Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

SENYAWA NITROGEN

Kelompok V
Hasrina ( A 251 18 008 )
Hairun Nisa ( A 251 18 050 )
Yongki Armanda P ( A 251 18 070 )
Ray Frisca ( A 251 18 116 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-

Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Senyawa

Nitrogen” sehingga dapat selesai dengan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari

penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Organik

Bahan Alam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi

para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Supriadi, M.Si, selaku

dosen pengampuh mata kuliah ini yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat

menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan

makalah ini.

Palu, 30 April 2021

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Alkaloid

2.2 Sumber Alkaloid

2.3 Penamaan dan Sifat Fisika dan Kimia

2.4 Klasifikasi

2.5 Glikosida Sianogenik

2.6 Indole

BAB III PENUTUP

3.1 Keseimpulan

3.2 Saran

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Alkaloid adalah senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik yang

mengandung atom N didalam intinya dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam

asam-asam serta membentuk garamnya, dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologi

baik terhadap manusia ataupun hewan. Glikosida sianogenik adalah senyawa

hidrokarbon yang terikat dengan gugus CN dan gula. Beberapa tanaman

tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni membentuk glikosida

sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam tanaman. Indole

adalah aromatik heterosiklik senyawa organik . Memiliki struktur bisiklik, yang

terdiri dari beranggota enam benzena cincin fusi beranggota lima nitrogen yang

mengandung pirol cincin. Indole adalah komponen populer wewangian dan prekursor

untuk obat-obatan banyak. Senyawa yang mengandung cincin indole disebut indoles.

Asam amino indolic triptofan adalah prekursor dari neurotransmitter serotonin .

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimasud aldehid, glikosida sianogenik, dan indole?

1.2.2 Apa sifat fisik dan sifat kimia, klasifikasi, dan fungsi dari alkaloid?

1.2.3 Bagaimana glikosida sianogenik pada tanaman, tahap pelepasan asam


sianida serta tanaman yang mengandung glikosida sianogenik?

1.2.4 bagaimana jalur biosintesis pada indol?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui aldehid, glikosida sianogenik, dan indole

1.3.2 Untuk mengetahui sifat fisik dan sifat kimia, klasifikasi, dan fungsi dari
alkaloid

1.3.3 Untuk mengetahui glikosida sianogenik pada tanaman, tahap pelepasan


asam sianida serta tanaman yang mengandung glikosida sianogenik

1.3.4 Untuk mengetahui jalur biosintesis pada indol

.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Alkaloid


Alkaloid adalah senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik yang
mengandung atom N didalam intinya dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam
asam-asam serta membentuk garamnya, dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologi
baik terhadap manusia ataupun hewan.

Beberapa sifat dari alkaloid yaitu:

1. Mengandung atom nitrogen yang umunya berasal dari asam amino.

2. Umumnya berupa kristal atau serbuk amorf.

3. Alkaloid yang berbentuk cair yaitu konini, nikotin, dan spartein.

4. Dalam tumbuhan berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida atau dalam
bentuk garamnya.

5. Umumnya mempunyai rasa yang pahit.

6. Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalam kloroform,
eter dan pelarut organik lainnya yang bersifat relatif non polar.

7. Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air.

8. Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada atom N-
nya.
9. Alkaloid dapat membentuk endapan dengan bentuk iodide dari Hg, Au dan logam
berat lainnya (dasar untuk identifikasi alkaloid).

2.2 Sumber Alkaloid

Pada waktu yang lampau sebagian besar sumber alkaloid adalah adalah

tanaman berbunga, angiospermae (Familia Leguminoceae, Papavraceae,

Ranunculaceae, Rubiaceae, Solanaceae, Berberidaceae) dan juga pada tumbuhan

monokotil (Famili Solanaceae dan Liliaceae). Pada tahun-tahun berikutnya penemuan

sejumlah besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga, organisme laut,

mikroorganisme dan tanaman rendah. Beberapa contoh yang terdapat pada berbagai

sumber adalah isolasi muskopiridin dari sebangsa rusa; kastoramin dari sejenis

musang Kanada; turunan Pirrol-Feromon seks serangga; Saksitoksin – Neurotoksik

konstituen dari Gonyaulax catenella; pirosianin dari bacterium Pseudomamunas

aeruginosa; khanoklavin-I dari sebangsa cendawan, Claviceps purpurea; dan

likopodin dari genus lumut Lycopodium.

