Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

MASALAH LINGKUNGAN KERJA DAN PENYAKIT


AKIBAT KERJA di RUMAH SAKIT

PEMBIMBING : Dr. dr. Yuniar Lestari M.Kes, FISPH, FISCM


OLEH :
WULANDA BUSTARI (2020392029)
VYOLA REGINA (2020322010)
ASY SYFA SURADI (2020322017 )

PASCASARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya industrialisasi dan globalisasi serta kemajuan ilmu
dan teknologi, maka keselamatan dan kesehatan kerja juga semakin berkembang.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan sebagai dasar hukum
penerapan K3 di Indonesia telah diperkuat dengan keluarnya Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dimana pada Pasal 164-165 tentang
Kesehatan Kerja dinyatakan bahwa semua tempat kerja wajib menerapkan upaya
kesehatan baik sektor formal maupun informal termasuk Aparatur Sipil Negara,
TNI dan Kepolisian. Beriringan dengan segala macam perkembangan yang terjadi,
perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia pun mulai beralih untuk menerapkan
keilmuan maupun teknologi baru yang dapat meningkatkan produktivitas
perusahaan. Penggunaan keilmuan maupun teknologi yang lebih baru memang
dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Namun disamping itu, resiko
terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja pun semakin meningkat.
Angka kecelakaan kerja di Indonesia dinilai masih tinggi. Hal ini di dukung
oleh data dari Kementerian Ketenagakerjaan yang mencatat adanya tren kenaikan
angka kecelakaan kerja di Indonesia yang terus meningkat dalam beberapa tahun
terakhir. Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Hanif Dhakiri, sepanjang
tahun 2018 lalu telah terjadi 157.313 kasus kecelakaan kerja, atau meningkat
dibandingkan kasus kecelakaan kerja yang terjadi tahun 2017 sebesar 123 ribu
kasus. Penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja adalah masih rendahnya
kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di kalangan industri dan masyarakat.
Selama ini penerapan K3 seringkali dianggap sebagai cost atau beban biaya, bukan
sebagai investasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. BPJS
Ketenagakerjaan sendiri sepanjang tahun 2018 telah membayarkan klaim
kecelakaan kerja dengan nilai mencapai Rp 1,09 triliun. Angka ini meningkat
dibandingkan tahun 2017 yang nilai klaimnya hanya Rp 971 miliar serta tahun
2016 yang hanya sebesar Rp 792 miliar.
Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar pegawai
yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan pekerjaan
merupakan keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan
yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan
pekerjaan meliputi tempat bekerja, fasilitas, kebersihan, pencahayaan, ketenangan,
termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada ditempat tersebut. Di
dalam organisasi, manusia merupakan unsur yang terpenting dalam suatu
organisasi. Tanpa peran manusia meskipun berbagai faktor yang dibutuhkan itu
telah tersedia, organisasi tidak akan berjalan. Karena manusia merupakan
penggerak dan penentu jalanya suatu organisasi. Oleh karena itu hendaknya
organisasi memberikan arahan yang positif pada unsur tersebut dengan
memfokuskan diri pada peningkatan Sumber daya manusia Manusia merupakan
aset paling penting yang dimiliki lembaga, karena manusia yang bekerja membuat
tujuan, mengadakan inovasi dan mencapai tujuan lembaga. Manusia akan mampu
melaksanakan kegiatannya dengan baik, jika unsur tersebut ditunjang oleh kondisi
lingkungan kerja yang baik, maka akan dicapai suatu hasil yang optimal.
Ketika manusia dapat melaksanakan pekerjaan secara optimal, serta di
tunjang linkungan kerja yang kondusif, sehat, aman, dan nyaman akan mendorong
produktivitas lembaga tersebut, sehingga pencapaian tujuan lembaga menjadi lebih
efektif. Keberhasilan sebuah lembaga sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam
mengelola sumber daya manusia didalamnya. Hal ini unsur manusia di dalamnya,
dengan melihat dari kebutuhan, keinginan, harapan, bakat dan keterampilan yang
dimiliki oleh pegawai, merupakan kunci pokok yang harus diperhatika lembaga
termasuk lingkungan kerja di dalamnya, sehingga akan menimbulkan motivasi
dalam diri pegawai untuk melakukan pekerjaan yang optimal dan akhirnya akan
berpengaruh terhadap produktivitas kerja pegawai. Salah satu yang mempengaruhi
motivasi pegawai dalam bekerja adalah lingkungan kerja dimana pegawai tersebut
bekerja, Seperti halnya yang diungkapkan oleh Stephen P. Robbins (2001) bahwa “
Kepuasan kerja salah satunya ditentukan oleh kondisi kerja yang mendukung“
lingkungan kerja yang mendukung akan membuat para pegawai merasa nyaman
dan bersemangat dalam melaksankan kewajibanya, sebaliknya lingkungan kerja
yang tidak mendukung akan membuat pegawai tidak bersemangat dan merasa tidak
nyaman, Jika demikian akan berpengaruh langsung terhadap motivasi kerja
pegawai. Bisa disimpulkan lingkungan kerja yang baik akan mempengaruhi gairah
dan semangat kerja pegawai saat bekerja.
Lingkungan kerja fisika adalah tempat kerja pegawai melakukan aktivitas.
Lingkungan kerja fisika mempengaruhi 2 semangat dan emosi kerja para karyawan.
Faktor-faktor fisika ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas ruang kerja,
kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisika ini sangat
mempengaruhi tingkah laku manusia. Bahwa lingkungan kerja non fisika adalah
semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan
atasan maupun dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.
Lingkungan kerja non fisika ini merupakan lingkungan kerja yang tidak bisa
diabaikan. Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung
kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan
yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana
kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri. Menurut Sedarmayanti
(2007), yang menjadi indikator-indikator lingkungan kerja adalah: penerangan,
suhu udara, sirkulasi udara, ukuran ruang kerja, tata letak ruang kerja, privasi ruang
kerja, kebersihan, ruang bising, penggunaan warna, peralatan kantor, keamanan
kerja, musik tempat kerja, hubungan sesama rekan kerja dan hubungan kerja antara
atasan dengan bawahan.
Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko. Ibarat
pepatah bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan sakit akibat kerja
sudah menjadi risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik itu petani,
nelayan, buruh pabrik, pekerja tambang, maupun pegawai kantoran sekalipun.
Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi sebanyak 54.398
kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Meski menunjukkan tren menurun, namun
angka tersebut masih tergolong tinggi. Kecelakaan kerja di sebuah pabrik gula di
Jawa Tengah menyebabkan empat pekerjanya tewas dan di Tuban Jawa Timur
seorang meninggal dan dua orang lainnya terluka akibat tersiram serbuk panas saat
bekerja di salah satu pabrik semen adalah beberapa contoh kasus kecelakaan kerja
yang mengakibatkan kerugian bahkan sampai menghilangkan nyawa.
Kerugian akibat kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja
itu sendiri, namun juga bisa berdampak pada masyarakat sekitar. Oleh karena itu
perlu adanya penerapan sebuah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
Kerja (SMK3) di tempat kerja berbasis paradigma sehat.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui masalah Lingkungan Kerja.
2. Untuk mengetahui pengertian Penyakit Akibat Kerja.
3. Untuk mengetahui klasifikasi Penyakit Akibat Kerja
4. Untuk mengetahui Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja.
5. Untuk mengetahui pencegahan, perawatan dan pengobatan dari Penyakit Akibat
Kerja.
6. Untuk Mengetahui PAK di Rumah Sakit

