Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

SWAMEDIKASI SALURAN PERNAPASAN

Disusun Oleh :
Nama : A. Nur Abdillah
Nim : PO713251191002
Prodi/ Tingkat : D.III / II
Kelas :A
Dosen Pembimbing : Raimundus Chalik, M.Sc., Apt

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2021-2022
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah swamedikasi saluran pernapasan
mata kuliah Swamedikasi

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan serta jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang kita
harapkan oleh karena itu, dengan senang hati kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari. Demikianlah
makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga jerih payah kita
mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, aamiin.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 6 April 2021


Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk
tujuan pengobatan sakit ringan, tanpa resep atau intervensi dokter. Pengobatan sendiri dalam
hal ini dibatasi hanya untuk obat-obat modern, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas.
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang
banyak dialami masyarakat, antara lain demam, nyeri, batuk, flu, serta berbagai penyakit lain.
Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan
masyarakat akan obat dan penggunaannya. Dalam hal ini Apoteker dituntut untuk dapat
memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat terhindar
dari penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse) (Ditjen
Binfar, 2007).

Dorongan untuk merawat diri sendiri dipandang sebagai kesempatan untuk membangun
kepercayaan diri untuk mengelola kesehatan dan juga awal langkah yang positif dalam
hubungan antara pasien dan tenaga medis. Swamedikasi merupakan sebuah tahap
pembangunan kesehatan dimana setiap orang memiliki hak dalam menentukan kualitas
selfcare dirinya sehingga dapat memanajemen keuangan sendiri dengan keuntungan mampu
menghindarkan dari perawatan yang tidak rasional (Gupta dkk., 2011). Faktor lain yang
mempengaruhi tindakan swamedikasi diantaranya yaitu mendesaknya perawatan yang
dibutuhkan, penanganan pertama pada pasien sakit, kekurangannya pelayanan kesehatan,
ekonomi yang rendah, ketidakpercayaan terhadap tenaga medis, pengaruh informasi dari
iklan, ketersediaan obat yang melimpah di toko-toko atau warung, dan salah satu faktor yang
sering dialami oleh masyarakat yaitu karena terbatasnya keterjangkauan akses kesehatan di
daerah pedesaan atau terpencil (Phalke dkk., 2006).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana swamedikasi penyakit influenza?
2. Bagaimana swamedikasi penyakit batuk?
3. Bagaimana swamedikasi penyakit asma?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui swamedikasi penyakit influenza?
2. Mengetahui swamedikasi penyakit batuk?
3. Mengetahui swamedikasi penyakit asma?

BAB II
SWAMEDIKASI INFLUENZA

A. Definisi Influenza

Influenza adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus influenza, dan menyebar
dengan mudah dari orang ke orang. Virus ini beredar di seluruh dunia dan dapat
mempengaruhi orang tanpa memandang usia dan jenis kelamin (WHO, 2009). Flu sendiri
merupakan suatu penyakit yang self-limiting, dimana bila tidak terjadi komplikasi dengan
penyakit lain, maka setelah 4-7 hari penyakit akan sembuh sendiri. Daya tahan tubuh
seseorang akan sangat berpengaruh terhadap berat ringannya penyakit tersebut. Daya tahan
tubuh dipengaruhi oleh pola hidup seseorang. Pada anak-anak, lanjut usia, dan orang yang
memiliki daya tahan tubuh rendah lebih cenderung menderita komplikasi seperti infeksi
bakteri sekunder. Flu ditularkan melalui percikan udara pada saat batuk, bersin, dan tangan
yang tidak dicuci seteah kontak dengan cairan hidung/mulut. (BPOM, 2006).
B. Gejala Influenza

Gejala umum adalah peningkatan suhu secara cepat / demam, myalgia, sakit kepala, nyeri
otot, malaise, mata berair, batuk tak berdahak, sakit tenggorokan, dan rhinitis. Gejala lain
pada anak adalah mual, muntah, dan otitis media. (Dipiro, 2008).