Karena alkaloid sebagai suatu kelompok senyawa yang terdapat sebagian

besar pada tanaman berbunga, maa para ilmuwan sangat tertarik pada sistematika

aturan tanaman. Kelompok tertentu alkaloid dihubungkan dengan famili atau genera

tanaman tertentu. Berdasarkan sistem Engler dalam tanaman yang tinggi terdapat 60

order. Sekitar 34 dari padanya mengandung alkaloid. 40% dari semua famili tanaman

paling sedikit mengandung alkaloid. Namun demikian, dilaporkan hanya sekitar 8,7%

alkaloid terdapat pada disekitar10.000 genus. Kebanyakan famili tanaman yang


mengandung alkaloid, beberapa genera mengandung alkaloid sedangkan genera yang

lain tidak mengandung alkaloid. Suatu genus sering menghasilkan alkaloid yang

sama, dan bahkan beberapa genera yang berbeda dalam suatu famili dapat

mengandung alkaloid yang sama. Sebagai contoh hiossiamin diperoleh dari tujuh

generayang berbeda dari famili tanaman Solanaceae. Dilain piha alkaloid yang lebih

kompleks, sperti vindolin dan morfin, sering terdapat dalam jumlah yang terbatas

pada suatu spesies atau genus tanaman.

Di dalam tanaman yang mengandung alkaloid, alkaloid mungkin terlokasi

(terkonsentrasi) pada jumlah yang tinggi pada bagian tanaman tertentu. Sebagai

contoh reserpin terkonsentrasi pada akar (hingga dapat diisolasi) Rauvolfia sp; Quinin

terdapat dalam kulit, tidak pada daun Cinchona ledgeriana; dam morfin terdapat pada

getah atau latex Papaver samniferum. Pada bagian tertentu tanaman tidak

mengandung alkaloid tetapi bagian tanaman yang lain sangat kaya alkaloid yang di

bentuk dibagian tanaman tersebut. Sebagai contoh dalam spesies Datura dan

Nicotiana dihasilkan dalam akar tetapi ditranslokasi cepat ke daun, selain itu alkaloid

juga dalam biji (Nux vomica, Areca catechu), buah (Piperis nigri), daun (Atropa

belladona), akar & rhizoma (Artpa belladona & Euphobia ipecacuanhae) dan pada

kulit batang (Cinchona succirubra). Fungsi alkaloid ini bermacam-macam

diantaranya sebagai racun untuk melindungi tanaman dari serangga dan binatang,

sebagai hasil akhir dari reaksi detoksifikasi yang merupaan hasil metabolit akhir dari
komponen yang membahayakan bagi tanaman, sebagai faktor pertumbuhan tanaman

dan cadangan makanan.

Kisaran konsentrasi total alkaloid tang terdapat pada bagian tanaman tertentu

sangat bervariasi. Sebagai contoh, reserpin dapat mencapai konsentrasi hingga 1%

dalam akar Rauvolfia serpentine, tetapi vinkristin dari daun Catharanthus roseus

diperoleh hanya 4.10-6% dapat dibayangkan persoalan yang menyangkut dalam

industri yang memproduksi alkaloid yang terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit.

2.3 Penamaan dan Sifat-Sifat Fisika dan Kimia

1) Penamaan

Karena begitu banyak tipe alkaloid maa tidak mungkin diadakan penyatuan

penamaan. Bahkan dalam suatu kelompok alkaloid, sering terjadi tidak adanya

sistem penamaan dan penomoran yang konsisten. Suatu contoh, adalah

alkaloid indol, dimana banyak terdapat kerangka yang berbeda. Kebanyakan

dalam bidang inisistem penomeran yang digunaan didasarkan pada

biogenesis, namun sayang Chemical Abstract mempunyai sistem penomeran

yang sangat membingungkan untuk setiap kerangkan individu. Kharakteristik

yang lazim penamaan alkaloid adalah bahwa nama berakhiran “ina”.