C.  Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Agar mampu memahami tentang masalah lingkungan dan penyakit akibat kerja
terutama di Rumah Sakit
2. Bagi institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang masalah lingkungan,
penyakit akibat kerja, penyebab penyakit akibat kerja serta pencegahannya.
3. Bagi Masyarakat
Agar lebih mengerti dan memahami tentang penyakit akibat kerja serta
pencegahanya.
 
 
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 22 ayat (1) bahwa “setiap
usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki Amdal” dan Pasal 34 ayat (1) bahwa “setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
termasuk dalam kriteria wajib Amdal, wajib memiliki UKL–UPL”. Dokumen lingkungan
ini digunakan sebagai instrumen pencegahan pencemaran dan untuk meminimalisasi
dampak yang dihasilkan dari usaha, maka setiap pemrakarsa yang usahanya menghasilkan
dampak negatif ke lingkungan baik fisik maupun non fisik diwajibkan untuk membuat
dokumen kelayakan lingkungan sebelum usaha tersebut berjalan. Setelah mendapatkan
rekomendasi UKL–UPL dan kegiatan berjalan maka pemrakarsa harus melakukan
pelaporan secara periodik kepada instansi lingkungan hidup di wilayah administratifnya.
Instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup mempunyai kewenangan
dalam pengendalian dampak lingkungan, pencemaran, dan kerusakan lingkungan serta
pengawasan pelaksanaan UKL–UPL di daerahnya (Ikhtiar,2017).

