Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan pada TN. dengan Penyakit “Kusta”


di Puskesmas Trajeng , Kota Pasuruan

Oleh :
Nama : Eka Putri Ramadhani
NIM : 192303102178

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS PASURUAN
2021

LEMBAR PENGESAHAN
1
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan pada Tn. dengan Penyakit “Kusta”


di Puskesmas Trajeng , Kota Pasuruan

Telah disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

(Bu Dewi) (Bagus Dwi Cahyono, S.Kep.,M.Kes)


NIP.

Mengetahui
Kepala Ruangan

(Bu dian )

2
DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan .............. . . . . ................................................................. 5
D. Manfaat ....................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Konsep Keluarga ......................................................................
B. Konsep Penyakit .......................................................................
C. Asuhan Keperawatan ................................................................
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang

Penyakit kusta atau morbus hansen adalah penyakit infeksi yang di


sebabkan oleh infeksi Mycobakterium leprae. Bakteri ini mengalami proses
pembelahan cukup lama antara 2-3 minggu, daya tahan hidup kuman kusta
mencapai 9 hari diluar tubuh manusia. Kuman kusta memiliki masa inkubasi 2-
5 tahun bahkan lebih. Penatalaksanaan kasus kusta buruk dapat menyebabkan
kasus kusta menjadi progresif, sehingga menyebabkan kerusakan permanen
pada kulit, saraf anggota gerak dan mata. (Pedoman nasional program
pengendalian penyakit kusta, 2015)
Penyakit kusta menyebar luas diseluruh dunia, dengan sebagian besar
kasus terdapat di daerah tropis dan sub tropis, tetapi dengan adanya
perpindahan penduduk, penyakit ini dapat menyerang di manapun. Pada
umumnya terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar
penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. (WHO, 2016)
Peran keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami penyakit
Kusta, yaitu untuk memberikan motivasi kepada pasien kusta untuk minum
obat secara teratur. Dukungan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam
perawatan kesehatan yaitu fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan,
fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi. Hal yang penting dalam keperawatan kesehatan
keluarga adalah pemberian asuhan keperawatan (askep) keluarga secara
langsung sesuai dengan kebutuhan keluarga masing-masing.Asuhan
keperawatan keluarga merupakan inti dari segala tindakan keperawatan dan
praktek keperawatan dan juga aplikasi dari berbagai tindakan dan kerangka
kerja dari referensi, konsep dan teori keperawatan keluarga. (Friedman, 2010)
Peran keluarga dalam perawatan penderita kusta dirumah yaitu
mendampingi minum obat rutin sesuai jangka waktunya, berkunjung
kepetugas kesehatan di puskesmas setiap 1 (satu) bulan untuk melakukan
pemeriksaan POD (Prevention Of Disability ) dan pencegahan cacat ada 3
yaitu memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur, melindungi mata, tangan
dan kaki dari trauma dan merawat diri.
Berdasarkan latar belakang di atas peran perawat sangatlah penting untuk
mengetahui hubungan konseling petugas kesehatan dengan tugas keluarga
yang anggota keluarga menderita kusta Di Puskemas Trajeng Kota Pasuruan
pada tahun 2021.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah “Bagaimana asuhan keperawatan
pada salah satu anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Trajeng
Kota Pasuruan

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan keluarga dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang komprehensif pada keluarga
dengan anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Trajeng .

2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keluarga dengan anggota
keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Trajeng .
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan keluarga dengan
anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Trajeng .
c. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan keluarga dengan
anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Trajeng .
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan keluarga dengan
anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Trajeng .
e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan keluarga dengan
anggota keluarga yang menderita kusta di Puskesmas Trajeng .

