PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini yakni :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui model pembelajaran berbasis masalah.
2. Mengetahui cirri-ciri model Problem based learning.
3. Mengetahui struktur dan langkah-langkah model Problem based learning.
4. Mengetahui kekuatan dan kelemahan Problem based learning.
5. Mengetahui cara pengajaran kimia dengan model problem based learning.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL)
PBL adalah suatu model pembelajaran khusus yang untuk pertama kalai
diimplemetasikan dalam pendidikan kedokteran di tahun 1970-an. Pada dasarnya PBL
berlandaskan pada teori psikologis kognitif. Fokos pembelajarannya tidak hanya focus
pada apa yang dipelajari mahasiswa (behaviornya), tetapi juga pada apa yang mereka
pikirkan (kognisinya).
Strategi pengajaran seperti discovery learning, inquiry training, dan inductive
teaching, telah mempunyai sejarah dan peran yang panjang dan prestisius (Arends, 2004).
Metode Socrates (jaman yunani) menekankan pada penalaran induktif dan dialog pada
proses belajar mengajar. Hal ini tampak dari bimbingan terhadap mahasiswanya
menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya dengan kehidupan nyata (ward, 2002).
John dewey, 1933 (dalam arends 2004) menekankan pada pentingnya berfikir reflektif
dan profesiolitas guru membantu mahasiswa dalam memperoleh proses dan keterampilan
berfikir yang produktif. Sedangkan Jerome bruner, 1962 (arends 2004) menekan
pentingnya discovery learning dan bagaimana guru dapat menekankan mahasiswa
menjadi “konstruksionis” terhadap pengetahuan yang diperoleh. Demikian juga Richard
suchman (1962) mengembangkan suatu pendekatan yang disebut inquiry training,
dimana peran guru tidak lebih dari mensetting kelas belajar, menyediakan suatu situasi
yang membingungkan atau menimbulkan teka-teki dan mendorongnya untuk berikuiri
dan menjawabnya.
Jadi pembelajaran dengan model interdisipliner merupakan dasar pengembangan
PBL dan bila ditinjau dari aspek pedagogik pendidikan tidaklah benar-benar baru, tetapi
PBL berakar dari model pembelajaran lampau. Menurut Dabbagh et al (2000), dampak
kemajuan teknologi di abad ke 20 memungkinkan seluruh pengetahuan dan informasi
terkini dapat diakses dengan sengat cepat. Ram (1999), dalam penggajaran dengan PBL
nya menyatakan, mahasiswa belajar dalam suatu konteks permasalahan untuk
dipecahkan. Tanggung jawab belajar ada pada diri mahasiswa, bukan pada fasilitator.
Sedangkan, pannen (2001) mengatakan bahwa PBL menawarkan kebebasan kepada
mahaasiswa dalam proses pembelajaran. Dimana melalui PBL mahasiswa diharapkan
terlibat aktitf dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi
permasalahan, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menggunakan data tersebut
untuk pemecahan masalah.
2.2.1 Gallagher, dkk. (1995) mengatakan tiga hal utama sehubungan dengan strategi
edukasional PBL, yakni:
a. Inisiasi belajar dengan suatu masalah
b. Introduksi oleh permasalahan yang tak berstruktur
c. Menggunakan innstruktor sebagai suatu latihan metakognitif
2.2.2 Stepien, dkk. (1993) menyatakan, PBL adalah kegiatan pemecahan masalah yang
berhubungan dengan kehidupan nyata.
2.2.3 LTSN physical sciences primer, (2001), PBL adalah suatu model pembelajaran
dimana permasalahna berdtindak sebagai konteks dan pendorong untuk tejadinya
belajar.
2.2.4 Ward (2002), konsep pokok dalam PBL adalah mahasiswa belajar melalui
percobaan dan usahanya untuk memecahkan masalah-masalah realistik.
PBL mempunyai dua tujuan utama yaitu:
a. Untuk mencapai seperangkat kompetisi atau seperangkat tujuan
b. Untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah.
Menurut tchudf dan lafer (1996), masalah yang baik memiliki karakter sebagai
berikut:
a. Cukup baru, unik dan mengacaukan serta mampu memprovokasi
keingintahuan dan mempunyai alasan untuk dipelajari
b. Menimbulkan pemikiran tentang sesuatu yang baru dengan jalan atau cara
yang baru
c. Membantu mahasiswa untuk menemukan tentang apa yang mereka lakukan
dan apa yang mereka tidak ketahui
d. Para siswa dapat menjangkau diluar apa yang mereka ketahui
e. Menciptakan suatu kebutuhan dan hasrat untuk mengembangkan
keterampilan dan pengetahuan
f. Mendorong untuk mengetahui hubungan antara langkah-langkah yang akan di
tempuh terhadapa masalah yang di pecahkan dengan prosedur yang masuk
akal
g. Menggarah pada inquiri interdisipliner
h. Membentuk komunitas kuat pembelajar
i. Mendorong untuk bekerja sama didasarkan atas kemauan dan keinginan
untuk berhasil menuntaskan pemasalahan.
