Anda di halaman 1dari 8

KEMUKJIZATAN AL-QUR'AN

pada tanggal Maret 06, 2017

OLEH SITI FITRI MARDIAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu objek penting lainnya dalam kajian Ulumul Qur’an adalah perbincangan mengenai
mukjizat.Persoalan mukjizat terutama mukjizat al-Quran sempat menyeret para teolog klasik dalam
perdebatan yang berkepanjangan, terutama antara teolog dan kalangan mu’tazilah dan para teolog dari
kalangan ahlu sunah wal jama’ah mengenai konsep shirfah.

Dengan perantara mukjizat, Allah mengingatkan manusia bahwa para rasul itu merupakan utusan
yang mendapat dukungan dan bantuan dari langit. Mukjizat yang telah diberikan kepada para nabi
mempunyai fungsi yang sama yaitu memainkan peranannya dan memngatasi kepandaian kaumnya.
Disamping membuktikan bahwa kekuasaan Allah itu berada di atas segala-galanya.Semua umat yang
tinggi pengetahuannya dalam ilmu kedokteran, misalnya tidak wajar dituntut dengan mukjizat dengan
ilmu tata bahasa, begitu pula sebaliknya. Tuntunan dan pengarahan yang ditujukan pada suatu umat
harus berkaitan dengan pengetahuan mereka karena Allah tidak akan mengarahkan suatu umat pada
hal-hal yang tidak mereka ketahui. Tujuannya adalah agar tuntunan dan pengarahan Allah
bermakna.Disitulah letak mukjizat yang telah diberikan kepada para nabi.

B. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian mukjizat?

b. Apa saja macam-macam mukjizat?

c. Bagaimana segi-segi kemukjizatan al-Qur’an?

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui pengertian mukjizat

b. Untuk mengetahui macam-macam mukjizat

c. Untuk mengetahui segi-segi kemukjizatan al-Qur’an


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian I’jaz Al-Qur’an (Mukjizat Al-Qur’an)

Kata I’jaz berasal dari akar kata a’jaza yang berarti lemah atau antonym mampu.I’jaz adalah
melemahkan atau menjadikan tidak mampu.[1] Sedangkan menurut istilah I’jaz didefinisikan oleh
Mannan Khalil Al-Qaththan dan Al-Shabuny sebagai menampakan kebenaran Nabi SAW dalam
pengakuan orang lain, sebagai rasul utusan Allah SWT dengan menampakan kelemahan orang-orang
arab untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu al-Qur’an dan kelemahan-
kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Sementara Ali Al-Shabuny mengartikan I’jaz sebagai
“menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok atau bersama-sama untuk menandingi hal yang
serupa dengannya.[2]

Dari akar kata yang sama lahir kata mukjizat yang diartikan oleh banyak pakar sebagai sesuatu yang luar
biasa yang dihadirkan oleh seorang nabi untuk menantang siapa yang tidak mempercayainya sebagai
nabi, dan tantangannya itu tidak dapat dihadapi oleh yang ditantang

Sedangkan secara istilah makna mukjizat dapat didefinisikan oleh beberapa ulama yaitu:

1. Manna al-Qaththan sebagaimana dikutip Rosihon Anwar menjelaskan bahwa mukjizat adalah suatu
kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan dan tidak akan dapat ditandingi,
tantangan ini tidak dapat ditandingi oleh siapapun karena Allah berkehendak untuk memenangkan
semua “pertempuran”, sementara orang-orang ragu dan para pengingkar tersebut tidak mampu
melawan Tuhan.

2. Ali Al-Syabuny mendefinisikan mukjizat sebagai “bukti yang datangnya dari Allah SWT yang
diberiksn kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasulan dan kenabiannya.” Definisi
ini menegaskan bahwa fungsi mukjizat adalah memperkuat posisi nabi dan rasul sehingga tidak
seorangpun mampu menghancurkan posisi tersebut.