Disamping itu alkaloid, seperti bahan alam yang lain, diberi nama yang

dikenal “trivial” (yaitu non-sistematik). Mereka mungkin diturunkan dari

nama genus (contoh atropin dari Atropa belladonna); dari nama spesies

(contoh kokain dari Erythroxyloncoca); dari nama yang lazim untuk obat-
obatan/aktivitas fisiologik (contoh, emetin, emetat), atau dari nama paar kimia

alkaloid yang terkenal/ penemunya (contoh, pelletierina).

2) Sifat-Sifat Fisika

Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih

dari 1 atom N seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. atom N ini

dapat berupa amin primer, sekunder maupun tertier yang semuanya bersifat

basa (tingkat kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan gugus

fungsionalnya). Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan

kristal tidak larut dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran

dekomposisi. Sedikit alkaloid yang berbentuk amorf dan beberapa seperti;

nikotin dan koniin berupa cairan. Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi

beberapa senyawa yang kompleks, species aromatik berwarna (contoh

berberin berwarna kuning dan betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa

bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun beberapa

pseudoalkalod dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid

quartener sangat larut dalam air.

3) Sifat-Sifat Kimia

Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya

pasangan elektron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan

dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron, sebagai contoh; guugus alkil,

maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat

basa. Hingga trietilamin lebih basa daripada dietilamin dan senyawa


dietilamin lebih basa dari pada etilamin. Sebaliknya bila gugus fungsional

yang berdekatan bersifat menarik elektron (contoh; gugus karbonil), maa

ketersediaan pasangan elektron berkuran dan pengaruh yang ditimbulkan

alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam. Contoh; senyawa yang

mengandung gugus amida. Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut

sangat mudah mengalami dekomposisi, terutaman oleh panas dan sinar

dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida.

Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan

berbbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama.

Pembentukan garam dengan senyawa organik (tartarat, sitrat) atau anorganik

(asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya

dalam perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.

2.4 Klasifikasi

Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa alkaloid

sebagai kelompok senyawa, tidak diperoleh defenisi tunggal tentang alkaloid. Sistem

klasifikasi yang diterima, menurut Hegnaur, alkaloid dikelompokkan sebagai

a) Alkaloid sesungguhnya

alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas

phisiologi yang laus, hampir tanpa berkecuali bersifat basa; lazim mengandung

Nitrogen dalam cincin heterosiklik; diturunkan dari asam amino; biasanya terdapat
“aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan

tidak memiliki cincinheterosiklik dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam

daripada bersifat basa.

b) Protoalkaloid

rotoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan

asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh

berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian “amin

biologis” sering digunakan untuk kelompok ini. Contohnya meskalin, ephedin, dan

N,N-dimetiltripamin.

c) Pseudoalkaloid

Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa

biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu

alkaloidsteroidal (contoh; konessin dan purin (kaffein))

Berdasarkan atom nitrogennya, alkaloid dibedakan atas:

a) Alkaloid dengan atim nitrogen heterosiklik

Dimana atom nitrogen terletak pada cincin karbonnya. Yang termasuk pada

golongan ini adalah:

a) Alkaloid Piridin-Piperidin
Mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Yang

ternasuk dalam kelas ini adalah Conium maculatum dari famili Apiaceae

dan Nicotiana tabacum dari famili Solanaceae.

b) Alkaloid Tropan

Mengandung satu atom nitrogen dengan gugus metilnya (N-CH3). Alkaloid

ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat termasuk yang ada pada otak

maupun sum-sum tulang belakang. Yang termasuk dalam kelas ini adalah

Atropa belladona yang digunakan sebagai tetes mata untuk melebarkan

pupil mata, berasal dari famili Solanaceae, Hyoscyamus nigor, Dubuisia

hopwoodii, Datura dan Brugmansia spp, Mandragora officinarum,

alkaloid kokain dari Erythroxylum coca (Famili Erythroxylaceae)


c) Alkaloid Quinolin

Mempunyai dua cincin karbon dengan 1 atom nitrogen. Yang termasuk

disini adalah Cinchona ledgeriana dari famili Rubiaceae, alkaloid quinin

yang toxic terhadap Plasmadium vivax.