C. Patofisiologi Influenza

Hemagglutinin dan neuraminidase merupakan hal yang penting dalam virulensi, dan
merupakan target untuk menetralisir antibody acuired immunity ke Influenza. Hemaglutinin
mengikat pada sel epitel respirasi sehingga mampu menginfeksi sel. Neuraminidase
memotong ikatan yang menahan virion baru pada permukaan dinding sel menyebabkan
penyebaran sel. (Gubareva et al., 2001). Patogenesis Influenza pada manusia masih belum
dipahami dengan baik. Tingkat keparahan infeksi ditentukan oleh keseimbangan antara
replikasi virus dengan respon imun inang. Infeksi yang parah diduga merupakan hasil
kekurangan mekanisme pertahanan tubuh yang kurang untuk menghambat replikasi, dan
overproduksi cytokines menyebabkan kerusakan jaringan pada inang (Dipiro, 2008).
D. Hal-Hal yang Dapat Dilakukan

Orang yang menderita flu disarankan banyak beristirahat, meminum banyak cairan, dan
bila perlu mengkonsumsi obat-obatan untuk meredakan gejala yang mengganggu. Tindakan
yang dianjurkan untuk meringankan gejala flu tanpa pengobatan meliputi antara lain :

1. Beristirahat 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan. Periksa ke dokter apabila
gejala menetap sampai lebih dari 3 hari
2. Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan protein yang tinggi akan
menambah daya tahan tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang banyak
mengandung vitamin.
3. Banyak minum air, teh, sari buah akan mengurangi rasa kering di tenggorokan,
mengencerkan dahak dan membantu menurunkan demam.
4. Sering-sering berkumur dengan air garam untuk mengurangi rasa nyeri di
tenggorokan.

E. Farmakoterapi Influenza
1. Antihistamin

Antihistamin dapat menghambat kerja histamin yang menyebabkan terjadinya


reaksi alergi. Obat yangtergolong antihistamin antara lain Klorfeniramin maleat/CTM,
Difenhidramin HCl.

a) Kegunaan Obat
Anti alergi.

b) Hal yang harus diperhatikan


 Hindari dosis melebihi yang dianjurkan
 Hindari penggunaan bersama minuman beralkohol atau obat tidur
 Hati-hati pada penderita glaukoma dan hipertropi prostat atau minta saran dokter
 Jangan minum obat ini bila akan mengemudikan kendaraan dan menjalankan
mesin
c) Efek samping
 Mengantuk, pusing, gangguan sekresi saluran napas
 Mual dan muntah (jarang)

d) Aturan pemakaian
 Klorfeniramin Maleat (CTM)

Dewasa : 1 tablet (2 mg) setiap 6-8 jam

Anak : <12 tahun½ tablet (12,5 mg) setiap 6-8 jam

 Difenhidramin HCl
Dewasa : 1-2 kapsul (25-50 mg) setiap 8 jam
Anak : ½ tablet (12,5 mg) setiap 6-8 jam

2. Oksimetazolin (Tetes Hidung)


a) Kegunaan obat
Mengurangi sekret hidung yang menyumbat.

b) Hal yang harus diperhatikan


 Hindari dosis melebihi yang dianjurkan
 Hati-hati sewaktu meneteskan ke hitung, dosis tepat dan masuknya ke ubang
hidung harus tepat, jangan mengalir keluar atau tertahan
 Tidak boleh digunakan lebih dari 7-10 hari
 Segera minum setelah menggunakan obat, karena air dapat mengencerkan obat
yang tertelan
 Ujung botol obat dibilas dengan air panas setip kali dipakai
c) Efek samping
 Merusak mukosa hidung karena hidung tersumbat semakin parah
 Rasa terbakar, kering, bersin, sakit kepala, sukar tidur, berdebar
d) Kontra indikasi

Obat tidak boleh digunakan pada:

 Anak berumur di bawah 6 tahun, karena efek samping yang timbul lebih parah
 Ibu hamil muda
e) Aturan pemakaian
 Dewasa dan anak di atas 6 tahun: 2-3 tetes/semprot oksimetazolin 0,05% setiap
lubang hidung.
 Anak: (2-5 tahun) 2-3 tetes/semprot oksimetazolin 0,025% setiap lubang hidung.
 Obat digunakan pada pagi dan menjelang tidur malam, tidak boleh lebih dar 2
kali dalam 24 jam.
3. Dekongestan Oral