3. M. Hasbi ash-Shiddiqie menafsirkan mukjizat sebagai suatu urusan yang menyalahi kebiasaan yang
disertakan dengan tahaddidan terlepas dari tantangan itu.[3]

Para pakar al-qur’an menyatakan adanya I’jaz al-qur’an yang diartikan sebagai “ilmu yang membahas
tentang keistimewaan al-qur’an yang menjadikan manusia tidak mampu menandinginya.” panjang
uraian para pakar menyangkut sebab dan aspek apa saja dari al-Qur’an sehingga tidak dapat tertandingi.
Salah satu diantaranya adalah aspek kebahasaan yang juga mengandung sekian banyak cabang bahasan.
Para pakar juga sepakat menegaskan bahwa tujuan I’jaz bukan untuk melemahkan, tetapi untuk
menampakkan atau membuktikan ketidakmampuan siapapun menyusun kalimat-kalimat semacam satu
surah dari al-Qur’an.Itu guna meyakinkan bahwa al-Qur’an adalah firman-firman Allah.[4]

Ada beberapa unsur agar sesuatu itu dinamai mu’jizat, yaitu:

1. Hal atau peristiwa yang luar biasa. Peristiwa-peristiwa alam atau kejadian sehari-hari walaupun
menakjubkan tidak bisa dinamakan mu’jizat. Ukuran “luar biasa” tersebut adalah tidak bertentangan
dengan hukum alam, namun akal sehat pada waktu terjadinya persitwa tersebut belum bisa
memahaminya. Dengan demikian hipnotisme atau sihir, misalnya walaupun sekilas terlihat ajaib atau
luar biasa, namun karena ia dapat dipelajari, maka ia tidak termasuk dalam pengertian yang luar biasa
dalam definisi diatas.

2. Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku nabi. Artinya sesuatu yang luar biasa
tersebut muncul dari atau berkenaan dengan seorang nabi. Peristiwa besar yang muncul dari seorang
calon nabi tidak bisa dikatakan mu’jizat, apalagi dari manusia biasa.

3. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian. Mu’jizat terkait erat dengan
tantangan dan jawaban terhadap orang-orang yang meragukan kenabian. Jadi peristiwa yang terkait
dengan nabi, tapi tidak berkenaan dengan kenabian tidak bisa dikatakan sebagai mu’jizat.

4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani. Mu’jizat merupakan tantangan terhadap
orang-orang yang meragukan atau mengingkari kenabiaan dan mereka tidak mampu melayani
tantangan tersebut. Oleh karena itu, kalau tantangan tersebut mampu dilawan atau dikalahkan, maka
tantangan tersebut bukanlah bentuk mu’jizat.

Sementara Yusuf Ahmad mengatakan bahwa unsure mu’jizat antara lain:

1. Kejadian harus berupa sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh manusia lain.

2. Kejadian tersebut harus berbeda dari hukum dan ketentuan umum yang berlaku pada saat itu.

3. Disampaikan oleh orang yang bijak dan prilakunya sesuai dengan apa yang dikatakannya.

B. Macam-macam Mukjizat

Secara garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat
material lagi tidak kekal, dan mukjizat immaterial, logis, lagi dapat dibuktikan sepanjang masa.Mukjizat
nabi-nabi terdahulu kesemunya merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan
bersifat indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dapat dijangkau langsung lewat
indra oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnya. Sebagi contoh kemukjizatan
nabi Musa as berupa tongkat yang berubah menjadi ular besar untuk melemahkan kekuatan para
tukang sihir fir’aun.
Penyembuhan oleh Nabi Isa as atas izin Allah, perahu Nabi Nuh yang dibuat diatas petunjuk Allah
swt sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat dan lain-lain
semuanya bersifat material indrawi. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhamad SAW yang sifatnya
bukan indrawi atau imaterial, namun dapat dipahami oleh akal. Karena sifatnya yang demikian maka ia
tidak dibatasi oleh sesuatu tempat atau masa tertentu. Mukjiat al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap
orang yang menggunakan akalnya dimana dan kapan pun.Hal ini, menurut Syahrur, karena Muhamad
(sebagai penerima mukjizat ini) nabi terakhir, sehingga mukjizatnya harus memiliki sifat abadi dan
berlaku sampai dunia ini hancur.Secara lebih gambling, Syahrur membedakan mukjizat nabi Muhamad
dengan nabi-nabi sebelumnya.

