PEMBUATAN ETANOL
KELOMPOK 1 :
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Kelompok 1
Telah diperiksa, diperbaiki, dan disetujui sesuai hasil praktikum atas saran dan
petunjuk dari asisten dan dosen pembimbing
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Dasar Teknik Kimia
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya dan atas
karunia Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Mikrobiologi Industri
yang berjudul Pembuatan Etanol.
Laporan praktikum ini dibuat untuk memenuhi tugas praktikum Mikrobiologi
Industri. Disamping itu, kami juga berharap laporan ini mampu memberikan
konribusi dalam menunjang pengetahuan para mahasiswa khususnya dan pihak lain
pada umumnya.
Dalam penyusunan laporan praktikum ini, kami tidak dapat menyelesaikan-
nya dengan baik tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang
berupa petunjuk, bimbingan, pengarahan maupun fasilitas yang diperoleh. Untuk
itu pada kesempatan kali ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hati
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Dian Yanuarita P., S.T., M.T. selaku dosen pengampu.
2. Asisten laboratorium mikrobiologi industri 2021.
3. Teman-teman yang membantu kami baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam menyelesaikan laporan praktikum ini.
Untuk lebih menyempurnakan laporan praktikum ini, kami memerlukan
kritik dan saran dari pembaca, sehingga dapat digunakan untuk membantu
memperbaiki laporan praktikum ini. Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam
penyusunan laporan praktikum ini terdapat kesalahan dan harapan kami semoga
laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penyusun
ABSTRAK
Saat ini krisis energi telah terjadi di seluruh negara, termasuk Indonesia dan telah berada
di tingkat yang sangat parah. Namun untungnya masyarakat kini sudah banyak menggunakan etanol
sebagai salah satu sumber energi alternatif. Etanol atau etil adalah senyawa organik yang memiliki
rumus kimia C2H5OH dan berguna sebagai bahan bakar. Langkah-langkah utama menghasilkan
etanol melalui cara biologis termasuk fermentasi, distilasi, dan dehidrasi. Penggunaan etanol sebagai
salah satu sumber energi alternatif akan meningkatkan permintaan bahan baku. Beberapa dekade
terakhir salah satu objek penelitian yang menarik untuk dijadikan bahan baku pembuatan etanol
adalah sumber bahan baku yang ketersediaannya melimpah, memiliki harga murah, dan
mengandung struktur gula yang sederhana contohnya buah-buahan. Pada praktikum ini buah yang
akan digunakan berbeda setiap variabel. Adapun variabel A yaitu buah semangka, variabel B buah
melon, variabel C buah apel, variabel D buah nanas, variabel E buah jambu, dan bariabel F buah
jeruk. Etanol yang dihasilkan diperoleh dengan proses fermentasi dari sari buah dengan ragi roti.
Kemudian difermentasi sesuai dengan variasi waktu selama 7 hari. Hasil etanol yang diperoleh
beraroma seperti tape dan menyisakan aroma buah serta berwarna keruh. Dengan hasil kadar alkohol
variabel A sebesar 4,26035%, variabel B sebesar 5,4294%, variabel C sebesar 6,634%, variabel D
sebesar 41,711%, dan variabel E sebesar 30,319%
Kata Kunci: Fermentasi, Distilisasi, Dehidrasi, Etanol.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iii
ABSTRAK ..........................................................................................................iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................v
DAFTAR TABEL...............................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etanol ...................................................................................................3
2.2 Pupuk ZA.............................................................................................3
2.3 Pupuk NPK ..........................................................................................4
2.4 Asam Sulfat .........................................................................................4
2.5 Air kapur ..............................................................................................5
2.6 Ragi Roti ..............................................................................................5
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1 Skema Percobaan .................................................................................7
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................8
3.3 Gambar Alat ........................................................................................8
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan...........................................................................10
4.2 Data Hasil Perhitungan ........................................................................11
4.3 Diskusi dan Pembahasan .....................................................................13
4.3.1 Pembahasan oleh Aditya Fikri Awaludin ..................................13
4.3.2 Pembahasan oleh Edo Augusta Garino ......................................15
4.3.3 Pembahasan oleh Lutfhi Ramdhani A. T. ..................................17
4.3.4 Pembahasan oleh Santi Wahyu Putrisya ....................................19
4.3.5 Pembahasan oleh Sindian Theresia Sitindaon............................22
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Etanol oleh Aditya Fikri Awaludin ................. 10
Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Etanol oleh Edo Augusta Garino .................... 10
Tabel 4.3 Data Hasil Percobaan Etanol oleh Lutfhi Ramdhani A. T. ................ 10
Tabel 4.4 Data Hasil Percobaan Etanol oleh Santi Wahyu Putrisya .................. 11
Tabel 4.5 Data Hasil Percobaan Etanol oleh Sindian Theresia Sitindaon .......... 11
Tabel 4.6 Data Hasil Perhitungan Etanol oleh Aditya Fikri Awaludin .............. 11
Tabel 4.7 Data Hasil Perhitungan Etanol oleh Edo Augusta Garino.................. 12
Tabel 4.8 Data Hasil Perhitungan Etanol oleh Lutfhi Ramdhani A. T............... 12
Tabel 4.9 Data Hasil Perhitungan Etanol oleh Santi Wahyu Putrisya................ 12
Tabel 4.10 Data Hasil Perhitungan Etanol oleh Sindian Theresia Sitindaon ....... 13
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis energi telah terjadi di seluruh negara, termasuk Indonesia dan telah
berada di tingkat yang sangat parah serta memprihatinkan. Menurut data PDSI, saat
ini sumber energi dunia masih didominasi oleh sumber daya alam yang tidak
terbarukan. Sumber daya alam yang tidak terbarukan tersebut contohnya seperti
minyak bumi, batubara, dan gas alam. Namun untungnya masyarakat kini sudah
banyak menggunakan etanol sebagai salah satu sumber energi alternatif. Etanol atau
etil alkohol merupakan bahan kimia yang terdapat di dalam minuman beralkohol
atau arak. Pada dunia industri makanan dan minuman, bahan ini banyak digunakan
sebagai pealarut. Etanol tidak berwarna dan tidak memiliki rasa namun memiliki
bau yang khas dan mudah terbakar. Selain digunakan dalam makanan, etanol juga
dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, dan juga sebagai
pengganti minyak bumi (biopremium).
Penggunaan etanol sebagai salah satu sumber energi alternatif artinya akan
meningkatkan permintaan bahan baku. Selain itu, untuk menggantikan seluruh
kebutuhan bahan bakar minyak dunia saat ini dengan etanol maka memerlukan
tanah yang luas, lahan pertanian, hutan, dan lain-lain yang tak terbatas. Apalagi jika
dilihat saat ini masih banyak negara-negara yang mengalami krisis pangan dan
krisis energi sehingga mencari sumber bahan baku lain untuk pembuatan etanol
sangatlah penting. Beberapa dekade terakhir salah satu objek penelitian yang
menarik untuk mengetahui potensi kandungan bahan-bahan dalam pembuatan
etanol adalah sumber bahan baku yang ketersediaannya melimpah, memiliki harga
yang murah, dan mengandung struktur gula yang sederhana. Indonesia merupakan
negara kepulauan dan memiliki luas daratan mencapai 1.919.440 km serta memiliki
berbagai sumber daya hayati yang beragam. Salah satu komoditi pertanian
Indonesia yang sangat berpotensi untuk dikembangkan adalah buah-buahan.
Indonesia memiliki banyak sekali buah yang eksotis dan telah diekspor di berbagai
negara. Namun tidak semua buah hasil panen dapat diekspor karena tidak
memenuhi kriteria kelayakan bahan ekspor.
Pembuatan etanol dapat dibuat dari hasil pertanian yaitu dari bahan yang
mengandung turunan gula, bahan yag mengandung pati, dan bahan yang
mengandung selulosa. Pembuatan etanol selama ini menggunakan bahan baku
seperti jarak, tebu, dan singkong. Namun beberapa buah sekarang ini diketahui
memiliki sari yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan etanol. Pada praktikum
ini, buah yang akan digunakan antara lain semangka, melon, apel, nanas, dan
jambu. Buah-buah inilah yang akan diambil sarinya untuk pembuatan etanol.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum pembuatan etanol sebagai berikut :
1. Mengetahui cara pembuatan etanol dengan fermentasi.
2. Menghitung kadar alkohol yang diperoleh.
3. Mengetahui cara pemanfaatan Yeast saccharomyces cerevisae dalam ragi
roti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etanol
Etanol merupakan salah satu produk penting dalam bidang kesehatan dan
energi, dapat dibuat menggunakan metode fermentasi atau biasa juga disebut
dengan peragian, yaitu proses perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang
dapat berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan
oleh mikroba-mikroba hidup tertentu, terjadi karena aktifitas mikroba penyebab
fermentasi pada substrat organik sesuai. Fermentasi dapat menyebabkan perubahan
sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan
pangan tersebut (Fardiaz, 1992), terjadi perubahan kimia dari zat organik karena
mikroorganisme penyebab fermentasi bereaksi dengan substrat organik yang sesuai
dengan pertumbuhannya (Buckle, 1985).
Etanol atau yang bisa juga disebut sebagai alkohol atau etil alkohol adalah
cairan berwarna bening yang menjadi bahan inti dari minuman seperti bir atau wine.
Selain itu, etanol juga digunakan dalam produk sehari-hari, seperti kosmetik, cat,
hingga larutan disinfektan. Etanol adalah bahan alami yang bisa didapatkan dari
fermentasi tumbuhan. Komponen ini juga dapat diproduksi lewat hidrasi etilen.
Etanol berbeda dari metanol. Jenis alkohol lain yang lebih berbahaya untuk
kesehatan. Jenis alkohol ini memiliki banyak manfaat untuk kehidupan sehari-hari.
Namun jika tidak digunakan sesuai petunjuk, ada risiko dan efek samping dari
etanol yang bisa merugikan kesehatan (Nina, 2021).
2.2 Pupuk ZA
Pupuk ZA adalah pupuk kimia buatan yang mengandung amonium sulfat yang
dirancang untuk memberi tambahan hara nitrogen dan belerang bagi tanaman.
Nama ZA adalah singkatan dari istilah bahasa Belanda, Zwavelzure ammoniak.
Wujud pupuk ini butiran kristal mirip garam dapur dan terasa asin di lidah. Pupuk
ini higroskopis (mudah menyerap air) walaupun tidak sekuat pupuk urea. Karena
ion sulfat sangat mudah larut dalam air sedangkan ion amonium lebih lemah, pupuk
ini berpotensi menurunkan pH tanah yang terkena aplikasinya sehingga hanya
cocok digunakan pada tanah alkalin. Dibandingkan pupuk lain, seperti amonium
nitrat dan urea, pupuk ini mengandung lebih sedikit kadar nitrogen sehingga
meningkatkan biaya pemupukan per massa nitrogen yang diberikan pada usaha
pertanian, tetapi memberi keuntungan masuknya hara utama lainnya, belerang.
Pupuk ZA mengandung belerang dan nitrogen. Kandungan nitrogennya hanya
separuh dari urea, sehingga biasanya pemberiannya dimaksudkan sebagai sumber
pemasok hara belerang pada tanah-tanah yang miskin unsur ini. Namun demikian,
pupuk ini menjadi pengganti wajib urea sebagai pemasok nitrogen bagi pertanaman
tebu karena tebu akan mengalami keracunan bila diberi pupuk urea (Lewis,
Tzilivakis, Warner, dan Green, 2016).
2.3 Pupuk NPK
Pupuk NPK adalah pupuk yang memilik kandungan tiga unsur hara makro,
yaitu Nitrogen (N) Fosfor (P) dan Kalium (K). Selain unsur hara makro, beberapa
produsen pupuk juga menambahkan unsur hara mikro seperti klorida, boron, besi,
mangan, kalsium, magnesium, sulfur, tembaga, seng, dll untuk meramu sebuah
formulasi yang disesuaikan dengan peruntukannya. Bentuk produk pupuk NPK
yang beredar di pasaran pun cukup bervariasi. Pupuk NPK padat bisa berupa tablet,
pelet, briket, granul serta bubuk, sedangkan pupuk NPK cair muncul dengan aneka
tingkat kelarutan. Setiap jenis merk pupuk NPK memiliki komposisi kandungan
yang berbeda-beda tergantung dari kebutuhan tanaman (Saraswanti, 2016).
Kelebihan pupuk NPK yaitu dengan satu kali pemberian pupuk dapat
mencakup beberapa unsur sehingga lebih efisien dalam penggunaan bila
dibandingkan dengan pupuk tunggal (Hardjowigeno, 2003). Fungsi N bagi tanaman
adalah sebagai komponen penyusun asam amino protein, enzim, vitamin B
komplek, hormon dan klorofil (Wijaya, 2008). P berfungsi dalam transfer energi,
pembentukan membran sel, metabolisme karbohidrat dan protein. K berfungsi
sebagai aktifator enzim, memacu translokasi karbohidrat dari daun keorgan
tanaman yang lain, komponen penting dalam mekanisme pengaturan osmotik
dalam sel (Agustina, 1990).
2.4 Asam Sulfat
Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini
larut dalam cairan pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak
kemanfaatan dan merupakan keliru satu produk utama industri kimia. Produksi
dunia asam sulfat pada tahun 2001 adalah 165 juta ton, dengan nilai perdagangan
seharga US$8 juta. Kemanfaatan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral,
sintesis kimia, pemrosesan cairan limbah dan pengilangan minyak.
Asam sulfat merupakan komoditas kimia yang sangat penting, dan sebenarnya
pula, produksi asam sulfat suatu negara merupakan indikator yang elok terhadap
kekuatan industri negara tersebut. Kemanfaatan utama (60% dari total produksi di
seluruh dunia) asam sulfat adalah dalam "metode basah" produksi asam fosfat, yang
dipakai untuk membuat pupuk fosfat dan juga trinatrium fosfat untuk deterjen. Pada
cara ini, batuan fosfat dipakai dan diproses bertambah dari 100 juta ton setiap
tahunnya. Bahan-bahan baku yang ditunjukkan pada persamaan di bawah ini
merupakan fluorapatit, walaupun komposisinya dapat bervariasi. Bahan baku ini
akhir diberi 93% asam suflat untuk berproduksi kalsium sulfat, hidrogen fluorida
(HF), dan asam fosfat. HF dipisahan sebagai asam fluorida (Edward, 1950).
2.5 Air Kapur
Air kapur ialah nama umum dari larutan tepung Kalsium hidroksida ialah
senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Kalsium hidroksida bisa berupa
kristal tak berwarna ataupun bubuk putih. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui
proses reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Senyawa ini juga bisa dihasilkan
dalam bentuk endapan melalui pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2)
dengan larutan natrium hidroksida (NaOH). Kalsium hidroksida Ca(OH)2 tak
begitu larut di dalam air (1.5 g dm−3 pada suhu 25 °C.) Air kapur tulen ialah jernih
dan tidak berwarna, dan dengan sedikit bau tanah yang mempunyai rasa pahit akibat
kewujudan kalsium hidroksida (Abdillah, 2021).
2.5 Ragi Roti
Ragi adalah suatu macam tumbuh-tumbuhan bersel satu yang tergolong
kedalam keluarga cendawan. Ragi berkembang biak dengan suatu proses yang
dikenal dengan istilah pertunasan, yang menyebabkan terjadinya peragian. Peragian
adalah istilah umum yang mencangkup perubahan gelembung udara dan yang
bukan gelembung udara (aerobic dan anaerobic) yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Dalam pembuatan roti, sebagian besar ragi berasal dari mikroba
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Skema Percobaan
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Etanol oleh Aditya Fikri Awaludin
No. Parameter Hasil Pengamatan
1. pH 2
Seperti aroma tape dengan sedikit
2. Aroma
aroma khas buah semangka
3. Warna Putih keruh
Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Etanol oleh Edo Augusta Garino
No. Parameter Hasil Pengamatan
1. pH 2
3. Warna Kuning
1. pH 2
Memiliki aroma seperti alkohol
2. Aroma
dan menyisakan aroma apel
3. Warna Putih keruh
Tabel 4.4 Data Hasil Percobaan Etanol oleh Santi Wahyu Putrisya
No. Parameter Hasil Pengamatan
1. pH 2
Memiliki aroma seperti alkohol
2. Aroma dan sedikit menyisakan aroma
jambu
3. Warna Merah muda keruh
Saat diraba terdapat tekstur jambu
4. Tekstur yang diblender, tidak lengket, dan
cair
Tabel 4.5 Data Hasil Percobaan Etanol oleh Sindian Theresia Sitindaon
No. Parameter Hasil Pengamatan
1. pH 2
Memiliki aroma seperti tape dan
2. Aroma
masih terdapat aroma melon
3. Warna Hijau keruh
Tabel 4.7 Data Hasil Perhitungan Etanol oleh Edo Augusta Garino
No. Uraian Hasil Perhitungan
Tabel 4.9 Data Hasil Perhitungan Etanol oleh Santi Wahyu Putrisya
No. Uraian Hasil Perhitungan
Tabel 4.10 Data Hasil Perhitungan Etanol oleh Sindian Theresia Sitindaon
No. Uraian Hasil Perhitungan
sampai 4,8. Asam sulfat berfungsi sebagai bahan yang pengatur tingkat
keasaman produk, karena saat sebelum memasukkan asam sulfat produk masih
memiliki pH yang cukup tinggi yakni bernilai 6. Setelah mencapai pH bernilai
antara 4,5 sampai 4,8, lalu campurankan larutan tersebut dengan ragi roti
sebanyak 1,5 gram. Ragi disini adalah bahan yang menghasilkan
mikroorganisme berjenis Saccharomyces cerevisiae. Ragi juga merupakan
bahan pengembang adonan dengan produksi gas karbondioksida (Mudjajanto
dan Lilik, 2009). Setelah mencapurkan bahan-bahan tersebut sumbat mulut
botol dengan penutup yang sudah terpasang selang, kemudian lapisi penutup
botol tersebut dengan plastisin, untuk ujung selang yang satunya masukkan
kedalam botol yang berisi air kapur. Hal tersebut bertujuan untuk mengikat
CO2 yang bergerak dari botol kaca ke dalam botol yang berisi air kapur. Air
kapur berguna untuk menangkap CO2 yang berasal dari mikroorganisme
tersebut. Botol kaca harus dipastikan tertutup dengan rapat, setelah itu baru
lakukan inkubasi selama 7 hari.