Dekongestan mempunyai efek mengurangi hidung tersumbat. Obat dekongestan


oral antara lain : Fenilpropanolamin, Fenilefrin, Pseudoefedrin dan Efedrin. Obat
tersebut pada umumnya merupakan salah satu komponen dalam obat flu.

a) Kegunaan Obat

Mengurangi hidung tersumbat

b) Hal yang harus diperhatikan

Hati-hati pada penderita diabet juvenil karena dapat meningkatkan kadar gula darah,
penderita tiroid, hipertensi, gangguan jantung dan penderita yang menggunakan
antidepresi. Mintalah saran dokter atau Apoteker.

c) Kontra Indikasi

Obat tidak boleh digunakan pada penderita insomnia (sulit tidur), pusing, tremor,
aritmia dan penderita yang menggunakan MAO (mono amin oksidase) inhibitor.
d) Efek samping
 Menaikkan tekanan darah
 Aritmia terutama pada penderita penyakit jantung dan pembuluh darah.
e) Aturan pemakaian
 Fenilpropanolamina

Dewasa : maksimal 15 mg per takaran 3-4 kali sehari

Anak 6-12 tahun : maksimal 7,5 mg per takaran 3-4 kali sehari

 Fenilefrin

Dewasa : 10 mg, 3 kali sehari

Anak 6-12 tahun : 5 mg, 3 kali sehari

 Pseudoefedrin

Dewasa : 60 mg, 3 – 4 kali sehari

Anak 2-5 tahun : 15 mg, 3 - 4 kali sehari


  6-12 tahun : 30 mg, 3 - 4 kali sehari

 Efedrin

Dewasa : 25 – 30 mg, setiap 3 – 4 jam

Anak : sehari 3 mg/kg berat badan, dibagi dalam 4 – 6 dosis yang sama

4. Parasetamol/Asetaminofen
a) Kegunaan obat

                   Menurunkan demam, mengurangi rasa sakit

b) Hal yang harus diperhatikan


 Dosis harus tepat, tidak berlebihan, bila dosis berlebihan dapat menimbulkan
gangguan fungsi hati dan ginjal.
 Sebaiknya diminum setelah makan
 Hindari penggunaan campuran obat demam lain karena dapat menimbulkan
overdosis.
 Hindari penggunaan bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko
gangguan fungsi hati.
 Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita gagal ginjal.
c) Kontra Indikasi

                   Obat demam tidak boleh digunakan pada :

 Penderita gangguan fungsi hati


 Penderita yang alergi terhadap obat ini
 Pecandu alkohol
d) Bentuk sediaan
 Tablet 100 mg & 500 mg
 Sirup 120 mg/5ml
e) Aturan pemakaian

Dewasa : 1 tablet (500 mg) 3 – 4 kali sehari, (setiap 4 – 6 jam)

Anak 0-1 tahun : ½ - 1 sendok teh sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)

1-5 tahun : 1-1 ½ sendok teh sirup, 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)

6-12 tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3-4 kali sehari (setiap 4 - 6 jam)
F. Terapi Non Farmakologi

Influenza termasuk dalam self limiting desease, yaitu penyakit yang dapat diatasi oleh
sistem imun tubuh.Oleh karena itu  pasien yang menderita Influenza harus istirahat/tidur
yang cukup dan tak banyak beraktivitas serta tetap berada di rumah untuk mencegah
penyebaran. Minum air yang banyak juga diperlukan. Untuk membantu meredakan gejala
batuk dan gangguan tenggorokan dapat menggunakan lozenges, teh hangat atau sup.
BAB III
SWAMEDIKASI BATUK