Pertama aspek rasionalitas kenabian Muhammad yang berupa al-Qur’an dan al-sab’ul al-matsani
mendahului pengetahuan inderawi, yaitu dalam bentuk mutasyabih.Setiap zaman berubah, konsepsi-
konsepsi al-Qur’an masuk ke dalam wilayah pengetahuan inderawi, yang disebut sebagai takwil
langsung, yaitu kesesuaian antara teks pengetahuan terhadap hal inderawi.

Kedua, al-Qur’an memuat hakekat wujud mutlak yang dapat dipahami secara relative, sesuai
dengan latar belakang pengetahuan, pada masa yang di dalamnya usaha pemahaman al-Qur’an
dilakukan.

Ketiga, kemukjizatan al-Qur’an bukan hanya bentuk redaksinya saja, tapi juga kandungannya.

C. Segi-Segi Kemukjizatan Al-Qur’an

Secara umum ada tiga segi I’jaz dalam al-Qur’an, yaitu:

Pertama, terkandungnya pengabaran tentang hal-hal gaib yang tidak mampu dilakukan oleh manusia
dan tidak bisa ditandinginya. Misalnya janji Allah kepada nabi saw. bahwa Dia akan mengunggulkan
agamanya atas agama-agama lain sebagaimana Firman Allah sebagai berikut.

َ‫َرهَ ْال ُم ْش ِر ُكون‬ ْ ‫ق لِي‬


ِ ‫ُظ ِه َرهُ َعلَى الدِّي ِن ُكلِّ ِه َولَوْ ك‬ ِّ ‫هُ َو الَّ ِذي أَرْ َس َل َرسُولَهُ بِ ْالهُد َٰى َو ِدي ِن ْال َح‬

“Dialah yang telah mengurus rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk Al-Qur’an dan agama yang benar
untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. At-
Taubah. 9:33).

Kedua, pemberitahuan tentang nabi saw sebagai seorang yang ummi, tidak dapat membaca dan
menulis. Begitu pula pemberitahuan mengenai kondisi beliau yang sama sekali tidak tahu kitab-kitab
suci terdahulu baik tentang kisah, berita maupun riwayat mereka. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba
menyampaikan kepada beliau ringkasan peristiwa yang pernah terjadi, yakni persoalan besar dan
sejarah yang sangat penting.Dimulai sejak Allah menciptakan Adam as.Hingga mengutusnya menjadi
rasul.Sehubungan dengan itu disebutkanlah dalam al-Qur’an yang menjadi bukti mukjizatnya kisah
tentang Adam as.Yang mencakup permulaan penciptaannya, persoalan yang dihadapinya, hingga
perbuatannya yang mengakibatkannya diusir dari surga, kemudian diterangkan secara ringkas persoalan
anak-anaknya, kondisi dan pertaubatannya.
Segi ketiga I’jaz adalah struktur yang indah menakjubkan dan luarbiasa dalam aspek balaghah.Sangat
indah sehingga manusia tidak mampu menandinginya.[5]

Muhammad Ali Al-Shabuny dalam bukunya al-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an menyebutkan segi-segi
kemukjizatan al-Qur’an yaitu :

1. Keindahan sastranya yang sama sekali berbeda dengan keindahan sastra yang dimiliki oleh orang-
orang Arab.

2. Gayabahasanya yang unik yang sama sekali berbeda dengan semua gaya bahasa yang dimiliki oleh
orang bangsa Arab.

3. Kefasihan bahasanya yang tidak mungkin dapat ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk
termasuk jenis manusia.