d) Alkaloid Isoquinolin

Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Banyak

ditemukan pada famili Fabaceae termasuk Lupines (Lupinus spp),

Spartium junceum, Cytisus scoparius dan Sophora secondiflora


e) Alkaloid Indol

Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 cincin indol. Ditemukan pada

alkaloid ergine dan psilocybin, alkaloid reserpin dari Rauvolfia serpentine,

alkaloid vinblastin dan vinkristin dari Catharanthus roseus famili

Apocynaceae yang sangat efektif pada pengobatan kemoterapy untuk

penyakit Leukimia dan Hodgkin’s.

f) Alkaloid Imidazol

Berupa cincin karbon mengandung 2 atom nitrogen. Alkaloid ini

ditemukan pada famili Rutaceae. Contohnya; Jaborandi paragua.


g) Alkaloid Lupinan

Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom N, alkaloid ini ditemukan pada

Lunpinus luteus (fam: leguminocaea

h) Alkaloid Steroid

Mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom N dan 1 rangka steroid yang

mengandung 4 cincin karbon. Banyak ditemukan pada famili Solanaceae,

Zigadenus venenosus.
i) Alkaloid Amina

Golongan ini tidak mengandung N heterosiklik. Banyak yang merupaan

turunan sederhana dari feniletilamin dan senyawa-senyawa turunan dari

asam amino fenilalanin atau tirosin, alkaloid ini ditemukan pada tumbuhan

Ephedra sinica (fam Gnetaceae)

j) Alkaloid Purin

Mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen. Banya ditemukan

pada kopi (Coffea arbica) famili Rubiaceae, dan Teh (Camellia sinensis)

dari famili Theaceae, Ilex paraguaricasis dari famili Sapindaceae, Cola

nitida dari famili Sterculiaceae dan Theobroma cacao.


b) Alkaloid tanpa atom nitrogen yang heterosiklik

Dimana, atom nitrogen tidak terletak pada cincin karbon tetapi pada salah

satu atom karbon pada rantai samping.

a. Alkaloid Efedrin (alkaloid amin)

Mengandung 1 atau lebih cincin karbon dengan atom Nitrogen pada salah

satu atom karbon pada rantai samping. Termasuk Mescalin dari

Laphopora wiliamsii, Trichocereus pachanoi, Sophora secundiflora,

Agave americana, Agave atrovirens, Ephedra sinica, Cholchicum

autumnale.

b. Alkaloid Capsaicin

Dari Chile peppers, genus Capsicum yaitu; Capsicum pubescens,

Capsicum baccatum, Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum

chinense.

2.4 Fungsi Alkaloid

Senyawa alkaloid telah banyak diteliti untuk menemukan fungsi dan

manfaatnya, baik bagi tumbuhan atau manusia. Berikut adalah sejumlah fungsi

alkaloid bagi makhluk hidup.

a. Fungsi alkaloid bagi tumbuhan

Walapun belum dapat dipastikan, sejumlah peneliti mengaitkan fungsi

alkaloid dengan fungsi biologis tumbuhan sebagai berikut:


 Alkaloid dianggap sebagai produk limbah dari proses metabolisme tumbuhan.

 Terdapat asumsi bahwa alkaloid berperan dalam membantu proses reproduksi.

Konsentrasi alkaloid meningkat sesaat sebelum pembentukan benih dan

menurun ketika benih telah matang.

 Alkaloid dapat melindungi beberapa tanaman dari gangguan parasit dan hama

(serangga).

 Fungsi alkaloid sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan

ion pada berbagai bagian tanaman.

b. Fungsi alkaloid bagi manusia

Senyawa alkaloid telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan

medis, salah satunya adalah anestesi lokal. Selain itu, berikut adalah sejumlah fungsi

alkaloid bagi manusia.

 Kina atau quinine digunakan untuk mengobati malaria.

 Morfin adalah obat yang memanfaatkan fungsi alkaloid untuk menghilangkan

rasa sakit.

