Anda di halaman 1dari 2

SEKILAS KEBERADAAN PENGADILAN PAJAK

Manusia pada dasarnya lahir ke permukaan bumi bebas dan merdeka, dan pada dirinya melekat
hak-hak asasi yang mendasarinya. Namun dia tidak mungkin hidup seorang diri di tengah-tengah
masyarakat, seperti cerita Robinson Crusoe, seorang pelaut yang terdampar disebuah pulau
kecil. Dia hidup tak berkawan kecuali dengan binatang-binatang, dia tidak butuh hukum, karena
hukum itu baru dibutuhkan dalam suatu pergaulan hidup manusia. Realitasnya manusia hidup
bermasyarakat, dimana didalamnya ada kepentingan individu dan kepentingan masyarakat
antara keduanya selalu berkaitan atau kadang-kadang terjadi pertentangan. Disinilah pentingnya
kehadiran hukum termasuk didalamnya lembaga peradilan yang berfungsi menyelesaikan
masalah/sengketa diantara pihak, setelah upaya penyelesaian internal (kemanusiaan, tidak
berhasil dicapai kata sepakat/kata damai).

Demikian halnya dengan masalah pajak, praktis merupakan peradilan kekayaan dari sektor
pergaulan hidup manusia ke sektor organisasi Negara, guna mempertahankan kehidupannya.
Untuk mengatur keharmonisan dalam mengalihkan kekayaan dari individu kepada masyarakat
(negara), diperlukanlah peraturan mengenai perpajakan. Bagaimana bila terjadi sengketa antara
rakyat sebagai individu dan alat-alat negara (sebagai pemungut/penanggung- jawab pajak
misalnya).

Pada mulanya, bila terjadi sengketa antara rakyat dengan alat-alat Negara, secara umum
diselesaikan oleh Pengadilan Negeri (Umum), yang hasilnya kurang memuaskan, karena
perselisihan itu terjadi di bidang tata usaha Negara.Tetapi setelah lahirnya Undang-undang No.5
Tahun 1986, permasalahan tersebut menjadi kewenangan Peradilan Administrasi
Negara/Peradilan Tata Usaha Negara.

Khususnya mengenai sengketa pajak, oleh Pemerintah Hindia Belanda dibentuk Majelis
Pertimbangan Pajak berdasarkan Stb.1927 No.29. Lembaga ini berstatus sebagai lembaga
peradilan administrasi yang akan memberikan perlindungan hukum kepada para wajib pajak.
Sehingga segala sengketa pajak setelah melalui prosedur tertentu pada akhirnya akan
diselesaikan oleh Majelis Pertimbangan Pajak (MPP), yang terakhir bertempat tinggalalamat di Jl.
Cut Meutia Jakarta Pusat yang sekarang menjadi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Menteng
satu .
.
Begitulah seterusanya Majelis Pertimbangan Pajak sebagai satu-satunya peradilan administrasi
di bidang pajak berfungsi dan eksis di Negara Indonesia yang berdasar atas hukum. Kenyataan
menjadi lain setelah diundangkan UU No.5 Tahun 1986 yang mulai berjalan pada akhir Tahun
1991, karena PTUN yang baru ini juga berkompetensi menyelesaikan sengketa dalam bidang
perpajakan. Maka dengan adanya undang-undang ini, penyelesaian sengketa pajak masuk dalam
kekuasaan pengadilan, yang akhirnya dapat bermuara ke Mahkamah Agung.

Sejarah hukum ternyata berkehendak lain, dimana kedudukan dan Kompetensi dikembalikan
pada fungsi semula yaitu setelah diundangkannya Undang-undang No.9 Tahun 1994 (Jo
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 / Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 menyebutkan bahwa Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan hanya kepada Badan Peradilan terhadap Keputusan mengenai
keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Namun sebelum Badan Peradilan
Pajak tersebut dibentuk, permohonan Banding tetap diajukan ke Majelis Pertimbangan Pajak
(MPP) yang putusannya bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara.

Untuk membentukPendirian Badan Peradilan Pajak diatas, menjadi kenyataan setelah


Pemerintah dengan persetujuan DPR membentuk dan men-syahkan Undang-undang Nomor 17
Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang diundangkan pada tanggal 23
Mei 1997 ke dalam Lembaran Negara Nomor 40 Tahun 1997 dan mulai efektif belaku sejak
tanggal 1 Januari 1998.

Dari ketentuan Undang-undang untuk membentuk Badan Peradilan Pajak menjadi kenyataan
setelah Pemerintah dengan persetujuan DPR membentuk dan mengesahkan UU No.17 Tahun
1997, tentang “Badan Penyelesaian Sengketa Pajak” yang diundangkan pada tanggal 23 Mei
1997 ke dalam Lembaran Negara No.40 Tahun 1997 dan mulai efektif berlaku sejak tanggal 1
Januari 1998.
Dengan kehadiran badan baru ( Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ) maka pada bulan Oktober
1997 seluruh pejabat dan karyawan Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) menjadi karyawan Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak dan alamat kantor pindah kantor ke Gedung Jasindo di Jl.Menteng
Raya Jakarta Pusat.

Namun, dalam pelaksanaan penyelesaian Sengketa Pajak melalui BPSP masih terdapat
ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Penyelesaian Sengketa Pajak
harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana.
Oleh karena itu, pada tanggal 12 April 2002 telah disahkan dan diundangkan Undang-undang
No.14 Tahun 2002, tentang Pengadilan Pajak sebagai pengganti Undang-undang Nomor 17
Tahun 1997, tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.Undang-undang Pengadilan Pajak
(UU.14/02).

Badan peradilan pajak, semula badan peradilan pajak dilaksanakan oleh Majelis Pertimbangan
Pajak yang kemudian diubah menjadi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak .dengan berlakunya
Undang-undang No.17 Tahun 1997 ,tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Kemudian
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dicabut kewenanggannya oleh Undang-undang No.14
Tahun 2002, tentang Pengadilan Pajak.

Dalam Undang-undang tentang Pengadilan Pajak ( UU.14/02) ini ditentukan bahwa putusan
Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Meskipun
demikian, masih dimungkinkan untuk mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
Peninjauan ke Mahkamah Agung merupakan upaya hukum luar biasa, disamping akan
mengurangi jenjang pemeriksaan ulang vertikal, juga penilaian terhadap kedua aspek
pemeriksaan yang meliputi aspek penerapan hukum dan aspek fakta-fakta yang mendasari
terjadinya sengketa perpajakan, akan dilakukan sekaligus oleh Mahakamah Agung. Proses
peninjauan kembali melalui Pengadilan Pajak hanya sebatas prosedur pelayanan administrasi
yang perlu dilakukan secara cepat, oleh karena itu dalam Undang-undang ini diatur pembatasan
waktu penyelesaian, baik di tinggat Pengadilan Pajak maupun di tingkat Mahkamah Agung.

Dengan diberlakukannya Undang-undang No.14 Tahun 2002, tentang Pengadilan Pajak,


Mmaka pada sejak tahun 2002 Gedung Jasindo yang semula ditempati olehseluruh karyawan
dan hakim Badan Penyelesaian Sengketa Pajak menjadi karyawan dan hakim Pengadilan Pajak,
dan alamat kantor pindah ke Gedung D Departemen Keuangan R.I,Jl.Dr.Wahhidin No.1 Jakarta
Pusat.

Penulis : A.Hidayat

Anda mungkin juga menyukai