Revisi Case Report Skizoafektif Tipe Depresi
Revisi Case Report Skizoafektif Tipe Depresi
Pembimbing :
dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ
Disusun Oleh :
Mieke Joseba Istia (112019163)
I. IDENTITAS PASIEN:
Nama (inisial) : Ny. SW
Tanggal lahir : 31 Mei 1973/ 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Muara Karang, Jakarta Utara
II. RIWAYAT PSIKIATRIK
Autoanamnesis I: 19 Juli 2021 Jam 10.30 WIB di Poli Klinik Jiwa RSUD Tarakan
Autoanamensis II: 20 Juli 2021 Jam 13.00 WIB via telepon
Rekam Medis 19 Juli 2021
A. KELUHAN UTAMA
Susah tidur 4 hari sebelum ke poliklinik.
2
bahwa sebulan ini pasien merasa marah, jenuh hanya di tempat tidur karena
merasa tidak berguna, serta sedih dan takut karena pasien tidak bisa keluar untuk
berjemur dan melakukan aktivitas diluar rumah tepatnya lapangan dekat dengan
rumah pasien, pasien tidak bisa keluar dikarenakan orang-orang yang disekitar
rumah pasien sakit covid-19 dan mereka sering berjemur dilapangan hal ini
membuat pasien merasa takut atau tidak nyaman jika keluar rumah, salah satu cara
pasien untuk mengurangi jenuhnya dengan cara masak dikamar dengan barang-
barang yang sudah disediakan anaknya. menyanyakan tentang kemungkinan untuk
sembuh serta keparahan penyakit pasien. Pasien mempunyai 1 orang anak yang
baru saja tinggal dengan pasien selama 1 bulan ini, pasien terkadangan jika
merasa ada tekanan pasien sering melampiaskan marah sehingga pasien sering
meminta untuk anak untuk menjauhkan diri dulu dari pasien hingga amarah
pasien mereda. Pasien mengatakan saat melihat ada orang yang orang yang
melihat pasien karena memakai kursi roda akan membuat pasien marah dan pasien
ingin memukul orang itu sehingga pasien sering menyembunyikan tangan di
dalam saku, pasien juga melihat seperti ada orang banyak datang membawa alat
untuk memukul namun bukan benda tajam dan adanya bisikan menyuruh untuk
memukul dan membunuh orang yang saat itu membuat pasien marah bahkan
pernah terpikir untuk membunuh suami pasien, namun disaat muncul pikiran
seperti itu pasien menepis dengan berpikir bahawa itu dosa dan dia bisa masuk
penjara karena hal ini. Pasien mempunyai riwayat penyakit HNP cervical dan
sudah dilakukan operasi sebanyak 3 kali namun pasien masih terus merasa sakit
pada kepala hingga leher dan jika sakit yang dirasakan tidak tertahankan, pasien
tiba-tiba merasa jantung berdebar kencang. Suami pasien adalah orang yang
cendrung marah-marah sehingga pasien sering menjauhkan diri dari suami dan
pasien memilih untuk tidak berhubungan agar tidak terjadi keributan.
3
C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA
1. Gangguan Psikiatrik
Pada tahun 2014 pasien mengalami kecemasan dan takut pada saat perawatan
di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo) oleh karena operasi OMSK
(Otitis Media Supuratif Kronis). Pada tahun 2017 pasien mengalami ketakutan
dan bisikan-bisikan yang tidak diketahui spesifik kalimat yang dibisikan serta
adanya melihat bayangan hitam yang lewat, pada saat itu pasien dirawat di
RSUD Tarakan oleh karena operssi HNP cervical. Pada tahun 2019 pasien
dirawat di RSUD Tarakan dan pasien mengeluh keluhan yang sama dan pasien
melihat ada orang yang mengajak pasien ke lantai 17, pasien juga sangat
mudah kesal dan marah pada perawat dan orang sekitar dan pasien juga sangat
mudah kesal dan marah pada perawat dan orang sekitar, pasien juga merasa obat tidak
bekerja pada pasien.
