Anda di halaman 1dari 15

BUKU PANDUAN

INTERPRETASI ANALISIS CAIRAN ASCITES

I Nyoman Wande

Program Studi Patologi Klinik Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana
2016

1
KATA PENGANTAR

Mengawali ucapan terima kasih ini, perkenankan penulis memanjatkan puji syukur
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Wara
Nugraha-Nya Panduan Interpretasi Analisis Cairan Ascites ini dapat diselesaikan. Buku
panduan ditujukan kepada para peserta didik Program Studi Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Dengan mempelajari buku panduan ini, diharapkan para
peserta didik atau dokter yang membaca buku ini mampu melakukan interpretasi analisis
cairan ascites serta mampu mengambil suatu keputusan dalam penatalaksanaan lebih
lanjut.

Penulis menyadari bahwa penyusunan buku panduan analisis cairan ascites ini berkat
bantuan dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
syukur dan terima kasih yang tulus kepada seluruh staf dan karyawan di Bagian Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana serta keluarga saya yang tercinta yang
telah mendukung penulis untuk menyelesaikan buku panduan ini.

Denpasar, 20 September 2016

I Nyoman Wande

2
DAFTAR ISI

JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
Pendahuluan 4
Paracentesis 4
Pemeriksaan Cairan ascites 7
Simpulan 13
Daftar Pustaka 14

3
ANALISIS CAIRAN ASCITES
I Nyoman Wande
Bagian Patologi Klinik FK Unud/ RSUP Sanglah Denpasar

PENDAHULUAN

Ascites merupakan akumulasi cairan patologis di dalam cavum abdomen. Kata

ascites berasal dari Bahasa Yunani ‘ askos’ yang berarti tas atau karung. Secara klinis

ascites adalah komplikasi dari beberapa penyakit seperti hepar, jantung, ginjal, infeksi, dan

keganasan. Prognosis tergantung dari penyebab dari ascites tersebut.

Pada keadaan normal, jumlah cairan peritoneal tergantung pada keseimbangan antara

aliran plasma ke dalam dan keluar dari darah dan pembuluh limfa. Apabila keseimbangan

tersebut terganggu maka terbentuklah ascites. Ketidakseimbangan kadar plasma mungkin

disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan tekanan vena, penurunan

protein (tekanan onkotik), atau peningkatan obstruksi limfa. Ascites merupakan salah satu

komplikasi yang paling sering terjadi pada penyakit sirosis dan hipertensi portal. Lebih

dari 50% penderita sirosis akan berkembang menjadi ascites dalam waktu 10 tahun periode

pengamatan. 85% kasus ascites disebabkan oleh sirosis hepatis dan 10% ascites

disebabkan oleh keganasan. Tipe lain dari ascites dikategorikan sebagai kardiogenik,

neprogenik, infeksi, dan varian lainnya (Huang et al., 2014).

PARACENTESIS

Paracentesis merupakan prosedur yang relatif sederhana yang dapat dilakukan di

tempat tidur pasien, dengan cara memasukkan jarum suntik ke dalam cavum abdomen,

kemudian dikeluarkan sejumlah kecil cairan ascites untuk tujuan diagnostik atau dalam

jumlah besar untuk tujuan terapi (Chang, 2002).

4
Indikasi dari paracentesis yaitu:

1. Ascites yang baru terjadi baik rawat jalan ataupun rawat inap

2. Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan keluhan ascites

3. Ascites dengan gejala dan tanda-tanda infeksi seperti demam, hipotensi,

leukositosis, ensefalopati, asidosis

Kontraindikasi dilakukan paracentesis yaitu:

1. Koagulopati, merupakan kontraindikasi relatif

2. Disseminated intravascular coagulation (DIC) atau terjadinya fibrinolisis,

beberapa ahli menyebutkan sebagai kontraindikasi absolut.