Setelah melakukan inkubasi selama 7 hari, dilanjutkan dengan
pengecekan dari bau, tekstur, warna, densitas, dan juga kadar alkoholnya. Saat
hendak melepas selang sebaiknya lepas dari botol kaca terlebih dahulu agar air
kapur tidak turun kedalam botol kaca. Kemudian melanjutkannya dengan
mengecek hasil dari uji coba pembuatan etanol tersebut dimulai dari memiliki
aroma seperti tape, namun masih terdapat sedikit aroma dari buah semangka
dengan tektur cair sedikit kasar, dan juga memiliki warna seperti air keruh
kekuningan. Sementara itu produk tersebut menghasilkan densitas sebesar
0,98795 gr/cm3, dengan kadar alkohol sebesar 4,26035%. Dapat diasumsikan
percobaan tersebut berhasil.
Saran sebaiknya saat memasukkan asam sulfat kedalam botol lebih baik
tidak menuangkannya langsung kedalam botol. Melainkan gunakanlah pipet
untuk mengambil asam sulfat, kemudian teteskan asam sulfat kedalam botol
maksimal 3 tetes. Hal ini dilakukan agar pH nya tidak turun kebawah nilai 4,
karena jika wadah pengembangbiakan mikroba kurang dari pH optimal yakni
4,5 sampai 4,8, dapat membuat mikroorganisme bernama Saccharomysces
cerviceae yang berasal dari ragi kerjanya, menjadi kurang optimal dalam
melakukan perubah gula menjadi etanol. Selain itu, ada juga kemungkinan
mikroorganisme tersebut menjadi lebih cepat mati. Oleh sebab itu, berhati-
hatilah saat hendak menuangkan asam sulfat kedalam botol agar, pH-nya tidak
kurang dari 4.
Selain memperhatikan saat proses memasukkan asam sulfat kedalam
botol, perhatikan juga cara penutupan botol yang tepat. Apabila penutupan
lapisan palstisinnya terlalu ketat, dapat membuat sari buah dari botol kaca
terangkat kedalam air kapur. Apabila hal tersebut terjadi, maka harus segera
mengganti air kapur tersebut dengan air kapur yang baru, tetapi jangan juga
menutupnya dengan terlalu terbuka, karena kondisi dalam botol harus dalam
keadaan kedam udara. Kemudian pastikan juga botol kaca tersebut tidak
terkena sinar matahari.
dalam botol kaca. Kemudian menambahkan 1,2 gram pupuk ZA dan 0,32 gram
pupuk NPK, selanjutnya aduk bahan tersebut hingga homogen atau merata.
Setelah homogen, tambahkan air zuur dengan tujuan membuat pH dari
campuran sari buah tersebut menjadi 4,5 – 4,8 dan pH dari sari buah nanas
adalah 5. Setelah pencampuran tersebut lakukan pencampuran larutan tersebut
dengan ragi roti sebanyak 1,5 gram.
Setelah mencampurkan bahan – bahan tersebut sumbat mulut botol
dengan penutup yang sudah terpasang selang, kemudian lapisi penutup botol
tersebut dengan plastisin, untuk ujung selangan yang satunya masukkan ke
dalam botol yang berisi air kapur. Hal tersebut bertujuan untuk mengikat CO2
yang bergerak dari botol kaca ke dalam botol yang berisi air kapur. Pastikan
botol kaca tertutup dengan rapat, hingga tidak ada celah untuk udara masuk,
jika terdapat celah udara maka botol yang berisi sari buah akan naik dan
berpindah ke dalam botol yang berisi air kapur.
Apabila terjadi perpindahan maka secepatnya air kapur diganti dengan
yang baru sehingga air kapur dapat mengikat CO2 kembali. Dalam penutupan
tutup botol dengan plastisin juga harus dilakukan dengan hati–hati sebab tidak
diperbolehkan menutup tutup botol terlalu rapat ataupun terdapat cela pada
plastisin. Setelah itu letakan botol–botol tersebut di daerah yang tidak terkena
getaran. Setelah itu terdapat proses inkubasi selama 7 hari.
Setelah proses inkubasi selama 7 hari, maka selanjutkan dilakukan
pengecekan terhadap aroma, warna, dan tekstur. Dalam percobaan ini yang
terjadi yaitu pH 2, aroma seperti tape, warna kuning, dan tekstur cair. Saat
tangan dicelupkan pada bioetanol maka teksturnya cair namun terdapat rasa
kasar pada tangan. Seharusnya, pH bioetanol adalah 4,5 – 4,8 sedangkan data
pH yang diperoleh dalam percobaan adalah 2. Hal ini diakibatkan dari
penetesan air zuur yang terlalu berlebihan sehingga pH turun hingga 2.
Kemudian botol yang berisi sari buah nanas berpindah ke dalam botol kapur
sehingga tidak terjadi pengikatan CO2 secara sempurna. Saat meneteskan air
zuur harus menggunakan pipet tetes sehingga tidak terjadi pengurangan pH
secara berlebihan. Saat melakukan penambahan 1,2 gram pupuk ZA dan 0,32
pupuk NPK ke dalam botol yang berisi sari buah, cara pencampurannya tidak
diperbolehkan menggunakan alat seperti sumpit hal ini dapat mengakibatkan
tidak sterilnya botol kaca. Hal ini juga berlaku dalam penambahan ragi roti
dalam botol yang berisi sari buah. Setelah proses sterilisasi pada botol kaca
lebih baik membuat sebuah lubang pada tutup botol kaca dan botol plastik
sehingga akan mempermudah dalam proses penyumbatan pada mulut botol.
menyiapkan botol plastik bersih untuk wadah dari air kapur. Siapkan selang
bening dengan panjang kurang lebih 1 meter, pasang bagian ujung selang pada
penutup botol kaca dan plastik. Lalu pasangkan kedua penutup dengan tujuan
untuk mengikat CO2 dari botol kaca berpindah ke botol plastik. Penutup botol
kaca harus dipastikan tertutup rapat dan dilapisi dengan plastisin sehingga tidak
ada udara yang masuk kedalam botol kaca, jika terdapat celah maka cairan dari
botol kaca akan berpindah melalui selang ke dalam botol plastik.
Apabila terjadi perpindahan cairan dari botol kaca kedalam botol plastik
maka air kapur yang berada didalam botol plastik harus segera diganti. Hal ini
dilakukan agar air kapur dapat mengikat CO2 kembali, letakan kedua botol
ditempat yang tidak terkena cahaya matahari dan tidak mudah tersenggol.
Setelah itu proses terakhir yaitu proses inkubasi selama 7 hari, usahakan dalam
proses inkubasi ini botol tidak terkena getaran. Pastikan untuk melakukan
pengecekan apakah terdapat pencampuran dari campuran botol kaca ke botol
plastik yang berisi air. Setelah proses inkubasi mencapai hari ketujuh maka
lakukan pengecekan teksur, warna, dan aroma.
Dalam percobaan ini didapatkan pH 2, alasan pH yang didapatkan 2
adalah karena terlalu berlebihan mencampurkan asam sulfat (air zuur).
Sehingga pH yang didapatkan menurun sangat drastis karena seharusnya pH
yang didapatkan adalah 4,5-4,8 untuk itu harus lebih berhati-hati dalam
melakukan pencampuran asam sulfat (air zuur). Pada hari ke-2 terjadi
penggatian air kapur karena campuran dari botol kaca berpindah kedalam botol
plastik, hal ini dapat terjadi karena pada penutup botol kaca terdapat celah dan
kurang rapat menutup dengan plastisin. Hal ini mengakibatkan terjadinya
penggantian air kapur pada hari ke-2, agar botol kapur dapat mengikat CO2
dengan sempurna. Tekstur yang didapatkan yaitu cair, warna bening, dan
memiliki aroma yang tidak begitu terasa. Hal ini disebabkan karena praktikan
kurang memperhatikan prosedur kerja seperti kurang menutup botol kaca
dengan rapat. Sehingga dalam proses pembuatan etanol penting melakukan
pengecekan ulang terhadap segala alat dan bahan, misalnya pengecekan
terhadap penutup botol agar udara tidak dapat masuk dan terjadi perpindahan
buahnya dapat menggunakan blender. Setelah itu menyaring jambu yang sudah
halus juga penting agar sari jambu terpisah dari bijinya. Pembuatan sari buah
jambu menghasilkan sari buah sebanyak 200 mL kemudian ditambahkan air
sebanyak 200 mL juga. Setelah itu dimasukkan pupuk ZA 0,96 gram dan pupuk
NPK 0,256 gram kemudian diaduk. Langkah selanjutnya adalah memasukkan
air zuur.
Memasukkan air zuur adalah langkah yang sangat penting karena air zuur
dapat mempengaruhi pH. pH yang dibutuhkan dalam pembuatan etanol ini
hanyalah sekitar 4,5 hingga 4,8 tidak boleh lebih ataupun kurang. Namun pada
pembuatan etanol menggunakan sari buah jambu ini pH yang dihasilkan
bernilai 3. Hal ini disebabkan oleh penambahan air zuur yang terlalu banyak
sehingga menyebabkan larutan sari buah tidak lagi memiliki pH yang netral.
Setelah menambahkan air zuur dan mengetahui nilai pH-nya maka dapat
menambahkan ragi sebanyak 2,5 gram. Langkah selanjutnya adalah mengisi
botol plastik dengan air kapur lalu melubangi tutup botol kaca dan tutup botol
plastik. Melubangi tutup botol kaca dan tutup botol plastik tidak boleh terlalu
besar atau terlalu lebar agar tidak banyak udara yang masuk pada botol. Udara
yang masuk dapat mengganggu proses fermentasi sari buah. Tutup botol kaca
dan tutup botol plastik yang sudah terlubangi kemudian dihubungkan oleh
selang bening berukuran 1 meter. Jika kedua tutup botol sudah terhubung
dengan selang maka pada tutup botol kaca dilapisi dengan plastisin agar botol
kaca menjadi lebih kedap udara.
Perlu diperhatikan dalam melapisi tutup botol kaca dengan plastisin,
plastisin tidak boleh terlalu tebal namun juga tidak boleh terlalu tipis. Plastisin
yang terlalu tebal dapat membuat sari buah jambu yang ada didalam botol kaca
naik melalui selang dan mencemari air kapur. Jika air kapus tercemar oleh sari
buah jambu maka pembuatan etanol akan gagal. Tapi jika plastisin terlalu tipis
maka dapat menyebabkan udara masuk ke dalam botol kaca dan merusak
proses fermentasi sari buah jambu. Seteleah melapisi tutup botol dengan
plastisin, kedua botol ini kemudian disimpan di tempat yang tidak terkena sinar
matahari secara langsung. Penyimpanan kedua botol ini juga harus terhindar
dari jangkauan anak-anak dan binatang peliharaan karena kedua botol ini harus
terhindar dari guncangan atau bahkan terjatuh.
Mengamati warna pada kedua botol di hari pertama, botol sari buah
memiliki warna merah muda yang keruh dan botol plastik yang berisi air kapur
pada mulanya memiliki warna putih seperti susu namun sedikit keruh. Setelah
mendiamkan kedua botol ini selama beberapa jam, pada botol yang berisi air
kapur warnanya mulai berubah. Air kapur terpisah menjadi dua bagian. Kapur
yang berwarna putih keruh mengendap dibagian bawah botol, sedangkan air
yang berada pada bagian atas berwarna jernih transparan. Tidak ada aroma
yang tercium dari kedua botol ini karena air kapur pada dasarnya memang tidak
memiliki aroma sedangkan botol sari buah tidak tercium aroma apapun karena
tutup botolnya sudah dilapisi oleh plastisin.
Proses inkubasi terjadi selama tujuh hari dan pengamatan harus
dilakukan setiap hari karena jika air kapur tercemar oleh sari buah maka harus
diganti dengan air kapur yang baru. Pengamatan hari kedua masih tetap sama.
Sari buah tidak mencemari air kapur, sedangkan air yang berada pada botol
plastik menjadi semakin jernih karena seluruh kapur sudah mengendap di dasar
botol. Tidak ada aroma yang tercium pada botol sari buah sama seperti hari
pertama. Pada pengamatan hari ketiga, warna kedua botol masih sama seperti
hari kedua. Hal ini berlangsung hingga hari ketujuh, warna kedua botol tidak
berubah sama sekali.
Pada hari terakhir masa inkubasi, warna kedua botol masih tetap, tidak
berubah sama sekali. Selain itu air kapur juga tidak tercemar sama sekali oleh
sari buah sejak fermentasi hari pertama hingga hari ketujuh. Membahas
mengenai tekstur yang dihasilkan oleh sari buah, teksturnya masih sama seperti
pembuatan sari buah pada hari pertama. Jika diraba terdapat partikel-partikel
kecil yang dihasilkan dari proses penghancuran buah jambu. Partikel-partikel
ini tidak kasar jika diraba. Sari buah yang sudah diiinkubasi selama tujuh hari
bersama dengan campuran bahan-bahan lain ini jika diraba juga memiliki
tekstur yang cair, tidak lengket, tidak licin namun juga tidak kesat, selain itu
juga tidak menyebabkan rasa gatal atau rasa perih pada kulit. Aroma yang
dihasilkan yaitu aroma seperti tape. Memiliki sedikit bau seperti alkohol namun
juga memiliki bau yang manis yang dihasilkan dari buah jambu.
tersebut. Lalu ditambahkan air putih sebanyak 250 mL ke dalam botol tadi, jadi
pembuatan etanol ini menggunakan perbandingan 1:1 antara sari buah dan air
putih. Kemudian ditambahkan 1,2 gram pupuk ZA dan 0,32 gram pupuk NPK,
dan diaduk hingga larut dengan cara menggoyang-goyangkan botol tersebut.
Setelah larut dengan sari buahnya, dilakukan test pH dan pH yang didapatkan
yaitu sebesar 6. Ditambahkan air zuur sedikit dan dilakukan test ulang pH dan
hasil yang didapatkan yaitu sebesar 4. Langkah selanjutnya, larutan tadi
dicampurkan dengan ragi roti sebanyak 1,5 gram. Mulut tutup botol ditutup
menggunakan tutup botol yang sudah diberi lubang kecil dan ditambahin
plastisin di sekitar mulut botol. Lalu air kapur dimasukkan ke dalam botol yang
yang tutupnya sudah diberi lubang kecil untuk selang. Selang dimasukkan ke
dalam tutup botol kaca dan tutup botol air kapur, dan dilakukan proses inkubasi
selama 7 hari. Pada saat proses inkubasi disarankan melakukan penyimpanan
botol yang jauh dari jangkauan anak-anak dan binatang peliharaan karena agar
terhindar dari guncangan.
Selesainya proses fermentasi ditandai dengan aroma seperti tape. Dan
hasil fermentasi disaring dengan kain atau saringan untuk memisahkan
endapan dengan larutan etanol-air. Selama proses inkubasi dari hari pertama
hingga hari ketujuh yang awalnya berwarna hijau tua berubah menjadi hijau
tua cenderung keruh dan terdapat endapan di bawah. Tekstur dari etanol
tersebut cair namun sedikit kasar di tangan.