4
Tahun 2007 Tahun 2014 Tahun 2017 September 2019 Juli 2021
5
Pasien mengatakan bahwa dirinya tinggal bersama dengan keluarga sejak
kecil selalu bersama, pasien tidak mengingat dengan spesifik perkembangan
sewaktu kecil namun pasien sering bermain dengan anak-anak seusianya
walaupun pasien sering gampang sakit.
iv. Masa kanak akhir dan remaja (12 – 18 tahun)
Pasien mengatakan pada usia remaja pasien, pasien terkadang sering jatuh
pingsan saat disekolah sehingga pada saat pasien berada di Sekolah
Menengah Atas (SMA) pasien tidak menyelesaikanya
v. Masa dewasa
a. Riwayat pendidikan
Pasien sekolah sampai sekolah menengah atas (SMA) namun tidak
selesai
b. Riwayat pekerjaan
Pasien adalah seorang guru ngaji, pasien sering mengajar ngaji anak-
anak disekitar rumah pasien
c. Riwayat pernikahan dan kehidupan seksual
Pasien menikah pada tahun 2004 dan pasien mempunyai satu orang anak
dan pada usia 4 tahun diambil dan dirawat oleh kakak pasien karena
pada saat itu pasien sudah sering sakit-sakit
d. Riwayat kehidupan beragama
Pasien menganut agama Islam dan taat beragama serta pasien adalah
seorang guru ngaji yang mengajar anak-anak disekitaran rumah pasien.
e. Riwayat aktivitas social
Pasien jarang untuk berhubungan dengan tetangga sekitar dan pasien
terkadang tidak mau menerima tamu karena pasien takut saat berbicara
dengan tamu karena takut tiba-tiba muncul gejala marah
E. RIWAYAT KELUARGA
Pasien adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, pasien tidak mengetahui
penyebab ayah pasien meninggal, ibu pasien masih ada dan dalam keadaan
6
sehat dan saat ini tinggal bersama kakak pasien di Jawa timur, menurut
keterangan pasien semua keluarga pasien sehat dan tidak ada keluhan
psikiatrik.
= laki-laki = perempuan
= pasien = meninggal
7
2) Penampilan: Wanita berusia 48 tahun, tampak terawat, menggunakan kursi
roda, dan menggunakan collar neck, serta selalu memasukan tangan
kedalam saku pakaian
3) Perilaku dan aktivitas motorik: Tenang, pasien menatap pewawancara saat
bercerita.
4) Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif
B. Pembicaraan: Spontan, artikulasi jelas, intonasi bervariasi dan volume cukup
C. Mood: Disforik
D. Afek:Terbatas, serasi, karena ekspresi wajah dan bahasa tubuh pasien kurang
bervariasi.
E. Persepsi: Halusinasi Visual dan Auditorik, Halusinasi Visual dan Auditorik,
karena pasien mengatakan sering melihat bayangan hitam dan orang-orang
banyak, serta bisikan yang menyuruh untuk memukul dan membunuh
F. Pikiran
1) Proses Pikir: Kohoren dan relevan
2) Isi Pikir: Preokupasi kondisi medis yang di derita pasien
3) Ganguan piker : Waham rujukan
G. Kognisi dan sensorium
1) Orientasi
Orang: Baik, karena tahu sedang berbicara dengan siapa saat di
anamnesis.
Waktu: Baik, karena ingat hari, tanggal dan bulan saat dilakukan
pemeriksaan.
Tempat: Baik, karena tahu dimana tempat pemeriksaan dilakukan.
2) Memori
Segera: Baik
Jangka pendek: Baik.
8
4) Kemampuan visuospasial: Tidak dinilai
5) Kemampuan baca tulis: Tidak dinilai
9
1. Saraf Kranial (I-XII) : Tidak dilakukan
2. Gejala Rangsang Meningeal : Tidak dilakukan
3. Mata : Dalam batas normal
4. Pupil : Tidak dilakukan
5. Oftalmoskopi : Tidak dilakukan
6. Motorik : Dalam batas normal
7. Sensibilitas : Dalam batas normal
8. Sistem Saraf Vegetatif : Baik
9. Fungsi Luhur : Baik
10. Gangguan Khusus : Tidak ada
10
neck, perasaan (mood) disforik, afek terbatas, serasi, isi pikir preokupasi tentang
kondisi medis pasien, persepsi terdapat halusinasi visual dan auditorik. Tilikan 4
karena pasien menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak tahu
penyebabnya.