4. Kesempurnaan syariat yang dibawanya yang mengungguli semua syariat dan aturan-aturan lainnya.

5. Menampilkan berita-berita yang bersifat eskatologis yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh otak
manusia kecuali melalui pemberitaan wahyu al-Qur’an itu sendiri.

6. Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep yang dibawakannya dengan kenyataan


kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan ilmu pengetahuan.

7. Terpenuhinya setiap janji dan ancaman yang diberitakan Al-Qur’an.

8. Ilmu pengetahuan yang dibawanya mencakup ilmu pengetahuan syariat dan ilmu pengetahuan
alam (tentang jagad raya)

9. Dapat memenuhi kebutuhan manusia.

10. Dapat memberikan pengaruh yang mendalam dan besar pada hati para pengikut dan musuh-
musuhnya.

11. Susunan kalimat dan gaya bahasanya terpelihara dari paradoksi dan kerancuan.

D. Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur’an

Bentuk lain dari I’jaz yang banyak dibicarakan bahkan menjadi diskursus pada saat ini adalah
mukjizat ilmiah dalam al-Qur’an. Banyak buku yang membahas tentangnya, selain juga menjadi topic
hangat dalam berbagai diskusi dan muktamat.

Seseorang yang mempelajari secara khusus ilmu-ilmu al-Qur’an tidak akan ragu untuk
menyatakan bahwa didalam al-qur’an terkandung isyarat-isyarat ilmiah, bahkan fakta-fakta ilmiah yang
bersifat I’jaz. Karena, hal itu melampaui batas-batas masa, umat, bahkan Muhammad sendiri sebagai
orang yang menerima al-Qur’an.[6] Muhammad saw dimata siapapun, baik yang pro maupun yang
kontra, adalah seorang yang ummi, (tidak bisa membaca dan menulis) dan umat yang ummi pula. Inilah
yang direkam dengan jelas dalam al-Qur’an.
Diantara fakta yang direkam dalam al-Qur’an yang mendahului ilmu pengetahuan modern adalah
air.Zat ini merupakan asal kehidupan dan semua makhluk hidup diciptakan darinya.Allah swt. Berfirman,

ْ ‫َو َج َع ْلنَا ِمنَ ْال َما ِء ُك َّل ٍّش‬


.. ‫َي ٍء َحي‬

“....dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” (Al-Anbiya:30).

Fakta ilmiah lainnya adalah fenomena berpasang-pasangan. Hal ini tidak hanya terbatas pada
gender laki-laki dan perempuan, pada manusia dan hewan serta sebagian tumbuhan. Seperti pohon
kurma sebagaimana yang telah dikenal oleh manusia pada masa al-Qur’an diturunkan.Bahkan,
merupakan fenomena alam dan undang-undang universal yang mencakup manusia, hewan, tumbuhan,
dan benda mati.

Sebagian mufassirin klasik menampilkan redaksi kulil syai’i dengan maksud kebanyakan atau
mayoritas, bukan makna zahirnya, padahal yang benar, redaksi itu tetap menurut zahirnya, tidak perlu
ditakwilkan kecuali jika ada yang menghalangi.Sains modern menegaskan totalitas al-Qur’an ini.Maka,
benarlah zahir al-Qur’an.

Diantara fakta ilmiah lainnya adalah penyebutan al-qur’an tentang fase-fase pertumbuhan janin,
sejak dari air mani lalu menjadi segumpal darah kemudian menjadi segumpal daging, sampai daging itu
dijadikan tulang, dan tulang itu dibungkus daging, kemudian, Allah menciptakan sebuah makhluk baru.
Ini merupakan deskripsi detail yamg hanya dikenal oleh sains dan kedokteran modern, ini ditemukan
oleh dokter-dokter dan ilmuwan-ilmuwan yang mengambil spesialis kandungan.