 Kodein dari opium poppy termasuk analgesik (pereda atau penghilang nyeri)

yang efektif.

 Quinidin dapat digunakan untuk mengatasi aritmia (irama jantung tidak

teratur).

 Ergonovine untuk mengurangi perdarahan rahim setelah melahirkan.


 Efedrin dapat bertindak sebagai penyempit pembuluh darah dan untuk

meringankan gejala flu, sinusitis, serta asma.

 Kokain dapat digunakan untuk anestesi atau bius lokal

 Curare digunakan sebagai pelemas (relaksasi) otot dalam pembedahan.

 Vincristine dan vinblastine merupakan alkaloid yang digunakan sebagai agen

kemoterapi dalam pengobatan kanker.

 Atropin merupakan alkaloid yang dihasilkan oleh beberapa tumbuhan dan

memiliki berbagai kegunaan medis, seperti melebarkan pupil selama

pemeriksaan mata, meredakan hidung tersumbat, penangkal bagi gas saraf,

dan racun insektisida.

 Pilocarpine digunakan untuk mengurangi tekanan tinggi pada bola mata yang

disebabkan oleh glaukoma.

 Reserpin pernah digunakan sebagai obat untuk tekanan darah tinggi.

Masih banyak jenis obat-obatan lain yang memanfaatkan sifat dan fungsi

alkaloid untuk kepentingan medis. Namun, beberapa jenis obat-obatan tersebut sangat

dibatasi penggunaannya karena bersifat adiktif.

Selain itu, banyak juga alkaloid yang dapat menjadi racun bagi tubuh. Salah

satunya adalah nikotin yang terkandung di dalam tanaman tembakau. Saat ini.

beberapa obat alkaloid telah digantikan oleh obat-obatan sintetis yang lebih efektif

dan tidak terlalu beracun.


2.5 Glikosida Sianogenik

Glikosida sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan

gugus CN dan gula. Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan

sianogenesis, yakni membentuk glikosida sianogenik sebagai hasil

sampingan reaksi biokimia dalam tanaman. Rumus bangun glikosida

sianogenik secara umum dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Struktur umum glikosida sianogenik

Pada tanaman memiliki fungsi penting terhadap kelangsungan hidup

tanaman tersebut. Glikosida sianogenik berperan sebagai sarana protektif

terhadap gangguan predator terutama herbivora. Adanya kerusakan jaringan

pada tanaman akibat hewan pemakan tumbuhan akan menyebabkan pelepasan

HCN yang mengganggu kelangsungan hewan tersebut. Pada trifolium

respens, keberadaan glikosida sianogenik berfungsi untuk melindungi

kecambah yang masih muda agar tidak dimakan siput atau keong.

1. Glikosida Sianogenik pada Tanaman


Glikosida sianogenik terdistribusi pada lebih dari 100 famili tanaman

berbunga. Senyawa ini juga ditemukan pada beberapa spesies paku-pakuan, fungi,

dan bacteria. Senyawa glikosida sianogenik yang paling terkenal diantaranya adalah

amigdalin dan Linamarin. Jenis spesies yang mengandung senyawa glikosida

sianogen tertentu dapat dilihat pada table di bawah ini.

Jenis sianogen glikosida Spesies


Nama Umum Nama Latin
Amigdalin Almond Prunus amygdalus
Dhurrin Shorgum Shorgum album
Linamarin Singkong Manihot esculenta
Lotaustralin Singkong Manihot carthaginesis
Prunasin Stone fruits Prunus sp.
Taxyphyllin Bambu Bambusa vulgaris

Kadar glikosida sianogenik dalam tanaman berbeda-beda. Kandungan total

glikosida sianogenik pada tanaman ditentukan oleh umur dan varietas tanaman.
Rumus bangun beberapa senyawa glikosida sianogenik

2. Tahap Pelepasan Asam Sianida

Glikosida sianogenik dapat terhidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam

sianida (HCN), atau asam prusat yang sangat beracun. Hidrolisis ini dilakukan oleh

enzim beta glikosidase, menghasilkan gula dan sianohidrin. Tahap berikutnya adalah

degradasi sianohidrin menjadi HCN dan senyawa keton atau aldehid.