A. Definisi Batuk
Batuk merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernafasan. Batuk bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang menyerang
saluran pernafasan (Kumar dkk., 2007). Batuk merupakan salah satu cara tubuh untuk
membersihkan saluran pernapasan dari lender dan benda asing yang masuk, juga berfungsi
sebagai imun tubuh terhadap benda asing namun dapat juga sebagai geala suatu penyakit
(Sylvia A, dan Wilson LM., 2006).
Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari
saluran pernafasan. Batuk juga melindungi paru-paru dari aspirasi asing yaitu masuknya
benda asing dari saluran cerna maupun saluran nafas bagian atas. Saluran nafas bagian atas
dimulai dari tenggorokan, trakhea, bronkhioli sampai ke jaringan paru (Guyton, 2008). Batuk
dibedakan menjadi dua yaitu batuk berdahak dan batuk tidak berdahak (batuk kering). Batuk
berdahak lebih sering terjadi karena adanya dahak pada tenggorokan. Batuk berdahak lebih
sering terjadi karena adanya paparan debu, lembab berlebihan sebagainya. Batuk tidak
berdahak (batuk kering) yaitu batuk yang terjadi karena tidak adanya sekresi saluran nafas,
iritasi pada tenggorokan, sehingga timbul rasa sakit (Djunarko & Hendrawati, 2011).
B. Faktor Penyebab Batuk
Batuk dapat disebabkan karena dua hal, yaitu penyakit infeksi dan bukan infeksi.
Penyebab batuk dari infeksi bisa berupa bakteri atau virus, misalnya tuberkulosa, influenza,
campak, dan batuk rejan. Sedangkan penyebab yang bukan infeksi misalnya debu, asma,
alergi, makanan yang merangsang tenggorokan, batuk pada perokok, batuk pada perokok
berat sulit diatasi hanya dengan obat batuk simptomatik. Batuk pada keadaan sakit
disebabkan adanya kelainan terutama pada saluran nafas yaitu bronkitis, pneumonia dan
sebagainya (Depkes RI, 1997). Reflek Batuk dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor
diantaranya:
 Rangsangan mekanis, misalnya asap rokok, debu dan tumor
 Adanya perubahan suhu mendadak
 Rangsangan kimiawi, misalnya gas dan bebauan
 Adanya peradangan/infeksi
 Reaksi alergi
 Asthma
 Infeksi paru-paru seperti pneumonia atau bronchitis akut
 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
 Sinusitis yang menyebabkan postnasal drip
 Obat darah tinggi golongan ACE Inhibitor

C. Patofisiologi Batuk
Batuk dapat dipicu secara reflek ataupun disengaja. Sebagai refleks pertahanan diri, batuk
dipengaruhi oleh jalur saraf aferen dan eferen. Batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti
dengan penutupan glotis, relaksasi diafragma dan kontraksi otot melawan glotis yang
menutup. Sehingga terjadi tekanan positif pada intratoraks yang menyebabkan penyempitan
trakea. Sekali glotis terbuka, perbedaan tekanan yang besar antara saluran nafas dan udara
luar bersama dengan penyempitan trakea yang akan menghasilkan aliran udara yang melalui
trakea. Kekuatan eksplosif ini akan “menyapu” sekret dan benda asing yang ada di saluran
nafas (Ikawati, 2008).
Reflek batuk dimulai dari suatu rangsangan para reseptor batuk. Reseptor ini berupa
serabut non myelin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks yang
terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura.
Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang – cabang bronkus yang kecil, dan
sejumlah besar reseptor yang terdapat di laring dan trakea. Bahkan juga reseptor ditemui
pada saluran telinga, lambung, hilus, sinus parasanalis, pericardial dan diafragma.
Seraput afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari
laring, trakea, bronkus, pelura lambung dan juga telinga melalui cabang Arnold dari nervus
vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus parannasalis, nervus
glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan
rengasang dari perikardium dan diafragma. Rangsangan dari serabut afferent dibawa ke pusta
batuk yang terletak di medulla, di dekat pusat penafasan dan pusta muntah. Kemudian
serabut – serabut vagus, frenikus dan interkostalis lumbar, trigeminus fasialis dan hipoglosus
menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot – otot laring, trakea, bronkus, diafragma, dan
otot – otot intercostal. Pada efektor tersebut mekanisme batuk terjadi (Wirodiarjo, 2008).