A. Masalah Kesehatan Lingkungan Kerja di Indonesia


Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi kompleks terutama di
kota besar dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa disebabkan oleh
(Budiman, 2007):
1. Urbanisasi penduduk
Perpindahan penduduk yang tinggi membuat kurangnya lahan pertanian yang
membawa dampak sosial dan kesehatan lingkungan.
2. Tempat pembuangan sampah
Hampir semua tempat di Indonesia sistem pembuangan sampah secara dumping
tanpa ada pengelolaan lebih lanjut.
3. Penyediaan sarana air bersih
Dari survei, hanya sekitar 60% penduduk Indonesia mendapatkan air bersih dari
PDAM
4. Pencemaran udara
Tingkat pencemaran udara di Indonesia sudah melebihi nilai ambang batas
normal terutama di kota-kota besar akibat gas buangan kendaraan bermotor.
5. Pembuangan Limbah industri dan rumah tangga
Hampir semua limbah cair baik dari rumah tangga dan industri dibuang
langsung dan bercampur menjadi satu ke badan sungai atau laut.
6. Bencana alam/pengungsian
7. Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah
Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah sering timbulkan masalah baru.
Sebagai contoh, pemberian izin tempat pemukiman, gedung atau industri baru
tanpa didahului dengan studi kelayakan yang berwawasan lingkungan.

Masalah Lingkungan Kerja :


a. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja, Terkait:
1) Penyusunan dan penyimpanan barang – barang yang berbahaya
kurang di perhitungkan keamannya.
2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b. Pengaturan Udara, Terkait:
1) Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang
kotor, berdebu, dan berbau tidak enak)
2) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
c. Pengaturan Penerangan, Terkait:
1) Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
2) Ruang kerja yang kurang cahaya, remang – remang.
d. Pemakaian Peralatan Kerja, Terkait:
1) Pengaman peralatan kerja yang sudah using atau rusak.
2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik.
e. Kondisi Fisik dan Mental Pegawai, Terkait:
1) Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang tidak stabil
2) Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara
berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah sikap pegawai
yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas
kerja terutama fasilitas kerja yang membawa resiko bahaya.
 
B. Definisi Penyakit Akibat Kerja
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan
apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit
yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja adalah
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan
kerja.
“Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Edwin B. Flippo (1995),
adalah pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh dan bersifat (spesifik),
penentuan kebijakan pemerintah atas praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat kerja
dan pelaksanaan melalui surat panggilan, denda dan hukuman-hukuman lain.”
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang
diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria,
dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:
a. Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang
mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan,
yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
b. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah
penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan
memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya
penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
c. Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working
Populations adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen
penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang
buruk bagi kesehatan

Menurut Cherry, 1999 “ An occupational disease may be defined simply as


one that is caused , or made worse , by exposure at work.. Di sini menggambarkan
bahwa secara sederhana sesuatu yang disebabkan , atau diperburuk , oleh pajanan di
tempat kerja . Atau , “ An occupational disease is health problem caused by exposure
to a workplace hazard ” ( Workplace Safety and Insurance Board, 2005 ), Sedangkan
dari definisi kedua tersebut, penyakit akibat kerja adalah suatu masalah Kesehatan
yang disebabkan oleh pajanan berbahaya di tempat kerja. Dalam hal ini , pajanan
berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and Insurance Board ( 2005 )
antara lain :
 Debu , gas , atau asap
 Suara / kebisingan ( noise )
 Bahan toksik ( racun )
 Getaran ( vibration )
 Radiasi
 Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem
 Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem

Menurut Keputusan Presiden Nomor  22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari


1993, Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut
melampirkan Daftar Penyakit yang diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi
termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas
akibat debu logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals,
henep dan sisal (bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika. Pasal 2
Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit yang
timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.
Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang RI No 3 tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya menyatakan bahwa
kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yg timbul karena hub kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi
dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah
melalui jalan yg biasa atau wajar dilalui.
Keselamatan Kerja telah diatur dalam Undang-Undang No.1 tahun 1970
tentang keselamatan kerja dalam pasal 3 ayat (1) dan pasal 9 ayat (3), yang berbunyi:
“Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledak.
2. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
3. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
4. Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja.
5. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
6. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
7. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara dan
proses kerjanya.
8. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya bertambah tinggi.