Tahap lain dari hidrolisis glikosida sianogenik adalah melalui enzim

hidroksinitril liase yang tersebar luas pada berbagai tanaman. Pada tanaman utuh,

keberadaan enzim hidroksinitriliase dengan glikosida sianogen terpisah. Namun pada

saat terjadi kerusakan jaringan tertentu pada bagian tanaman tersebut, maa enzim ini

aan langsung bertemu dengan senyawa glikosida sianogen hingga pelepasan HCN

dapat terjadi. Reaksi peruraian glikosida sianogenik hingga dihasilkan asam sianida

dapat pada gambar dibawah ini.

Peru

raian glikosida sianogenik hingga dihasilkan HCN yang toksik

Asam sianida (HCN) yang dilepaskan merupakan senyawa toksik berspektrum

luas pada setiap organisme. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya mengikat
mineral-mineral seperti Fe2+, Mn2+ dan Cu2+ yang amat penting peranannya sebagai

kofator untuk mengoptimalkan kerja enzim, menghambat proses reduksi oksigen

rantai pernafasan tingkat sel oleh sitokrom oksidase, transport elektron pada proses

fotosintesis, dan aktivitas beberapa enzim semisal katalase, oksidase, dll.

Salah satu mekanisme toksisitas HCN yang paling umum adalah berikatan

dengan ion besi. HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran

gastrointestinal masuk ke dalam darah. Ion cianida (CN-) selanjutnya berikatan

dengan Fe heme dan bereaksi dengan ferric (oxidasi) dalam mitokondria membentuk

cytocrome oxidase di dalam mitokondria, membentuk kompleks stabil dan menahan

jalur respirasi. Aibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen dalam sistem

transport elektron dan terjadi kematian akibat hipoksia selular (sell-sel kekurangan

oksigen).

3. Penanganan Tanaman Pangan yang Mengandung Glikosida Sianogenik

a) Singkong

singkong mengandung racun linamarin dan lotaustralin, yang

keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat

pada semua bagian tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun.

Singkong dibedakan atas dua tipe yaitu pahit dan manis. Singkong tipe

pahit menganduhng kadar racun yang lebih tinggi dari pada tipe manis.

Jika singkong mentah atau yang dimasak kurang sempurna dikomsumsi,


maka racun tersebut aan berubah menjadi senyawa kimia yang dinamakan

hidrogen sianida.

Singkong manis mengandung sianida kurang dari 50 mg per

kilogram, sedangkan yang pahit mengandung sianida lebih dari 50 mg/kg.

meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh,

jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg/kg berat

badan per hari.

Gejala keracunan sianida seperti yang terdapat pada singkong

diantaranya penyempitan kerongkongan, mual, muntah, sakit kepala,

bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian. Untuk mencegah

keracunan singkong, sebelum dikomsumsi sebaiknya singkong (terutama

singkong pahit) dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel,

kulitnya dikupas, dipotong-potong, direndam dalam air bersih yang

hangat selama beberapa hari, dicuci, lalu dimasak sempurna, baik itu

dibakar atau direbus, namun untuk singkong tipe manis sebenarnya hanya

memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar sianida

ke tingkat non toksik.

b) Pucuk Bambu (Rebung)

Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golongan glikosida

sianogenik pula sehingga gejala keracunannya mirip dengan gejala


keracunan singkong, antara lain meliputi penyempitan kerongkongan,

mual, muntah, dan sakit kepala. Untuk mencegah keracunan akibat

mengkomsumsi pucuk bambu, maka sebaiknya pucuk bambu yang akan

dimasak terlebih dahulu kemudian dibuang daun terluarnya, diiris tipis,

lalu direbus dalam air mendidih dengan penambahan sedikit garam.

Glikosida sianogenik yang terkandung pada bambu segar dapat

terdekomposisi dengan cepat pada proses perebusan hingga suhu didih.

