Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN TEORI

DEFINISI
Dermatitis kontak alergik adalah suatu erupsi kulit dengan rasa gatal disebabkan
karena reaksi imunitas selular spesifik terhadap suatu zat yang berkontak dengan
kulit, fase akut ditandai dengan papul, vesikel dan bula eritmatosa yang
berbatasan di daerah alergen (Ganong F and McPhee, 2010)
Dermatitis kontak alergik merupaajn penyakit radang akut, subakut dan kronik
pada kulit yang ditandai dengan rasa gatal dan eritema yang disebabkan oleh
pajanan atau alergen. (Adiani and Muslimin, 2014)
Dermatitis kontak alergik merupakan reaksi peradangan yang terjadi pada
seseorang yang telah mengalami sensitivitas terhadap sutu alergen.
(Pradaningrum, Lestantyo and Jayanti, 2018)
Sedangkan, Dermatitis kontak iritan adalah respons non-imunologis itu terjadi
sebagai akibat dari kerusakan langsung pada kulit, oleh bahan kimia atau bahan
fisik, lebih cepat dari kemampuan kulit untuk memperbaikinya diri (Rashid and
Shim, 2016)
ETIOLOGI
Menurut (Ganong F and McPhee, 2010) penyebab terjadinya dermatitis alergik
belu diketahui secara pasti karena sebagian besar orang yang terkena penyakitnya
baik ringan maupun berat tidak berobat.
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul umumnya rendah. Faktor pemicu timbulnya dermatitis kontak alergi
seperti : potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena,
lama pajanan, oklusi, suhu, kelembaban lingkungan, vehikulum dan pH. Selain
itu, terdapat faktor individu seperti : keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan
stratumm korneum dan ketebalan epidermis), status imunologi. Alergen ini
biasanya tidak menyebabkan perubahan kulit, akan tetapi menyebabkan
perubahan spesifik setelah lima sampai tujuh hari, kontak yang lebih lama pada
bagian tubuh yang sama dengan alergen akan menyebabkan dermatitis (Juga and
AUTISME, no date)
Penyebab dermatitis kontak yaitu bahan atau substansi yang menempel pada kulit,
penyebab alergik pada tiap negara berbeda – beda namun yang paling sering
menyebabkan dermatitis alergik yaitu : nikel, thimerosal dan parfum campuran
(Prabowo, 2017)
Faktor Predisposisi
1. Riwayat atopik atau dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah peradanan kulit kronis dan residif disertai gatal
yan umumnya terjadi selama masa bayi dan anak – anak karena
peningkatan Ig-E dalam serum dan keluarga memiliki riwayat enyakit
atopik.
2. Riwayat kerja
Pekerja di Indonesia umumnyatelah bekerja lebih dari satu tempat kerja
sehingga kemungkinan ada pekerja yang telah menderita dermatitis dari
tempat sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru.
3. Kebersihan perorangan
Ebiasaan kebersihan perorangan sangat pentin diperhatikann untuk
kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan. Mencuci tangan
merupakan salah satu upaya untuk menjaga kebersihan diri.
4. Alat pelindung diri
Sarung tangan atau pelindung tangan digunakan pekerja yang memiliki
resiko cedera pada tangan dan lengan. Tujuan memakai pelindung yaitu
melindungi tangan dan lengan dari potongan benda, bahan kimia, abrasi,
dan temperatur yan ekstrim. (Nurzakky, 2012)

MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang muncul pada dermatitis kontak sangat beragam seperti :
- Muncul ruam (vesikel) yang dapat menyebar
- Kemerahan yang berlangsung singkat
- Kulit melepuh bahkan hingga mengalami pembengkakan hebat
- Terasa gatal dan panas di daerah alergi
- Nyeri
- Lesi eksematosa (eritema) (Kristanti, 2017)
Sedangkan menurut jurnal (Nurzakky, 2012) tanda gejala yang biasanya muncul
adalah :
- Mengeluh gatal
- Bercak eritematosa berbatas jelas
- Edema
- Papuloveikel dan bula
- Kulit kering
- Berskuama
- Likenifikasi
PATOFISIOLOGI
Menurut (Ganong F and McPhee, 2010) terdapat dua fase yaitu :
1. Fase Induksi
Alergen telah berkontak dengan individu yang berikatan dengan suatu
protein endogen dan membuatnya menjadi sangat asing. Kemudian protein
alergen ini dikenali ileh sel – sel surveilans imun di kulit (Langerhans)
yang menelan koleks imun dan menguraikannya secara parsial. Bermigrasi
ke kelenjar limfe, menyajikan potongan antien di permukaan sel bersama
dengan suatu molekul MHC-II. Sel langerhans yang berkontak dengan
molekul MHC-II berkontak dengan Sel T sehingga berikatan dna
merangsang ekspansi klonal sel – sel T reaktif dengan waktu proses
beberapa hari. Jika pajanan berlangsung sesaat, ajanan pertama sering
tidak menimbulkan reaksi di tempat pajanan. Namun, setelah pajanan telah
terbentuk Sel T memori untuk melakukan surveilans di kulit dan
menunggu kemunculan kembali alergen sehingga individu yang
bersangkutan diangga sudah tersensitisasi.
2. Fase Elisitasi
Individu yang telah tersentisasi berjumpa lagi dengan antigen, Sel T
memori terus menerus berpatroli di kulit. Sel Langerhans kembali
memproses antigen dan bermigrasi ke kelenjar limfe, tetapi penyajian dan
proliferasi sel T terjadi di tempat kontak dengan alerge. Sel – sel T
Nonspesifik sekitar direkrut dan dirangsang oleh berbagai sitokin
inflamattorik yang dikeluarkan oleh Sel T reaktif spesifik dan terjadi
proses ampifikasi yang secara klinis tampak sebagai dermatitis.
Berlangsungnya kejadian kompleks ini memerlukan waktu sehingga
terdapat jeda 24 – 48 jam antara pajanan ulang dan erupsi.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG

 Pemeriksaan level IgE (imunoglobulin E) dalam serum yang dapat


meningkat

 Biopsi kulit yang akan menunjukkan gambaran dermatitis spongiotik akut,


subakut, atau kronis

 Tes alergi seperti skin prick test untuk mengidentifikasi alergen pencetus


keluhan.
 Uji tempel (Patch test), membantu bila gambaran klinis menunjukkan
adanya kontak alergi dermatitis meskipun bervariasi sesuai dengan alergen
yang diuji dengan sensitivitas 0,77 dan spesifisitas 0,71 untuk uji tempel
(Rashid and Shim, 2016)
PENATALAKSANAAN
- Pengendalian diri atau Self Management
Sarankan pasien untuk hindari paparan alergen dan iritan di rumah dan di
dalam tempat kerja. Alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker
dapat meminimalkan paparan alergen di masa mendatang. Berikan
informasi tertulis kepada pasien tentang semua alergen yang
teridentifikasi, termasuk nama alergen, sinonimnya, penggunaan umum,
dan contoh jenis produk yang mungkin mengandungnya. Sarankan pasien
untuk memeriksa daftar bahan dari semua produk perawatan kulit mereka
sebelum aplikasi dan saat membeli. (Rashid and Shim, 2016)
- Pengobatan Topikal
Menggunakan kortikosteroid dalam bentuk krim atau lotion, pemberian
salep pelembab apabila pada efloresensi ditemukan likenifikasi dan
hiperkeratosis.
Jenis kortikosteroid :
a. Hidrokortison 2,5%
b. Flucinolol asetonide 0.025%
- Pengobatan Sistemik
Diberikan untuk mengurangi gatal dengan diberikan obat kortikosteroid
oral dalam bentuk tablet.
a. Prednisone, dengan dosis awal 30 mg dan diturunkan berkala sebanyak
5 mg setiap harinya.
b. Metilprednisolon
Antihistamin diberikan untuk efek sedatif untuk mengurangi gejala gatal
dengan memberikan CTM dengan dosis 4 mg 3 – 4 kali sehari. (Wijaya,
Darmada and Rusyati, 2016)

PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada kemampuan pasien untuk menghindari alergen atau
mengiritasi. Studi terbaru dengan tindak lanjut 7-14 tahun ditampilkan bahwa
40% pasien dengan eksim tangan akibat kerja tidak mengalami dermatitis dalam
setahun terakhir. Faktor risiko untuk kelanjutan dari dermatitis adalah durasi
eksim tangan yang lama sebelum diagnosis, atopi pernapasan, atopi kulit, dan
lanjutan dalam pekerjaan yang sama. Diskusikan dengan pasien kemungkinan itu
dermatitis kontak bisa menetap dan membutuhkan manajemen waktu lama,
bahkan setelah perawatan awal dan tempat kerja dimodifikasi. (Rashid and Shim,
2016)
Prognosis pada pasien baik apabila pasien tidak terpapar bahan iritan dan alergen
dan melakukan pengobatan secara eratur (Wijaya, Darmada and Rusyati, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Adiani, A. D. and Muslimin, M. (2014) ‘Karakteristik Dermatitis Kontak Alergi


(DKA) Di RSUP Dr. Kariadi’. Faculty of Medicine Diponegoro University.

Ganong F, W. and McPhee, S. J. (2010) Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju


Kedokteran Klinis. 5th edn. Edited by dr. F. Dany. Jakarta: EGC.

Juga, B. and AUTISME, A. K. (no date) ‘DERMATITIS KONTAK ALERGI’.

Kristanti, L. (2017) ‘Hubungan Kualitas Fisik Air Dan Personal Hygiene Dengan
Kejadian Dermatitis Kontak Alergi (Studi pada Masyarakat Tambak Rejo,
Kelurahan Tanjung Mas Semarang)’. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Nurzakky, M. (2012) ‘Pengaruh Kebiasaan Mencuci Tangan Terhadap Kejadian


Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Tangan Pekerja Bengkel Di Surakarta’.

Prabowo, P. Y. (2017) ‘KARAKTERISTIK DAN MANAJEMEN DERMATITIS


KONTAK ALERGI PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT INDERA
DENPASAR PERIODE JANUARI–JULI 2014’, E-Jurnal Medika Udayana, 6(8).

Pradaningrum, S., Lestantyo, D. and Jayanti, S. (2018) ‘Hubungan personal


hygiene, lama kontak, dan masa kerja dengan gejala dermatitis kontak iritan pada
pengrajin tahu Mrican Semarang’, Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal),
6(4), pp. 378–386.

Rashid, R. S. and Shim, T. N. (2016) ‘Contact dermatitis.’, BMJ (Clinical


research ed.), 353, p. i3299. doi: 10.1136/bmj.i3299.

Wijaya, I. P. G. I., Darmada, I. G. K. and Rusyati, L. M. M. (2016) ‘Edukasi Dan


Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Iritan Kronis Di RSUP Sanglah Denpasar
Bali Tahun 2014/2015’, E-Jurnal Medika Udayana, 5(8).

https://www.alomedika.com/penyakit/dermatovenereologi/dermatitis-
atopik/diagnosis#:~:text=Pemeriksaan%20Penunjang,-Tidak%20ada
%20pemeriksaan&text=Pemeriksaan%20level%20IgE%20(imunoglobulin
%20E,pencetus%20keluhan%5B4%2C18%5D

Anda mungkin juga menyukai