11
lingkungan social pasien. Pasien juga mengeluh takut dan cemas jika pasien ada
muncul nyeri yang sangat terasa, pasien merasa tidak berguna dan sedih, pasien
juga mengeluh nafsu makan berkurang dan susah tidur, pasien juga malas untuk
memulai soasialisasi atau bicara dengan orang-orang sekitar, dan pasien juga
mempunyai gejala psikotik, sehingga dapa diagnosis banding F32.3 depresi berat
dengan gejala psikotik. Pasien terdapat gejala takut akan keadaan pada saat ada
serangan nyeri yang dialami, namun pasien masih dapat beraktivitas sendiri
seperti saat diantar oleh suami ke rumah sakit pasien dapat sendiri ke bagian
poliklinik untuk periksa dsn tidak ada kecemasan sehingga tidak ada kriteria
diagnosis F4 gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait
stres.
Pada axis V adanya Global Assessment of Functioning (GAF) skala 50-41 gejala
berat, diasbilitas berat. Pasien tidak dapat beraktivitas akibat keterbatasan gerak,
takut berhubungan sosial dengan orang sekitar.
GAF HLPY 50-41 Pasien mengalami gejala berat, diasbilitas berat. Pasien tidak
dapat beraktivitas akibat keterbatasan anggota gerak, ada masalah dalam relasi
adanya ketidakstabilan emosi
12
Diagnosis banding:
F20.0 Skizofrenia Paranoid
F32.3 Depresi Berat dengan Gejala Psikotik
Aksis II Ciri kepribadian nasrsistik
Aksis III HNP Cervical
Aksis IV Pasien selalu memikirkan kondisi medis pasien
Aksis V GAF Current: 50-41
GAF HLPY 50-41
VII. DAFTAR MASALAH
A. Biologi
HNP Cervical pasca operasi
B. Psikologi
Suasana perasaan disforik, halusinasi visual dan auditorik, perokupasi
tentang kondisi medis yang diderita
C. Sosial
Pasien tidak memiliki sosial atau hubungan yang baik dengan orang
sekitar
VIII. PROGNOSIS
A. Quo ad vitam: Dubia ad Bonam; Prognosis untuk pasien hidup cenderung
baik bila pasien menjalankan pengobatannya secara teratur dan tuntas
sehingga dapat membuat keluhan berkurang.
B. Quo ad functionam: Dubia ad Bonam; Prognosis pasien secara fungsi
cenderung baik, apabila pasien teratur berobat dan dapat merubah gaya
berpikirnya setelah dilakukan psikoterapi.
C. Quo ad sanactionam: Dubia ad Bonam; Prognosis pasien untuk sembuh
sempurna cenderung kurang baik
13
Clozapine 2 x 1 mg
2) Antidepresan:
Sertraline 1 x 50 mg
3) Antikonvulsan
Lorazepam 1 x 1 mg
4) Antikolinergik
Trihexyphenidyl 2x1 mg
B. Terapi Non-Farmakologi:
1) Memberikan dukungan kepada pasien dan membantu pasien dalam
memahami dan menghadapi penyakitnya.
2) Memberi penjelasan dan pengertian mengenai penyakitnya, manfaat
pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan, serta motivasi pasien supaya minum obat secara teratur.
3) Menyakinkan pasien bahwa gejala – gejala akan berkurang dengan minum
obat yang teratur dan akan kambuh jika pasien tidak minum obat.
4) Membantu pasien untuk mengenali pikiran-pikiran yang palsu maupun
salah dan mengatasi dengan cara mengalihkan pikiran tersebut dengan
aktivitas.