Dari praktikum tersebut dapat disimpulkan hasil fermentasi yang
dihasilkan berupa etanol dengan kadar 5%. Proses fermentasi dilakukan untuk
mengkonversi glukosa (gula) dalam buah melon dapat dirubah menjadi etanol
dan CO2. Saccharomyces cerevisiae digunakan karena dapat berproduksi
tinggi, tahan atau toleran terhadap kadar alkohol yang tinggi. Digunakannya
ragi roti karena pada ragi roti mengandung enzim yang berkaitan langsung
dengan fermentasi ada 3 yaitu maltase, invertasi, dan zimase. Maltase
mengubah maltosa menjadi glukosa, invertase mengubah sukrosa menjadi
fruktosa dan glukosa, zimase mengubah fruktosa menjadi glukosa dan gas
karbondioksida. Digunakan NPK dan ZA sebagai sumber nutrisi untuk ragi
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan praktikum pembuatan etanol sebagai berikut :
1. Fermentasi yang dilakukan pada saat proses pembuatan etanol yaitu
menggunakan Saccharomyces cerevisiae.
2. Kadar alkohol yang didapatkan oleh Adit 4,26035%, oleh Edo 41,711%,
oleh Lutfhi 6,634%, oleh Santi 30,3019%, dan oleh Sindian 5,4294%.
3. Digunakannya ragi roti pada proses fermentasi karena pada ragi roti
mengandung enzim yang berkaitan langsung dengan fermentasi ada 3
yaitu maltase, invertasi, dan zimase. Maltase mengubah maltosa menjadi
glukosa, invertase mengubah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa,
zimase mengubah fruktosa menjadi glukosa dan gas karbondioksida.
5.2 Saran
Adapun saran praktikum pembuatan etanol sebagai berikut :
1. Ketika melakukan percobaan pembuatan etanol sebaiknya mekakukannya
sesuai dengan prosedur untuk meminimalisir kegagalan.
2. Pada saat penuangan air zuur harus dilakukan secara perlahan agar
mendapatkan pH sebesar 4,5-4,8
3. Pada saat menutup mulut botol kaca dengan plastisin tidak perlu terlalu
erat, larutan tidak mengalir ke air kapur.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, 2021. Rumus Kimia Air Kapur dan Kegunaannya. Diakses pada 22 Mei
2021, dari https://rumusrumus.com/rumus-kimia-air-kapur-dan-
kegunaannya/
Agustina, L. 1993. Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta.
Bucke, C. 1982. Industrial use of immobilizedenzymes and cells. Dalam: Flegell,
T.M.V., Bhumiratana, A. & Matangkasombut, P. (Eds). Immobilized
Microbial Enzymes dan Cells. Proceeding of Regional Workshop.
Mahidol University. Bangkok. Thailand.
Edward M. Jones, "Chamber Process Manufacture of Sulfuric Acid," Industrial and
Engineering Chemistry, Nov 1950, Vol 42, No. 11, pp 2208-10.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Lewis, K.A., Tzilivakis, J., Warner, D. and Green, A. (2016) An international
database for pesticide risk assessments and management. Human and
Ecological Risk Assessment: An International Journal.
Mudjajanto, Eddy setyo dan Yulianti, Lilik Noor., 2004. Membuat Aneka Roti.
Nina, 2021. Mengenal Etanol, Alkohol yang Banyak Digunakan dalam Keseharian.
Diakses pada 22 Mei 2021, dari
https://www.sehatq.com/artikel/mengenal-etanol-alkohol-yang-
banyak-digunakan-dalam-keseharian
Saraswanti, 2016. Pupuk NPK, Fungsi & Manfaatnya. Diakses pada 22 Mei 2021,
dari https://saraswantifertilizer.com/pupuk-npk-fungsi-jenisnya/
Wijaya, A.K. 2008. Nutrisi Tanaman: Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan
Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.
APPENDIKS
• Aditya Fikri Awaludin
1. Diketahui : p air pada suhu 30oC = 0,99568 gr/cm3 (didapatkan dari buku
Geankoplis Tabel A,2-5)
Massa piknometer kosong = 12,60 gr
Massa piknometer + aquades = 22,85 gr
Ditanya : Volume aquades = ...?
𝑚
Jawab :𝑉=
𝑝air
M piknometer aquades−M piknometer kosong
𝑉=
𝑝air
22,85−12,6
𝑉=
0,99568
𝑉 = 10, 294 𝑚𝐿
2. Diketahui : Massa piknometer kosong = 11,98 gr
Massa piknometer etanol = 22,15 gr
Volume aquades = 10,294 mL
Ditanya : p etanol =...?
𝑚
Jawab : 𝑝 etanol =
𝑉air
𝑀 piknometer etanol−M piknometer kosong
𝑝 etanol =
𝑉air
22,15−11,98
𝑝 etanol =
10,294
𝑝 etanol = 0,98795 gr/cm3
3. Diketahui : Data diperoleh dari buku Perry Chemical Engineers` Handbook
Seventh Edition pada tabel 2-110
% Densitas
4(a) 0,98839(ax)
5(c) 0,98670(cx)
Bx= densitas etanol= 0,98795 gr/cm3
Ditanya : Kadar etanol pada densitas 0,98795 gr/cm3 ?
ax−bX
Jawab : Kadar etanol = a−b =
a−c ax−cX
4−X 0,98839−0,98795
=
4−5 0,98839−0,98670
4−X
= 0,26035
−1
4 − X = −0,26035
X = 4,26035%
Jadi kadar alkohol dalam pembuatan etanol ini adalah 4,26035%
• Lutfhi Ramdhani A. T.
1. Diketahui : p air pada suhu 30oC = 0,99568 gr/cm3 (didapatkan dari buku
Geankoplis Tabel A,2-5)
Massa piknometer kosong = 11,98 gr
Massa piknometer + aquades = 21,78 gr
Ditanya : Volume aquades = ...?
𝑚
Jawab :𝑉=
𝑝air
M piknometer aquades−M piknometer kosong
𝑉=
𝑝air
21,78−11,98
𝑉=
0,99568
𝑉 = 9,842 mL
2. Diketahui : Massa piknometer kosong = 12,01 gr
Massa piknometer etanol = 21,72 gr
Volume aquades = 9,842 mL
Ditanya : p etanol =...?
𝑚
Jawab : 𝑝 etanol =
𝑉air
𝑀 piknometer etanol−M piknometer kosong
𝑝 etanol =
𝑉air
21,72−12,01
𝑝 etanol =
9,842
𝑝 etanol = 0,9855 gr/cm3
3. Diketahui : Data diperoleh dari buku Perry Chemical Engineers` Handbook
Seventh Edition pada tabel 2-110
% Densitas
6 (a) 0,98656 (ax)
7 (c) 0,98500 (cx)
3
Bx= densitas etanol= 0,9855 gr/cm
Ditanya : Kadar etanol pada densitas 0,9855 gr/cm3 ?
ax−bX
Jawab : Kadar etanol = a−b =
a−c ax−cX
6−X 0,98656−0,98557
=
6−7 0,98656−0,98500
6−X
= 0,634
−1
6 − X = −0,634
X = 6,634
Jadi kadar alkohol dalam pembuatan etanol ini adalah 6,634%
LAMPIRAN
A. Gambar Percobaan
1. Gambar Percobaan oleh Aditya Fikri Awaludin (Variabel A)
No. Keterangan Hasil
1. Sebelum diinkubasi
2. Sesudah diinkubasi
1. Sebelum diinkubasi
2. Sesudah diinkubasi
1. Sebelum diinkubasi
2. Sesudah diinkubasi
1. Sebelum diinkubasi
2. Sesudah diinkubasi
1. Sebelum diinkubasi
2. Sesudah diinkubasi
7. 29-06-2021 Penulisan
Rizal
8. 30-06-2021 ACC
Rizal
PEMBUATAN YOGHURT
KELOMPOK 1 :
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM BERJUDUL :
PEMBUATAN YOGHURT
Oleh:
Kelompok 1
1. Aditya Fikri Awaludin NPM : 08.2020.1.01894
2. Edo Augusta Garino NPM : 08.2020.1.01883
3. Lutfhi Ramdhani A. T. NPM : 08.2020.1.01887
4. Santi Wahyu Putrisya NPM : 08.2020.1.01887
5. Sindian Theresia Sitindaon NPM : 08.2020.1.01900
Telah diperiksa, diperbaiki, dan disetujui sesuai hasil praktikum atas saran dan
petunjuk dari asisten dan dosen pembimbing
Menyetujui,
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Dasar Teknik Kimia
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya dan atas
karunia Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Mikrobiologi Industri
yang berjudul Pembuatan Yoghurt.
Laporan praktikum ini dibuat untuk memenuhi tugas praktikum Mikrobiologi
Industri. Disamping itu, kami juga berharap laporan ini mampu memberikan
konribusi dalam menunjang pengetahuan para mahasiswa khususnya dan pihak lain
pada umumnya.
Dalam penyusunan laporan praktikum ini, kami tidak dapat menyelesaikan-
nya dengan baik tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang
berupa petunjuk, bimbingan, pengarahan maupun fasilitas yang diperoleh. Untuk
itu pada kesempatan kali ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hati
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Dian Yanuarita P., S.T., M.T. selaku dosen pengampu.
2. Asisten laboratorium mikrobiologi industri 2021.
3. Teman-teman yang membantu kami baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam menyelesaikan laporan praktikum ini.
Untuk lebih menyempurnakan laporan praktikum ini, kami memerlukan
kritik dan saran dari pembaca, sehingga dapat digunakan untuk membantu
memperbaiki laporan praktikum ini. Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam
penyusunan laporan praktikum ini terdapat kesalahan dan harapan kami semoga
laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penyusun
ABSTRAK
Yoghurt adalah susu yang diasamkan melalui proses fermentasi, hasil olahan susu ini
berbentuk seperti bubur. Tujuan dari percobaan yoghurt adalah mengetahui peran bakteri
Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus dalam proses fermentasi, mengetahui
tekstur, aroma, rasa yoghurt, dan mengetahui pH yoghurt. Percobaan yoghurt terdiri 5 variabel yaitu
A, B, C, D, dan E dengan komposisi yang telah ditentukan. Metode percobaan pada proses
pembuatan yoghurt diawali dengan dipanaskan susu sebanyak 500 mL dan ditambahkan gula sesuai
variabel (80 gr, 90 gr, 100 gr), dan starter yoghurt sebanyak 5% dari volume susu. Campuran
dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan dan diinkubasi selama 24 jam. Diperoleh hasil
yoghurt yang tekstur cair, aroma seperti susu basi, rasanya masam, dan memiliki pH sebesar 4 dan
5.
Kata Kunci : Yoghurt, Streptococcus thermophillus, Lactobacillus bulgaricus, Fermentasi, Susu.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum ....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Yoghurt ....................................................................................................3
2.2 Susu Segar ...............................................................................................4
2.3 Starter Yoghurt ........................................................................................5
BAB III METODE PERCOBAAN .......................................................................6
3.1 Skema Percobaan Pembuatan Yoghurt ....................................................6
3.2 Alat dan Bahan Percobaan.......................................................................6
3.2.1 Alat Percobaan ..............................................................................6
3.2.2 Bahan Percobaan ...........................................................................6
3.3 Gambar Alat .............................................................................................7
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN .....................................9
4.1 Data Hasil Percobaan...............................................................................9
4.2 Data Hasil Perhitungan ............................................................................9
4.3 Pembahasan dan Diskusi .......................................................................10
4.2.1 Pembahasan oleh Aditya Fikri Awaludin ...................................10
4.2.2 Pembahasan oleh Sindian Theresia Sitindaon ............................13
4.2.3 Pembahasan oleh Lutfhi Ramdhani A. T. ...................................15
4.2.4 Pembahasan oleh Edo Augusta Garino .......................................16
4.2.5 Pembahasan oleh Santi Wahyu Putrisya .....................................19
BAB V PENUTUP ................................................................................................22
5.1 Kesimpulan ............................................................................................22
5.2 Saran ......................................................................................................22
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Yoghurt
Yoghurt adalah produk pangan yang berasal dari susu yang difermentasi
menggunakan bakteri tertentu. Biasanya digunakan bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua bakteri inilah yang akan
memfermentasi laktosa (gula susu) menjadi asam laktat, sehingga dihasilkan
flavour yoghurt yang khas, cita rasanya asam dan teksturnya mengental karena
koagulasi protein susu oleh asam (Taufik, 2009). Yoghurt adalah produk pangan
berupa hasil olahan susu melaui proses fermentasi menggunakan bakteri tertentu,
yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kombinasi kedua
bakteri tersebut berfungsi untuk mengubah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat
yang berakibat pada penurunan pH dan terbentuknya gumpalan disebabkan
koagulasi protein susu oleh asam sehingga menghasilkan cita rasa yang khas karena
mengandung komponen flavour seperti diasetil, asetaldehid dan karbon dioksida.
Yoghurt dapat dijadikan makanan fungsional. Selain itu yoghurt juga memiliki
kandungan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik. Probiotik dapat diartikan sebagai
suplemen makanan mikroba hidup yang memiliki banyak keuntungan dan dapat
mempengaruhi inang dengan meningkatkan keseimbangan mikroba ususnya.
Prebiotik ialah bahan makanan yang tinggi serat dan dapat mempengaruhi inang
dengan merangsang pertumbuhan dan aktivitas sejumlah bakteri di dalam usus
besar. Sedangkan sinbiotik merupakan perpaduan probiotik dan prebiotik yang
memiliki banyak manfaat dan dapat mempengaruhi inang dengan cara
meningkatkan kelangsungan hidup suplemen makanan mikroba hidup dalam
saluran pencernaan dengan merangsang pertumbuhan dan mengaktifkan
metabolisme sejumlah bakteri.
Bahan dasar pembuatan yoghurt dapat berasal dari susu sapi segar atau susu
kambing (susu segar dan susu pasteurisasi). Bahan tambahan yoghurt berupa susu
skim dan rim untuk meningkatkan nilai gizi, pemanis, stabilizer, flavour, serta
pewarna untuk menarik minat konsumen. Manfaat yoghurt antara lain untuk
penderita lactose intolerant, melawan pertumbuhan bakteri patogen yang sudah
maupun yang baru masuk dan menginfeksi di dalam saluran pencernaan, mereduksi
kanker atau tumor di saluran pencernaan, membantu menurunkan berat badan,
melancarkan pencernaan serta menjaga kesehatan usus, mereduksi jumlah
kolesterol dalam darah dan stimulasi sistem syaraf, khusus untuk saluran
pencernaan dan stimulasi pembuangan kotoran. Yoghurt juga bermanfaat bagi
penderita lactose intolerance yang merupakan gejala malabsorbsi laktosa yang
banyak dialami oleh penduduk, khususnya anak-anak, di beberapa negara Asia dan
Afrika. Yoghurt juga mampu menurunkan kolesterol darah, menjaga kesehatan
lambung dan mencegah kanker saluran pencernaan (Muchlisin, 2020).
Rutin mengkonsumsi yoghurt secara teratur dalam jumlah yang wajar juga
sangat baik bagi tubuh. Yoghurt yang memiliki kandungan probiotik apabila
dikonsumsi dapat meningkatkan pencernaan laktosa dan mencegah gangguan
pencernaan, meningkatkan penyerapan nutrisi, dan dapat mengurangi kolesterol
darah. Pembuatan susu sapi menjadi yoghurt tentu saja akan memberikan alternatif
produk susu sapi yang memiliki kandungan gizi tinggi dan digemari oleh
masyarakat. Hal ini dapat mencegah kendala pemasaran susu sapi yang rendah.
Peningkatan daya jual susu sapi dan nilai jual yoghurt tentunya memiliki
keuntungan pada banyak pihak. Salah satu keuntungannya adalah meningkatkan
pendapatan para peternak sapi dan memperbaiki taraf hidup peternak sapi.
2.2 Susu Segar
Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mamae
(ambing) pada binatang mamalia betina seperti sapi, kambing, atau bahkan kerbau
yang diperoleh dengan cara pemerahan sebagai bahan makanan dan sumber gizi.
Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena di dalam susu segar
mengandung berbagai zat makanan lengkap dan seimbang seperti protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin. Secara kimiawi susu normal mempunyai
komposisi air (87,20%), lemak (3,70%), protein (3,50%), laktosa (4,90%), dan
mineral (0,07%). Dari aspek kimia, susu merupakan emulsi lemak di dalam larutan
air dari gula dan garam-garam mineral dengan protein dalam keadaan koloid. Air
susu sebagai salah satu makanan yang tertinggi nilai gizinya, mempunyai sifat-sifat
baik untuk menunjang kesehatan (Sanam dkk, 2014).