D. Manfaat

1. Manfaat Bagi Penulis


Dapat di jadikan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu
dalam menerapkan asuhan keperawatan keluarga sehingga dapat
mengembangkan dan menambah wawasan penulis.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat / Klien
Menambah pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam upaya
pencegahan, perawatan serta pemanfaatan fasilitas kesehatan dalam
merawat anggota keluarga yang menderita kusta.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi tambahan guna meningkatkan informasi dan
pengetahuan sebagai referensi perpustakan Kampus Pasuruan UNEJ,
yang bisa di gunakan oleh mahasiswa sebagai bahan bacaan dan dasar
untuk studi kasus selanjutnya.
c. Bagi Puskesmas
Dapat memberikan sumbangan pikiran dalam meningkatkan
Asuhan Keperawatan Keluarga dengan kasus kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Trajeng.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Keluarga

1. Pengertian keluarga

Keluarga adalah yang terdiri dari atas individu yang bergabung bersama
oleh ikatan penikahan, darah, atau adopsi dan tinggal didalam satu rumah tangga
yang sama (Friedman, 2010). Sedangkan menurut Wall, (1986) dalam Yolanda
(2017), keluarga adalah sebuah kelompok yang mengidentifikasi diri dan terdiri
atas dua individu atau lebih yang memiliki hubungan khusus, yang dapat terkait
dengan hubungan darah atau hukum atau dapat juga tidak, namun berfungsi
sebagai sedemikian rupa sehingga mereka menganggap dirinya sebagai
keluarga.
UU No. 10 Tahun 1992, mengemukakan keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau suami istri, atau
ayah dan anak-anaknya, atau ibu dan anak-anaknya. Lain halnya menurut
BKKBN (1999) dalam Yolanda (2017), keluarga adalah dua orang atau lebih
yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertakwa kepada tuhan,
memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan
masyarakat serta lingkungannya. (Yolanda, 2017)

2. Macam-Macam Struktur/Tipe/Bentuk Keluarga

a. Tradisional
1.The nuclear family ( keluarga inti )
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.

2.The dyad family


Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup
bersama dalam satu rumah.

3.Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah
memisahkan diri.

4.The childless family


Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untukmendapatkan
anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena mengejar karier/pendidikan
yang terjadi pada wanita.

7
5.The extended family ( keluarga luas/besar)
Keluarga yang terdiri dari 3 generasi yang hidup bersama dalamsatu
rumah seperti nuclear family disertai paman, tante, orang tua (kakek-nenek),
keponakan dan lain-lain.

6.The single parent family ( keluarga duda/janda )


Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan
anak. Hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan
ditinggalkan ( menyalahi hukum pernikahan).

7.Commuter family
Kedua orang tua bekerja dikota yang berbeda, tetapi salah satu kota
tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa
berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan (weekend).

8.Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal
bersama dalam satu rumah.

9.Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau
salingberdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang
sama. Misalnya : kamar mandi, dapur, televisi, telepon.

10.Blended family
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.

11.The single adult living alone/single- adult family


Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena
pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian, atau ditinggal mati.

b.Non-tradisional

1.The unmarried teenage mother


Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak tanpa
hubungan nikah.

2.The stepparent family


Keluarga dengan orang tua tiri

3.Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan
saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, Sumber dan fasilitas

8
yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok/membesarkan anak bersama.

4.The nonmarital heterosexual cohabiting family


Keluarga yang hidup bersama, berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan.

5.Gay and lesbian family


Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana
pasangan suami istri (marital patners).

6.Cohabiting couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan, karena
beberapa alasan tertentu.

7.Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga
bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi
sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan anaknya.

8.Group network family


Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan atau nilai-nilai hidup
berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang - barang rumah
tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.

9.Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau saudara
dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga
aslinya.

10.Homeless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi
dan atau problem kesehatan mental.

11.Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang dalam kekerasan dan criminal dalam kehidupannya.

2. Fungsi Keluarga.

9
Ada lima fungsi keluarga menurut (Friedman, 2010) dalam Yolanda 2017:

a.Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun
untuk berkelanjutan unit keluarga itu sendir, sehingga fungsi afektif merupakan
salah satu fungsi keluarga yang paling penting.Peran utama orang dewasa dalam
keluarga adalah fungsi afektif, fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga
dan kepedulian terhadap kebutuhan sosioemosional semua anggota keluarganya.

b.Fungsi sosialisasi dan status social.


Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan
dalam keluarga yang ditunjuk untuk mendidik anak–anak tentang cara
menjalankan fungsi dan memikul peran social orang dewasa seperti peran yang
di pikul suami-ayah dan istri-ibu. Status sosial atau pemberian status adalah
aspek lain dari fungsi sosialisasi. Pemberian status kepada anak berarti
mewariskan tradisi, nilai dan hak keluarga, walaupun tradisi saat ini tidak
menunjukan pola sebagian besar orang dewasa Amerika.

c.Fungsi reproduksi
Untuk menjamin kontiniutas antar generasi kleuarga dan masyarakat
yaitu menyediakan angagota baru untuk masyarakat.

d.Fungsi perawatan kesehatan


Fungsi keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan,
pakaian, tempat tinggal, perawatan terhadap kesehatan dan perlindungan
terhadap bahaya.Pelayanan dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga yang
paling relafan bagi perawat keluarga.

e.Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang
cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses
pengambilan keputusan.

3. Struktur keluarga

Ada empat struktur keluarga menurut (Friedman, 2010) adalah struktur


peran, struktur nilai keluarga, proses komunikasi dan struktur kekuasaan dan
pengambilan keputusan.

a.Struktur peran.
Peran adalah perilaku yang dikaitkan dengan seseorang yang memegang
sebuah posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status atau tempat seseorang
dalam suatu system social.

10
b.Struktur nilai keluarga
Nilai keluarga adalah suatu system ide, perilaku dan keyakinan tentang
nilai suatu hal atau konsep yan secara sadar maupun tidak sadar mengikat
anggota keuarga dalam kebudayaan sehari-hari atau kebudayaan umum.

c. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila : jujur, terbuka,
melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan.

d.Struktur kekuasaan dan pengambilan keputusan.


Kekuasaan keluarga sebagai arakteristik system keluarga adalah
kemampua atau potensial, actual dari individu anggota keluarga yang lain.
Terdapat 5 unit berbeda yang dapat dianalisis dalam karakteristik kekuasaan
keluarga yaitu : kekuasaan pernikahan (pasangan orang dewasa), kekuasaan
orang tua, anak, saudara kandung dan kekerabatan. Sedangkan pengambil
keputusan adalah teknik interaksi yang digunakan anggota keluarga dalam upaya
mereka untuk memperoleh kendali dan bernegosiasi atau proses pembuatan
keputusan.
Lain halnya menurut menurut Padila (2012) dalam Yolanda (2017), struktur
keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga
dimasyarakat.

Ada beberapa struktur keluarga yang ada di Indonnesia diantaranya adalah:

a.Patrilineal
Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalambeberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalurayah.

b.Matrilineal
Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalambeberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ibu.

c.Matriloka
Sepasang suami istri yang tinggal besama keluarga sedarah ibu.

d.Patrilokal
Sepasang suami istri yang tinggal besama keluarga sedarah ayah.

e.Keluarga kawin
Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan
beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan
dengan suami atau istri.

11
4.Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Ada 5 pokok tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut Friedman


(1998) dalam Dion & Betan (2013) adalalah sebagai berikut:

a. Mengenal masalah kesehatan keluarga


Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan perubahan
yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota
keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga dan orang tua.Sejauh
mana keluarga mengetahui dan mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan
yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, factor penyebab yang
mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah.

b.Membuat keputusan tindakan yang tepat


Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai
masalah kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan
keluarga tersebut agar dapat menfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan.

c.Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.