5) Membantu pasien dalam mengendalikan setiap pikiran-pikiran yang ini
memukul akibat perasaan marah dengan mengalihkan ke pikiran lain
yang dapat menenangkan pasien
14
Diskusi
Skizoafektif Tipe Depresi
Skizoafektif
Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang
persisten, seperti halusinasi atau delusi, yang terjadi bersama-sama dengan
masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran. 1
Penderita skizofrenia atau gangguan schizoafektif mungkin sangat rentan terhadap
masalah yang terkait penilaian karena beberapa alasan. Pertama, gangguan
kognitif yang berhubungan dengan gangguan skizofrenia atau schizoafektif
mungkin membuatnya sulit untuk mengontrol perilaku mereka. Skizoafektif
terjadi penurunan fungsi kognitif yang lebih parah dibandingkan dengan
gangguan jiwa yang terkait mood lainnya seperti gangguan jiwa bipolar.
Penurunan fungsi kognitif dapat meliputi fungsi memori dan atensi lebih parah
terjadi pada skizoafektif dibandingkan dengan gangguan bipolar. Diagnosis
gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan afektif bersamasama menonjol pada saat yang
bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang
sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode
skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya.2
Epidemiologi
Insidensi gangguan skizoafektif di seluruh dunia sulit ditentukan,
dikarenakan kriteria diagnostik yang kerap berubah selama beberapa tahun
15
terakhir. Oleh karena itu, belum ada penelitian skala besar tentang epidemiologi,
kejadian, atau prevalensi gangguan skizoafektif. Orang muda dengan gangguan
skizoafektif cenderung memiliki subtipe bipolar, sedangkan orang tua cenderung
memiliki subtipe depresi. Secara keseluruhan, gangguan ini mempengaruhi lebih
banyak wanita daripada pria, serta sebagian besar wanita lebih banyak yang
menderita subtipe depresi dibandingkan dengan subtipe bipolar. Pria dengan
gangguan skizoafektif cenderung menunjukkan sifat dan perilaku antisosial.
Selain itu, usia onset wanita cenderung lebih lambat dibandingkan pria.3,4
Etiologi
Penyebab pasti gangguan skizoafektif masih belum diketahui, namun
diyakini bahwa penyebab skizoafektif disebabkan oleh multifactorial seperti
genetic, social, trauma dan stress.4 Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan erat antara faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi
skizofrenia, gangguan afektif (depresi dan mania), dan gangguan skizoafektif.
Gangguan skizoafektif tipe manik disebabkan karena adanya kerentanan untuk
mengalami skizofrenia, mania, dan depresi secara bersamaan pada satu individu.
Sementara gangguan skizoafektif tipe depresif disebabkan karena adanya
peningkatan kerentanan untuk mengalami skizofrenia dan depresi secara
bersamaan pada satu individu.5
Patofisiologi
Patofisiologi pasti dari gangguan skizoafektif tidak diketahui, tetapi
diperkirakan bahwa patofiologi gangguan skizoafektif melibatkan
ketidakseimbangan neurotransmitter di otak. Kelainan neurotransmiter seperti
serotonin, norepinefrin, dan dopamin dapat berperan dalam gangguan ini. Volume
hipokampus yang berkurang, kelainan talamus, dan kelainan white matter pada
otak telah dicatat pada pasien dengan gangguan skizoafektif.3
16
1. Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang
tunggal, dan untuk gangguan berulang di mana sebagian besar episode
didominasi oleh skizoafektif tipe dipresif.
2. Afek Depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik
depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian
untuk episode depresif (F32)
3. Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu dan sebaiknya ada
dua, gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam pedoman
diagnostic skizofrenia, F20, a-d.
17
atau politik tertentu, atau kekuatan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia
lain.)