2.2..5 Pannen, dkk. (2001) menguraikan secara singkat tentang lima prinsip dasar yang
menjadi ciri-ciri PBL, yakni:
Empat tahap pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat berfikir,
sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran dimaksudkan untuk
mencapai keterampilan berfikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Dalam
proses pemecahan masalah sehari-hari, seluruh tahapan terjadi dan bergulir dengan
sendirinya, demikian pula keterampilan seseorang harus mencapai seluruh tahapan
tersebut.
Ada beberapa hal sehubungan dengan pelaksanan PBL dalam pengajaran, terutama
dikarenakan oleh wawasan mahasiswa yang belum berkembang. Pada tahap identifikasi
masalah tidak mudah bagi mahasiswa pemula untuk menentukan permasalahan yang
tepat. Permasalahan yang tepat dicirikan oleh tingkat relevansi, kebermaknaan bagi
mahasiswa, sedapat mungkin pemasalahan nyata dan berhubungan langsung dengan
pengalamannya, ruang lingkup permasalahan mampu menantang aplikasi keterampilan
yang sudah dimiliki, pengembangan keterampilan tersebut ketempat yang lebih tinggi.
Disinilah peran fasilisator sangat diperlukan agar penentuan permasalahan menjadi
seperti diatas. Hal ini mengingatkan tahap identifikasi masalah merupakan tahap awal
yang akan “mewarnai” proses selanjutnya dalam proses belajar dengan PBL.
Dalam tahap pengumpulan data perlu ditekankan cakupan data yang relevan untuk
membantu menyelesakan permasalahan. Kesalahan yang sering terjadi adalah
pengumpulan informasi yang terlalu banyak dan belum jelas gunanya sehingga sering
kali arah belajar menjadi berubah dari permasalahan awal karena menemukan sesuatu
yang lebih baik. Sementara itu, dalam hal analisis dan penulisan laporan , kesalahan yang
sering terjadi adalah ketidak biasaan untuk berfikir secara holistik dan sintetis, yakni
mempersatukan informasi yang telah diperoleh menjadi suatu kesimpulan yang
bermakna, dan adanya pengetahuan tertentu yang perlu diketahui sebelum mampu
mengambil kesimpulan. Sangat perlu mencari informasi lain terlebih dahulu , baru dapat
menyampaikan analisis pemecahan masalahnya. Hal ini tentunya menuntut pemahaman
yang tinggi dari fasilisator (guru), sehinggg bimbingan guru sangat diperlukan dan
bahkan menjadi sangat menentukan.
Lebih lanjut Pannen (2001) menyatakan, ada beberapa hal yang mempengaruhi
perancangan PBL dalam pengajaran yakni:
1. Analisis tugas
2. Penyusunan permasalahan
3. Urutan pembelajaran
4. Peran fasilisator
5. Penililaian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran berbasis masalah ditekankan pada penyampaian situasi permasalahan
kepada peserta didik dan membawanya yntuk penyelidikan dan pemecahan sesuai dengan
dunianya. Ada tiga karakter instruksional PBL diantaranya, membantu peserta didik
mengembangkan penyelidikan dan keterampilan pemecahan masalah, memberikan ruang kepad
peserta didik untuk berpengalaman dan berperan orang dewasa, dan menyediakan ruang kepada
peserta didik menjadi percaya diri sesuai dengan kemampuan yang diperolehnya untuk berfikir
dan menjadi murid yang mandiri.
Secara umum ada beberapa tahapan dalam pengajaran yang mengunakan metode ini, yaitu:
orientasi peserta didik kepada permasalahan, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar,
membantu penyelidikan babik individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan
hasil karya dan memamerkannya, dan analisis, serta evaluasi kerja. Dasar pengetahuan pada PBl
bersifat beragam dan kompleks, seperti discovery learning, inquiry tranining, higer level
thinking. Dimana semuanya berfokus membantu paserta didik menjadi orang yang mandiri,
otonom, dan yamh berkapabel memfigurkan diri.
DAFTAR PUSTAKA