bandeng, serta adanya sisa telur yang tidak menetas didasar kolam, apabila
larva ikan bandeng (SOP BBAP Jepara, 1995), selain itu kadar amonia
sehingga dapat menggangu sistem dalam tubuh larva ikan bandeng (Nisa
dkk, 2014).
ikan bandeng BBPBAP Jepara didapatkan nilai 0 ppm, hal ini dapat
disebabkan karena larva ikan bandeng masih diberikan pakan alami hidup,
pada kualitas air pemeliharaan larva ikan bandeng selain itu dapat juga
dilakukan setiap hari pada pukul 06.00 dan 17.00. Grafik pengukuran pH
10
8
6
Pagi
4 Sore
2
0
0 1 2
4 Pagi
Sore
2
0
0 1 2
Grafik 6. Grafik Fluktuasi pH selama masa pemeliharaan (a) bak 10 dan (b) bak
11.
larva ikan bandeng bak 10 memiliki nilai 7,7 hingga 7,84, sedangkan pada
kolam pemeliharaan larva ikan bandeng bak 11 memiliki nilai 7,6 hingga
larva ikan bandeng bak 10 memiliki nilai 7,8 hingga 7,83, sedangkan pada
kolam pemeliharaan larva ikan bandeng bak 11 memiliki nilai 7,64 hingga
rendah dapat menyebabkan kematian pada larva ikan bandeng, hal ini
45
tinggi maka akan membuat nilai oksigen terlarut rendah dan meningkatkan
nilai kadar nitrit dan amonia yang bersifat toksik bagi organisme budidaya.
5.1. Kesimpulan
4,6-5,3 ppm, salinitas 30-34 ppt, amonia 0 ppm, nitrit 0,002- 0,05 ppm,
nitrat 0,007-0,02.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat dikemukakan pada PKL ini yaitu perlu adanya evaluasi
dan pengecekan rutin mengenai kualitas air parameter biologi seperti plankton,
bakteri dan parasit, untuk meminimalisir kematian massal larva ikan bandeng.
47
DAFTAR PUSTAKA
Alava, V. R. (1998). Effect of salinity, dietary lipid source and level on growth of
milkfish (Chanos chanos) fry. Aquaculture, 167(3-4), 229-236.
Arisandi, A., Marsoedi, M., Nursyam, H., & Sartimbul, A. 2012. Pengaruh
salinitas yang berbeda terhadap morfologi, ukuran dan jumlah sel,
pertumbuhan serta rendemen karaginan Kappaphycus alvarezii. ILMU
KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 16(3), 143-150.
Bagarinao T. 1994. Systematics, distribution, genetics and life history of milkfish,
Chanos chanos. Q139 : 23-41.
Bagarinao, T, U. 1991. Biologi of Milkfish (Chanos chanos Forsskal).
Aquaculture Department, Southteast Asian Fisheries Development Center,
Tigbauan, Iloilo. Philippines.
Balai Budidaya Air Payau Jepara. 1995. Teknologi Pembenihan Bandeng Secara
Terkendali. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Air Payau.
Jepara.
Chong, K.I., I.R. Smith & M.S. Lizarondo. 1982. Economics of The Philippine
Milkfish Resource System. Resource Systems Theory And Methodology
Series, No. 4. The United Nations University: 65 Pp.
Dharma, T. S., Mi’raj, K., & Wibawa, G. S. 2013. Peningkatan Kepadatan Telur
Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) Terhadap Derajat Penetasan dan
Kelulushidupan Prolarva pada Transportasi Sistem Tertutup. Konferensi
akuakultur indonesia.
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan.
2014. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Tahun
2014. Jakarta.
Fisheries Department publication. 2018. Publications pages in: FAO Fosheries
and Aquaculture Department (online). Rome. Updated 24 April 2018.
Hasan, M. I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Ghalia Indonesia. Jakarta. hal. 11-23.
Hendrawati, H., Prihadi, T. H., & Rohmah, N. N. (2008). Analisis kadar phosfat
dan N-nitrogen (amonia, nitrat, nitrit) pada tambak air payau akibat
rembesan lumpur lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Jurnal Kimia
VALENSI, 1(3).
Jaspe, C. J., & Caipang, C. M. A. 2011. Nursery production of hatchery-reared
milkfish, Chanos chanos in earthen ponds. Aquaculture, Aquarium,
Conservation & Legislation, 4(5), 627-634.
Jaspe, C. J., Golez, M. S. M., Coloso, R. M., Amar, M. J. A., & Caipang, C. M. A.
2012. Production of hatchery-bred early juvenile Milkfish (Chanos
chanos) in nursery ponds through supplemental feeding. Animal Biology
& Animal Husbandry, 4(2), 32-37.
Juario JV, Duray MN. A guide to induced spawning and larval rearing of milkfish
Chanos chanos (Forsskal). 1983. Aquaculture Department, SEAFDEC
48
Putra, R. R., D. Hermon dan Farida. 2013. Studi Kualitar Air Payau untuk
Budidaya di Kawasan Pesisir Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten
Pesisir Selatan. Padang : STKIP Sumatera Barat.
Rahmawati, I. Y., Anggoro, S., & Rudiyanti, S. 2013. Domestikasi ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus) melalui optimalisasi media dan
pakan. Management of Aquatic Resources Journal, 2(3), 119-127.
49
LAMPIRAN
(Sumber:www.google.com/maps/place/Balai+Besar+Perikanan+Budidaya+Air+P
ayau+(BBPBAP)/)
51
Gambar 15. Struktur Organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
Jepara
52
Laboratorium Residu
Lapangan olahraga
Kesekretariat
Perpustakaan \
53
DO Meter
pH pen
Refraktometer
Gelas Ukur
55
Spektrofotometer
Pipet Volume
Erlenmeyer
Hot plate
56
Lampiran 6. Data pengukuran nitrit, nitrat dan amonia selama masa pemeliharaan
Bak 10 Bak 11
Amoni Nitrit Nitrat
Tanggal
Amonia Nitrit Nitrat
a NO2 NO3
NH3 NO2 NO3
NH3 (mg/l) (mg/l)
(mg/l) (mg/l) (mg/l)
(mg/l)
28 Desember 2018 0 0,001 0,010 0 0,001 0,010
04 Januari 2019 0 0,002 0 0 0,01 0,007
11 Januari 2019 0 0,051 0 0 0,02 0,02