Diagnosis Banding
18
Diagnosis banding dari skizoafektif tipe depresi adalah:
1. Skizofrenia Paranoid (F20.0)
Berdasarkan PPDGJ-III untuk memdiagnosis skizofrenia paranoid harus
memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia dan sebagai tambahannya terdapat:
Halusinasi dan atau waham arus menonjol, suara-suara halusinasi yang
mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming) atau
bunyi tawa (laughing). Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
bersifat seksual , atau lain-lain, perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin
ada tetapi jarang menonjol. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi
waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-
kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. Gangguan afektif,
dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif
tidak nyata/tidak menonjol.6 Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi
dewasa dan biasanya onset pada usia remaja akhir atau awal masa demasa,
Skizofrenia tipe paranoid merupakan tipe paling stabil dan paling sering
terjadi. Gejala terlihat sangat konsisten, pasien dapat atau tidak bertindak
sesuai wahamnya. Para penderita skizofrenia hampir 80% mengalami
kekambuhan secara berulang.7 Terapi farmakologi masih merupakan pilihan
utama pada skizofrenia. Pilihan terapi pada skizofrenia dipilih berdasarkan
target gejala pada pasien skizofrenia. Selain diberikan obat-obat terapi
medikamentosa pasien juga dilakukan terapi nonmedikamentosa yaitu
psikoterapi dan psikoedukasi yang dianjurkan setelah pasien tenang dengan
pemberian dukungan pada pasien dan keluarga agar mempercepat
penyembuhan pasien dan diperlukan rehabilitasi yang disesuaikan dengan
psikiatrik serta minat dan bakat penderita sehingga bisa dipilih metode yang
sesuai untuk pasien tersebut.8
19
gangguan suasana perasaan/mood dengan kelainan yang mendasar berupa
perubahan suasana perasaan ke arah depresi (suasana perasaan yang
menurun) dan biasanya disertai dengan perubahan tingkat aktivitas. Depresi
terjadi 70% lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Alasan dari
kejadian ini masih belum sepenuhnya dipahami. Tanpa pengobatan,
frekuensi dan tingkat keparahan gejala cenderung meningkat dari waktu ke
waktu.9 Episode depresi sendiri digolongkan menjadi lima, yaitu episode
depresif ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik, berat dengan gejala
psikotik, episode depresif lainnya, dan episode depresif YTT. Episode
depresif berat dengan gejala psikotik merupakan bentuk dari depresi berat
yang disertai gejala psikotik yang khas seperti waham atau delusi non-
bizarre nihilistik, somatik, atau adanya keyakinan-keyakinan delusional
tentang perasaan bersalah dan kadang-kadang muncul halusinasi.10
Penatalaksanaan
Tatalaksana dari skizoafektif tipe depresi berupa terapi farmakologi dan
nonfarmakologi. Pada terapi farmakologi, dapat digunakan kombinasi antara
antipsikotik dan antidepresan.11 Antipsikotik dapat membantu perbaikan gejala
akut dan mencegah kekambuhan serta dapat membantu pasien untuk tetap
dikondisi stabil.12 Antipsikotik yang dapat digunakan adalah antipsikotik tipikal
(haloperidol) dan antipsikotik atipikal (risperidone, olanzapine, cloazapine,
12
quetiapine, aripiprazole). Antidepresan yang disarankan dan umum dipakai
adalah antidepresan golongan SSRI yaitu fluoxetine dan sertraline. SSRI
memperbaiki suasana hati dengan meningkatan konsentrasi 5-hidroksitriptamin
(5-HT). Sertralin memiliki efek samping yang sangat minimal jika dibandingkan
dengan fluoxetine, namun obat ini tergolong mahal.2,13
20
bahwa diseleksi oleh competively Tinggi
blocking postsynaptic dopamine
(D2) reseptor dalam sistem
mesolimbic dopaminergic;
meningkatnya dopamine turnover
untuk efek tranquilizing.
Risperidone Monoaminergic selective 2 – 6 Resiko Resiko
(Risperdal) mengikat lawan reseptor D2 mg/hari Sedang Sedang
dopamine selama 20 menit, lebih
rendah afinitasnya dibandingkan
reseptor 5-HT2. Juga mengikat
reseptor alpha1-adrenergic
dengan afinitas lebih rendah dari
H1-histaminergic dan reseptor
alpha2-adrenergic. Memperbaiki
gejala negatif pada psikosis dan
menurunkan kejadian pada efek
ekstrpiramidal.