Ketika memberiakn perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,
keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1)Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis dan
perawatannya).
2)Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
3)Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan.
4)Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung
jawab, sumber keuangan dan financial, fasilitas , psikososial).
5)Sikap keluarga terhadap yang sakit.

d.Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat


Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah
yang sehat, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1)Sumber-sumber yang dimilki oleh keluarga.
2)Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.
3)Pentingnya hiegine sanitasi.
4)Upaya pencegahan penyakit.
5)Sikap atau pandangan keluarga terhadap hiegine sanitasi.
6)Kekompakan antar anggota kelompok.

e.Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat

12
Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga
harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :
1)Keberadaan fasilitas keluarga.
2)Keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh fasilitas kesehatan.
3)Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.
4)Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.

5.Peran perawat keluarga

Ada tujuh peran perawat keluarga menurut Sudiharto (2012) dalam Yolanda
(2017) adalah sebagai berikut:

a.Sebagai pendidik
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada
keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang memiliki masalah kesehatan

b.Sebagai koordinator pelaksan pelayanan kesehatan


Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pelayanan keperawatan yang bersinambungan
diberikan untuk menghindari kesenjangan antara keluarga dan unit pelayanan
kesehatan.

c.Sebagai pelaksana pelayanan perawatan


Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak
pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah
kesehatan.Dengan demikian, anggota keluarga yang sakit dapat menjadi “entry
point” bagi perawatan untuk memberikan asuhan keperawatan keluarga secara
komprehensif.

d.Sebagai supervisor pelayanan keperawatan


Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap melalui
kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun
yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu atau
secara mendadak, sehingga perawat mengetahui apakah keluarga menerapkan
asuhan yang diberikan oleh perawat.

e.Sebagai pembela (advokat)


Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hak-hak
keluarga klien.perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta
memodifikasi system pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan
kebutuhan keluarga. Pemahaman yang baik oleh keluarga terhadap hak dan
kewajiban mereka sebagai klien mempermudah tugas perawat untuk

13
memandirikan keluarga.

f.Sebagai fasilitator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan
masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang
mereka hadapi sehari-hari serta dapat membantu jalan keluar dalam mengatasi
masalah.

g.Sebagai peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahai masalah
masalah kesehatan yang dialami oleh angota keluarga. Masalah kesehatan yang
muncul didalam keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang
dipraktikkan keluarga. Peran perawat keluarga dalam asuhan keperawatan
berpusat pada keluarga sebagai unit fungsional terkecil dan bertujuan memenuhi
kebutuhan dasar manusia pada tingkat keluarga sehingga tercapai kesehatan
yang optimal untuk setiap anggota keluarga. Melalui asuhan keperawatan
keluarga, fungsi keluarga menjadi optimal, setiap individu didalam keluarga
tersebut memiliki karakter yang kuat, tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang
sifatnya negative sehingga memiliki kemampuan berpikir yang cerdas.

6.Tahap perkembangan keluarga

a.Tahap I ( Keluarga dengan pasangan baru )


Pembentukan pasangan menandakan pemulaan suatu keluarga baru
dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan intim
yang baru.Tahap ini juga disebut sebagai tahap pernikahan. Tugas
perkembangan keluarga tahap I adalah membentuk pernikahan yang memuaskan
bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan,
perencanaan keluarga

b.Tahap II (Childbearing family)


Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut samapi berusia 30
bulan.Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci menjadi siklus
kehidupan keluarga. Tugas perkembangan tahap II adalah membentuk keluarga
muda sebagai suattu unit yang stabil ( menggabungkan bayi yang baru kedalam
keluarga), memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas
perkembangan dan kebutuhan berbagai keluarga, mempertahankan hubungan
pernikahan yang memuaskan, memperluas hubungan dengan hubungan dengan
keluarga besar dengan menambah peran menjadi orang tua dan menjadi
kakek/nenek.

c.Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah)

