Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang

Komunikasi konseling adalah penyampaian pesan, ide atau informasi antara


konselor dengan klien selama proses pemberian bantuan berlangsung, yang berdampak
pada perubahan tingkah laku dari keduanya. Pemberian umpan balik merupakan metode
yang sangat ampuh untuk meningkatkan mutu komunikasi. Seseorang pengirim biasanya in
ingin tahu bagaimana pesan yang dikirimkannya itu akhirnya ditangkap. Biasanya ia
mencari tanda-tanda yang bentuknya bisa beraneka ragam.
Untuk dapat melaksanakan komunikasi dengan baik, seseorang konselor dituntut
untuk mengenal keterampilan berkomunikasi secara efektif. Penguasaan materi dan
keterampilan ini diwujudkan dalam prstik berkomunikasi secara efektif dalam suatu proses
konseling.

Rumusan Masalah

Manfaat
Konsep dasar keterampilan berkomunikasi Dalam konseling individual (acep-tance ,Dan
attanding)

Pengertian Konseling dan Komunikasi Konseling

Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin
yaitu counselium, artinya “bersama” atau “bicara bersama”. Pengertian “berbicara bersama-
sama” dalam hal ini adalah melakukan komunikasi antara konselor (counselor) dengan
konseli (counselee). Dengan demikian counselium berarti “people coming together to gain an
understanding of problem that beset them were evident” (Baruth dan Robinson (1987: 2).
Kemudian Cormier (1979) lebih menekankan bahwa konselor sebagai tenaga yang membantu
konseli harus terlatih sedemikian rupa sehingga dalam komunikasi konseling, konseli betul
dapat merasakan kepuasaan. Jadi konseling pada dasarnya merupakan proses komunikasi
antarpribadi yaitu antara konselor dengan konseli yang berlangsung melalui saluran
komunikasi verbal dan non verbal. Secara psikologis di dalam proses tersebut terjadi gaya
tarik atau stimulus dan respon antar keduannya yang saling mempengaruhi atau saling
menerima dan memberi serta saling memperhatikan, kemudian tumbuh rasa simpati dan
empati sehingga melahirkan saling percaya. Untuk mendukung proses konseling tersebut
perlu adanya suasana atau kondisi yang dapat mendukung terciptanya hubungan yang
harmonis, sehingga proses tersebut dapat tumbuh saling terbuka dan melindungi serta
merahasiakannya, kemudian pada akhirnya konseling dapat berlangsung tanpa adanya
tekanan atau intimidasi yang merugikan. Suatu proses yang dapat mendukung komunikasi di
dalam konseling seperti empati, penerimaan, penghargaan, keikhlasan serta kejujuran, dan
perhatian merupakan kunci keberhasilan. Kondisi yang tepat di dalam proses konseling
memungkinkan konseli sanggup merefleksi diri untuk menceritakan pengalaman hidupnya,
akan terbuka terhadap pengalaman hidupnya, mampu mengembangkan diri untuk memahami
diri, dan memungkinkan menemukan penyelesaian masalah yang dihadapi. Melalui
tanggapan verbal maupun reaksi non verbal, akan terjadi kondisi dialogis antara konselor
dengan konseli disertai sentuhan psikologis. Dengan sentuhan kejiwaan dengan disertai
pemahaman yang mendalam tentang dunia konseli akhirnya akan melahirkan suatu
perubahan pada diri konseli itu sendiri. Komunikasi tersebut akan menjadi kering jika
suasana yang tercipta dalam hubungan keduanya hanya sebatas pada komunikasi biasa yang
tidak mengandung nilai kegunaan dan manfaat.
Devito (1997) dalam Khairani, ia mengatakan bahwa kata kunci komunikasi tersebut
merupakan suatu proses yang memiliki unsur-unsur pokok yang saling berhubungan antara
sumber dan penerima informasi (pesan) lingkungan komunikasi, serta pesan yang
disampaikan. Sumber dan penerima informasi tersebut adalah orang yang menyampaikan
informasi dan yang menerima informasi. Di dalam konteks komunikasi terdapat tingkatan
hubungan yang menyangkut sifat yang ada pada diri individu dan nuansa kepentingan masing
masing.