C. Klasifikasi penyakit akibat kerja


Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja
berisiko mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja, yaitu:
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
Karsinoma Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-
faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.

Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah


yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu:
a. Penyakit Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas,
berupa SiO2 yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian
mengendap.  Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja,
keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir,
menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat di
tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.
Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan
debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan
terdispersi ke udara bersama – sama dengan partikel lainnya, seperti debu
alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.
Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa
inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek,
atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika
di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak.
Penyakit  silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk.
Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah
sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan
fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati.
Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin
parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang
akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.
Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu
mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan
yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya yang tepat.
Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan
pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita
sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis,
astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya.
Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja
akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit
akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja
dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit
pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan.
b. Penyakit Asbestosis
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan
oleh  debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran
dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama  adalah Magnesium
silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang
menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes
dan lain sebagainya.
Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan
mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dengan
dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar.
Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak  maka akan tampak adanya
debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam
keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan
kesehatan lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.
c. Penyakit Bisinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang
disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang
kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini
banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan
dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan
kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan
lain sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun.
Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat
pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap
minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit
bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi
akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga
merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau
berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis
kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
d. Penyakit Antrakosis
Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada
pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak
melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur
besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta
pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.
Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun. Seperti halnya
penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya,
penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena
pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit
antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi
maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga
macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan
penyakit tuberkolosilikoantrakosis. Penyakit antrakosis murni disebabkan
debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk
menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis
menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang
memungkinkan terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka
antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang
diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan
silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya.
Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan
dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari
fototorak yang  menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu
batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang
menyerang paru-paru.
e. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa
logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat
menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut beriliosis. Debu
logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan
pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan
sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri
yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada
pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada pekerja
pengolahan bahan penunjang industri nuklir.
Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng
(dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit
beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis  yang disebut juga dengan
beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah berhenti
menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun
setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung
debu logam tersebut, penyakit beriliosis  mungkin saja timbul. Penyakit ini
ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak
napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-
pekerja yang terlibat dengan pekerja  yang menggunakan logam tersebut
perlu dilaksanakan terus – menerus.
 
D. Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja
1. Penyakit akibat Kerja
Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain (Brattig,2014):
a. Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut
misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau
karena virus. Kronis, missal: asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD). Edema paru akut. Dapat disebabkan oleh bahan kimia
seperti nitrogen oksida.
b.  Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan,
kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan
penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan
dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka atau
karena faktor lain.
c. Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan
kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat
pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan
pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya
pendengaran.
d. Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada
punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan
dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan.
Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.
e. Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang
disebabkan oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja,
karsinogen sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi
epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun
sebelum diagnosis.
f. Coronary Artery Disease
Penyakit Coronary Arteri Disease disebabkan stres atau Carbon Monoksida
dan bahan kimia lain di tempat kerja.
g. Penyakit Liver
Penyakit yang sering di diagnosis sebagai penyakit liver disebabkan oleh
hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta
bahan toksik yang ada.
h. Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering
diabaikan. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol
atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat
atau masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal
dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I
solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen,
timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.
Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis. Dari penelitian juga
disebutkan stres di tempat kerja bisa berpengaruh pada psikis dan kepuasan hidup
pekerja (Brattig,2014).
i. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia
atau lingkungan. Sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS),
mis: parfum, derivate petroleum, rokok.

2. Kecelakaan Kerja
Indikator Penyebab Kecelakaan Kerja Menurut Mangkunegara (2002:170),
bahwa indikator penyebab kecelakaan kerja adalah:
a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang
diperhitungkan keamanannya.
2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik

Faktor – Faktor Terjadinya Kecelakaan Dan Gangguan Kesehatan Menurut


Mangkunegara (2013:162) dikemukakan beberapa sebab yang memungkinkan
terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan pegawai :
a. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja, Terkait:
1) Penyusunan dan penyimpanan barang – barang yang berbahaya kurang di
perhitungkan keamannya.
2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b. Pengaturan Udara, Terkait:
1) Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor,
berdebu, dan berbau tidak enak)
2) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
c. Pengaturan Penerangan, Terkait:
1) Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
2) Ruang kerja yang kurang cahaya, remang – remang.
d. Pemakaian Peralatan Kerja, Terkait:
1) Pengaman peralatan kerja yang sudah using atau rusak.
2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik.
e. Kondisi Fisik dan Mental Pegawai, Terkait:
1) Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang tidak stabil
2) Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara
berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah sikap
pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam
penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa resiko
bahaya.
Dalam penelitian ini hanya menggunakan 3 indikator, yakni keadaan
tempat lingkungan kerja, pemakaian peralatan kerja, kondisi fisik dan mental
pegawai.
 