Olanzapine Antipsikotik atipikal dengan 10 – 20 Resiko Resiko
(Zyprexa) profil farmakologis yang mg/hari Sedang Sangat
melintasi sistem reseptor (seperti Tinggi
serotonin, dopamine, kolinergik,
muskarinik, alpha adrenergik,
histamine). Efek antipsikotik dari
perlawanan dopamine dan
reseptor serotonin tipe-2.
Diindikasikan untuk pengobatan
psikosis dan gangguan bipolar.
Clozapine Reseptor D2 dan reseptor D1 25 – 100 Resiko Resiko
(Clozaril) memblokir aktifitas, tetapi mg/hari Rendah Sangat
nonadrenolitik, antikolinergik, Tinggi
antihistamin, dan reaksi arousal
menghambat efek signifikan.
Tepatnya antiserotonin. Resiko
terbatasnya penggunaan
21
agranulositosis pada pasien
nonresponsive atau agen
neuroleptik klasik tidak
bertoleransi.
Quetiapine Antipsikotik terbaru untuk 50 – 400 Resiko Resiko
(Seroquel) penyembuhan jangka panjang. mg/hari Rendah Sedang
Mampu melawan efek dopamine
dan serotonin. Perbaikan lebih
awal antipsikotik termasuk efek
antikolinergik dan kurangnya
distonia, parkinsonism, dan
tardive diskinesia.
Aripiprazol Memperbaiki gejala positif dan 10 – 15 Resiko Resiko
e (Abilify) negatif skizofrenia. Mekanisme mg/hari Rendah Rendah
kerjanya belum diketahui, tetapi
hipotesisnya berbeda dari
antipsikotik lainnya. Aripiprazole
menimbulkan partial dopamine
dan serotonin agonis, dan
antagonis serotonin (5HT2A).
Tabel 1. Mekanisme, Dosis Anjuran, dan Efek Samping Antipsikotik.14,15
22
Pasien-pasien dengan gejala psikotik seperti pasien dengan skizoafektif
umumnya mempunyai masalah dalam interaksi sosial karena gejala negatif yang
dialami dan kepatuhan minum obat, oleh karena itu psikoterapi suportif,
psikoedukasi, dan Cognitive behavioral therapy (CBT) merupakan psikoterapi
yang bisa digunakan untuk mengatasi dan memperbaiki hal ini. Selain
psikoedukasi, keterlibatan keluarga sangat diperlukan, oleh karena itu keluarga
perlu diberikan informasi mengenai mediasi pasien dan sifat dinamis penyakit
ini.3
Prognosis
Prognosis dari skizoafektif tipe depresi umumnya sama dengan prognosis
dari skizofrenia, namun lebih buruk dibanding prognosis depresi berat dengan
gejala psikotik.3,17 Beberapa penelitian tentang skizofrenia menunjukkan bahwa
selama periode 5 hingga 10 tahun setelah rawat inap pertama, sekitar 80-90% pasien
memiliki prognosis yang kurang baik dan hanya 10-20% pasien yang digambarkan
memiliki prognosis yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan
mempunyai prognosis yang buruk apabila ada riwayat rawat inap berulang kali,
eksaserbasi gejala, episode gangguan mood mayor dan upaya bunuh diri. Tingkat
remisi yang dilaporkan berkisar 10-60% dan diperkirakan 20-30% pasien
skizofrenia yang dapat mejalani kehidupan agak normal. Sekitar 20 hingga 30%
pasien terus mengalami gejala gejala sedang, 40-60% tetap mengalami gejala
gangguan yang signifikan sepanjang hidup mereka. Pasien skizofrenia menjadi
lebih buruk dengan gangguan mood dan sangat terganggu pada tindak lanjut
jangka panjang.18 Pada pasien depresi berat dengan gejala psikotik, sekitar 25% pasien
mengalami kekambuhan setelah 6 bulan keluar dari rumah sakit, 30-50% pasien
cenderung kambuh dalam 2 tahun dan 50-75% pasien kambuh setelah 5 tahun
pengobatan. Prognosis depresi berat dengan gejala psikotik cenderung baik untuk pasien
yang menjalankan pengobatan dengan teratur dan untuk pasien yang hanya memiliki
riwayat satu episode depresi sebelumnya. Prognosis akan menjadi buruk jika pasien
mempunyai dysthymic disorder, penyalahgunaan zat, gejala gangguan kecemasan, dan
riwayat episode depresi lebih dari satu kali.17
23
Kesimpulan
Pasien perempuan usia 48 tahun datang sendiri ke poliklinik RSUD
Tarakan dengan keluhan susah tidur sudah 4 hari, dan sering marah-marah serta
melempar barang disekitar, pasien seperti melihat banyak orang yang tidak
dikenal dan membawa alat untuk memukul dan mendengar bisikan untuk
membunuh. Pasien berpenampilan sesuai usia, rapi, kesadaran compos mentis,
mood disforik, afek terbatas serasi dengan mood, proses pikir kohoren dan isi
pikir tentang kondisi penyakit yang dialami pasien, tidak terdapat waham,
persepsi halusinasi visual dan auditorik, orientasi baik, memori baik, tilikan 4.