Pengertian Keterampilan konseling

Menurut Marwah D. Ibrahim (2003) keterampilan dasar adalah merupakan kecakapan


yang perlu dimiliki setiap orang (konselor sekolah) dalam memecahkan masalah yang terjadi
di dalam hidupnya baik yang menyangkut tugas dan fungsi sebagai tugas profesionalnya
maupun secara pribadi. Keterampilan dasar yang dimaksud disini adalah keterampilan
konseling sebagai salah satu kompetensi dasar guru bimbingan dan konseling di sekolah.
Keterampilan tersebut merupkan kompetensi yang harus dikuasai dalam setiap melakukan
konseling individual. Keterampilan tersebut merupakan salah satu strategi di dalam
melakukan wawancara dengan konseli. Untuk lebih berpengalaman dan menguasai konseling
maka ada strategi yang fektif yaitu dilakukan lebih dahulu karena latihan konselor sejawat
kemudian diaplikasikan kepada konseli yang sebenarnya (Carl Rogers, 1983: 261).
Selanjutnya Rogers mengatakan bahwa konselor yang profesional sebaiknya harus
mengalami seluk beluk seperti konseli, sehingga konselor akan mendapatkan pengalaman
yang berarti untuk peningkatan diri sebagai terapis. Jadi secara sederhana konseling dapat
diberikan rumusan yang sangat sederhana yaitu “wawancara atau percakapan dengan tujuan
menolong” (Dinkmeyer & Caldwell), namun tidak boleh dilupakan bahwa konseling adalah
teknik menolong yang kompleks, sehingga konselor harus memahami setiap keterampilan
yang dilakukan.

Keterampilan Dasar konseling, Hill dalam Nova Erlina dkk menjelaskan bahwa
Keterampilan konseling adalah sebagai kapasitas yang dibutuhkan dalam melakukan
beberapa tugas kerampilan konseling dan merupakan salah satu bagian yang sangat penting
dalam pendidikan konselor. Jadi yang dimaksud dengan keterampilan dasar konseling yaitu
suatu kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang konselor untuk menjalankan konseling,
agar proses konseling berjalan lancar.
A. Attending
Merupakan komunikasi non verbal yang menunjukkan bahwa konselor memberikan
perhatian secara penuh terhadap lawan bicara yang sedang berbicara. Attending juga
mendengarkan dengan menggunakan seluruh tubuh kita.
Keterampilan attending meliputi : keterlibatan postur tubuh, gerakan tubuh secara tepat,
kontak mata dan lingkungan yang nyaman. Keterampilan dasar ini harus dikuasai oleh
konselor karena kebe rhasilan membangun kondisi awal akan menentukan proses dan
hasil konseling yang diselenggarakan. Penciptaan dan pengembangan attending dimulai
dari upaya konselor menunjukkan sikap empati, menghargai, wajar dan mampu
mengetahui
atau paling tidak mengantisipasi kebutuhan yang dirasa konseli.
 Postural Position/Posisi badan(termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka).
Keterlibatan Postur Tubuh (sikap tubuh yang rileks tetapi penuh perhatian dan siap
siaga mendengarkan pembicaraan konseli.
1. Duduk dengan badan menghadap konseli
2. Tangan kadang‐kadang digunakan untuk menunjukkan gerak isyarat yang
sedang dikomunikasikan secara verbal.
3. Merespon dengan ekspresi wajah, seperti senyum spontan atau anggukan
kepala sebagai tanda setuju.
4. Badan tegak lurus tetapi tidak kaku atau kalau perlu bisa dicondongkan ke
arah konseli untuk menunjukkan kebersamaan.
5. badan atau pandangan lurus menghadap konseli,
6. kaki terbuka tidak meyilangkan, tangan diatas lutut dan luwes, Gerak tubuh
secara tepat ; gerakan aktif saat mendengarkan konseli yang bermakna bersahabat
dan hangat. Gerak tubuh yang tidak efektif : memainkan pensil atau kunci,
memainkan ang logam, gugup dan elisah, mengetuk-ngetukkan jari, mematah-
matahkan (mengeretakkan) tulang jari jemari secara terus menerus, duduk
beringsut, terus menerus memindahkan kaki menyialng , duduk dengan satu kaki
diangkat dan ditumpangkan pada kaku lainnya sambil digerk-gerakkan,
mengerjakan aktifitas lain (membaca koran, menyiapkan makanan dan minuman,
menonton TV, menganggukkan kepala kepada orang lain yang lewat.
 Eye contact/Kontak mata

1. Melihat konseli terutama pada waktu bicara..


2. Menggunakan pandangan spontan yang menunjukkan minat atau keinginan
untuk merespon. Jika konselor berbicara dengan orang lain, konselor akan
memandang konseli (Barat). Tingkah laku ini tidak seluruhnya tepat bagi
konseli Indonesia.
 Listening/Mendengarkan
1. Memelihara perhatian penuh yang terpusat pada konseli.
2. Mendengarkan apapun yang dikatakan konseli.
3. Mendengarkan keseluruhan pribadi konseli (kata‐kata, perasaan dan
perilakunya).
4. Memahami keseluruhan pesannya.
 Lingkungan yang nyaman Meliputi :
1. Pengaturan dekorasi ruangan
2. pengaturan tempat duduk,
3. jarak tempat duduk konselor dan konseli,
4. letak tempat duduk konsli,
5. ruangan konseling. Lingkungan yang bising, hiruk pikuk dan kacau, suara yang
gaduh menbuat ketidaknyamanan konseling. Lingkungan yang ideal adalah
yang memberikan rasa nyaman dan aman. Konseling dapat dilakukan di
ruangan, dan luar ruangan.