14
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama
berusia 2½ tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini
dapat terdiri dari tiga sampai lima orang, dengan posisi pasangan suami-ayah,
istri-ibu, putra-saudara lakilaki, dan putri- saudara perempuan. Tugas
perkembangan keluarga tahap III adalah memenuhi kebutuhan anggota keluarga
akan rumah, ruang, privasi dan keamanan yang memadai, menyosialisasikan
anak, mengintegrasi anak kecil sebagai anggota keluarga baru sementara tetap
memenuhi kebutuhan anak lain, mempertahankan hubungan yang sehat didalam
keluarga dan diluar keluarga

d.Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah)


Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam waktu
penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai pubertas,
sekitar 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota keluarga
maksimal dan hubungan keluarga pada tahap ini juga maksimal.Tugas
perkembangan keluarga pada tahap IV adalah menyosialisasikan anak- anak
termasuk meningkatkan restasi, mempertahankan hubungan pernikahan yang
memuaskan

e.Tahap V (Keluarga dengan anak remaja)


Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau
perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung selama
enam atau tujuh tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak meninggalkan
keluarga lebih awal atau lebih lama, jika anak tetap tinggal dirumah pada usia
lebih dari 19 atau 20 tahun. Tujuan utama pada keluarga pada tahap anak remaja
adalah melonggarkan ikatan keluarga untuk meberikan tanggung jawab dan
kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang
dewasa muda

f.Tahap VI ( keluarga melepaskan anak dewasa muda)


Permulaan fase kehidupan keluarga in ditandai dengan perginya anak pertama
dari rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya rumah”, ketika anak
terakhir juga telah meninggalkan rumah. Tugas keluarga pada tahap ini adalah
memperluas lingkaran keluarga terhadap anak dewas muda, termasuk
memasukkan anggota keluarga baru yang berasal dari pernikahan anak-anaknya,
melanjutkan untuk memperbarui dan menyesuaikan kembali hubungan
pernikahan, membantu orang tua suami dan istri yang sudah menua dan sakit.

g.Tahap VII (Orang tua paruh baya)


Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak
terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau kematian salah
satu pasangan.Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyediakan
lingkungan yang meningkatkan kesehatan, mempertahankan kepuasan dan

15
hubungan yang bermakna antara orangtua yang telah menua dan anak mereka,
memperkuat hubungan pernikahan.

h.Tahap VIII (Keluarga lansia dan pensiunan)


Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pension salah
satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai salah satukehilangan pasangan dan
berakhir dengan kematian pasangan lain.Tujuan perkembangan tahap keluarga
ini adalah mempertahankapenataan kehidupan yang memuaskan (Yolanda,
2017).

B.Konsep Penyakit

1.Definisi Kusta
Kusta (Lepra) adalah penyakit infeksi yang kronik penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas
pertama, lalu kulit dan mukosa traktur respiratorius bagian atas, kemudian dapat
ke organ lain kecuali sususan saraf pusat. (KMB II, Hadi Herdianto, 2016).

a. Etiologi
M.leprae atau kuman HaNsen adalah kuman penyebab penyakit kusta
yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia GH Armauer HaNsen pada tahun
1873 . Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 u,
lebar 0,2-0,5 u, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu – satu, hidup
dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam
media buatan. Kuman ini juga dapat menyebabkaninfeksi sistimik pada binatang
armadilo. M. leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat
intraselular, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa,
saluran nafas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.
Masa membelah diri M. leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40
tahun. Kuman penyebabnya adalah mycobacterium leprae yang ditemukan oleh
G.A HaNsen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga
dapat dibiakkan dalam media artificial. M. leprae bebentuk basil dengan ukuran
3-8 μm x 0,5 µm, tahan asam dan alcohol, serta positif- Gram. Masa Tunas:
masa belah diri kuman kusta memerlukan waktu yang sangat lama
dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Oleh karena itu masa tunas
menjadi lama, yaitu rata – rata 2-5 tahun.

b. Patofisiologi
Setelah M. leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta
bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas
dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular mediated
immune) pasien. Kalau system imunitas selular tinggi penyakit berkembang
kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang arah lepromatosa.
16
Mikobakterium Leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif lebih dingin,
yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak
selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respon imun pada tiap pasien
berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi selular dari pada
itensitas infeksi. Oleh karena itu, penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit
imunologi.