Pasien di diagnosis menderita skizoafektif tipe depresi berdasarkan PPDGJ-III.
Untuk tatalaksana farmakologi, pasien diberikan antipsikotik, antidepresan dan
antikolinergik, untuk terapi non-farmakologi pasien diberikan psikoterapi suportif.
24
Daftar Pustaka
1. Nasrallah HA. Differential Diagnosis and Therapeutic Management of
Schizoaffective Disorder. Supplement to Current Psychiatry
2010;9(10):S1.
2. Supratanda FE. Penatalaksanaan Skizoafektif Tipe Depresif dengan
Sindrom Ekstrapiramidal. J Medula Unila 2016;4(3):63-64.
3. Brannon GE. Schizoaffective Disorder. 2016. Diunduh dari:
https://emedicine.medscape.com/article/294763-overview#a5
4. Joshua T, Saadabadi A. Schizoaffective Disorder. 2019. Diunduh dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541012/
5. Cardno AG, Owen MJ. Genetic Relationships Between Schizophrenia, Bipolar
Disorder, and Schizoaffective Disorder. Schizophr Bull 2014;40:504.
6. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-V. Cetakan 2 – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2013
7. Saputra TA. Paranoid types of schizophrenia. J Agromed Unila
2014;1(1):43.
8. Hendarsyah F. Diagnosis dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid dengan
Gejala-Gejala Positif dan Negatif. J Medula Unila 2016;4(3):60.
9. Christian JS. Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik pada Wanita:
Sebuah Laporan Kasus. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana; 2013..
10. Fachrudin D. Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik (Studi Kasus
dalam Perspektif Psikologi dengan Pendekatan Teori Kognitif Beck).
Tunas Medika 2019;5(3):29.
11. Izáková L, Andre I, Halaris A. Combination therapy or monotherapy for
the depressed type of schizoaffective disorder. Neuropsychiatr Dis Treat
2009;5 (1):91.
12. Parker C. Antipsychotics in the treatment of schizophrenia. Progress in
neurology and psychiatry 2013;17(3):6
25
13. Lieberman JA, Strop TS, Perkins DO (2006) Textbook of Schizophrenia.
Washington, DC: The American Psychiatric Publishing.
14. Patel KR, Cherian J, Gohil K, Atkinson D. Schizophrenia: overview and
treatment options. P&T September 2014; 39(9): 638-45. PMID: 25210417
15. Mao YM, Zhang MD. Augmentation with antidepressants in schizophrenia
treatment: benefit or risk. Neuropsychiatric Disease and Treatment
2015;11(7):706.
16. Sharma B. Antidepressants: Mechanism of Action, Toxicity and Possible
Amelioration. Medcrave 2017; 3(5): 443.
17. Kaplan, Sadock. Synopsis of Psychiatry. 11th edition. New York: Woltem
Kluwer; 2015.
18. Naheed M, Akter KA, Tabassum F, Mawla R, Rahman M. Factors
contributing the outcome of schizophrenia in developing and developed
countries: a brief review. International Current Pharmaceutical Journal
2012; 1(4): 81-5.
26