E. Pencegahan, Perawatan dan pengobatan Penyakit akibat kerja
1. Pencegahan PAK
Pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman akibat kerja
terhadap pekerjaannya.
Kewaspadaan tersebut bisa berupa :
a. Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit
b. Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan
c. Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga
kerja seperti yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.
Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu
pencegahan terhadap PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:
1. Pakailah APD secara benar dan teratur
2. Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.
3. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang
berkelanjutan.
Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh
agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut
berdasarkan Buku Pengantar Penyakit Akibat Kerja, diantaranya:
a. Pencegahan Primer – Health Promotion
1) Perilaku Kesehatan
2) Faktor bahaya di tempat kerja
3) Perilaku kerja yang baik
4) Olahraga
5) Gizi seimbang
b. Pencegahan Sekunder – Specifict Protection
1) Pengendalian melalui perundang-undangan
2) Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
3) Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri
(APD)
4) Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi
c. Pencegahan Tersier
Early Diagnosis and Prompt Treatment
1) Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
2) Pemeriksaan kesehatan berkala
3) Surveilans
4) Pemeriksaan lingkungan secara berkala
5) Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
6) Pengendalian segera di tempat kerja

Kondisi fisik sehat dan kuat sangat dibutuhkan dalam bekerja, namun
dengan bekerja benar teratur bukan berarti dapat mencegah kesehatan kita
terganggu. Kepedulian dan kesadaran akan jenis pekerjaan juga kondisi pekerjaan
dapat menghalau sumber penyakit menyerang. Dengan didukung perusahaan yang
sadar kesehatan, maka kantor pun akan benar-benar menjadi lahan menuai hasil
bukanlah penyakit.
2. Perawatan dan pengobatan
Dalam melakukan penanganan terhadap penyakit akibat kerja, dapat
dilakukan duamacam terapi, yaitu:
a. Terapi medikamentosa Yaitu terapi dengan obat obatan :
1) Terhadap kausal (bila mungkin)
2) Pada umumnya penyakit kerja ini bersifat irreversibel, sehingga terapi
sering kali hanya secara simptomatis saja. Misalnya pada penyakit silikosis
(irreversibel), terapi hanya mengatasi sesak nafas, nyeri dada2.
3) Terapi okupasia
 Pindah ke bagian yang tidak terpapar
 Lakukan cara kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik
 