-Pathway

c.Manifestasi Klinis
Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis, dan
histopatologis. Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat
satu dari tanda cardinal berikut:

1. Adanya lnesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lnesi kulit dapat
tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lnesi
kemerahan atau berwarna tembaga. Lnesi dapat bervariasi tetapi umumnya
berupa makula, papul, atau nodul.
2. Kehilangan sensibilitas pada lnesi kulit merupakan gambaran khas.
Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan
sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai

17
kehilangan seNsibilitas dan/atau kelemahan otot juga merupakan tanda kusta.
3. Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit.
Bila ragu- ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang
setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain.

d. Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan
pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai
penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk
menurunkan insidensi penyakit. Tujuan utama program pemberantasan kusta
adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta
memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular
kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit.

Program Multy Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,


klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. program ini bertujuan untuk
mengatasi rnesistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di indonnesia sesuai rekomendasi WHO (1995)
sebagai berikut :

1. Tipe B
Jenis obat dan dosis untuk dewasa :
a.Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petugas.
b.DSS tablet 100 mg/hari diminum dirumah.
c.Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6
dosis dinyatakan RFT (released from treatment = berhenti minum obat kusta)
meskipun secara klinis lnesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi
dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah completion of treatment cure dan
pasien tidak lagi dalam pengawasan.

2. Tipe MB
Jenis obat dan dosis :

a.Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petugas.

b.Klofazimin 300 mg/bulan diminum didepan petugas dilanjutkan dengan


klofazimin 50 mg/hari diminum dirumah.
c.DSS 100 mg/hari diminum dirumah.
18
d.Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan.
Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis
lnesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998)
pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18
bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT (Release From Treatment).

3.Pencegahan dan tatalaksana cacat


Penyakit kusta dapat menimbulkan kecacatan, penderita tanpa menyadari
bahwa kerusakan pada mata, tangan maupun kaki dan ini dapat dicegah, bila
dikenali dan diobati secara dini. Walaupun sudah terjadi kerusakan fungsi saraf
masih mungkin untuk menghindari terjadinya kerusakan atau kecacatan lebih
lanjut.
Ada 2 jenis cacat kusta yaitu primer yang di sebabkan langsung oleh
aktivitas penyakit, terutama kerusakan akibat respon jaringan terhadap
Micobakterium leprae seperti anastnesi, cloaw hand dan kulit kering; sedangkan
cacat sekunder terjadi akibat cacat primer, terutama akibat adanya kerusakan
saraf, seperti ulkus dan kontraktur.

Proses terjadinya cacat kusta :


Terjadinya cacat tergantung dari fungsi serta saraf mana yang rusak. Diduga
kecacatan akibat penyakit kusta dapat terjadi lewat 2 proses :
a.Infiltrasi langsung Mycobakterium ke susunan saraf tepi dan organ (misalnya:
mata)
b.Melalui reaksi kusta
Secara umum fungsi saraf ada 3 macam, yaitu motoric memberikan
kekuatan pada otot, fungsi sensorik memberi sensasi raba, nyeri dan suhu serta
fungsi otonom mengurus kelenjar keringat dan kelenjar minyak. Kecacatan yang
terjadi tergantung pada komponen saraf yang terkena, dapat sensoris, motoris,
otonom, maupun kombinasi antara ketiganya.