Risiko yang dapat terjadi pada tindakatan paracentesis:

1. Hematom dinding abdomen (jarang terjadi, sekitar 2% kasus)

2. Infeksi

3. Perdarahan

Peralatan yang dibutuhkan dalam prosedur paracentesis:

1. Angiocath needle yang berdiameter besar (16-18 gauge untuk mengeluarkan cairan

ascites yang banyak, 20-22 gauge digunakan dalam penampungan spesimen untuk

diagnostik)

2. Thoracentesis kit

3. Betadine dan steril gauze

4. Lidocaine 1% atau 2%, needle 25 gauge dengan syringe 5cc

5. Doek steril

5
6. Masker, dan baju pelindung

7. Sarung tangan steril

8. Botol penampung spesimen.

Teknik prosedur paracentesis:

1. Minta persetujuan terlebih dahulu kepada pasien dan/atau keluarga pasien

2. Posisikan pasien, posisi supine atau lateral decubitus. Posisi tempat pungksi

biasanya RLQ atau caudal umbilicus (jika penderita kurus)

3. Tinggikan posisi kepala sedikit

4. Perkusi abdomen untuk menentukan jumlah cairan ascites yang terbanyak

5. Bersihkan area kulit yang akan dilakukan pungksi

6. Anestesi lokal pada kulit dan jaringan subkutan dengan lidocaine dan tunggu

selama 3-5 menit

7. Insersikan angiocath atau jarum thoracentesis, dan aspirasi cairan ascites

8. Tampung cairan ascites sebanyak 20-30 cc untuk pemeriksaan laboratorium, dan

kultur (masukkan ke dalam botol kultur darah sebanyak 5-10 cc pada masing

masing botol)

9. Apabila dilakukan paracentesis terapeutik, cabut syringe dan sambungkan kateter

dengan botol penampung cairan ascites.

6
PEMERIKSAAN CAIRAN ASCITES

1. Gross appearance

Normal warna cairan peritoneal yaitu putih jernih sampai kuning pucat. Cairan

ascites yang seperti susu (chylous ascites) ditandai dengan adanya kilomikron, merupakan

partikel lipoprotein terdapat banyak dalam trigliserida. Penyebab chylous ascites yaitu

sirosis, infeksi (parasite dan tuberkulosis), keganasan, kelainan kengenital, traumatis,

proses inflamasi, nefropati, dan kardiopati. Keganasan abdomen merupakan penyebab

utama chylous ascites pada orang dewasa, sedangkan congenital lymphatic abnormalities

merupakan penyebab utama chylous ascites pada anak. Pseudochylous ascites atau

cloudy/turbid ascites berhubungan dengan infeksi bakteri, peritonitis, pankreatitis, atau

perforasi usus. Adanya kadar kilomikron dan trigliserida yang tinggi dalam cairan ascites

dapat digunakan untuk membedakan chylous ascites dengan pseudochylous ascites. Hal

ini sangat penting oleh karena sekitar 80% kasus keganasan abdomen menunjukkan

adanya chylous ascites (Tarn and Lapworth, 2010).

Ascites berdarah menunjukkan adanya tumor jinak atau ganas, pankreatitis hemoragik,

atau ulkus perforasi, sedangkan ascites berwarna jernih atau kekuning-kuningan sering

dihubungkan dengan sirosis. Oleh karena itu gross appearance ascites dapat digunakan

sebagai data dasar dalam memperkirakan penyebab dari ascites tersebut (McHutchison,

1997).