D. Klasifikasi Batuk
1. Batuk berdasarkan waktu, terbagi menjadi 3 yaitu :
a) Akut

Akut merupakan fase awal dan masih mudah untuk sembuh. Jangka waktu akut yaitu
kurang dari tiga minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri, virus, dan penyempitan
nafas atas.
b) Subakut

Subakut adalah fase peralihan dari akut menjaid kronis, dikategorikan subakut apabila
batuk sudah 3 – 8 minggu yang dikarenakan adanya gangguan pada epitel.

c) Kronis

Kronis adalah batuk yang sulit disembuhkan dikarenakan penyempitan saluran nafas
atas dan terjadi lebih dari 8 minggu. Batuk kronis biasanya berupa gejala adanya
penyakit lain yang lebih berat. Banyak penyakit yang ditandai dengan batuk kronis,
seperti asma, TBC, gangguan refluks lambung, PPOK, hingga kanker paru. Maka itu,
batuk kronis harus segera diperiksakan ke dokter untuk memastikan penyebabnya dan
dapat segera diatasi.

2. Batuk berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi 3 yaitu :


a) Batuk berdahak

Batuk berdahak disertai dengan jumlah sputum yang dihasilkan sangat banyak.
Sehingga menyumbat saluran pernafasan.

b) Batuk kering
Batuk ini tidak mengeluarkan sputum. Laring terasa gatal, sehingga merangsang
timbulnya batuk yang tidak nyaman. Bila batuk terlalu keras dapat memecahkan
pembuluh mata.

c) Batuk yang khas


 Batuk rejan; biasanya berlangsung selama 100 hari dan dapat menyebabkan pita
suara radang dan suara parau.
 Batuk penyakit TBC; berlangsung berbulan-bulan, kecil-kecil, timbul sekali-
kali. Namun batuk dapat disertai dengan bercak darah.
 Batuk karena asma; setelah serangan asma lender banyak dihasilkan sehingga
memicu batuk.
 Batuk karena gejala jantung lemah; darah yang terbendung di paru-paru
menjadikan paru-paru menjadi basah. Kondisi basah tersebut merangsang
timbulnya batuk.
 Batuk karena kanker paru-paru; kanker paru yang menahun dan tidak sembuh
disertai dengan batuk. Bila kerusakan paru-paru semakin parah maka batuk akan
semakin bertambah keras.
 Batuk karena kemasukan beda asing; pada saat saluran pernafasan berusaha
mengeluarkan benda asing maka akan menimbulkan batuk sebagai upaya reflek
terhadap benda asing.

E. Terapi Farmakologi

Bila keadaan batuk belum sembuh dapat digunakan obat batuk, yang mana obat batuk
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Mukolitik

Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengencerkan sekret saluran
pernapasan dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida
dari sputum. Agen mukolitik berfungsi dengan cara mengubah viskositas sputum melalui
aksi kimia langsung pada ikatan komponen mukoprotein. Agen mukolitik yang terdapat
di pasaran adalah bromheksin, ambroksol, dan asetilsistein

a) Bromheksin

Indikasi: derivat sintetik dari vasicine (Adhota vasica). Obat ini rasanya pahit sekali
dan diberikan kepada penderita bronkitis atau kelainan saluran pernafasan yang lain.  
Bromheksin digunakan di unit gawat darurat secara lokal di bronkus untuk
memudahkan pengeluaran dahak pasien.

Efek samping: jika diberikan secara oral adalah rasa mual, diare, dan kembung yang
ringan. Bromheksin hendaklah digunakan dengan hati-hati pada pasien tukak
lambung.

Dosis: oral bagi dewasa seperti yang dianjurkan adalah tiga kali, 4-8 mg sehari. Dosis
pemakaian untuk dewasa 4-8 mg, 3 kali sehari
2. Ekspektoran

Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari


saluran pernapasan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung
dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran pernafasan lewat
nervus vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak.
Obat yang termasuk golongan ini adalah ammonium klorida dan gliseril guaiakoiat.

a) Gliseril Guaiakolat (Guafenesin)

Indikasi: mengencerkan dahak dari saluran nafas. Indikasi untuk batuk yang
membutuhkan pengeluaran dahak.