Susu segar berkualitas merupakan hal yang sangat penting dalam rangka
penyediaan susu dan hasil olahannya yang sehat untuk konsumen. Persepsi yang
diartikan dalam pengkajian ini merupakan suatu proses yang digunakan masyarakat
peternak untuk mengelola dan menafsirkan kesan indera tentang susu segar
berdasarkan yang diamati di lingkungannya. Jadi selain menentukan sifat
kimiawinya, berbagai senyawa kimia yang terkandung di dalam susu selain
menentukan sifat kimiawinya, juga berpengaruh terhadap sifat fisik susu. Secara
kasat mata susu tampak sebagai cairan berwarna putih sedikit kekuningan atau
kebiruan serta mempunyai rasa gurih khas sedikit manis. Susu murni diperoleh
dengan cara pemerahan yang benar, tanpa mengurangi atau menambah sesuatu
komponen atau bahan lain (BSN, 2011).
BAB III
METODE PERCOBAAN
500 mL susu segar dipanaskan pada suhu sekitar 70oC di atas api kecil
sambil di aduk
• Variabel
Tabel 3.1 Variabel Percobaan Yoghurt
No. Variabel Susu Starter Gula (gr)
Ultramilk full
2. B Yakult 80
cream
Kin
Greenfields
3. C bulgarian 100
UHT plan
original
Greenfields
4. D Yakult 80
UHT plan
Kin
Ultramilk full
5. E bulgarian 90
cream
original
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Masam dan
2. B Susu basi Cair Putih susu
manis
1. A 5
2. B 4
3. C 5
4. D 5
5. E 5
yoghurt sebanyak 5% dari volume susu. Alasan mengapa suhu harus dingin
terlebih dahulu adalah agar bakteri Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus bulgaricus yang berada didalam starter dapat tetap hidup.
Bakteri Streptococcus thermophilus dapat hidup dengan suhu optimum sebesar
37-42°C, sedangkan bakteri Lactobacillus bulgaricus hanya dapat hidup
dengan suhu optimum 45-47°C. Perbedaan kedua suhu optimal bakteri asam
laktat tersebut sangat penting pada proses pembuatan yoghurt, karena jika saat
mengikubasi suhu botol berkisar 45°C (pH 6,6-6,8), Lactobacillus bulgaricus
mula-mula tumbuh Iebih optimal dan setelah pH ataupun suhu menurun karena
menghasilkan asam laktat. Setalah suhu turun berkisar 35°C, maka
Streptococcus thermophilus akan tumbuh dengan Iebih optimal (Tamime,
1999). Oleh sebab itu, dalam pembuatan yoghurt harus memperhatikan
lingkungan dan medium tempat berkembang biak kedua mikroorganisme
tersebut.
Setelah memasukkan starter ke dalam larutan, aduk hingga menjadi
homogen. Proses pembuatan yoghurt biasanya menggunakan starter bakteri
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Menurut Taufik
(2009) kedua bakteri inilah yang akan memfermentasi laktosa (gula susu)
menjadi asam laktat, sehingga dihasilkan flavor yoghurt yang khas, cita
rasanya asam dan teksturnya mengental karena koagulasi protein susu oleh
asam. Setelah mencapurkan semua bahan tersebut, lanjutkan dengan
menuangkan seluruh larutan tersebu kedalam botol kaca, kemudian tutup botol
kaca tersebut dengan kertas koran, lalu masukkan ke dalam kardus agar suhu
lingkungan saat fermentasi dapat terjaga. Proses tersebut biasanya dilakukan
selama 24 jam, tergantung seberapa cepatnya bakteri asam laktat tersebut
merubah laktosa menjadi asam laktat atau yoguhrt. Proses inkubasi selama 24
jam, melajutkannya dengan mengamati hasil yoghurt yang meliputi pH, rasa,
tekstur, dan aroma. Hasil pengamatan diperoleh tekstur yang hanya bagian
atasnya saja mengental, tetapi bagian bawahnya cair. Jadi hanya sebagian saja
yang mengental. Hal ini disebabkan oleh, susu sebagai bahan yang akan diubah
menjadi asam laktat tidak terbentuk dengan sempurna dan pecah. Hal-hal yang
dapat membuat hal tersebut terjadi, karena pengaruh suhu saat inkubasi yang
tidak sesuai dengan suhu yang teranjurkan dengan suhu ruangan yang paling
bagus adalah 25-30°C, dengan suhu ini bakteri-bakteri yoghurt tetap bisa hidup
sehingga akan memberi manfaat yang maksimal apabila dikonsumsi (Sabdo,
2015). Setelah itu, aroma yang dihasilkan adalah aroma seperti aroma tape,
dan juga tercium aroma dari susu. Selain dari suhu, gocangan saat inkubasi
juga dapat mempengaruhi pembentukan yoghurt yang kental. Selanjutnya
didapatkan rasa masam dan manis. Kemudian, nilai pH nya mendapatkan
sebesar 5 pH atau bersifat asam.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan yoghurt, yaitu:
1. Sterilisasi alat
Kebersihan alat dalam pembuatan yoghurt harus benar-benar steril.
Usahakan untuk mencuci peralatan tersebut dengan memanaskannya
ke dalam air mendidih atau minimal membersihkannya dengan air
mendidih.
2. Pemanasan susu
Memanaskan susu sampai suhu 70oC sehingga tidak ada lagi bakteri-
bakteri lain yang ada dalam susu yang nantinya akan mengganggu
bakteri yoghurt. Gunakan thermometer untuk mengecek suhu jangan
sampai terlalu panas hingga akan merusak susu.
3. Linkungan saat inkubasi
Perhatikan peletakan botol kaca saat inkubasi, pastikan berada di
tempat yang teduh dan gelap, serta jauh dari potensi guncangan.
4. Lamanya fermentasi
Semakin lama proses ferementasi berlangsung pH di dalam medium
juga akan semakin turun, karena aktivitas mikroba semakin meningkat
dan jumlah mikroba semakin banyak. Hal ini membuktikan terjadinya
perubahan kimia pada komponen gula menjadi asam. Selain pH yang
turun kadar laktosa dalam yoghurt juga akan semakin berkurang
karena pengaruh aktivitas mikroba asam laktat yang merubah laktosa
menjadi asam laktat.
Selanjutnya, mulut botol ditutup rapat dengan plastik dan tutup botol. Lalu di
sekeliling botol diselimuti dengan kertas koran dan kain hingga benar-benar
rapat. Jika sudah benar-benar rapat, botol kaca dimasukkan ke dalam kardus
dan diinkubasi pada ruangan hangat sekitar (30-40°C) selama 24 jam. Pastikan
selama proses inkubasi meletakkan kardus yang jauh dari jangkauan makhluk
hidup agar botol tidak bergoyang atau jatuh.
Setelah proses inkubasi dilakukan tes pH, rasa, tekstur, dan aroma. Hasil
yang didapatkan larutan terbagi menjadi dua, bagian atas mengental dan
menggumpal dan bagian bawah bertekstur cair. Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophillus memiliki suhu optimum 45°C dan 35°C untuk
hidup. Hal itu disebabkan pengaruh suhu saat inkubasi tidak sesuai dengan
suhu yang dianjurkan. Dalam pembuatan yoghurt harus memperhatikan
lingkungan (suhu) kedua mikroorganisme, agar mikroorganisme tersebut
dalam produk akhirnya bisa hidup aktif dan berlimpah sehingga didapatkan
keasaman yang sesuai. Pengendalian suhu antara 40-45°C sangat diperlukan
pada proses fermentasi untuk mempercepat prosesnya menjadi (4-6 jam) dan
menciptakan habitat yang baik untuk perkembangan mikroorganisme (Sabdo,
2015).
Bakteri Streptococcus thermophilus dapat hidup dengan suhu optimum
sebesar 37-42°C, dan untuk bakteri Lactobacillus bulgaricus hanya dapat
hidup dengan suhu optimum 45-47°C. Pengukuran pH dilakukan sekali dan
didapatkan hasil sebesar 5 (bersifat asam). Dari segi rasa yoghurt ini memiliki
rasa manis dan sedikit asam, dan dari segi aroma masih tercium aroma susu.
Selama proses fermentasi terbentuk asam laktat hasil metabolisme laktosa susu
oleh starter bakteri menjadi glukosa atau galaktosa-6-fosfat. Selanjutnya
melalui rantai glikolisis glukosa diubah menjadiasam laktat melalui siklus kreb.
Efek lain dari proses fermentasi adalah pecahnya protein pada susu yang
menyebabkan susu menjadi kental. Hasil akhirnya susuakan terasa asam dan
kental, inilah bentuk yoghurt dasar yang telah jadi. Gula dapat memperbaiki
flavor (rasa dan bau) sehingga lebih disenangi serta memperpanjang daya
simpan.
berfermentasi susu akan menjadi yoghurt yang berwarna putih, memiliki aroma
seperti susu vanila, dan rasa masam dan manis seperti yoghurt pada umumnya,
serta memiliki tekstur agak kental. Dalam fermentasi yoghurt bisa dinyatakan
berhasil karena memiliki aroma, rasa, dan tekstur yoghurt yang sesuai pada
umumnya. Sedangkan pH yang didapatkan pada yoghurt adalah 5.
Kesimpulan pada praktikum pembuatan yoghurt akan baik jika semua
alat yang digunakan sudah tersterilkan karena jika tidak disterilkan maka bisa
saja masih ada bakteri jahat pada alat tersebut karena pada starter yoghurt
terdapat bakteri baik. Dalam proses pembuatannya lebih baik jika mengikuti
langkah-langkah yang sudah terstruktur dengan jelas, agar tidak terjadi
kegagalan pada yoghurt. Dalam proses pendinginan susu yang sudah
dipanaskan harus dipastikan susu benar-benar dingin karena jika belum dingin
dan dilakukan pencampuran maka yoghurt akan menjadi basi sehingga tidak
layak. Pencampuran bahan-bahan seperti gula yang dicampurkan pada saat
susu pada suhu 50°C itu bertujuan agar pada saat suhu 70°C gula sudah
tercampur semua secara merata.
4.3.3 Pembahasan oleh Edo Augusta Garino (Variabel D)
Yoghurt adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri. Yoghurt
dapat dibuat dari susu apa saja. Produksi modern saat ini didominasi susu sapi.
Fermentasi gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat yang berperan
dalam protein susu untuk menghasilkan tekstur seperti gel dan aroma unik pada
yoghurt. Yoghurt dikategorikan sebagai salah satu makanan yang
multifungsional, yaitu makanan yang berfungsi untuk mengatasi berbagai
penyakit sehingga dapat mendongkrak kesehatan dan kebugaran tubuh.
Adapun tujuan dari percobaan pembuatan yoghurt yaitu, mengetahui peran
bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dalam
fermentasi susu sehingga dapat menghasilkan yoghurt, mengetahui pH yang
dihasilkan oleh pembuatan yoghurt, mengetahui tekstur, aroma, dan rasa yang
dihasilkan oleh pembuatan yoghurt.
Langkah awal untuk pembuatan yoghurt yaitu mensterilkan botol kaca
dengan cara memanaskan panci dengan yang berisi air hingga mendidih
dengan api kecil kemudian botol kaca diletakan dalam panci yang berisi air
4. Suhu
Pastikan suhu saat proses inkubasi berada pada suhu 30-40°C sebab
suhu yang terlalu panas akan membunuh bakteri Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
5. Lingkungan
Lingkungan juga termasuk dalam faktor yang membuat keberhasilan
dalam pembuatan yoghurt sebab jika dalam proses pembuatan yoghurt
di lingkungan yang bersih maka tidak ada bakteri lain yang akan
tercampur karena dapat menyebabkan terkontaminasinya bakteri
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
6. Ruang Penyimpanan
Yoghurt dapat disimpan pada ruangan dengan suhu sekitar 40-70°C
dengan suhu ini bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus pada yoghurt tetap bisa hidup dan memberi manfaat yang
maksimal apabila dikonsumsi.
4.3.5 Pembahasan oleh Santi Wahyu Putrisya (Variabel E)
Yoghurt merupakan produk hasil fermentasi susu dan memiliki rasa
sedikit asam karena adanya proses fermentasi dari Bakteri Asam Laktat (BAL).
Yoghurt memiliki nilai gizi yang lebih tinggi daripada susu segar sebagai bahan
dasar pembuatan yoghurt. Adapun tujuan dari percobaan pembuatan yoghurt
yaitu, mengetahui peran bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus dalam fermentasi susu sehingga dapat menghasilkan yoghurt,
mengetahui pH yang dihasilkan oleh pembuatan yoghurt, mengetahui tekstur,
aroma, dan rasa yang dihasilkan oleh pembuatan yoghurt.
Fermentasi susu menjadi yoghurt dilakukan dengan bantuan bakteri asam
laktat yaitu Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Dalam
susu, Lactobacillus bulgaricus akan mengubah laktosa menjadi asam laktat.
Bakteri ini memiliki sifat termodurik dan homofermentatif, dengan suhu
optimum untuk pertumbuhannya sekitar 45°C. Sedangkan kondisi optimum
untuk pertumbuhannya adalah sedikit asam sekitar pH 5,5. Streptococcus
thermophilus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, seiring
pertumbuhannya berbentuk rantai. Bakteri ini dapat diklasifikasikan sebagai
bagian. Bagian atas pada botol kaca tersebut memiliki tekstur yang padat,
berwarna putih keruh dan jika diraba akan terasa seperti ampas tahu.
Sedangkan bagian bawah pada botol kaca berwarna kuning kehijauan sedikit
transparan dan memiliki tekstur yang sangat cair. Yoghurt yang memiliki kadar
protein rendah teksturnya akan menjadi tidak homogen hal ini disebabkan
karena terjadi koagulasi pada yoghurt tersebut.
Proses fermentasi tersebut menghasilkan aroma yang kurang sedap dan
terasa seperti susu basi. Pada praktikum ini, pH yaang dihasilkan oleh yoghurt
bernilai 5 dan memiliki sifat. Lama waktu fermentasi juga mempengaruhi
yoghurt. Apabila proses fermentasi terjadi semakin lama maka yoghurt akan
mengalami penurunan kadar lemak. Hal ini disebabkan mikroba tumbuh sangat
cepat tetapi tidak diimbangi dengan nutrisi yang cukup karena media yang
digunakan (susu), sehingga ssemakin banyak bakteri Lactobacillus bulgariccus
dan Streptococcus thermophilus semakin banyak nutrisi yang diperlukan untuk
perkembangannya.
Lama waktu fermentasi pada yoghurt juga akan mempengaruhi pH.
Semakin lama difermentasi, pH yoghurt akan semakin rendah. Semakin lama
yoghurt difermentasi, aktivitas mikroba akan semakin meningkat dan jumlah
mikroba akan semakin banyak. Hal ini mengakibatkan pH yoghurt semakin
turun. Pada tingkat keasaman yang dihasilkan, semakin lama yoghurt
difermentasi maka kadar keasaman yang diperoleh akan semakin meningkat.
Bakteri Lactobacillus bulgariccus dan Streptococcus thermophilus mengubah
laktosa menjadi asam lakat dalam susu yang difermentasi. Aktivitas bakteri
asam laktat membuat laktosa yang ada pada yoghurt akan mengalami
penurunan dan menyebabkan kenaikan kadar asam laktat. Terbentuknya asam
laktat akan mempengaruhi nilai keasaman pada yoghurt.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum pembuatan yoghurt, yaitu:
1. Kedua macam bakteri tersebut akan menguraikan laktosa (gula susu)
menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa.
Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma,
sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan pada pembentukan
citarasa yoghurt.
2. pH yang didapatkan dari proses pembuatan yoghurt untuk variabel B adalah
4 dan variabel A, C, D, dan E adalah 5.
3. Tekstur yang dihasilkan cair, beraroma seperti susu basi, mempunyai warna
putih susu, dan rasanya masam.
5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum pembuatan yoghurt, yaitu:
1. Ketika melakukan percobaan pembuatan yoghurt sebaiknya mekakukannya
sesuai dengan prosedur untuk meminimalisir kegagalan.
2. Pada saat proses pendinginan, usahakan susu benar-benar dingin sebelum
dimasukkan starter yoghurt.
3. Hindari goyangan pada botol.
4. Proses sterilisasi pada alat praktikum yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
A.Y, Tamime, 1999. Yoghurt Science dan Technology, Page 9,CRC Press
Sanam, A.B., Ida, B.N.S., dan Kadek, K.A. 2014. Ketahanan Susu Kambing
Peranakan Etawa Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari
Uji Didih dan Alkohol. Indonesia Medicus Veterinus, Vol.3, No.1.
Sinaga, (2007). Pengaruh susu skim dan konsentrasi sukrosa terhadap yoghurt
jagung. Retrieved from
http://diglib.unpas.ac.id/gdl,php?mod=browsw&op=read&id=jbptunpaspp
-gdl christenem-384&newtheme=gray#U2etF0BzB.
LAMPIRAN
A. Gambar Percobaan
1. Gambar Percobaan oleh Aditya Fikri Awaludin (Variabel A)
No. Hasil Pengamatan
Yoghurt setelah
1.
fermentasi 24 jam
Yoghurt setelah
1.
fermentasi 24 jam
Yoghurt setelah
1.
fermentasi 24 jam.