Tujuan Attanding
Supriyo dan Mulawarman (2006&19) menjelaskan bahwa tujuandari teknik
attending  adalah agar konseli merasa dihargai dan terbinasuasana yang kondusif sehingga
konseli bebas mengekspresikan ataumengungkapkan tentang apa saja yang ada dalam
pikiran, perasaan,ataupun tingkah lakunya.

Fungsi Attanding

Attending berfungsi agar konselor dapat memperlihatkan penampilan yang attending


diberbagai situasi hubungan interpersonal secara umum khususnya dalamrelasi konseling
dengan konseli (willlis, 2013 : 176) Attending bermanfaat agar konseli merasa dihargai dan
terbina suasana kondusif saat proses konseling.
Contoh :

Konseli : “ Assalamualaikum bu”


Konselor :Waalaikumsalam. Eh Rima, mari silahkan masuk
(dengan tersenyum menghampiri konseli, konselor menutup kembali  pintu dan
mengiringi konseli untuk duduk). Silahkan duduk,terserah Rima mau duduk dikursi mana,
yang menurut Rima paling nyaman (konselor tidak duduk sebelum konseli duduk
Konseli : Terimakasih bu, sebelumnya maaf kalau saya mengganggu waktu ibu
Konselor: ah tidak masalah, ibu sedang tidak sibuk kok. Bagaimana kabarnya Rima (dengan
tersenyum dan memulai percakapan)
Konseli : Alhamdulillah baik bu
Konselor : syukurlah kalau begitu, bagaimana sekolahnya? (sembari tersenyum)

B. Acceptance
Acceptance atau penerimaan artinya menerima apa adanya,menerima pribadi konseli
sebagai suatu keseluruhan.
S u p r i y o d a n Mulawarman (2006:23) mengungkapkan bahwa a c c e p t a n c e
Adalah t e k n i k y a n g d i g u n a k a n k o n s e l o r u n t u k m e n u n j u k k a n
m i n a t d a n  pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan konseli.

S u p r i y o d a n Mulawarman (2006:23) mengungkapkan bahwa ada dua


acceptance,yaitu verbal dan non verbal.ontoh verbal seperti bentuk pendek “oh yaa..”, dan
bentuk panjang” saya memahami..”,dan sebagaiya. Bentuk non verbal seperti anggukan
kepala dan posisis duduk condong kedapan.

Tujuan

Tujuan dari teknik acceptance ini adalah

a. Membina hubungan baik antara konseli dan konselor.


b. Memperoleh kepercayaan dari konseli.
c. Memberikan penghargaan kepada konseli.
d. Konseli bebas dan nyaman, serta terbuka dalam mengungkapkan

Fungsi

Fungsi acceptance adalah membangun hubungan lebih dekatdengan konseli, sehingga


tercipta suasana hubungan yang akrab ditandai dengan saling mempercayai.
Contoh :

Konseli : Bu, saya marah dan kecewa dengan sikap pacar saya yangselingkuh dengan teman
dekat saya

Konselor :Ibu dapat mengerti apa yang dirasakan Rizky

Konseli: Bagaimana tak akan marah kalau melihat pacar saya begitu dekat dan akrab dengan
teman sendiri, padahal dia jelas mengetahuiakan hal itu

Konselor : (koselor mengangguk – angguk kepala sambil menjawab lalu..)


Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa seorang konselor tidak akan lepas dari komunikasi antara konselor
dan konseli, sebab komunikasi merupakan landasan bagi berlangsungnya konseling.
komunikasi tersebut merupakan suatu proses yang memiliki unsur-unsur pokok yang saling
berhubungan antara sumber dan penerima informasi (pesan) lingkungan komunikasi, serta
pesan yang disampaikan. Sumber dan penerima informasi tersebut adalah orang yang
menyampaikan informasi dan yang menerima informasi. keterampilan dasar adalah
merupakan kecakapan yang perlu dimiliki setiap orang (konselor sekolah) dalam
memecahkan masalah yang terjadi di dalam hidupnya baik yang menyangkut tugas dan
fungsi sebagai tugas profesionalnya maupun secara pribadi. Keterampilan dasar yang
dimaksud disini adalah keterampilan konseling sebagai salah satu kompetensi dasar guru
bimbingan dan konseling di sekolah. Keterampilan tersebut merupkan kompetensi yang harus
dikuasai dalam setiap melakukan konseling individual. Keterampilan tersebut merupakan
salah satu strategi di dalam melakukan wawancara dengan konseli.
Dapus
Mary Rebeccaa ‘Rivkha’ E. Rogacion, R.G.S, Tumbuh Bersama Sahabat 1 Konseling Sebaya
Sebuah Gaya Hidup, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 53.

Anda mungkin juga menyukai