Dosis: pemakaian untuk dewasa 200-400 mg setiap 4 jam dan untuk anak-anak usia
2-6 tahun 50-100 mg setiap 4 jam, sedangkan untuk usia 6-12 tahun 100-200 mg
setiap 4 jam. Perhatikan pasien dibawah usia 2 tahun dan ibu hamil harus dengan
pengawasan dokter dan diharap tidak menggunakan lebih dari 7 hari tanpa izin
dokter.

Efek samping: mual, muntah yang dapat dikurangi dengan minum segelas air putih.
Kontraindikasi: terhadap yang alergi guafenesin

b) Ammonium Klorida
Ammonium klorida jarang digunakan sebagai terapi obat tunggal yang berperan
sebagai ekspektoran tetapi lebih sering dalam bentuk campuran dengan ekspektoran
lain atau antitusif. Apabila digunakan dengan dosis besar dapat menimbulkan asidosis
metabolik, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati,
ginjal, dan paru-paru. Dosisnya untuk orang dewasa adalah 300 mg (5mL) tiap 2
hingga 4 jam. Obat ini hampir tidak digunakan lagi untuk pengasaman urin pada
keracunan sebab berpotensi membebani fungsi ginjal dan menyebabkan gangguan
keseimbangan elektrolit (Estuningtyas, 2008). Contoh kombinasi ammonium klorida
dengan ekspektoran lain dan atau antitusif adalah Obat Batuk Hitam (OBH).

3. Antitusif
Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan
saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi. Secara umum berdasarkan
tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang
berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan
non-narkotik.
a) Dekstrometorfan HBr
Indikasi: bekerja menekan pusat batuk di otak, meringankan batuk kering. Zat ini
meningkatkan nilai ambang rangsang refleks batuk secara sentral dan kekuatannya
kira-kira sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein, zat ini jarang menimbulkan
mengantuk atau gangguan saluran pencernaan.
Dosis: pemakaian dewasa 10-20 mg, 3 kali sehari 1 tablet jika perlu (jika batuk).
Dalam bentuk sirup 5-10 ml jika perlu 3 kali sehari sedangkan untuk dosis anak-anak
(usia 6-12 tahun) 5-10 mg 3 kali sehari dan dalam bentuk sirup 2,5-5 ml (1/2-1
sendok takar) setiap 4 jam.
Perhatian: Dekstromethorpan HBr sebaiknya tidak digunakan untuk batuk berdahak,
dikhawatirkan dahak malah tidak bisa keluar.
Efek samping: pemakaian yang berlebihan akan menyebabkan penurunan refleks
bernapas.
b) Difenhidramin HCL
Indikasi: obat memiliki efek antitusif dan juga antihistamin sebagai anti alergi.
Dosis: pemakaian untuk dewasa 25 mg, 3-4 kali sehari dan untuk anakanak 12,5 mg
atau 4 kali sehari.
Efek samping: dapat mengantuk, dan juga tidak dianjurkan diminum bersamaan obat
anti influenza yang mengandung antihistamin, dikonsultasikan terlebih dahulu pada
tenaga medis jika digunakan pada penderita asma karena dapat mengentalkan dahak
dan mengurangi sekresinya.
Kontraindikasi: terhadap wanita hamil, ibu menyusui dan anak < 6 tahun.

F. Terapi Non Farmakologi

Umumnya batuk berdahak dan tidak berdahak dapat dikurangi dengan cara sebagai
berikut:

1. Memperbanyak minum air putih, untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi


iritasi atau rasa gatal.
2. Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang tenggorokan dan
udara malam yang dingin.
BAB IV
SWAMEDIKASI ASMA

A. Patofisiologi Asma

Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara yang melibatkan
peran banyak sel dan komponennya. Pada individu yang rentan, inflamasi akan menyebabkan
episode berulang yang biasanya terkait dengan obstruksi jalan udara yang sering revesible
baik secara spontan maupun setelah penanganan.