Yoghurt setelah
1.
fermentasi 24 jam
Yoghurt setelah
1.
fermentasi 24 jam
Chusnul
5.
6.
7.
8.
LAPORAN
KELOMPOK 1 :
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM BERJUDUL :
PEMBUATAN NATA DE COCO
Oleh:
Kelompok 1
1. Aditya Fikri Awaludin NPM: 08.2020.1.01894
2. Edo Augusta Garino NPM: 08.2020.1.01883
3. Santi Wahyu Putrisya NPM: 08.2020.1.01887
4. Sindian Theresia Sitindaon NPM: 08.2020.1.01900
Telah diperiksa, diperbaiki, dan disetujui sesuai hasil praktikum atas saran dan
petunjuk dari asisten dan dosen pembimbing
Menyetujui,
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Dasar Teknik Kimia
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya dan atas
karunia Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Mikrobiologi Industri
yang berjudul Pembuatan Nata de Coco.
Laporan praktikum ini dibuat untuk memenuhi tugas praktikum
Mikrobiologi Industri. Disamping itu, kami juga berharap laporan ini mampu
memberikan konribusi dalam menunjang pengetahuan para mahasiswa khususnya
dan pihak lain pada umumnya.
Dalam penyusunan laporan praktikum ini, kami tidak dapat menyelesaikan-
nya dengan baik tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang
berupa petunjuk, bimbingan, pengarahan maupun fasilitas yang diperoleh. Untuk
itu pada kesempatan kali ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hati
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Dian Yanuarita P., S.T., M.T. selaku dosen pengampu.
2. Asisten laboratorium mikrobiologi industri 2021.
3. Teman-teman yang membantu kami baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam menyelesaikan laporan praktikum ini.
Untuk lebih menyempurnakan laporan praktikum ini, kami memerlukan
kritik dan saran dari pembaca, sehingga dapat digunakan untuk membantu
memperbaiki laporan praktikum ini. Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam
penyusunan laporan praktikum ini terdapat kesalahan dan harapan kami semoga
laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penyusun
ABSTRAK
Nata de Coco adalah makanan olahan dari air kelapa yang memanfaatkan bakteri
Acetobacter xylinum. Tujuan dari percobaan pembuatan nata de coco adalah mengetahui peran
bakteri Acetobacter xylinum dalam fermentasi, mengamati rasa, aroma, tekstur, ketebalan, warna
nata de coco, dan mengukur nilai pH nata de coco. Percobaan nata de coco terdiri 4 variabel yaitu
A, B, D, dan E dengan koposisi yang telah ditentukan. Metode percobaan pada proses pembuatan
nata de coco diawali dengan menyaring air kelapa 1 liter dipanaskan dan ditambahkan gula sesuai
variabel (80 gr, 90 gr, 100gr) dan pupuk ZA sebanyak 5 gr kemudian diaduk hingga homogen.
Larutan didinginkan dan ditambahkan asam cuka sesuai variabel (25 mL, 30 mL, 35 mL),
selanjutnya larutan dituangkan ke dalam loyang beserta starter sesuai variabel (sari buah nanas,
ampas nanas, biakan murni). Menutup loyang dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang
serta usahakan jangan sampai goyang. Mengamati hasil nata de coco dua hari sekali selama satu
minggu dan didapatkan hasil dengan aroma seperti tape, tekstur cair, rasanya masam, warna putih
keruh, dan tidak ada ketebalan serta nilai pH bernilai 3 dan 4. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
percobaan pembuatan nata de coco gagal, karena tidak terbentuk serat selulosa yang dihasilkan
oleh bakteri Acetobacter xylinum.
Kata Kunci: Fermentasi, Acetobacter xylinum, Nata de coco, Air kelapa.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum ....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Nata de Coco ...........................................................................................3
2.2 Air Kelapa................................................................................................3
2.3 Pupuk ZA.................................................................................................5
2.4 Acetobacter xylinum ................................................................................5
2.5 Asam Cuka ..............................................................................................7
BAB III METODE PERCOBAAN ...................................................................... 8
3.1 Skema Percobaan Pembuatan Nata de Coco ...........................................8
3.2 Alat dan Bahan Percobaan.......................................................................9
3.2.1 Alat Percobaan .................................................................................. 9
3.2.2 Bahan percobaan ............................................................................... 9
3.3 Gambar Alat ..........................................................................................10
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN .................................. 12
4.1 Data Hasil Percobaan.............................................................................12
4.2 Data Hasil Perhitungan ..........................................................................12
4.3 Pembahasan dan Diskusi .......................................................................12
4.2.1 Pembahasan oleh Aditya Fikri A. (Variabel A) .............................. 12
4.2.2 Pembahasan oleh Sindian T.S. (Varibael B) ................................... 15
4.2.3 Pembahasan oleh Edo Augusta G. (Variabel D) ............................. 18
4.2.4 Pembahasan oleh Santi Wahyu P. (Variabel E) .............................. 21
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Air Kelapa Muda dan Tua ....................................................4
Tabel 2.2 Klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum ..........................................6
Tabel 2.3 Material Safety Data Sheet Asam Cuka .................................................7
Tabel 3.1 Variabel Percobaan Nata de Coco..........................................................9
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Nata de Coco .....................................................12
Tabel 4.2 Data Hasil Perhitungan Nata de Coco...................................................12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3 Bakteri Acetobacter xylinum.............................................................. 6
Gambar 3.1 Skema Percobaan Pembuatan Nata de Coco ..................................... 9
Gambar 3.2 Loyang plastik ................................................................................. 10
Gambar 3.3 Kompor ............................................................................................ 10
Gambar 3.4 Panci ................................................................................................ 10
Gambar 3.5 Penyaring ......................................................................................... 10
Gambar 3.6 Pengaduk ......................................................................................... 10
Gambar 3.7 Gelas ukur ........................................................................................ 10
Gambar 3.8 Neraca analitik ................................................................................. 11
Gambar 3.9 Karet gelang ..................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi air kelapa cukup berlimpah di Indonesia yaitu mencapai lebih dari 1
sampai 900 juta liter per tahun. Namun, pemanfaatannya dalam industri pangan
belum terlalu terkenal, sehingga masih banyak air kelapa terbuang percuma, selain
itu, buangan air kelapa dapat menimbulkan polusi asam. Polusi tersebut berasal
dari proses fermentasi limbah air kelapa tersebut. Terutama di pasar tradisional,
jumlah limbah air kelapa sangat tinggi karena masyarakat lebih memilih
menggunakan daging kelapa untuk membuat olahan makanan dan minuman
berbahan dasar santan.
Air kelapa (Cocos nucifera) sangat sering terbuang karena masyarakat masih
belum mengetahui cara mengelola air kelapa menjadi makanan atau minuman
yang lebih bermanfaat. Hal ini dapat menimbulkan masalah karena air kelapa
memiliki aroma yang kuat setelah beberapa bulan terbuang ke lingkungan sekitar.
Jumlah limbah air kelapa yang terbuang setiap harinya lebih besar daripada
jumlah yang dimanfaatkan. Pengolahan limbah air kelapa dapat dimanfaatkan
untuk membuat nata de coco. Pembuatan nata de coco tentunya akan mengurangi
kemungkinan timbulnya pencemaran limbah air kelapa. Nata de Coco juga
merupakan olahan makanan yang ekonomis dan pembuatannya juga tidaklah
rumit. Hal ini juga tentunya dapat menaikkan taraf hidup para petani kelapa.
Selain itu, mencari bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat nata de coco di
lingkungan sekitar tidak sulit dan harganya tidak terlalu mahal. Hal ini terbukti
bahwa hingga saat ini para penjual kelapa parut di pasar tradisional menjual air
kelapa dengan harga yang murah karena air kelapa dianggap sebagai limbah.
Nata de Coco dapat dibuat melalui cara fermentasi dengan bantuan bakteri
Acetobacter xylinum. Bahan baku utama pembuatan nata de coco adalah air
kelapa. Air kelapa sebagai bahan baku pembuatan nata de coco mengandung
sumber karbon dan nitrogen (Santosa, 2020). Namun, kandungan karbon untuk
pertumbuhan bakteri dalam air kelapa masih kurang sehingga harus ditambahkan
bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan bakteri. Sumber
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nata de Coco
Nata de Coco merupakan produk pangan berbahan dasar air kelapa.
Penggunaan istilah “nata” untuk menyebut pertumbuhannya menyerupai gel atau
agar-agar yang terapung yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum di
permukaan media yang mengandung sumber karbon (gula), hidrogen, nitrogen,
dan asam (Hamad dkk., 2011). Nata juga terdapat kandungan selulosa yang
berwarna putih keruh dan juga kenyal. Selulosa yang dihasilkan selama
fermentasi adalah jenis polisakarida mikrobial yang tersusun dari serat-serat
selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacte xylinum dan saling terikat oleh
mikrofibril (Sari dkk., 2014).
Selama proses fermentasi, bakteri Acetobacter xylinum akan menghasilkan
karbon dioksida sebagai hasil metabolisme. Karbon dioksida yang dihasilkan
Acetobacter xylinum akan menempel pada serat-serat polisakarida ekstraseluler
atau nata sehingga menyebabkan nata dapat terapung. Oleh karena itu, nata tidak
terbentuk dibawah dasar media, melainkan terapung terdorong ke permukaan
media. Terbentuknya lapisan tipis nata mulai terlihat setelah 24 jam inkubasi dan
proses tersebut berlangsung bersamaan dengan terjadinya proses penjernihan
cairan pada bagian bawah nata.
Nata pada umumnya mengandung selulosa alami yang baik untuk kesehatan
tubuh manusia. Menurut Setiaji dkk., (2002) nata juga mengadung serat pangan
atau dietary fiber yang bermanfaat dalam proses pencernaan makanan di usus
halus serta penyerapan air di usus besar. Manfaat yang terdapat dalam nata
menjadikan nata semakin diminati masyarakat sebagai campuran dalam hidangan
pencuci mulut sehingga banyak pula masyarakat yang memproduksi nata dalam
kemasan.
2.2 Air Kelapa
Produksi air kelapa cukup berlimpah di Indonesia yaitu mencapai lebih dari 1
sampai 900 juta liter per tahun. Namun, pemanfaatannya dalam industri pangan
belum terlalu terkenal, sehingga masih banyak air kelapa terbuang percuma, selain
itu, buangan air kelapa dapat menimbulkan polusi asam. Polusi tersebut berasal
dari proses fermentasi limbah air kelapa tersebut. Air kelapa sangat baik
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan nata karena mengandung nutrisi
yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri Acetobacter
xylinum untuk memproduksi selulosa. Nutrisi yang dibutuhkan Acetobacter
xylinum di dalam air kelapa merupakan bagian dari mineralnya dan juga
kandungan karbohidrat dalam bentuk sederhana, seperti sukrosa, glukosa,
fruktosa, sorbitol, dan inositol (Setiaji et al., 2002).
Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata de coco adalah air kelapa
tua yang diperoleh dari kelapa tua. Air kelapa muda atau air kelapa yang terlalu
tua atau yang telah keluar bakal tunasnya tidak bisa digunakan. Sebab, air kelapa
muda belum cukup mengandung mineral sebagai nutrien pendukung pertumbuhan
dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Sebaliknya, air kelapa yang berasal dari
kelapa yang telah terbentuk tunas mengandung minyak berlebihan yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002).
Tabel 2.1 Komposisi Air Kelapa Muda dan Tua (Palungkun, 1996)
No. Sumber Air (100 gr) Kelapa Muda Kelapa Tua (gr)
1. Kalori 17,0 kal -
2. Protein 0,2 gr 0,14 gr
3. Lemak 1,0 gr 1,50 gr
4. Karbohidrat 3,8 gr 4,60 gr
5. Kalsium 15,0 mg -
6. Fosfor 8,0 mg 0,50 gr
7. Besi 0,2 mg -
8. Aktivitas vitamin A 0,0 IU -
9. Asam askorbat 1,0 mg -
10. Air 95,5 gr 91,5 gr
Bagian yang dapat 100,0 gr -
11.
dimakan
2.3 Pupuk ZA
Pupuk ZA adalah pupuk kimia buatan yang mengandung amonium sulfat
yang dirancang untuk memberi tambahan unsur hara nitrogen dan belerang bagi
tanaman. Nama ZA adalah singkatan dari istilah bahasa Belanda, Zwavelzure
ammoniak. Wujud pupuk ini butiran kristal mirip garam dapur dan terasa asin di
lidah. Pupuk ini higroskopis (mudah menyerap air) walaupun tidak sekuat pupuk
urea karena ion sulfat sangat mudah larut dalam air sedangkan ion amonium lebih
lemah, pupuk ini berpotensi menurunkan pH tanah yang terkena aplikasinya
sehingga hanya cocok digunakan pada tanah alkalin.
Dibandingkan pupuk lain, seperti amonium nitrat dan urea, pupuk ini
mengandung lebih sedikit kadar nitrogen sehingga meningkatkan biaya
pemupukan per massa nitrogen yang diberikan pada usaha pertanian, tetapi
memberi keuntungan masuknya unsur hara utama lainnya, belerang. Selain
digunakan untuk tanaman, pupuk ZA adalah untuk menambah unsur hara
nitrogen, demikian pula bagi bakteri Acetobacter xylinum untuk hidup dan
berkembang mikroba tersebut membutuhkan sumber nitrogen sebagai
makanannya. Jadi memang dalam pembuatan nata de coco diperlukan ZA
(Ikawati, 2015). Pupuk ZA mengandung belerang dan nitrogen. Kandungan
nitrogennya hanya separuh dari urea, sehingga biasanya pemberiannya
dimaksudkan sebagai sumber pemasok unsur hara belerang pada tanah-tanah yang
kekurangan unsur tersebut. Namun demikian, pupuk ini menjadi pengganti wajib
urea sebagai pemasok nitrogen bagi pertanaman tebu karena tebu akan mengalami
keracunan bila diberi pupuk urea.
2.4 Acetobacter xylinum
Acetobacter xylinum memiliki ciri-ciri antara lain sel bulat panjang sampai
batang (seperti kapsul), tidak mempunyai endospore sel-selnya bersifat gr
negative, bernafas secara aerob tetapi dalam kadar yang sedikit (Pelezar dan Chan,
1988). Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa sebagai produk metabolit
sekunder, sedangkan produk metabolit primernya adalah asam asetat. Semakin
banyak kadar nutrisi, semakin besar kemampuan menumbuhkan bakteri tersebut
maka semakin banyak Acetobacter xylinum dan semakin banyak selulosa yang
Menurut Desrosier (2008), asam cuka dapat dibuat dari berbagai bahan baku
yang mengandung gula atau pati melalui fermentasi glukosa yang diikuti oleh
fermentasi Nata de coco. Produk ini merupakan suatu larutan asam cuka dalam air
yang megandung cita rasa, zat warna, dan substansi yang terekstrak misal: asam
buah, ester, dan garam organik yang berbeda-beda sesuai dengan asalnya. Cuka
yang dijual mengandung paling sedikit 4% asam cuka (4 g asam cuka per 100 ml),
dalam kondisi segar dan dibuat dari buah - buahan yang layak dikonsumsi.
Menurut Janeta (2011), proses pembuatan asam cuka melalui dua tahapan
proses fermentasi. Tahap pertama adalah fermentasi gula hasil hidrolisis secara
anaerob menjadi nata de coco oleh aktivitas yeast (Saccharomyces cerevisiae).
Tahap kedua adalah fermentasi secara aerob dilakukan oleh bakteri Acetobacter
xylinum untuk mengoksidasi nata de coco menjadi asam cuka. Penggunaan bahan
dasar (bonggol pisang) dalam pembuatan cuka harus memiliki kandungan gula
yang tinggi untuk masuk ke dalam tingkat fermentasi.
Laboratorium Dasar Teknik Kimia
FTI - ITATS 7
Praktikum Mikrobiologi Industri 2021
Laporan Praktikum Pembuatan Nata de Coco
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Skema Percobaan Pembuatan Nata de Coco
Loyang ditutup oleh kertas koran dan diusahakan jangan sampai goyang.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Nata de Coco
1. A 4
2. B 4
3. D 3
4. E 4
sekali. Saat hari ke dua pembuatan nata de coco, sampel memiliki warna
kuning pudar dan telah muncul endapan tipis di atas sampel. Warna kuning
ini dihasilkan dari sari nanas yang digunakan sebagai starter nata de coco.