Tingkat cacat menurut WHO pembagian tersebut adalah :


1.Tingkat 0 : tidak ada kelainan pada mata (termasuk visus)

2.Tingkat I : Ada kelainan pada mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit
berkurang.
3.Tingkat 2 : Ada kelainan mata yang terlihat (misalnya lagoptalmus kekeruhan
kornea) dan atau visus yang terganggu.Cacat tingkat 1 pada telapak kaki bernesiko
terjadinya ulkus plantaris, namun dengan perawatan diri secara rutin hal ini dapat
dicegah. Mati rasa pada bercak bukan merupakan cacat tingkat 1 karena bukan
disebabkan oleh kerusakan saraf perifer utama, tetap rusaknya cabang saraf kecil pada

19
kulit. Cacat tingkat 2 berarti cacat atau kerusakan yang terlihat

a. Untuk mata :
1)Tidak mampu menutup mata dengan rapat (lagoptalmus)
2)Kekeruhan kornea
3)Kemerahan yang jelas pada mata (terjadi ulserasi kornea atau uveitis)
4)Gangguan penglihatan berat atau kebutaan

b. Untuk tangan dan kaki


1)Luka dan ulkus di telapak
2)Deformitas yang disebabkan oleh kelumpuhan otot (kaki semper atau jari
kontraktur) dan atau hilangnya jaringan (atropi0 atau reabsorpsi parsial dari jari-
jari.

Upaya Pencegahan cacat yaitu :


Komponen pencegahan cacat
1. Penemuan dini pasien sebelum cacat
2. Pengobatan pasien dengan MDT-WHO sampai RFT
3. Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan funsi saraf secara rutin
4. Kegiatan Pencegahan cacat dirumah

Dilakukan penderita kusta secara mandiri di rumah. Perawat memberikan


bimbingan sekaligus mengajarkan teknik perawatan diri sendiri. Prinsip
pencegahan cacat dan bertambah cacat pada dasarnya adalah 3 M yaitu :
1. memeriksa, tangan dan kaki secara teratur
2. Melindungi mata, tangan dan trauma
3. Merawat diri
4. Penanganan reaksi
5. Perawatan diri

4.Latihan
Latihan dengan cara mencegah terjadinya kecacatan pada penderita kusta
tergantung pada komponen saraf yang terkena daerah sensoris, motoris dan
otonom maupun kombinasi antara ketiganya. Melakukan pencegahan cacat dan
bertambahnya cacat pada dasarnya adalah : melakukan latihan pada penderita
kusta cacat baik tingkat I dan 2 untuk mengajarkan teknik-teknik perawatan diri
pada daerah yang terkena cacat.

5.Pendidikan

20
Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien kusta sangat
diperlukan karena penatalaksanaan penyakit kusta memerlukan perilaku
penanganan yang khusus yaitu teknik perawatan diri. Pasien tidak hanya belajar
ketrampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari kecacatan, tetapi juga
harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari dari
menutup diri dan mau beradaptasi dengan masyarakat.

C.Asuhan Keperawatan Kusta

1. Pengkajian

a. Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-
anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat
menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena
pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan
ekonomi lemah.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan
adanya lnesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf)
kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya
komplikasi pada organ tubuh.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam
kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang
disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya
diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai
penyakit morbus hansen akan tertular.

e. Riwayat Psikososial
Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita
morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan
bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup
diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri
karena penurunan.

21
f. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan
dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain
dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.

g. Pemeriksaan
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi
berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena
adanya gangguan saraf tepi motorik.
1) Sistem penglihatan.
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastnesi
sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan,
dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada
infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi
peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis.
Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan
rontok.
2) Sistem pernafasan
Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat
gangguan pada tenggorokan.

3) Sistem persarafan:
a)Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat
kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada
kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.

b). Kerusakan fungsi motorik


Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-
lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan
kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi
(kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat
dirapatkan (lagophthalmos).

c) Kerusakan fungsi otonom


Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan
sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya
dapat pecah-pecah.

4) Sistem muskuloskeletal.
22
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau
kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.

5) Sistem integumen
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem
(kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada
kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak
dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-
pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.

b.Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan.
Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan
keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut. Diagnosa keperawatan
adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah diperoleh
pada tahap pengkajian untuk menegakan diagnosis keperawatan. Diagnosis
keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan
kesehatan yang lain.

23

Anda mungkin juga menyukai