Adanya hiperesponsif saluran napas atau hiperreaktivitas bronkus pada asma


merupakan respon berlebihan terhadap berbagai rangsangan eksogen dan endogen.
Mekanisme yang terlibat termasuk stimulasi langsung dari otot polos saluran napas dan
stimulasi tidak langsung oleh zat aktif secara farmakologi dari sel pensekresi mediator seperti
sel mast atau neuron sensorik. Derajat hiperresponsif saluran napas umumnya berkorelasi
dengan tingkat keparahan asma.

Serangan asma mendadak disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui maupun yang
diketahui seperti paparan langsung terhadap allergen, virus, atau polutan dalam maupun luar
rumah, yang dapat menginduksi respon inflamasi

B. Terapi Farmakologi
1. Terapi Pelega (Reliever)

Prinsip untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan
atau menghambat bronkonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa
berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan
hiperesponsif jalan napas. Contoh obat:

 Agonis β2 kerja singkat


 Kortikostreroid sistemik
 Antikolinergik
 Aminofilin
 Adrenalin
2. Terapi Pengontrol (Controller)

Prinsip medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap
hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Contoh obat :

 Kortikosteroid inhalasi
 Kortikostreoid sistemik
 Sodium kromoglikat
 Nedokromil sodium
 Methyl xanthin
 Agonis β2 kerja lama (inhalasi dan oral)
 Leukotrien modifiers

C. Golongan Obat Asma


1. Methyl Xanthine
Mekanisme kerja: merelaksasi otot polos bronkus, terutama bila otot bronkus
dalam keadaan konstriksi. Contoh obat terdiri dari:

a) Theophylline/Teoflin
 Indikasi : Obstruksi saluran napas reversibel, asma akut dan berat
 Dosis      : Dewasa (3 x 130-150 mg/hari); Anak 6-12 tahun (3 x 65-150 mg/hari,
obat diberikan sesudah makan); Euphyllin Retard (Dewasa : 2 x 1 tablet sehari)
 Sediaan  : Kapsul 130 mg (Bufabron, Bronchophylin, Theobron); Tablet 150 mg
(Bronsolvan), Tablet Retard 250 mg (Euphyllin Retard; Tablet Retard mite 125
mg; Euphyllin Retard Mite).
b) Aminophylline/Aminofilin
 Indikasi  : obstruksi saluran napas reversibel, asma akut dan berat
 Dosis      : Bronkospasme akut (Dewasa loading dose 6 mg/kgBB/IV; secara infus
selama 20 - 40 menit); Dosis pemeliharaaan 0,5 mg/kgBB/jam
 Sediaan  : sediaan injeksi  Ampul 24 mg/ml (1 Ampul = 10 ml) = Aminofilin

2. Anti Muskarinik
Mekanisme kerja : bekerja dengan memblok efek bronkokonstriksi dari
asetilkolin pada reseptor muskarinik M3 yang terdapat pada otot polos saluran napas.
Obat antimuskarinik terdiri atas 2 jenis yaitu :

1)     Short-acting antimuscarinic (SAMA) misalnya Ipratropium dan Oxitropium

2)     Long-acing antimuscarinic (LAMA) misalnya Tiotropium, Aclinidium,


Glycopyrronium

Contoh Obatnya sebagai berikut:

a) Ipratropium Bromida
 Indikasi : Bronkospasme, asma, penyakit paru obstruktif kronik yang tidak dapat
diatasi dengan beta agonis
 Dosis      : Inhalasi Dewasa 40 mcg (2x semprot), diberikan 3-4 x sehari; Anak 20
mcg, diberikan 3-4 x sehari; Ipatropium Bromida diberikan kombinasi dengna
agonis β2 kerja singkat, untuk mengatasi serangan  kombinasi Ipratropium
Bromida 0,5 mg & Salbutamol sulphate 2,5 mg : 1 ampul secara nebulisasi,
diberikan 3-4 x sehari
 Sediaan : Inhaler 20 mcg / semprot  Atrovent; Larutan inhalasi 0,025% (0,25
mg/ml)  Atrovent; kombinasi Ipratropium Bromida 0,5 mg & Salbutamol
sulphate 2,5 mg (dalam 1 ampul 2,5 ml)  Combivent, Farbivent
b) Tiotropium Bromida
 Indikasi              : Terapi pemeliharaan obstruksi pada paru kronik termasuk
bronchitis dan emfisema kronik dan dispnea yang menyertainya
 Dosis dan Sediaan          : Spiriva  inhalasi 1 kapsul/hari (18 mcg/kapsul);
Spiriva Respimat (inhaler)  2,5 mcg/puff, 2 semprotan diberikan 1 kali sehari,
diberikan pada saat atau waktu yang sama.