Kemudian pada hari ke empat endapan tersebut mulai menebal dibandingkan
dengan hari ke dua, dan pada hari ke enam endapan tersebut semakin
menebal, dan warnanya semakin pekat. Pada hari ke tujuh hasil percobaan
menunjukkan hasil dengan aroma seperti tape, teksturnya cair, jika tersentuh
tangan terasa kasar, warnanya putih keruh, dan tidak ada ketebalan, serta pH
yang dihasilkan 4. Sehingga dapat disimpulkan percobaan yang dilakukan
gagal. Beberapa faktor yang menyebabkan percobaan gagal dan dapat
memengaruhi hasil nata de coco. yaitu:
1. Temperature media inkubasi
Temperature media inkubasi berkaitan dengan pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum yang dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal, pada suhu kamar (28-31°C). Suhu yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi akan mengganggu pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum.
2. Bahan dari loyang
Pada pembuatan nata de coco sebaiknya bahan loyang dari plastik,
karena alumunium memiliki sifat penghantar panas yang dapat
menyebabkan suhu saat inkubasi dapat menurun karena sifat
tersebut. Selain itu, alumunium juga dapat berkarat karena sifat dari
nata de coco yang mana semakin lama inkubasinya maka pH nya
semakin ke asam.
3. Perlakuan air kelapa
Hal ini mengakibatkan terjadi perubahan kimia, jika saat membeli
kelapa di pagi hari dan baru membuatnya pada siang hari maka air
kelapa tersebut akan menjadi asam dan jika saat menambahkan
cuka maka air kelapa tersebut akan menjadi semakin asam.
2. Temperature
Adapun suhu ideal (optimal) bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum adalah suhu 28˚C-31˚C. Kisaran suhu tersebut merupakan
suhu kamar. Pada suhu di bawah 28˚C, pertumbuhan bakteri
terhambat. Demikian juga, pada suhu diatas 31˚C bakteri
Acetobacter xylinum tidak dapat berkembang.
3. Kebersihan alat
Pada pembuatan nata de coco kebersihan alat harus dijaga steril
agar tidak menghambat pertumbuhan Acetobacter xylinum.
4. Perlakuan air kelapa
Pada saat membeli kelapa dipagi hari maka harus membuat nata de
coco dipagi hari juga, agar air kelapa tersebut tidak menjadi asam
dan pada saat penambahan cuka air kelapa menjadi terlalu asam.
5. Penambahan gula
Pada saat proses pemanambahan gula air kelapa harus berada pada
suhu 50oC, dan saat suhu 70oC gula harus sudah menjadi homogen.
Apabila proses penambahan gula dilakukan dengan suhu terlalu
tinggi maka nutrisi dari gula akan berkurang.
6. Luas permukaan loyang
Luas permukaan loyang tidak boleh terlalu lebar atau terlalu kecil,
apabila loyang terlalu besar maka ketebalan nata akan semakin
menipis, jika terlalu kecil nata akan menjadi terlalu tebal.
Sebaiknya membuat nata menggunakan loyang dengan ukuran 30 x
20 cm.
7. Penutup media fermentasi
Pada proses fermentasi sebaiknya menggunakan kertas koran
sebagai penutup karena memilikki pori yang berfungsi sebagai
keluar masuknya oksigen karena sifat bakteri yang anhidrat yaitu
membutuhkan sedikit oksigen.
rendemen nata de coco tidak jauh berbeda dengan penambahan 5%. Pupuk
ZA berfungsi sebagai bahan nutrisi untuk bakteri Acetobacter xylinum dalam
pertumbuhan dan menghasilkan produk berupa selulosa mikrobial.
Ketika semuanya homogen kemudian mendinginkan larutan tersebut.
Suhu optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yaitu berkisar
pada suhu 28-310C (Firtria, 2010). Apabila bakteri Acetobacter xylinum hidup
pada suhu kurang dari 280C maka pertumbuhan bakteri akan terhambat dan
apabila bakteri hidup diatas suhu 310C maka bakteri tidak dapat
berkembangbiak. Selanjutnya menambahkan asam cuka sebanyak 35 mL ke
dalam larutan air kelapa. Penambahan asam asetat untuk mengatur keasaman
media sehingga pH media berkisar pada pH optimum pada kisaran pH 3-5
agar pertumbuhan mikroba dan produksi nata de coco dapat menjadi
maksimal (BikinPabrik, 2019). Menuangkan larutan tersebut kedalam loyang
plastik, kemudian menambahkan starter sebanyak 20 mL selanjutnya
menutup loyang tersebut dengan koran dan diikat menggunakan karet gelang
secukupnya. Penutupan menggunakan koran bertujuan mencegah kotoran
masuk ke dalam media yang menyebabkan kontaminasi bakteri Acetobacter
xylinum dan koran juga mempunyai pori yang berfungsi agar oksigen dapat
masuk ke dalam loyang plastik sehingga bakteri Acetobacter xylinum
mendapatkan oksigen karena sifat bakteri yang anhidrat (Fitria, 2010).
Mengamati perubahan yang terjadi selama 2 hari sekali dalam seminggu.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan mendapatkan nata de coco
yang beraroma seperti tape, rasa masam, tekstur berupa cair dan terasa kasar
saat tersentuh dengan tangan, warna putih keruh, dan tidak memiliki
ketebalan, serta nilai pH 3. Sehingga dapat disimpulkan percobaan nata de
coco gagal. Terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan nata de coco
gagal:
1. Loyang plastik
Jika menggunakan aluminium dapat mengakitbatkan
perkembangan bakteri Acetobacter xylinum terhambat karena
aluminium dapat menyerap panas, dan mudah berkarat.
2. Penutup loyang
Penutup loyang menggunakan koran dikarenakan bakteri
Acetobacter xylinum memerlukan sedikit oksigen untuk
perkembangan sedangkan koran memiliki pori sehingga oksigen
dapat masuk ke dalam loyang.
3. Suhu starter
Suhu pada bakteri sebaiknya berkisar 28–310C karena suhu yang
terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mengganggu pertumbuhan
bakteri pembentuk nata yang akhirnya juga menghambat produksi
nata.
4. Pengaruh cuka
Cuka juga berpengaruh dalam fermentasi nata sebab jika terlalu
berlebihan menambahkan cuka pada air kelapa maka air kelapa
tersebut akan menjadi sangat asam sedangkan bakteri Acetobacter
xylinum tidak dapat berkembang di pH 3.
5. Waktu pembelian kelapa dan pembuatannya
Hal ini juga termasuk dalam faktor–faktor pembuatan nata jika saat
membeli kelapa di pagi hari dan pembuatannya dilakukan pada
siang hari maka air kelapa tersebut akan menjadi asam dan jika saat
menambahkan cuka maka air kelapa tersebut akan menjadi semakin
asam.
6. Kebersihan alat
Hal ini yang penting untuk dilakukan sebab jika alat tidak bersih
maka air kelapa dan bakteri Acetobacter xylinum akan
terkontaminasi impurities atau tercampur dengan bakteri yang lain.
7. Luas loyang
Luas loyang juga tidak boleh terlalu besar atau kecil, jika luas
loyang terlalu kecil maka ketebalan nata akan semakin tinggi dan
itu menyebabkan nata tidak mengental secara sempurna sedangkan
jika loyang terlalu besar maka ketebalan nata akan semakin
menipis.
8. Penambahan gula
Saat proses menambahkan gula pada air kelapa dilakukan pada
suhu 500C dan saat suhu mencapai 700C maka semua gula harus
sudah homogen jika proses menambahkan gula saat sudah
mendidih makan nutrisi dalam gula akan menghilang.
9. Pupuk ZA
Pupuk ZA yang digunakan adalah food grade sebab jika
menggunakan pupuk ZA yang non grade maka dikhawatirkan ada
potensi pencemaran logam berat. Hal ini dapat memengaruhi
bakteri Acetobacter xylinum juga.
10. pH
Bakteri Acetobacter xylinum akan lebih berkembang dengan
optimal pada derajat keasaman pH 4,3.
4.2.4 Pembahasan oleh Santi Wahyu P. (Variabel E)
Nata de Coco adalah makanan yang dihasilkan oleh bakteri
Acetobacter xylinum melalui proses fermentasi. Pada proses pembuatan nata
de coco starter yang digunakan berasal dari sari buah nanas yang sebelumnya
telah diproses terlebih dahulu. Nanas berfungsi sebagai pengganti starter
biakan murni untuk memperoleh starter bakteri Acetobacter xynilum yang
akan digunakan dalam proses pembuatan nata de coco. Secara alami pada
nanas telah ada bakteri Acetobacter xylinum dengan jumlah yang sedikit
(Suzanni et al., 2020). Pembuatan nata de coco pada praktikum bertujuan
untuk mengetahui peran bakteri Acetobacter xylinum pada proses pembuatan
nata de coco, untuk mengamati rasa, aroma, tekstur, warna, dan ketebalan
dari nata de coco, dan untuk mengukur pH dari nata de coco.
Percobaan dimulai dengan menyaring air kelapa agar air kelapa
terpisah dari ampas ataupun impurities lainnya. Air kelapa yang telah disaring
dipanaskan hingga mendidih. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan
kontaminan yang ada dalam air kelapa. Setelah air kelapa mendidih maka
ditambahkan pupuk ZA dan diaduk hingga homogen lalu didinginkan. Pupuk
ZA inilah yang akan menjadi bahan nutrisi berupa nitrogen bagi pertumbuhan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Peran bakteri Acetobacter xylinum dalam pembuatan nata de coco adalah
menguraikan sukrosa pada gula yang terdapat dalam air kelapa menjadi
selulosa pada saat proses fermentasi dengan nutrien dan sumber energi
berupa karbon dan nitrogen melalui proses terkontrol.
2. Tektur yang dihasilkan cair, dengan aroma seperti tape, mempunyai
warna putih keruh, rasanya masam dan ketebalannnya tidak ada.
3. pH akhir yang didapatkan dari proses pembuatan nata de coco adalah 3
pada variabel D dan 4 pada variabel A, B, dan E.
5.2 Saran
1. Menutup loyang dengan cepat menggunakan koran dan di ikat dengan
karet gelang saat memasukan starter.
2. Hindari goyangan pada loyang.
3. Kondisi media jangan terlalu asam karena dapat mengganggu
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.
4. Proses sterilisasi pada alat praktikum yang digunakan.
5. Saat fermentasi berlangsung harus memperhatikan suhu karena suhu ideal
bakteri Acetobacter xylinum, yaitu suhu 28–310C.
DAFTAR PUSTAKA
BikinPabrik. 2019. Nata de Coco: Proses Pembuatan, manfaat dan Titik Kritis
Kehalalannya. https://bikinpabrik.id/2019/12/14/Nata-de-coco-halalkah/.
Diakses pada 13 juni 2021.
Ikawati, Zullies. 2015. Makan Nata de coco? Siapa Takut. Jurnal PIOGAMA
Fakultas Farmasi UGM, hal. 18.
Munawar. 2009. Bakteri Nata de Coco. Jakarta: PT. Gredia Pustaka Utama.
Santosa, B., Rozana, R., & Astutik, A. 2021. Pemanfaatan sumber nitrogen
organik dalam pembuatan Nata de coco. Teknologi Pangan: Media
Informasi Dan Komunikasi Ilmiah Teknologi Pertanian, 12(1), 55-63.
LAMPIRAN
A. Gambar Percobaan
1. Gambar Percobaan oleh Aditya Fikri Awaludin (Variabel A)
No. Hari Ke- Gambar
1. Hari Ke-1
2. Hari Ke-2
3. Hari Ke-4
4. Hari Ke-6
5. Hari Ke-7
1. Hari Ke-2
2. Hari Ke-4t
3. Hari Ke-6
4. Hari Ke-7
1. Hari Ke-2
2. Hari Ke-4
3. Hari Ke-6
4. Hari Ke-7
1. Hari Ke-1
2. Hari Ke-2
3. Hari Ke-4
4. Hari Ke-6
5. Hari Ke-7
Chusnul Chotimah
Chusnul Chotimah
Chusnul Chotimah
Chusnul Chotimah
7.
8.
LAPORAN
KELOMPOK 1 :
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM BERJUDUL :
PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL
Oleh:
Kelompok 1
Telah diperiksa, diperbaiki, dan disetujui sesuai hasil praktikum atas saran dan
petunjuk dari asisten dan dosen pembimbing
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Dasar Teknik Kimia
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya dan atas
karunia Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Mikrobiologi Industri
yang berjudul Pembuatan Virgin Coconut Oil.
Laporan praktikum ini dibuat untuk memenuhi tugas praktikum Mikrobiologi
Industri. Disamping itu, kami juga berharap laporan ini mampu memberikan
konribusi dalam menunjang pengetahuan para mahasiswa khususnya dan pihak lain
pada umumnya.
Dalam penyusunan laporan praktikum ini, kami tidak dapat menyelesaikan-
nya dengan baik tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang
berupa petunjuk, bimbingan, pengarahan maupun fasilitas yang diperoleh. Untuk
itu pada kesempatan kali ini dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hati
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Dian Yanuarita P., S.T., M.T. selaku dosen pengampu.
2. Asisten laboratorium mikrobiologi industri 2021.
3. Teman-teman yang membantu kami baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam menyelesaikan laporan praktikum ini.
Untuk lebih menyempurnakan laporan praktikum ini, kami memerlukan
kritik dan saran dari pembaca, sehingga dapat digunakan untuk membantu
memperbaiki laporan praktikum ini. Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam
penyusunan laporan praktikum ini terdapat kesalahan dan harapan kami semoga
laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penyusun
ABSTRAK
Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak yang berasal dari sari pati kelapa yang
memanfaatkan ragi roti untuk proses fermentasi. Tujuan dari percobaan pembuatan virgin coconut
oil adalah mengetahui cara pembuatan VCO menggunakan metode fermentasi, mengamati aroma,
tekstur, rasa, warna VCO, dan menghitung nilai densitas VCO. Proses pembuatan virgin coconut oil
dilakukan dengan proses fermentasi dalam suhu ruang dengan penambahan ragi roti sebanyak 0,5%
dari berat krim santan, kemudian aduk hingga homogen. Setelah itu, tuangkan kedalam toples, dan
tutup toples tersebut. Selanjutnya proses fermentasi akan berlangsung selama 1-4 hari, minyak
kelapa akan mulai terlihat, dan dilakukan pemanasan minyak hingga mendidih. Analisa hasil VCO
setelah pemanasan yang didapatkan yaitu aroma seperti buah kelapa, tekstur lembut dan licin, rasa
paling dominan adalah gurih dengan rasa air kelapa, warnanya putih jernih dan kuning jernih serta
rata-rata nilai densitas bernilai 0,915245 gramam/cm3. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
percobaan pembuatan virgin coconut oil sukses, karena nilai densitas bernilai diantara 0,91
gramam/cm3.
Kata kunci: Fermentasi; Ragi roti; Virgin coconut oi; Densitas; Minyak kelapa
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Kelapa ..................................................................................................... 3
2.2 Ragi Roti ................................................................................................. 4
2.3 Virgin Coconut Oil (VCO) ..................................................................... 4
2.4 Kandungan Virgin Coconut Oil .............................................................. 5
2.5 Sifat Fisika dan Kimia Virgin Coconut Oil ............................................ 5
2.6 Metode Pembuatan VCO ........................................................................ 6
2.7 Manfaat VCO ......................................................................................... 7
BAB III METODE PERCOBAAN ...................................................................... 8
3.1 Skema Percobaan .................................................................................... 8
3.1.1 Skema Percobaan Pembuatan Krim Santan ....................................... 8
3.1.2 Skema Percobaan Metode Fermentasi dan Inkubasi .......................... 8
3.2 Alat dan Bahan Percobaan...................................................................... 9
3.2.1 Alat Percobaan .................................................................................. 9
3.2.2 Bahan Percobaan ............................................................................... 9
3.3 Gambar Alat ........................................................................................... 9
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN .................................. 11
4.1 Data Hasil Percobaan............................................................................ 11
4.2 Data Hasil Perhitungan ......................................................................... 11
4.3 Pembahasan dan Diskusi ...................................................................... 11
4.3.1 Pembahasan oleh Aditya Fikri A. (Variabel A) .............................. 11
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)..............11
Tabel 4.2 Data Hasil Perhitungan Densitas VCO ..................................................... 11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Kelapa ..................................................................................3
Gambar 3.1 Skema Pembuatan Krim Santan .........................................................8
Gambar 3.2 Skema Percobaan Pembuatan VCO Metode Fermentasi....................8
Gambar 3.3 Wajan ..................................................................................................9
Gambar 3.4 Kotak Plastik.......................................................................................9
Gambar 3.5 Neraca Analitik ...................................................................................9
Gambar 3.6 Penyaring ............................................................................................9
Gambar 3.7 Gelas Ukur 600 mL ..........................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak pulau dan
merupakan negara produsen kelapa utama di dunia. Hampir di semua provinsi di
Indonesia dijumpai tanaman kelapa yang pengusahaannya berupa perkebunan
rakyat. Tanaman kelapa di Indonesia merupakan salah satu tanaman yang sangat
berguna dalam kehidupan ekonomi pedesaan. Semua bagian dari pohon kelapa
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu bagian kelapa
yang mempunyai banyak manfaat adalah daging buah kelapa yang diambil
santannya untuk dijadikan minyak kelapa murni (Ngantemin, 2013).