Telah diketahui bahwa perebusan pucuk bambu pada suhu 98 0C selama

20 menit dapat menghilangkan hampir 70% sianida yang terkandung,

sedangkan perebusan pada suhu yang lebih tinggi serta jangka waktu

yang lebih lama dapat menghilangkan sianida lebih dari 96%. Kadar

sianida yang tinggi dapat dihilangkan dengan proses pemasakan selama 2

jam. Semakin banyak sianida yang hilang akan semakin baik, namun

untuk menghindarkan diri dari keracunan setidaknya perebusan dilakukan

minimal selama 8-10 menit.

c) Lain-Lain

Pada umumnya proses rebus pada sayur mengurangi kadar sianida

lebih dari 50%, sedangkan proses tumis mengurangi kadar sianida kurang

dari 50%. Pada beberapa macam sayuran proses rebus dapat

menghilangkan sianida hingga hampir 100%. Pada umbi-umbian proses

rebus atau diiris tipis lalu dikukus mengurangi kadar sianida 30-60%.
2.6 Indole

Indole adalah aromatik heterosiklik senyawa organik . Memiliki struktur

bisiklik, yang terdiri dari beranggota enam benzena cincin fusi beranggota lima

nitrogen yang mengandung pirol cincin. Indole adalah komponen populer wewangian

dan prekursor untuk obat-obatan banyak. Senyawa yang mengandung cincin indole

disebut indoles. Asam amino indolic triptofan adalah prekursor dari neurotransmitter

serotonin .

Indole adalah padat pada suhu kamar. Indole dapat diproduksi oleh bakteri

sebagai produk degradasi asam amino triptofan . Ini terjadi secara alami pada

manusia kotoran dan memiliki feses yang intens bau . Pada konsentrasi yang sangat

rendah, namun memiliki bau yang berbunga-bunga, dan merupakan konstituen dari

bunga banyak aroma (seperti bunga jeruk) dan parfum . Hal ini juga terjadi pada tar

batubara . Substituen terkait dipanggil indolyl.

Indole mengalami substitusi elektrofilik , terutama pada posisi 3. indoles

Pengganti adalah elemen struktural (dan untuk beberapa senyawa prekursor sintetis

untuk) triptofan yang diturunkan tryptamine alkaloid seperti neurotransmitter

serotonin , dan melatonin . Senyawa indolic lainnya termasuk hormon tanaman

Auksin (indolyl-3-asam asetat, IAA ), obat anti-inflamasi indometasin, yang

betablocker pindolol , dan halusinogen alami dimethyltryptamine (N, N-DMT).

Indole kimia mulai berkembang dengan studi pewarna indigo . Indigo dapat

dikonversi ke isatin dan kemudian ke oxindole . Kemudian, pada 1866, Adolf von
Baeyer berkurang oxindole untuk indole menggunakan seng debu. Pada tahun 1869,

ia mengusulkan formula untuk indol (kiri).

Turunan indol zat warna tertentu yang penting sampai akhir abad 19. Pada

1930, minat indol intensif ketika menjadi diketahui bahwa inti indol hadir dalam

penting alkaloid , serta di triptofan dan auksin , dan itu tetap merupakan bidang

penelitian aktif hari ini.

CH

C6H4 CH Indol

NH

Struktur Indol

ü Derivat Triiptofan
Salah satu derivat triptopan adalah auksin atau asam indol asetat.

Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari

bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin

(IAA=Asam Indolasetat) atau C10H9O2N. Auksin atau dikenal juga dengan

(AIA) Asam Indol Asetat (yaitu sebagai auksin utama pada tanaman),

dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara

sejumlah substansi yang secara alami mirip auksin (analog) tetapi mempunyai

aktivitas lebih kecil dari IAA seperti IAN (Indolaseto nitril ), TpyA (asam

indol piruvat) dan IAAId ( Indol Asetat Dehid ). Proses biosintesis auksin

dibantu oleh enzim IAA-oksidase. Auksin diproduksi dalam jaringan


merismatik yang aktif (yaitu tunas, daun muda dan buah). Kemudian auksin

menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah

dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis

( floem) atau jaringan parenkhim.

ü Jalur Biosintesis

Indole dihasilkan oleh reduktif deaminasi dari triptofan melalui asam

indolepyruvic molekul intermediate. Tryptophanase mengkatalisis reaksi

deaminasi, di mana amina (-NH2) kelompok dari molekul triptofan akan

dihapus. Produk akhir dari reaksi adalah indol, asam piruvat , ammonia (NH 3)

dan energi. Fosfat piridoksal diperlukan sebagai koenzim . Teori Lab Vial

adalah inovasi & aplikasi reagen Kovacs Indol pada 2010.

ü Jalur Biosintesis IAA pada Bakteri

Jalur indole-3-acetamide (IAM) adalah jalur biosintesis yang terdapat

dalam bakteri. Jalur ini terdiri dari dua langkah adalah yang pertama
triptophan dikonversikan ke IAM oleh enzim trytophan-2-monooxygenase

(IaaM), dikode oleh gen IaaM. Langkah kedua IAM dikonversi menjadi IAA

oleh enzim IAM hydrolase (IaaH), dikode oleh gen IaaH. Jalur IAM ini

spesifik ditemukan pada bakteri bukan pada tanaman. Jalur indole-3-piruvat

(IPyA) diperkirakan menjadi jalur utama untuk biosintesis IAA pada tanaman.

Namun, enzim dan gen yang berperan dalam jalur ini, belum teridentifikasi

pada tanaman. Pada bakteri, produksi IAA melalui jalur IPyA telah diketahui.

Langkah pertama jalur ini adalah konversi tryptophan ke IPyA oleh

aminotransferase (transaminasi). Jalur IPyA adalah dekarboksilase untuk

indole-3-asetaldehida (IAAId) oleh indole-3-piruvat dekarboksilase (IPDC).

Pada langkah terakhir IAAId dioksidasi menjadi IAA


BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Alkaloid mempunyai struktur heterosiklik yang mengandung atom N didalam


intinya dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam asam-asam serta membentuk
garamnya, dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologi baik terhadap manusia
ataupun hewan.

Glikosida sianogenik, senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus


CN dan gula. Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis,
yakni membentuk glikosida sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi
biokimia dalam tanaman.

Indole adalah aromatik heterosiklik senyawa organik . Memiliki struktur

bisiklik, yang terdiri dari beranggota enam benzena cincin fusi beranggota lima

nitrogen yang mengandung pirol cincin. Indole adalah komponen populer wewangian

dan prekursor untuk obat-obatan banyak. Senyawa yang mengandung cincin indole

disebut indoles. Asam amino indolic triptofan adalah prekursor dari neurotransmitter

serotonin .

3.2 Saran

Saran saya sebagai penulis adalah agar sekiranya memberikan masukan dan
kritikan terhadap pembuatan makalah ini agar bisa lebih baik dari sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Azcon, R. & J.M. Barea. 1975. Synthesis of Auxins, Gibberellins and Cytokinins by

Azotobacter vinelandii and Azotobacter beijerinckii Related to Effects


Produced on Tomato Plants. Plant and Soil . 43: 609-619
Dobereiner, J. & J.M. Day. 1976. “Associative Symbioses in Tropical gasses:
Chatacterization of Microorganism and Dinitrogen-fixing Sites”. In Newton,
W.E. and Nyman, C.j. (Eds). Proccedings of the 1st Internatioanal Symposium
on N2 Fixation. P. 518-538. Pullman: Washington State University Press.

Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. Jakarta: Rajawali.

Jurnal Farmasi Kedokteran. 2010. Identifikasi Alkaloid.


https://jurnalilmiahfarmasi.blogspot.com/2010/10/identifikasi-alkaloid.html.

Lestari, P., N.S Dwi. & I.R. Eny. 2007. Pengaruh Hormon Asam Indol Asetat yang
Dihasilkan Azospirillum sp. Terhadap Perkembangan Akar Padi. Jurnal
AgroBiogen. 3(2):66-72.

Nadjeeb. 2010. Alkaloid. http://nadjeeb.files.wordpress.com/2010/06/tirosin.pdf.

Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan


Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2 (3): 118-121.

Ramadhani, Ucy. 2010. Senyawa Alkaloid.


http://www.membuatblog.web.id/2010/03/senyawa-alkoloid.html.

Anda mungkin juga menyukai