Termasuk fakta ilmiah adalah firman Allah yang menjelaskan bahwa hewan dan burung-burung
memiliki karakter berkelompok.

Diantara isyarat ilmiah dalam al-qur’an, adalah sarana transportasi, setelah menyebut hewan melata
yang biasa digunakan orang pada zaman itu,

ُ ُ‫َو ْال َخ ْي َل َو ْالبِغَا َل َو ْال َح ِمي َر لِتَرْ َكبُوهَا َو ِزينَة َويَ ْخل‬
َ‫ق اَل َما تَ ْعلَ ُمون‬

“dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya, dan
(menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengatahuinya.” (an-Nahl:8)

Seakan-akan al-Qur’an mengisyaratkan apa yang kita kenal pada masa kini, seperti kereta api,
mobil, kapal laut, kapal terbang, pesawat luar angkasa, dan lain-lain yang kita ketahui, bahkan yang tidak
kita ketahui. Ini semacam informasi yang gaib.Isyarat lainnya lagi adalah isyarat yang menerangkan
galaksi yang terlihat kecil oleh manusia seperti titik cahaya. Padahal bisa jadi, ia lebih besar miliaran kali
dari besar bumi. Qs. Al-Waqi’ah ayat 75-76

ِ ‫أُ ْق ِس ُم فَاَل بِ َم َواقِ ِع النُّج‬


)76(‫) َوإِنَّهُ لَقَ َس ٌم لَوْ تَ ْعلَ ُمونَ َع ِظي ٌم‬75(‫ُوم‬

“maka aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah
sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.”
Al-Qur’an juga mengisyaratkan hal yang menguatkan teori yang mengasumsikan adanya makhluk hidup
di alam raya selain bumi. Allah berfirman, dalam surah As-Syuura ayat 29

‫م إِ َذا يَشَا ُء قَ ِدي ٌر‬Uْ ‫ث فِي ِه َما ِم ْن دَابَّ ٍة ۚ َوهُ َو َعلَ ٰى َج ْم ِع ِه‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
َّ َ‫ض َو َما ب‬ ُ ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه خَ ْل‬
َ ‫ق ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬

“dan diantara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-
makhluk melata yang ia sebarkan pada keduanya.Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya
apabila dikehendakinya.”

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Para pakar al-qur’an menyatakan adanya I’jaz al-qur’an yang diartikan sebagai “ilmu yang membahas
tentang keistimewaan al-qur’an yang menjadikan manusia tidak mampu menandinginya.” panjang
uraian para pakar menyangkut sebab dan aspek apa saja dari al-Qur’an sehingga tidak dapat tertandingi.

Yusuf Ahmad mengatakan bahwa unsure mu’jizat antara lain:

1. Kejadian harus berupa sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh manusia lain.

2. Kejadian tersebut harus berbeda dari hukum dan ketentuan umum yang berlaku pada saat itu.

3. Disampaikan oleh orang yang bijak dan prilakunya sesuai dengan apa yang dikatakannya.

Secara garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material
lagi tidak kekal, dan mukjizat immaterial, logis, lagi dapat dibuktikan sepanjang masa

DAFTAR PUSTAKA

Musaddad Endad, 2016, Ulumul Qur’an, (Serang : LP2M)

Boullata J. Issa, 2008, Al-Qur’an Yang Menakjubkan, (Tangerang: Lentera Hati)


Qardhawi Yusuf,1998, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani
Press)

http://adeeeeeeee.blogspot.com

[1]Issa J. Boullata, Al-Qur’an Yang Menakjubkan, (Tangerang: Lentera Hati, 2008), hlm. 3.

[2]Endad Musaddad, Ulumul Qur’an, (Serang : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(LP2M), 2016). Hlm. 123

[3]Ibid, hlm 124

[4]Op.cit, hlm 3

[5]Op.cit, hlm.117

[6]Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal Dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1998), hlm. 319

Anda mungkin juga menyukai