Kelapa segar mengandung 30-50% minyak, bila dikeringkan menjadi
kopra kadar lemaknya mencapai 63-65%. Kadar minyak sangat dipengaruhi oleh
tingkat ketuaan buah, semakin tua buah semakin tinggi kadar minyaknya. Buah
kelapa yang sudah tua atau matang umumnya dipanen pada umur 11–12 bulan. Oleh
karena itu buah kelapa yang sesuai untuk diolah menjadi minyak kelapa murni
harus berumur 12 bulan. Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan bentuk olahan
daging kelapa yang baru-baru ini banyak diproduksi untuk dikomersilkan.
Minyak kelapa murni atau lebih dikenal dengan Virgin Coconut Oil (VCO)
merupakan sejenis minyak kelapa murni sehingga dihasilkan produk dengan kadar
air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna putih jernih, berbau harum,
serta mempunyai daya simpan yang cukup lama yaitu lebih dari 12 bulan. VCO
sangat kaya dengan kandungan asam laurat (lauric acid) berkisar 50-70%.
Pembuatan minyak kelapa murni ini memiliki banyak keunggulan yaitu tidak
membutuhkan biaya yang mahal karena bahan baku mudah didapat dengan harga
yang murah, pengolahan yang sederhana dan tidak terlalu rumit, serta penggunaan
energi yang minimal karena tidak menggunakan bahan bakar sehingga kandungan
kimia dan nutrisinya tetap terjaga terutama asam lemak dalam minyak
(Alamsyah,N.A, 2005).
Virgin coconut oil mengandung senyawa bioaktif yang baik bagi kesehatan
manusia. Proses pembuatan virgin coconut oil yang berbeda menyebabkan
kandungan senyawa bioaktif yang terdapat didalamnya juga berbeda. Namun, pada
umumnya produk virgin coconut oil yang berkualitas mengandung senyawa
antioksidan, vitamin dan asam laurat. Menurut Novarianto (2007) virgin coconut
oil yang diperoleh melalui proses fermentasi santan diketahui mengandung Bakteri
Asam Laktat (BAL) yang memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen,
yakni Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus thermobacterium. Selain
menggunakan proses fermentasi pembuatan VCO juga dapat dibuat dengan metode
pemanasan dan pemancingan minyak, walaupun hasil minyak yang dihasilkan akan
berkurang nutrisinya
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mengetahui proses pembuatan VCO dengan pembuatan fermentasi.
2. Mengetahui peran bakteri dalam proses fermentasi minyak kelapa.
3. Mengetahui bentuk, tekstur, rasa, dan aroma dari pembuatan VCO.
4. Mengetahui hasil dari analisis densitas dengan motede fermentasi dari
pembuatan VCO.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam marga Cocos dari suku
aren-arenan atau Arecaceae. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya
oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna, terutama bagi
masyarakat pesisir. Kelapa juga merupakan sebutan untuk buah yang dihasilkan
tumbuhan ini. Kelapa diperkirakan berasal dari pesisir Samudera Hindia disisi Asia,
namun kini telah menyebar luas diseluruh pantai daerah tropis dunia. Buah kelapa
memiliki beberapa bagian seperti berikut (Dalgado. 2016).
Menurut Laras (2009) kelapa segar mengandung 30-50% minyak. Jika kelapa
dikeringkan menjadi kopra, maka kadar lemaknya meningkat antara 63% hingga
65%. Menurut Rindengan et al (1995) kadar minyak dipengaruhi oleh umur buah
kelapa, jika semakin tua buah kelapa, maka semakin tinggi kadar minyaknya. Buah
kelapa yang sudah tua atau matang dipanen pada umur 11-12 bulan yang ditandai
oleh tempurung yang berwarna coklat kehitaman, tiga lubang tempat tumbuh bakal
tanaman berwarna hitam dan pada kulit ari berwarna kehitaman. Maka buah kelapa
yang sesuai untuk diolah menjadi virgin coconut oil harus berumur 12 bulan
(Rindengan, 2004).
2.2 Ragi Roti
Ragi adalah suatu macam tumbuh-tumbuhan bersel satu yang tergolong
kedalam keluarga cendawan. Ragi berkembang biak dengan suatu proses yang
dikenal dengan istilah pertunasan, yang menyebabkan terjadinya peragian. Peragian
adalah istilah umum yang mencakup perubahan gelembung udara dan yang bukan
gelembung udara (aerobic dan anaerobic) yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Dalam pembuatan roti, sebagian besar ragi berasal dari mikroba jenis
Saccharomyces cerevisiae (Mudjajanto dan Lilik, 2004).
2.3 Virgin Coconut Oil (VCO)
Minyak kelapa murni Virgin coconut oil adalah minyak yang berasal dari sari
pati kelapa. VCO diproses secara higienis tanpa pemanasan secara langsung dan
bahan kimia tambahan. Menurut Alamsyah (2005) dilihat dari warnanya, VCO jauh
lebih jernih seperti air mineral. VCO beraroma khas kelapa, karena masih
mengandung zat-zat fitonutrien alami dari kelapa. Selain itu, VCO mengandung
asam lemak bebas yang rendah (kurang dari 0,07% sebagai asam laurat),
mengandung vitamin E 30 kali lebih tinggi daripada RBD coconut oil, dan bebas
dari kontaminasi aflatoksin (Pratiwi, 2019).
VCO merupakan minyak stabil, minyak ini tidak mudah rusak dengan adanya
panas serta tahan terhadap cahaya dan udara. Jika dipanaskan akan menimbulkan
asap pada suhu 198°C serta mengandung vitamin E (tokoferol) yang berperan
menjaga kestabilan minyak dan melindungi ketengikan. VCO dapat disimpan pada
suhu ruang selama bertahun-tahun tanpa perubahan sifat. Minyak ini tidak mudah
tengik karena kandungan asam lemak jenuhnya tinggi sehingga proses oksidasi
tidak mudah terjadi. Namun bila kualitas VCO rendah, proses ketengikan akan
berjalan lebih awal, hal ini disebabkan oleh pengaruh oksigen, keberadaan air, dan
mikroba yang mengurangi kandungan asam lemak yang berada dalam VCO
menjadi komponen lain (Marlina dkk., 2017).
2.4 Kandungan Virgin Coconut Oil
Virgin coconut oil mengandung asam laurat CH3(CH2)10COOH 50% dan asam
kaprilat CH3(CH2)6COOH 7%. Kedua asam ini merupakan asam lemak jenuh rantai
sedang yang mudah dimetabolisir dan bersifat anti mikroba. Didalam tubuh, asam
laurat menjadi monolaurin, sedangkan asam kaprilat menjadi monokaprin. Asam
laurat mempunyai fungsi, yakni diubah menjadi monolaurin didalam tubuh
manusia. Monolaurin adalah monogliserida antiviral, antibakteri, dan antiprotozoal
yang digunakan oleh sistem kekebalan manusia dan hewan (Rahmawati, 2020).
Monolaurin berfungsi untuk menghancurkan virus-virus pelindung lemak,
seperti HIV, herves, influenza, dan berbagai bakteri patogen. Asam kaprat yang
juga berfungsi sebagai zat kekebalan tubuh ketika diubah menjadi monokaprin di
dalam tubuh manusia atau hewan. Menurut Wibowo (2006) dan Barlina dkk (2006)
manfaat VCO antara lain, sebagai antioksidan karena mengandung polifenol,
sebagai suplemen pada makanan, kosmetik, dan farmasi (obat-obatan).
2.5 Sifat Fisika dan Kimia Virgin Coconut Oil
Menurut Darmoyuwono (2006), sifat-sifat kimia dan fisika dari VCO, yaitu:
1. Tidak berwarna.
2. Beraroma khas kelapa.
3. Tidak larut dalam air.
4. Berat jenis 0,883 pada suhu 20°C.
5. Memiliki pH di bawah 7.
6. Tidak menguap pada suhu 21°C.
7. Titik cair 20-25°C.
8. Titik didih 225°C.
9. Kerapatan uap 6,91.
10. Tekanan uap 1 mmHg pada suhu 121°C.
VCO memiliki perbedaan dengan minyak kelapa (CNO), hal itulah yang
menyebabkan VCO memiliki harga yang lebih mahal dan lebih banyak digunakan
dibanding dengan minyak kelapa (CNO) (Cristianti dkk., 2009).
2.6 Metode Pembuatan VCO
Prinsip dasar dalam membuat VCO ada 3 tahapan utama, yaitu pembuatan
santan kelapa, pembuatan VCO, dan penyaringan. Menurut Tamam, (2017) dalam
pengolahan VCO terdapat beberapa metode yang lain, yaitu:
1. Metode pemanasan
Metode ini menggunakan pemanasan terkendali. Caranya adalah krim yang
diperoleh dari santan dimasak dengan wajan pada suhu sedang 60°C–75°C. Jaga
suhu jangan sampai panas berlebihan. Aduk perlahan hingga keluar minyak. Jika
sudah diperoleh minyak, matikan apinya. Pisahkan minyak dari blondo dengan cara
menggunakan serok. Keunggulan menggunakan metode ini adalah VCO yang
dihasilkan dalam waktu singkat dibandingkan metode yang lain.
2. Metode fermentasi
Cara membuat VCO dengan fermentasi dimulai dari menyiapkan krim santan
didalam toples dan kemudian tambahkan ragi roti sebanyak 1/4 sendok teh. Aduk
campuran tersebut dan kemudian tutuplah toples. Biarkan (inkubasi) selama 24 jam.
Hasilnya adalah terbentuk 3 lapisan, yaitu lapisan atas (minyak), lapisan tengah
(blondo), dan lapisan bawah (air).
3. Metode pancingan
Membuat VCO dengan menggunakan VCO yang sudah jadi sebagai
pemancing untuk terbentuknya VCO baru. Langkahnya sangat mudah sekali, yaitu
siapkan krim dan masukkan ke dalam toples kemudian tambahkan 1-2 sendok
makan VCO dan aduk hingga merata. Tutuplah toples kemudian tunggu selama 24
jam. Hasilnya yakni akan terbentuk 3 lapisan yaitu: lapisan atas (minyak), lapisan
tengah (blondo), dan lapisan bawah (air).
4. Metode enzim daun pepaya
Daun pepaya mengandung enzim papain yang bisa digunakan untuk membuat
VCO. Siapkan daun pepaya dan iris kecil-kecil. Campurkan irisan daun pepaya
secukupnya dengan krim santan dan masukkan kedalam toples tertutup. Tunggu
hingga 24 jam sampai terbentuk 3 lapisan.
5. Metode enzim nanas
Nanas mengandung enzim bromelain yang dapat digunakan untuk membuat
VCO. Siapkan buah nanas secukupnya (termasuk bonggol tengahnya) dan
kemudian diparut. Parutan nanas tersebut dicampur dengan krim santan dan taruh
pada toples tertutup. Biarkan selama 24 jam hingga terbentuk 3 lapisan.
6. Metode asam cuka
Cara membuat VCO dengan pengasaman cukup sederhana. Hanya
menambahkan asam cuka makanan kedalam krim santan. Perbandingannya yakni
200 mL krim santan dicampur dengan 2 sendok asam cuka. Setelah dicampur
dengan cuka, aduk hingga merata dan biarkan hingga 24 jam hingga terbentuk 3
lapisan.
2.7 Manfaat VCO
VCO memiliki banyak manfaat dalam dunia industri dan kesehatan. Dalam
dunia perindustrian, VCO dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik. Susunan
molekuler VCO memberikan tekstur lembut dan halus pada kulit dan rambut,
sehingga saat ini banyak industri sabun, shampoo, dan produk perawatan tubuh lain
yang menggunakan bahan baku VCO. Keunggulan VCO adalah bahan baku yang
murah dan mudah didapat, Menurut Alamsyah (2005), VCO memiliki banyak
manfaaat dalam dunia kesehatan, diantaranya merupakan antibakteri, antivirus,
antijamur dan antiprotozoa alamiah, selain itu dapat membantu meredakan gejala-
gejala dan mengurangi resiko kesehatan yang berhubungan dengan diabetes.
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Skema Percobaan
3.1.1 Skema Percobaan Pembuatan Krim Santan
Kelapa parut disiram dengan air sebanyak 1 liter, dan diambil sarinya.
Toples ditutup dan diamkan selama 6-12 jam agar air dapat terpisah
dengan krim santan.
Air hasil pemisahan dibuang, sehingga hanya tersisa krim santan dalam
toples.
Gambar 3.1 Skema Pembuatan Krim Santan
3.1.2 Skema Percobaan Metode Fermentasi dan Inkubasi
Toples ditutup dan simpan dalam suhu ruang selama 24 jam, dan proses
fermentasi akan berlangsung.
x
Gambar 3.3 Wajan Gambar 3.4 Kotak plastik
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)
No. Variabel Aroma Rasa Warna Tekstur
Lembut
Seperti aroma Gurih, dan ada Putih
1. A dan
buah kelapa rasa kelapanya jernih
licin
Lembut
Aroma khas Terdapat sedikit Putih
2. B dan
kelapa rasa kelapa jernih
licin
Lembut
Seperti air Putih
3. D Gurih dan asin dan
kelapa keruh
licin
Lembut
Seperti kelapa Tidak ada rasa Kuning
4. E dan
dan gurih jernih
licin
4.2 Data Hasil Perhitungan
Tabel 4.2 Data Hasil Perhitungan Densitas VCO
No. Variabel Densitas VCO (gramam/cm3)
1. A 0,90316
2. B 0,9092
3. D 0,92129
4. E 0,92733
Kelapa merupakan bahan baku pada proses pembuatan VCO, karena dari
kelapalah minyak dapat muncul. Sebaiknya saat hendak memilih kelapa pilih
kelapa yang berumur tua, karena kadar minyak dipengaruhi oleh umur buah
kelapa, jika semakin tua buah kelapa, maka semakin tinggi kadar minyaknya.
Menurut Rindegan et al. (1995) buah kelapa dianggap yang sudah tua atau matang
dipanen pada umur 11-12 bulan yang ditandai oleh tempurung yang berwarna
coklat kehitaman, tiga lubang tempat tumbuh bakal tanaman berwarna hitam dan
pada kulit ari berwarna kehitaman, maka buah kelapa yang sesuai untuk diolah
menjadi virgin coconut oil harus berumur 12 bulan (Rindengan, 2004).
Setelah memisahkan krim santan dari air, timbang telebih dahulu krim
santan tersebut. Pada penimbangan tersebut mendapatkan berat sebesar 220 gram.
Setelah itu, melajutkan dengan menambahkan ragi roti sebanyak 1,1 gram (0,5%
dari berat krim santan). Setelah menambahkan ragi, lalu aduk ragi dan krim
tersebut sampai menjadi homogen, kemudian diamkan selama 3 hari. Biasanya
ragi berguna untuk pembuatan roti ataupun tape, tetapi ragi juga memiliki peluang
dalam pembuatan VCO karena ragi mengandung mikroflora seperti khamir yang
berfungsi sebagai starter dalam menghasilkan lipase untuk memecah emulsi
santan atau krim ataupun air yang masih tersisa sehingga mendapatknya VCO
dalam hasil akhirnya. Oleh sebab itu, ragi merupakan bahan baku yang sangat
penting karena bisa membantu denaturasi protein dan mengekstrak minyak.
Setelah proses fermentasi terdapat dua bagian yang terpisah, minyak
dibagian atas dan blondo dibagian bawah. Saat itu tidak terlihat endapan air
dibagian bawah blondo. Minyak dapat terangkat keatas karena pengaruh berat
jenis dari minyak yang lebih kecil dari blondo, selain itu ragi juga berperan dalam
membantu pemisahan minyak dan blondo tersebut. Ketika hendak mengambil
bagian minyak dari bahan yang lain, pastikan saat mengambil minyak tersebut
bahan lainnya tidak ikut terambil, atau melakukan penyaringan dengan tisu.
Setelah minyak terambil, melakukan pemanasan minyak sampai mendidih. Proses
pemanasan tidak dilakukan terlalu lama, agar minyak tidak menjadi gosong,
kemudian mengamati bentuk, tekstur, rasa, bau, dan densitas VCO.
dari blondo dan air, selain itu minyak dapat berada dipermukaan air karena
memiliki berat jenis yang lebih ringan, sedangkan protein (blondo) dan air berada
di bawah.