 
BAB III
PEMBAHASAN

A. Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat kerja di Rumah Sakit


Penyakit akibat kerja meliputi penyakit yang bersifat fisik seperti penyakit saluran
pernafasan, penyakit kulit,dll. Tapi yang tak kalah penting adalah memperhatikan
kesehatan psikis pekerja. Mengingat tinggi nya tekanan di tempat kerja, berat nya
beban kerja dan masih banyak nya kasus perundungan (bullying).
selain penyakit akibat keja, Kecelakan akibat kerja juga perlu mendapat perhatian
khusus. Mengingat seluruh peristiwa dan kejadian yg terjadi dan masih ada hubungan
nya dengan tugas kedinasan seharus nya menjadi tanggung jawab dari perusahaan atau
tempat kerja.
Pekerja di Rumah Sakit mempunyai risiko lebih tinggi dibanding pekerja industri
lain untuk terjadinya
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan KAK, sehingga perlu dibuat standar
perlindungan bagi pekerja yang ada di RS. Penyakit Akibat Kerja (PAK) di rumah
sakit dapat menyerang semua tenaga kerja, baik medis (perawat, dan dokter), maupun
non medis (petugas kebersihan (cleaning service)) mempunyai resiko untuk terpajan
bahan biologi berbahaya (biohazard), dan kontak dengan alat medis sekali pakai
(disposable aquipment) seperti jarum suntik bekas maupun selang infus bekas, serta
membersihkan seluruh ruangan di rumah sakit dapat meningkatkan resiko untuk
terkena penyakit infeksi dan dermatitis bagi petugas kebersihan (cleaning service) dan
petugas laundry rumah sakit
Berberapkasus penyakit akibat kerja yang dialami oleh petugas kesehatan di
rumah sakit seperti
1. low back pain,
2. Musculoskeletal Disorders (MSDs)
3. Sindrom Carpal Tunner
4. frouzen shoulder,
5. thypoid fever,
6. myopia,
7. Penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, HIV Adis
8. dan lain-lain
Rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan dengan berbagai resiko pekerjaan yang
kompleks untuk itu perlu dipelajari faktor resiko penyamkit akibat kerja dirumah sakit
sehingga pencegahan dan penanggulangan apabila terpapar dapat dilakukan dengan
efektif dan efisien. adapun faktor resiko penyakit akibat kerja di rumah sakit yaitu
sebagai berikut :
a. Fisik, contohnya kebisingan, suhu, getaran, lantai licin.
b. Kimia, contohnya formaldehid, alkohol, ethiline okside, bahan pembersih lantai,
desinfectan, clorine.
c. Biologi, contohnya bakteri, virus, mikroorganisme, tikus, kecoa, kucing dan
sebagainya.
d. Ergonomi, contohnya posisi statis, manual handling, mengangkat beban.
e. Psikososial, contohnya beban kerja, hubungan atasan dan bawahan, hubungan
antar pekerja yang tidak harmonis.
f. Mekanikal, contohnya terjepit mesin, tergulung, terpotong, tersayat, tertusuk.
g. Elektrikal, contohnya tersengat listrik, listrik statis, hubungan arus pendek
kebakaran akibat listrik.
h. Limbah, contohnya limbah padat medis dan non medis, limbah gas dan limbah
cair.

Berikut table bahaya potensial, lokasi danb pekerja paling berisiko di Rumah Sakit

Bahaya Pekerja yang


No Lokasi
Potensial paling berisiko

1 FISIK :

Bising IPS-RS, laundri, Karyawan yang

dapur, CSSD, bekerja di lokasi

gedung genset- tsb

boiler, IPAL
Getaran ruang mesin- perawat, cleaning

mesin dan service dan lain-

perlatan yang lain

menghasilkan

getaran (ruang

gigi dan lain-lain)

Bahaya Pekerja yang


No Lokasi
Potensial paling berisiko

Debu genset, bengkel Petugas sanitasi,

kerja, teknisi gigi,

laboratorium gigi, petugas IPS dan

gudang rekam rekam medis

medis, incinerator

Panas CSSD, dapur, pekerja dapur,

laundri, pekerja

incinerator, boiler laundry,petugas

sanitasi dan IP-RS

Radiasi X-Ray, OK yang Ahli radiologi,

menggunakan c- radioterapist dan

arm, unit gigi radiografer.

Radiolog,

onkologidt,

kardiologist,
spesialis

kedokteran

nuklir, urolog,

dokter gigi,

fisikawan medik,

apoteker,

radiografer,

radioterapis,

teknisi

elektromedik,

perawat, perawat

gigi, dan yang

ditugaskan di

bagian radiasi

2 KIMIA :

Desinfektan Semua area Petugas

kebersihan,

perawat

Bahaya Pekerja yang


No Lokasi
Potensial paling berisiko

Cytotoxics Farmasi, tempat Pekerja farmasi,

pembuangan perawat, petugas

limbah, bangsal pengumpul

sampah
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter, perawat

Formaldehyde Laboratorium, Petugas kamar

kamar mayat, mayat, petugas

gudang farmasi laboratorium dan

farmasi

Methyl: Ruang dokter gigi,

Methacrylate, Hg pemeriksaan gigi perawat gigi,

(amalgam) teknisi gigi

Solvents Laboratorium, Teknisi, petugas

bengkel kerja, laboratorium,

semua area di RS petugas

pembersih

Gas-gas Ruang operasi Dokter gigi,

Anaestesi gigi, OK, ruang perawat, dokter

pemulihan (RR) bedah,

dokter/perawat

anaestesi

3 BIOLOGI :

AIDS, Hepatitis IGD, kamar Dokter , dokter

B dan Non A- Operasi, ruang gigi, perawat,

Non B (virus) pemeriksaan gigi, petugas

laboratorium, laboratorium,

laundry petugas sanitasi

dan laundry
Cytomegalovirus Ruang kebidanan, Perawat, dokter

ruang anak yang bekerja di

bagian Ibu dan

anak

Bahaya Pekerja yang


No Lokasi
Potensial paling berisiko

Rubella Ruang ibu dan Dokter dan

Bangsal, Perawat, petugas

Tuberculosis laboratorium, laboratorium,

ruang isolasi fisioterapis

4 ERGONOMI

Pekerjaan yang Area pasien dan Petugas yang

dilakukan secara tempat menangani pasien

manual penyimpanan dan barang

barang (gudang)