7
Tabel 1. Tipe ascites dan penyakit utama sebagai penyebab (Huang et al., 2014)
Tipe ascites Penyakit utama sebagai penyebab
Hepatik Sirosis
Obstruksi aliran vena hepatic (obstruksi vena hepar, Budd-Chiari
syndrome, veno-occlusive disease)
Oklusi vena portal
Obstruksi vena cava inferior
Kanker hepar
Kardiogenik Gagal jantung kongestif
Perikarditis konstriktif
Nefrogenik Syndrome nefrotik
Malignan/ keganasan Ca ovarium
Ca serviks
Ca endometrium
Ca Mamma
Ca esophagus
Ca lambung
Ca kolorektal
Ca paru
Ca pancreas
Ca hepatobilier
Primary peritoneal cancer
Infectious ascites Peritonitis tuberkulosa
Spontaneous bacterial peritonitis(SBP)
Infeksi jamur
Infeksi parasit
Infeksi Chlamydia
Miscellaneous ascites Chylous ascites
Pancreatic ascites
Bile ascites
Ovarial disease (Meig’s syndrome, struma ovarii, ovarian
hyperstimulation)
SLE
Whipple’s disease
Sarcoidosis

2. Pemeriksaan Biokimia cairan ascites

2.1 Total protein cairan ascites dan serum-ascites albumin gradient (SAAG)

Sejak lama kadar total protein cairan ascites digunakan untuk membedakan apakah

cairan ascites bersifat transudat atau eksudat. Gupta dkk melaporkan bahwa 24% pasien

dengan sirosis komplikasi memiliki kadar protein total cairan ascites lebih dari 25 g/L, dan

alexandrakis dkk melaporkan bahwa 20% kasus ascites malignan memiliki kadar protein

8
total cairan ascites yang rendah. SAAG lebih sensitif dan lebih spesifik untuk

membedakan ascites yang terjadi oleh karena hipertensi portal dengan ascites yang terjadi

oleh mekanisme patofisiologi yang lain (seperti inflamasi peritoneum). SAAG perrtama

kali dikenalkan oleh Hoefs et al. tahun 1981 dengan dikalkulasi dengan cara: kadar

albumin serum dikurangi dengan kadar albumin cairan ascites. SAAG secara umum

rendah (< 1,1 g/dL) pada ascites yang bukan oleh karena hipertensi portal seperti misalnya

pada infeksi atau keganasan. SAAG tinggi (≥ 1,1 g/dL) pada ascites yang berhubungan

dengan hipertensi portal seperti misalnya pada kasus sirosis hati dan gagal jantung

kongestif (Huang et al., 2014).

2.2 Lactate dehydrogenase (LDH)

Studi sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat kadar LDH cairan ascites yang

tinggi pada efusi malignant dan kadar yang rendah pada efusi non-malignant. Light dkk

mencoba mengkombinasikan pemeriksan LDH dengan pemeriksan protein total untuk

cairan ascites. Nilai cut-off untuk tiga parameter pemeriksaan cairan ascites untuk

membedakan antara ascites hepatic dan non hepatic, yaitu: LDH=400 IU, rasio LDH cairan

ascites/serum=0,6, rasio total protein cairan ascites/serum=0,5. Apabila nilai dua dari tiga

parameter pemeriksaan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai cut-off

mengindikasikan bahwa ascites disebabkan oleh non-hepatic, sedangkan nilai yang lebih

rendah dari nilai cut-off untuk ketiga parameter mengindikasikan bahwa ascites

disebabkan oleh proses hepatic (Light, 2013).

9
2.3 Glukosa

Pada kondisi normal, kadar glukosa pada cairan cavum peritoneum hampir sama

dengan kadar glukosa dalam serum. Kadar glukosa cairan ascites akan menurun pada

peritonitis tuberkulosa, spontaneous bacterial peritonitis (SBP), dan keganasan karena

glukosa dikonsumsi oleh bakteri, sel leukosit, atau sel kanker. Kadar glukosa cairan ascites

selalu lebih rendah daripada normal pada penderita yang mengalami ascites tuberkulosa.

Wilkins dkk merekomendasikan untuk memeriksa rasio glukosa cairan ascites/glukosa

darah yang sangat berguna dalam membedakan peritonitis tuberkulosa dengan ascites yang

disebabkan oleh penyakit lain (Wilkins, 1984).