Tujuan proses pembuatan VCO dengan metode fermentasi adalah
mengetahui cara pembuatan menggunakan ragi roti, warna, tekstur, aroma, rasa
serta mengetahui nilai densitas yang dihasilkan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain 1,5 kg kelapa
parut. Buah kelapa yang akan diolah menjadi VCO adalah buah kelapa tua. Ciri-
ciri kelapa yang sudah tua ditandai oleh sabut kelapa berwarna kecoklatan tampak
kering, tempurung kelapa berwarna cokelat kehitaman dan lubang tempat tumbuh
calon tanaman tertutup rapat. Buah kelapa tua akan menghasilkan randemen
minyak yang tinggi, bahan selanjutnya 1 liter air, dan ragi roti.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu mengambil daging dari buah kelapa
segar dan memarutnya. Kemudian menimbang hasil parutan sebanyak 1,5 kg, dan
memeras parutan dengan 1 liter air untuk diambil santannya. Santan yang
diperoleh didiamkan selama 6 jam dan diambil kanilnya. Setelah itu, menimbang
kanil dan diperoleh sebanyak 200 gram, kemudian menambahkan 2 gram ragi,
lalu mengaduknya hingga merata. Santan didiamkan selama 24 jam, kemudian
dipisahkan minyak. Minyak dipanaskan sampai mendidih hingga berwarna putih
jernih. Tujuan dari pemanasan adalah menguapkan air yang masih ada didalam
minyak.
Pemisahan krim santan yang telah diinkubasi pada proses pembuatan VCO
secara fermentasi menggunakan ragi roti (fermipan) yang mengandung
Sacacharomycea cerevisiae memperlihatkan hasil yang sesuai harapan, dimana
terbentuk 3 lapisan yaitu lapisan atas berupa minyak murni (VCO), lapisan tengah
berupa blondo (warna putih) dan lapisan bawah berupa air, 3 lapisan tersebut
dapat terbentuk karena pengaruh starter dari ragi yang berfungsi sebagai
pemecahan emulsi santan atau air yang masih tersisa. Berdasarkan data hasil
penelitian didapatkan densitas bernilai 0.9968 gram/cm3, dan hasil dari praktikum
ini menunjukkan bahwa kondisi fisik VCO menghasilkan minyak berwarna putih
jernih, tekstur cair, rasanya gurih dan berbau harum khas kelapa.
dan menghilangkan air yang masih tersisa didalam VCO dengan cara penguapan.
Namun, saat proses pemanasan suhunya harus terkontrol sekitar 100-1100C agar
protein yang terikat dengan air tidak rusak karena proses pemanasan tersebut
(Rahmawati, 2018).
Setelah itu, mengamati bentuk, tekstur, rasa, bau dan densitas minyak. Pada
percobaan didapatkan hasil yang berbentuk cair, dengan sedikit kental, memiliki
tekstur yang lembut dan licin jika tersentuh dengan tangan. Rasanya gurih atau
sedikit asin, aromanya seperti air kelapa, warnanya putih keruh.
4.3.4 Pembahasan oleh Santi Wahyu P. (Variabel E)
Virgin Coconut Oil (VCO) adalah modifikasi proses pembuatan minyak
kelapa sehingga menghasilkan produk yang memiliki kadar air dan kadar lemak
bebas yang rendah, memiliki warna putih jernih, memiliki aroma harum, serta
memiliki daya simpan yang cukup lama yaitu sekitar 12 bulan. Selain itu, jika
dibandingkan dengan dengan minyak kelapa biasa, minyak kelapa murni memiliki
kualitas yang lebih baik karena minyak kelapa murni memiliki kandungan
kandungan asam laurat (laurat acid) yang sangat kaya yaitu sekitar 50%-70%.
Minyak kelapa biasa akan berwarna kuning kecoklatan, memiliki aroma yang
tidak harum, dan mudah tengik sehingga daya simpannya tidak bertahan lama
biasanya kurang dari dua bulan. Sedangkan dari segi ekonomi minyak kelapa
murni memiliki harga jual yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak
kelapa biasa (Alamsyah,N.A, 2005).
Praktikum pembuatan VCO ini bertujuan untuk mengetahui peran bakteri
dalam proses fermentasi minyak kelapa, mengetahui bentuk, tekstur, rasa, dan
aroma dari virgin coconut oil, serta mengetahui hasil analisis densitas dengan
metode fermentasi dari pembuatan virgin coconut oil. Pada praktikum ini, minyak
kelapa murni menggunakan metode fermentasi. Pembuatan minyak kelapa murni
diawali dengan menyiapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Bahan-bahan tersebut
adalah kelapa parut 2 kg, ragi, dan air 1,5 liter. Langkah pertama adalah
mencampurkan air sebanyak 1,5 liter kedalam 2 kg parutan kelapa kemudian
memerasnya. Setelah itu, memasukkan santan kedalam toples dan mendiamkan
selama 6-12 jam. Proses pendiaman didalam toples dilakukan dengan tujuan
memisahkan air dan kanilnya. Setelah santan terpisah menjadi 2 bagian, maka air
akan berada dilapisan bawah dan krim santan dibagian atas. Setelah itu
menimbang krim untuk mengetahui beratnya. Pada proses ini, kanil yang
didapatkan hanya sekitar 80 gram. Hal ini dikarenakan faktor seperti usia kelapa.
Usia kelapa yang baik untuk membuat VCO adalah sekitar 11-13 bulan. Pada usia
11-13 bulan kelapa dapat dikatakan tua. Kelapa disebut tua jika rasio kadar air dan
minyaknya optimum untuk menghasilkan santan dalam jumlah terbanyak.
Sedangkan jika kelapa terlalu tua maka santan yang diperoleh semakin sedikit.
Selanjutnya jika krim santan sudah ditimbang maka dapat ditambahkan ragi
sebanyak 1% dari berat krim santan. Pada proses ini ragi yang ditambahkan yaitu
sekitar 0,8 gram. Setelah ditambahkan dengan ragi, krim santan ditutup dalam
toples dan disimpan pada suhu ruang selama 24 jam dan proses fermentasi akan
berlangsung.
Setelah proses fermentasi selama 17 jam, krim santan dalam toples terpisah
menjadi 2 bagian. Bagian bawah tidak berwarna sedangkan bagian atas berwarna
putih tidak transparan. Kemudian melanjutkan proses fermentasi selama 48 jam
agar benar-benar terpisah. Setelah 48 jam, terbentuk lapisan minyak dibagian
tengah antara air dan krim santan. Hal ini terjadi karena air memiliki masa jenis
yang paling berat jika dibandingkan dengan massa jenis minyak dan kanil
sehingga lapisan air berada dibagian paling bawah. Minyak lalu diambil kemudian
dipanaskan hingga mendidih. Tujuan dari pemanasan menguapkan kandungan air
yang terdapat pada minyak agar minyak tidak mudah berbau tengik dan menjadi
lebih murni. Setelah minyak mendidih, minyak didinginkan kemudian dilakukan
analisa terhadap aroma, warna, rasa dan tekstur.
Aroma yang dihasilkan oleh minyak kelapa murni yaitu gurih, seperti kelapa
yang dipanggang, berbau harum seperti buah kelapa. Hal ini menunjukkan
kualitas VCO baik karena terfermentasi dengan sempurna dan tidak terdapat
kandungan air dalam minyak yang membuat minyak menjadi tengik. Minyak
kelapa murni yang dihasilkan tidak memiliki rasa, dan memiliki tekstur yang licin
dan lembut seperti minyak pada umumnya. Warna yang dihasilkan oleh minyak
kelapa murni ini adalah putih jernih. Secara fisik, VCO memang harus memiliki
warna putih jernih yang menandakan bahwa VCO tidak tercampur atau
terkontaminasi oleh sisa air. Kontaminasi seperti ini secara langsung akan
memengaruhi kualitas VCO. Secara fisik, minyak kelapa murni yang dihasilkan
pada percobaan kali ini telah memenuhi standar VCO dengan kualitas yang baik.
Setelah pengamatan fisik selesai dilakukan, hal terakhir yang harus dilakukan
adalah menghitung densitas VCO. Pada praktikum ini, densitas VCO yang
dihasilkan sebesar 0,92733 gram/cm³.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pembuatan VCO dengan metode fermentasi menggunakan bantuan ragi roti
yang terdapat Saccharomyces cerevisiae, dan dilakukan proses inkubasi
selama 1-4 hari.
2. Peran bakteri asam laktat dalam pembuatan VCO adalah memecah
emulsifier protein melalui proses fermentasi. Emulsifer adalah senyawa
yang bertugas untuk pengabungkan dua zat, misalnya air dan minyak. Oleh
sebab itu, setelah proses fermentasi terbentuknya 3 lapisan, yakni minyak,
blondo, dan air.
3. Tekstur yang dihasilkan lembut dan licin, dengan aroma seperti air kelapa,
rasanya gurih, dan warnanya ada yang putih jernih dan kuning jernih.
4. Densitas VCO yang didapatkan dari proses pembuatan VCO memiliki nilai
rata-rata 0,915245 gram/cm3.
5.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan proses penyaringan yang lebih baik agar diperoleh
minyak kelapa murni yang lebih bening.
2. Sebaiknya jangka waktu proses fermentasi yang baik sekitar 1 hingga 4 hari
agar minyak terpisah dari air.
3. Sebaiknya kelapa yang digunakan yaitu kelapa tua daripada kelapa muda
karena kelapa tua akan menghasilkan randemen minyak yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Andi Nur. (2005). Virgin coconut oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit.
Jakarta: Penerbit Agramo Media Pustaka.
F. Syarif, H. Bawafie, T. Hakim, dan P.A. Sidiq. 2020. Pelatihan Re-Branding Gula
Jawa Sebagai Penunjang Perekonomian Masyarakat Desa Benerkulon
Oleh Tim Kkn Unnes Bersama Melawan Covid-19 Tahun 2020 Wilayah
Kebumen. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
L. Cristianti, A.H. Prakosa. 2009. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Minyak Kelapa
Murni (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Fermentasi Ragi Tempe.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta.
M.H. Badrut Tamam. 2017. 6 Cara Sederhana Membuat VCO Berkualitas, No. 3
Gampang Sekali!. https://generasibiologi.com/2017/07/cara-membuat-
vco-murni-sendiri-di-rumah-yang-benar.html. Diakses pada 23 Juni
2021.
Marlina, D.Wijayanti, Ivo Pangesti Y., Lilis S. 2017. Pembuatan Virgin coconut oil
Dari Kelapa Hibrida Menggunakan Metode Penggaraman Dengan Nacl
Dan Garam Dapur. Jurnal Chemurgy, Vol. 01, No.2., hal. 8.
Mudjajanto. Eddy setyo dan Yulianti. Lilik Noor. 2004. Membuat Aneka Roti.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Laboratorium Dasar Teknik Kimia
FTI - ITATS 20
Praktikum Mikrobiologi Industri 2021
Laporan Praktikum Pembuatan VCO
Tyas Pratiwi. 2019. Virgin coconut oil – Manfaat Luar Biasa Dari Kelapa.
https://www.paprikaliving.com/manfaat-virgin-coconut-oil/. Diakses
pada 23 Juni 2021.
APPENDIKS
• Aditya Fikri Awaludin (Variabel A)
1. Diketahui : Data diperoleh dari buku Perry Chemical Engineers`
Handbook Fiveth Edition pada tabel A.2-3
Suhu(oC) Densitas
25oC (a) 0,99708(ax)
30oC (c) 0,99568(cx)
b = 26oC
Ditanya : Densitas air saat suhu 26oC?
a−b ax−bx
Jawab : Densitas air = a−c = ax−cx
25−26 0,99708−𝑥
= 0,99708−0,99568
25−30
−1 0,99708−𝑥
=
−5 0,0014
0,00028 = 0,99708 − 𝑥
0,00028 − 0,99708 = 𝑥
−0,9968 = (−x)
𝑥 = 0,9968
Jadi densitas airnya adalah 0,9968𝑔/𝑐𝑚3
Diketahui:
Suhu air 26oC
Densitas air = 0,9968 g/cm3
Massa pikno kosong = 9,6 gram
Massa pikno + air = 19,5 gram
Densitas VCO massa pikno kosong = 9,7 gram
Densitas VCO massa + VCO = 18,67 gram
2. Perhitungan Volume Piknometer Sesungguhnya
Massa pikno + air = 19,5 gram
Massa pikno kosong = 9,6 gram
Massa air = Pikno air – pikno kosong
= 19,5 – 9,6
= 9,9 gram
𝑚
𝑉= 𝑝
9,9
V = 0,9968
V = 9,93178 𝑐𝑚3
3. Perhitungan Densitas VCO
Massa pikno + VCO = 18,67 gram
Massa pikno kosong = 9,7 gram
Massa minyak = Pikno + VCO – pikno kosong
= 18,67 - 9,7
= 8,97 gram
𝑚 8,97 𝑔𝑟
𝑝= = 9,93178 = 0,90316 𝑐𝑚3
v
𝑔𝑟
Jadi densitas VCO yang didapatkan adalah 0,90316 𝑐𝑚3
0,00028 = 0,99708 − 𝑥
0,00028 − 0,99708 = 𝑥
−0,9968 = −x
𝑥 = 0,9968
Jadi densitas airnya adalah 0,9968 𝑔/𝑐𝑚3
Diketahui:
Suhu air 26oC
V = 9,93178 𝑐𝑚3
3. Perhitungan Densitas VCO
Massa pikno + VCO = 18,73 gram
Massa pikno kosong = 9,7 gram
Massa minyak = Pikno + VCO – pikno kosong
= 18,73 - 9,7
= 9,03 gram
𝑚 9,03 𝑔𝑟
𝑝= = 9,93178 = 0,9092 𝑐𝑚3
v
𝑔𝑟
Jadi densitas VCO yang didapatkan adalah 0,9092 𝑐𝑚3
a−b ax−bx
Jawab : Densitas air = a−c = ax−cx
25−26 0,99708−𝑥
= 0,99708−0,99568
25−30
−1 0,99708−𝑥
=
−5 0,0014
0,00028 = 0,99708 − 𝑥
0,00028 − 0,99708 = 𝑥
−0,9968 = −x
𝑥 = 0,9968
Jadi densitas airnya adalah 0,9968𝑔/𝑐𝑚3
Diketahui:
Suhu Air 26oC
Densitas air = 0,9968 g/cm3
Massa pikno kosong = 9,6 gram
Massa pikno + air = 19,5 gram
Densitas VCO massa pikno kosong = 9,7 gram
Densitas VCO massa + VCO = 18,85 gram
2. Perhitungan Volume Piknometer Sesungguhnya
Massa pikno + air = 19,5 gram
Massa pikno kosong = 9,6 gram
Massa air = Pikno air – pikno kosong
= 19,5 – 9,6
= 9,9 gram
𝑚
𝑉= 𝑝
9,9
V = 0,9968
V = 9,93178 𝑐𝑚3
3. Perhitungan Densitas VCO
Massa pikno + VCO = 18,85 gram
Massa pikno kosong = 9,7 gram
Massa minyak = Pikno + VCO – pikno kosong
= 18,85 - 9,7
= 9,15 gram
𝑚 9,15 𝑔𝑟
𝑝= = 9,9317 = 0,92129 𝑐𝑚3
v
𝑔𝑟
Jadi densitas VCO yang didapatkan adalah 0,92129 𝑐𝑚3
0,00028 = 0,99708 − 𝑥
0,00028 − 0,99708 = 𝑥
−0,9968 = −x
𝑥 = 0,9968
Jadi densitas airnya adalah 0,9968𝑔/𝑐𝑚3
Diketahui:
Suhu Air 26oC
Densitas air = 0,9968 g/cm3
Massa pikno kosong = 9,6 gram
Massa pikno + air = 19,5 gram
Densitas VCO massa pikno kosong = 9,7 gram
Densitas VCO massa + VCO = 18,91 gram
2. Perhitungan Volume Piknometer Sesungguhnya
Massa pikno + air = 19,5 gram
Massa pikno kosong = 9,6 gram
V = 9,93178 𝑐𝑚3
3. Perhitungan Densitas VCO
Massa pikno + VCO = 18,91 gram
Massa pikno Kosong = 9,7 gram
Massa minyak = Pikno + VCO – Pikno Kosong
= 18,91 - 9,7
= 9,21 gram
𝑚 9,21
𝑝= = 9,9317 = 0,92733 gram/cm³
v
LAMPIRAN
A. Gambar Percobaan
1. Gambar Percobaan oleh Aditya Fikri Awaludin (Variabel A)
No. Penjelasan Gambar
1. Proses pengendapan
2. Proses fermentasi
Minyak sebelum
3.
pemanasan
Minyak setelah
4.
pemanasan
1. Proses fermentasi
Minyak sebelum
2.
pemanasan
Minyak setelah
3.
pemanasan
1. Proses pengendapan
2. Proses fermentasi
Minyak setelah
3.
pemanasan
1. Proses pengendapan
Minyak sebelum
2.
pemanasan
Minyak setelah
3.
pemanasan
Mifta AK
Mifta AK
Mifta AK
Mifta AK
Mifta AK