Postur yang Semua area Semua karyawan

salah dalam

Melakukan

pekerjaan

Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi,

berulang petugas

pembersih,
fisioterapis, sopir,

operator

komputer, yang

berhubungan

dengan pekerjaan

juru tulis

5 PSIKOSOSIAL

Sering kontak Semua area Semua karyawan

dengan pasien,

kerja bergilir,

kerja berlebih,

ancaman secara

fisik

Bahaya Pekerja yang


No Lokasi
Potensial paling berisiko

6 Mekanikal

terjepit mesin, Semua area yang Semua karyawan

tergulung, terdapat peralatan

terpotong, mekanikal

tersayat,
tertusuk.

7 Elektrikal

Tersetrum, Semua area yang Semua karyawan

terbakar, terdapat arus

ledakan. atau instalasi

listrik

8 Limbah

Tertumpah, Semua area yang Semua karyawan

tertelan, menggunakan

terciprat, menghasilkan

terhirup, limbah padat,

Tertusuk limbah cair dan

limbah gas,

limbah

B. Pengendalian Resiko PAK dan KAK di Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66


tahun 2016 Tentang Keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit
merupakan pedoman dalam proses penyeleanggaraan K3RS di rumah
sakit terutaman dalam Pengendalikan PAK dan KAK, rumah sakit. Rumah sakit
harus memiliki memiliki tim atau komite K3RS yang bertujuan untuk
menyelenggarakan program keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit secara
optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan
Prinsip pengendalian risiko meliputi 5 hierarki, yaitu:
1. Menghilangkan bahaya (eliminasi)
2. Menggantikan sumber risiko dengan
sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada
(substitusi)
3. Rekayasa engineering/pengendalian secara
teknik
4. Pengendalian secara administrasi
5. Alat Pelindung Diri (APD).
 Pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD), sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.
 Cara kerja aman, dengan selalu
berpedoman pada Standar Operasional Prosedur (SOP), serta
dilindungi oleh peraturan-peraturan yang ada.
BAB IV
PENUTUP
 
4.1         Kesimpulan
Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko. Ibarat pepatah
bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan sakit akibat kerja sudah menjadi
risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik itu petani, nelayan, buruh pabrik,
pekerja tambang, maupun pegawai kantoran sekalipun.
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja
memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial .Selain
itu, kesehatan kerja menunjuk pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum
dengan tujuan memelihara kesejahteraan individu secara menyeluruh
Penyakit kerja adalah kondisi abnormal atau penyakit yang disebabkan oleh
kerentanan terhadap faktor lingkungan yang terkait dengan pekerjaan. Hal ini meliputi
penyakit akut dan kronis yang disebakan oleh pernafasan, penyerapan, pencernaan, atau
kontak langsung dengan bahan kimia beracun atau pengantar yang berbahaya
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang
dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja
agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan
mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin
pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja). Program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun
pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja
akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Oleh karena itu perlu adanya penerapan
sebuah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja
berbasis paradigma sehat.
 
4.2         Saran
4.2.1   Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk memahami tentang penyakit akibat kerja dan penatalaksanaan pada
pasien akibat kecelakaa kerja agar nantinya dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat.

4.2.2        Bagi Institusi


Diharapkan untuk memberikan penanganan dan pengetahuan tentang penyakit akibat
kecelakaan kerja. Serta terus meningkatkan kualitas pelayanan bagi pasien.
3.2.3        Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengetahui tentang penyakit akibat kecelakaan kerja agar
lebih waspada.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Wibowo, Adik dkk. 2015. Kesehatan Masyarakat di Indonesia-Konsep, Aplikasi dan
Tantangan. Jakarta : Rajawali Pers
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC
Ikhtiar, Muhammad. 2017. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Makassar : SIGn
Brattig et al. 2014. Occupational accident and disease claims, work-related stress and job
statisfaction of physiotherapists. Diakses dari http://www.occup-med.com/content/9/1/36
pada 14 September 2020
Redjeki, Sri. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : PUSDIK SDM Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai