Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SWAMEDIKASI NYERI

Disusun Oleh :
Nama : A. Nur Abdillah
Nim : PO713251191002
Prodi/ Tingkat : D.III / II
Kelas :A
Dosen Pembimbing : Raimundus Chalik, M.Sc., Apt

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2021-2022
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah swamedikasi nyeri mata kuliah
Swamedikasi

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan serta jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang kita
harapkan oleh karena itu, dengan senang hati kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari. Demikianlah
makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga jerih payah kita
mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, aamiin.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 6 April 2021


Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk
tujuan pengobatan sakit ringan, tanpa resep atau intervensi dokter. Pengobatan sendiri dalam
hal ini dibatasi hanya untuk obat-obat modern, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas.
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang
banyak dialami masyarakat, antara lain demam, nyeri, batuk, flu, serta berbagai penyakit lain.
Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan
masyarakat akan obat dan penggunaannya. Dalam hal ini Apoteker dituntut untuk dapat
memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat terhindar
dari penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse) (Ditjen
Binfar, 2007).

Dorongan untuk merawat diri sendiri dipandang sebagai kesempatan untuk membangun
kepercayaan diri untuk mengelola kesehatan dan juga awal langkah yang positif dalam
hubungan antara pasien dan tenaga medis. Swamedikasi merupakan sebuah tahap
pembangunan kesehatan dimana setiap orang memiliki hak dalam menentukan kualitas
selfcare dirinya sehingga dapat memanajemen keuangan sendiri dengan keuntungan mampu
menghindarkan dari perawatan yang tidak rasional (Gupta dkk., 2011). Faktor lain yang
mempengaruhi tindakan swamedikasi diantaranya yaitu mendesaknya perawatan yang
dibutuhkan, penanganan pertama pada pasien sakit, kekurangannya pelayanan kesehatan,
ekonomi yang rendah, ketidakpercayaan terhadap tenaga medis, pengaruh informasi dari
iklan, ketersediaan obat yang melimpah di toko-toko atau warung, dan salah satu faktor yang
sering dialami oleh masyarakat yaitu karena terbatasnya keterjangkauan akses kesehatan di
daerah pedesaan atau terpencil (Phalke dkk., 2006).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana swamedikasi penyakit Nyeri?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui swamedikasi penyakit nyeri?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan-gangguan di


tubuh seperti peradangan, infeksi, dan kejang otot. Nyeri juga dapat dikatakan sebagai
pengalaman sensorik serta emosional yang tidak menyenangkan karena kerusakan jaringan,
baik aktual maupun potensial.

Penyebab timbulnya rasa nyeri adalah adanya rangsangan pada ujung syaraf akibat
kerusakan jaringan tubuh yang terjadi karena trauma, misalnya akibat benda tajam, benda
tumpul, bahan kimia, dan lain-lain serta proses infeksi atau peradangan
B. Patofisiogi Nyeri

Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun
rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik
akan merilis K+ dan protein intraseluler. Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan
menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan
menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya,
mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamine yang akan
merangasang nociceptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat
menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia).

Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan
serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah
maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K+ ekstraseluler dan H+ yang
selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki
efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan
edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosiseptor. Bila
nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen
terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan
vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh
serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan
migrain. Peransang nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri
C. Klasifikasi Nyeri

Secara umum nyeri terbagi ke dalam 2 kategori yaitu nyeri akut dan kronis. Namun,
karena sifat nyeri yang multidimensional maka nyeri dapat juga diagi ke dalam 3 kategori
yaitu nyeri akut, nyeri kronis non-kanker, serta nyeri pada penyakit kanker.

1. Nyeri akut

Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai pengalaman emosional, kognitif dan


sensorik tidak menyenangkan akibat adanya trauma jaringan. Penyebab nyeri akut yang
paling sering yaitu trauma, oprasi, persalinan, penatalaksanaan medis dan penyakit akut.
Nyeri akut dapat berfungsi sebagai proses fisiologis atau peringatan adanya potensi untuk
terjadi cedera jaringan yang lebih parah. Nyeri ini memiliki durasi kurang dari 3 bulan 

2. Nyeri kronis non-kanker

Nyeri kronis didefinisikan sebagai nyeri persisten yang dapat mengganggu tidur
dan aktivitas sehari-hari, terjadi selama 3-6 bulan atau bahkan lebih. Nyeri kronis dapat
disebabkan trauma, oprasi, kondisi malignan, dan berbagai kondisi penyait kronis seperti
arthritis, neurophaty, fibromyalgia. Nyeri kronis dipengaruhi faktor patogenik, fisiologis
dan linkungan yang  dapat memperparah kondisi nyeri dan menyebabkan sulitnya
melakukan aktivitas dan menurunkan produktivitas.
3. Nyeri pada penyakit kanker

Nyeri pada penyakit kanker biasa disebut sebagai nyeri malignan. Nyeri ini dapat
disebabkan oleh penyakit itu sendiri seperti invasi tumor pada jaringan, pembuluh darah
atau saraf yang terkompresi atau terinfiltrasi, kerusakan organ, infeksi serta inflamasi,
penyebab lainnya termasuk prosedur diagnostik atau pengobatan seperti biopsi, nyeri
paska operasi, toksisitas kemoterapi dan pengobatan radiasi. Nyeri pada kanker
dipisahkan dari kategori nyeri akut atau kronis karena kesulitan dalam
mengklasifikasifikasikan nyeri pada kanker berdasarkan durasi patologinya, lalu sifat
nyeri pada kanker berbeda dengan yang non-kanker terutama dari segi patologi, waktu
dan strategi pengobatan 

D. Gejala

Secara umum nyeri dapat dideskripsikan sebagai perasaan tertusuk, tumpul, shock,
intensitasny berfluktuasi dan lokasinya bervariasi tergantung rangsangan itu berasal.

Pada nyeri kepala, gejala yang dapat muncul seperti kepala berat, pegal, rasa kencang
pada daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala (Boru, 2005).
Pada dismenor, gejala yang muncul dapat nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar
ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul
atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat
sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari
akan menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit atau diare
dan sering berkemih. Kadang sampai terjadi muntah .

Sementara pada myalgia memiliki gejala otot terasa sakit, berat, kaku atau rasa kram.
Pada nyeri gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti infeksi, inflamasi atau adanya
rangsangan tertentu pada gigi yang sensitif sehingga gejalanya pun beragam seperti
pembengkakan pada gusi, lidah atau nyeri pada sekitar area mulut hingga dapat
menimbulkan demam

E. Obat yang Digunakan


1. Ibuprofen
a) Kegunaan obat

Menekan rasa nyeri dan radang, misalnya dismenorea primer (nyeri haid), sakit gigi,
sakit kepala, paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.

b) Hal yang harus diperhatikan


 Gunakan obat dengan dosis tepat
 Hati-hati untuk penderita gangguan fungsi hati, ginjal, gagal jantung, asma dan
bronkhospasmus atau konsultasikan ke dokter atau Apoteker
 Hati-hati untuk penderita yang menggunakan obat hipoglisemi, metotreksat,
urikosurik, kumarin, antikoagulan, kortiko-steroid, penisilin dan vitamin C atau
minta petunjuk dokter.
 Jangan minum obat ini bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko
perdarahan saluran cerna.
c) Kontra Indikasi

Obat tidak boleh digunakan pada:

 Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif 


 Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen
   Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk tonjolan pada
hidung)
 Kehamilan tiga bulan terakhir
d) Efek Samping
 Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, konstipasi (sembelit/susah
buang air besar), nyeri lambung sampai pendarahan.
 Ruam kulit, bronkhospasmus, trombositopenia
 Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat dihentikan 
 Gangguan fungsi hati
 Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksi
 Anemia kekurangan zat besi
e) Bentuk sediaan

Tablet 200 mg & 400 mg

f) Aturan pemakaian
 Dewasa: 1 tablet 200 mg, 2 – 4 kali sehari. Diminum setelah   makan
 Anak:
1 – 2   tahun : ¼ tablet 200 mg,3 – 4 kali sehari                      

3 – 7   tahun : ½ tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari                      

8 – 12 tahun : 1 tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari  

tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7 kg.                        .

2. Asetosal (Aspirin)
a) Kegunaan obat 

Mengurangi rasa sakit, menurunkan demam, antiradang

b) Hal yang harus diperhatikan


 Aturan pemakaian harus tepat, diminum setelah makan atau bersama makanan
untuk mencegah nyeri dan perdarahan lambung.
 Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita gangguan fungsi ginjal atau
hati, ibu hamil, ibu menyusui dan dehidrasi 
 Jangan diminum bersama dengan minuman beralkohol karena dapat
meningkatkan risiko perdarahan lambung.
 Konsultasikan ke Dokter atau Apoteker bagi penderita yang menggunakan obat
hipoglikemik, metotreksat, urikosurik, heparin, kumarin, antikoagulan,
kortikosteroid, fluprofen, penisilin dan vitamin C.
c) Kontra Indikasi

Tidak boleh digunakan pada: 

 Penderita alergi termasuk asma


 Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan di bawah kulit 
 Penderita hemofilia dan trombositopenia
d) Efek samping
 Nyeri lambung, mual, muntah
 Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan tukak dan perdarahan lambung
e) Bentuk Sediaan

Tablet 100 mg & 500 mg

f) Aturan pemakaian 
 Dewasa :  500 mg setiap 4 jam (maksimal selama 4 hari)
 Anak     : 

  2 – 3   tahun   : ½ - 1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam   


4 – 5   tahun   : 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam  

6 – 8   tahun   : ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam   

9 – 11 tahun   : ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam   

  > 11 tahun      : 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam                 

3. Asam Mefenamat
a) Indikasi          

Nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer,
termasuk nyeri karena trauma, nyeri otot, dan nyeri pasca operasi.

b) Peringatan      
Risiko kardiovaskular; AINS dapat meningkatkan risiko kejadian trombotik
kardiovaskuler serius, infark miokard, dan stroke, yang dapat fatal. Pasien dengan
penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko untuk penyakit kardiovaskuler berada
dalam risiko yang lebih tinggi. Gunakan dengan hati-hati pada pasien lansia,
pengobatan jangka lama lakukan tes darah.

c) Kontraindikasi: 

Pengobatan nyeri peri operatif pada operasi CABG, peradangan usus besar.

d) Efek Samping: 

Gangguan sistem darah dan limpatik berupa agranulositosis, anemia aplastika, anemia
hemolitika autoimun, hipoplasia sumsum tulang, penurunan hematokrit, eosinofilia,
leukopenia, pansitopenia, dan purpura trombositopenia.

e) Dosis: 

500 mg 3 kali sehari sebaiknya setelah makan; selama tidak lebih dari 7 hari.
4. Piroksikam
a) Indikasi

Terapi simtomatik pada rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis,


gangguan muskuloskeletal akut dan gout akut.

b) Peringatan

Menghambat biosintesis prostaglandin, dapat mengakibatkan kerusakan hati,


meningkatkan SGPT/SGOT hingga jaundice, pasien dengan gangguan pencernaan,
jantung, hipertensi dan keadaan predisposisi retensi air, ginjal dan hati, keamanan
penggunaan pada anak-anak belum diketahui dengan pasti, pasien yang mengalami
gangguan penglihatan selama menggunakan piroksikam dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan mata, kehamilan

c) Kontraindikasi: 

Riwayat tukak lambung atau pendarahan lambung, pasien yang mengalami


bronkospasme, polip hidung dan angioedema atau urtikaria apabila diberikan asetosal
atau obat-obatan AINS yang lain.
d) Efek Samping: 

Gangguan gastrointestinal seperti stomatitis, anoreksia, epigastric distress, mual,


konstipasi, rasa tidak nyaman pada abdomen, kembung, diare, nyeri abdomen,
perdarahan lambung, perforasi dan tukak lambung, edema, pusing, sakit kepala, ruam
kulit, pruritus, somnolence, penurunan hemoglobin dan hematokrit.

e) Cara Penggunaan

Rematoid artritis, osteoartritis dan ankilosing spondilitis: Dosis awal 20 mg sebagai


dosis tunggal. Dosis pemeliharaan pada umumnya 20 mg sehari atau jika diperlukan
dapat diberikan 10 mg - 30 mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Dosis lebih dari 20
mg sehari meningkatkan efek samping gastrointestinal. Gout akut, mula-mula 40 mg
sehari sebagai dosis tunggal, diikuti 4-6 hari berikutnya 40 mg sehari dosis tunggal
atau terbagi. Gangguan muskuloskeletal akut, awal 40 mg sehari sebagai dosis
tunggal atau terbagi selama 2 hari, selanjutnya 20 mg sehari selama 7-14 hari.

F. Terapi Non-Farmakologi

Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan antara lain :


1. Stimulasi dan Masase Kutaneus

Masase adalah Stimulasi kutaneus tubuh secara umum sering dipusatkan pada
punggung dan bahu,. Massase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri
pada bagian yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak
melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien merasa lebih
nyaman  karena menyebabkan relaksasi otot.

2. Terapi es dan Panas

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor


nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area
dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan

3. TENS (Transcutaneus Electric Nerve Stimulation)

TENS menggunakan unit yang dijalankan dengan baterai dengan elektroda yang
dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, mendengung
pada area nyeri. TENS dapat digunakan untuk nyeri kronik maupun akut.

4. Distraksi
Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri
dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap tehnik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat
menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Cara-cara
yang dapat digunakan pada teknik distraksi antara lain:

 penglihatan: membaca, melihat pemendangan dan gambar, menonton TV


 pendengaran: mendengarkan musik, suara burung, gemercik air,
 taktil kinestik: memegang orang tercinta, binatang peliharaan atau mainan,
pernafasan yang berirama.
 projek: permainan yang menarik, puzzle, kartu, menulis cerita, mengisi teka-teki
silang.
5. Terapi Musik

Manfaat Musik Classic yaitu sebagai audioanalgesic atau penenang, focus perhatian
dan atau mengatur latihan, meningkatkan hubungan terapis- klien, memperkuat
proses belajar, mengatur kegembiraan dan interaksi personal yang positif, sebagai
penguat untuk kesehatan dalam hal ketrampilan fisiologis, emosi, dan gaya hidup,
mereduksi stress pada pikiran – kesatan tubuh.

6. Teknik Relaksasi

Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan


ketegangan otot yang menunjang nyeri, hampir semua nyeri kronik mendapatkan
relaksasi. Relaksasi memberikan efek positif untuk klien yang mengalami nyeri,
yaitu:

 Memperbaiki kualitas tidur


 Memperbaiki kemampuan memecahkan masalah
   Mengurangi keletihan/fatigue
 Meningkatkan kepercayaan dan perasaan dapat mengontrol diri dalam mengatasi
nyeri
 Mengurangi efek kerusakan fisiologi dari stress yang berlanjut atau berulang
karena nyeri
 Pengalihan rasa nyeri/distraksi
 Meningkatkan keefektifan teknik-teknik pengurangan nyeri yang lain
   Memperbaiki kemampuan mentoleransi nyeri
 Menurunkan distress atau ketakutan selama antisi pasi terhadap nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, Vol. 13, No. 1.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-Empat. Jakarta : Depkes RI.

Anda mungkin juga menyukai