2.4 Amylase

Cairan ascites yang banyak mengandung amylase biasanya terjadi pada kerusakan

duktus pankreatikus atau obstruksi yang terjadi pada pankreatitis, atau trauma pankreas.

Peningkatan kadar amylase cairan ascites di atas kadar normal amylase serum dijumpai

pada 90% pasien dengan pankreatitis akut dan pancreatic pseudocyst. Pada kasus

pankreatitis akut yang sangat berat, kadar amylase cairan ascites dapat meningkat 100x

lipat dibandingkan kadar dalam serum. Peningkatan kadar amylase cairan ascites dapat

juga ditemukan pada pasien dengan keganasan, perforasi ulkus peptikum, pembedahan

abdomen atas, obstruksi intestinal mekanis, penyakit vaskuler mesenterik, obstruksi bilier,

dan kolesistitis akut. Jadi hyperamylasemia bukan marker spesifik untuk kerusakan

pankreas (Biecker, 2011; Gines, 2004).

2.5 Adenosine deaminase (ADA)

10
Aktivitas adenosine deaminase (ADA) dilaporkan lebih sensitif dan spesifik dalam

diagnosis awal ascites tuberkulosa dibandingkan dengan tipe lain dari ascites.

Menggunakan nilai cut-off ADA 36-40 IU/L dalam mendiagnosis ascites tuberkulosa,

memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas sebesar 97%. Pasien dengan peritonitis

tuberkulosa memiliki kadar ADA lebih tinggi daripada ascites karena sirosis (Huang et al.,

2014).

3. Pemeriksaan non-biokimia

3.1 Hitung sel, kultur bakteri, dan Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan ini mempunyai peran penting dalam mendiagnosis penyebab ascites,

khususnya ascites oleh karena infeksi. SBP didefinisikan dengan adanya sel neutrophil ≥

250 cell/µL atau kultur bakteri cairan ascites dengan hasil positif. Hitung sel dengan alat

otomatis seperti flow cytometer dan kultur cairan ascites harus dikerjakan secara simultan.

Sedangkan pada pasien sirosis dengan ascites memiliki jumlah sel leukosit lebih rendah

daripada pada pasien SBP atau peritonitis tuberkulosa. Selain itu ascites oleh karena sirosis

memiliki proporsi sel mononuklear (limfosit dan monosit) lebih banyak, konsentrasi

protein lebih tinggi dan kadar ADA lebih tinggi.

Pendekatan baru dalam mendiagnosis cepat penyebab ascites infeksi termasuk

tuberkulosis yaitu pemeriksaan PCR (dapat diperiksa dengan volume cairan ascites 50 ml).

Pada diagnosis efusi tuberkulosis menggunakan PCR, merupakan alat diagnosis yang ideal

dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas 88% (Portillo-Gomez et al., 2000).

3.2 Viskositas

11
Viskositas cairan ascites merupakan indikator baru dalam membedakan jenis

ascites. Viskositas cairan ascites dengan SAAG > 11 g/L lebih rendah dibandingkan cairan

ascites dengan SAAG < 11 g/L. Pemeriksaan viskositas cairan ascites memang cukup

cepat, sederhana, murah dan membutuhkan jumlah specimen yang sedikit (Huang et al.,

2014).

3.3 Proton nuclear magnetic resonance (1H NMR) spectroscopy

High-resolution 1H NMR spectroscopy cairan tubuh merupakan alat yang penting

dalam mendiagnosis suatu penyakit. Pada teknik ini disebutkan menggunakan agen

biokimia seperti β-hydroxybutirate (BHBT), laktat, aseton, dan asetoasetat. 1H NMR

spectroscopy digunakan untuk membedakan ascites sirosis yang jinak dengan ascites

malignant. Kadar BHBT, laktat, aseton, dan asetoasetat secara signifikan lebih tinggi pada

pasien dengan ascites malignant dibandingkan dengan ascites oleh karena sirosis (Huang

et al., 2014).

3.4 Vascular endothelial growth factor (VEGF)

VEGF yang dikenal sebagai faktor permeabilitas vaskuler, berperan penting dalam

akumulasi cairan ascites. Dengan menggunakan enzyme immunoassay, kadar VEGF lebih

tinggi pada ascites malignant dibandingkan dengan ascites non-malignant (seperti sirosis,

tuberkulosis, inflamasi). Sensitivitas dan spesifisitas VEGF dalam mendiagnosis ascites

malignant yaitu 91,3% dan 90,9%. Nilai cut-off VEGF dalam menentukan ascites

malignant yaitu 662 pg/ml, nilai cut-off VEGF dalam menentukan ascites non-malignant

yaitu 400 pg/ml (Bamias et al., 2008).

12
3.5 Petanda Tumor

Petanda tumor dapat digunakan dalam menentukan risiko kanker, skrining untuk

kanker stadium dini, konfirmasi diagnosis, prediksi prognosis, monitoring metastase,

kekambuhan, atau progresifitas kanker. Beberapa petanda tumor yang sering diperiksa

yaitu: alfa fetoprotein (AFP), carcinoembryonic antigen (CEA), cancer antigen (CA)19-9

dan CA125 (Huang et al., 2014).

SIMPULAN

Ascites merupakan komplikasi dari berbagai penyakit primer dan berpengaruh

besar terhadap prognosis dari penyakit dasarnya tersebut. Analisis cairan ascites meliputi

gross appearance, tes biokimia (SAAG, LDH, glukosa, amylase, dan ADA), dan tes non-

biokimia (hitung sel, kultur bakteri dan PCR, viskositas, 1H NMR spectroscopy, VEGF

dan petanda tumor). Analisis tersebut berperan penting dalam menentukan jenis ascites

dan menentukan penyakit yang mendasarinya.

13
Daftar Pustaka

Bamias A, Koutsoukou V, Terpos E, Tsiatas ML, Liakos C, Tsitsilonis O, et al. Correlation

of NK T-like CD3+CD56+ cells and CD4+CD25+(hi) regulatory T cells with

VEGF and TNFalpha in ascites from advanced ovarian cancer: Association with

platinum resistance and prognosis in patients receiving firstline, platinum-based

chemotherapy. Gynecol Oncol 2008;108:421–427.

Biecker E. Diagnosis and therapy of ascites in liver cirrhosis. World J Gastroenterol

2011;17:1237–1248.

Chang SY. Paracentesis and ascites fluid analysis. June 16, 2002.

Gine`s P, Ca´rdenas A, Arroyo V, Rode´s J. Management of cirrhosis and ascites. N Engl

J Med 2004;350:1646–1654.

Gotyo N, Hiyama M, Adachi J, Watanabe T, Hirata Y. Respiratory failure with myxedema

ascites in a patient with idiopathic myxedema. Intern Med 2010; 49:1991–1996.

Huang LL., Xiang Xia HH., and Lin Zhu S. Ascitic fluid analysis in the differential

diagnosis of ascites: focus on cirrhotic ascites. Journal of Clinical and Translational

Hepatology. 2014 vol. 2; 58-64.

Light RW. The Light criteria: the beginning and why they are useful 40 years later. Clin

Chest Med 2013;34:21–26.

Portillo-Gomez L, Morris SL, Pandaro A. Rapid and efficient detection of extrapulmonary

Mycobacterium tuberculous by PCR analysis. Int J Tuberc Lung Dis 2000;4:361–

370.

Tarn AC, Lapworth R. Biochemical analysis of ascitic (peritoneal) fluid: what should we

measure? Ann Clin Biochem 2010;47:397–407.

14
Wilkins EG. Tuberculosis peritonitis: diagnostic value of the ascitic/blood glucose ratio.

Tubercle 1984;65:47–52.

15

Anda mungkin juga menyukai