3. Beta 2 Agonis

Mekanisme kerja yaitu dengan merelaksasi otot polos jalan napas dengan
menstimulasi reseptor beta 2 adrenergik dengan meningkatkan C-AMP dan menghasilkan
antagonism fungsional terhadap bronkokonstriksi. Berikut beberapa contoh obatnya:

a) Salbutamol/Albuterol
 Indikasi  : meredakan bronkospasme pada asma dan obstruksi saluran
napasreversibel lainnya
 Dosis      : Oral Dewasa 3-4 x 4 mg / hari (lansia & pasien yang sensitive awal 2
mg); Oral Anak 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali setiap 6-8 jam; Inhalasi aerosol
(DPI/MDI) Dewasa 100-200 mcg (1-2 hirupan) untuk gejala yang persisten 3-4
kali sehari; Inhalasi aerosol (DPI/MDI) Anak 100 mcg (1 hirupan) dapat
dinaikkan menjadi 200 mcg (2 hirupan) bila perlu; Profilaksis untuk
bronkospasme akibat latihan fisik, Dewasa 200 mcg (2 hirupan), Anak 100 mcg
(1 hirupan); Inhalasi nebuliiser Dewasa dan Anak di atas 18 bulan 2,5 mg,
diberikan sampai 4 kali sehari
 Sediaan : Tablet/Kaps 2 mg (Astharol; Azmacon; Brondisal, Fortolin, Grafalin,
Lasal, Suprasma, Salbuven); Nebule 2,5 mg (Ventolin nebules); Inhaler 100
mcg/puff (Ventolin inhaler)
b) Terbutaline Sulfate
 Indikasi : Sebagai bronkodilator pada asma bronkial, bronkospasme pada
bronchitis kronik, emfisema, dan penyakit paru lainnya dengan komplikasi
bronkokonstriksi
 Dosis      : Oral Dewasa 1-2 tablet diberikan 2-3 kali sehari (1 tablet = 2,5 mg);
Oral Anak 75 mcg/kgBB diberikan 2-3 kali sehari, 7-15 tahun 2,5 mg diberikan
2-3 kali sehari; Injeksi subkutan, intramuscular, atau injeksi intravena pada
dewasa (250-500 mcg sampai 4 kali sehari) dan anak 2-15 tahun (10 mcg/kgBB
sampai maksimal 300 mcg); Inhalasi aerosol Dewasa dan Anak 250-500 mcg (1-
2 hirupan) untuk gejala persisten sampai 3-4 kali sehari; Inhalasi serbuk
(turbuhaler) 500 mcg (1 inhalasi) untuk gejala persisten hingga 4 kali sehari;
Inhalasi nebulizer 5 mg 2-4 kali sehari, dosis tambahan mungkin diperlukan
untuk asma akut yang berat; Inhalasi nebulizer pada anak < 3 tahun 2 mg;
Inhalasi nebulizer pada anak 3-6 tahun 3 mg; Inhalasi nebulizer pada anak 6-8
tahun 4 mg; Inhalasi nebulizer pada anak > 8 tahun 5 mg, dosis diberikan 2-4 ali
sehari
 Sediaan : Tablet/Kaplet 2,5 mg  Lasmalin, Nairet, Neosma, Sedakter,
Tismalin, Yarisma; Syrup 1,5 mg/5 ml  Nairet, Sedakter; Injeksi (Ampul 0,5
mg/ml)  Nairet, Relivan; Inhalasi  Bricasma Turbuhaler (serbuk inhalasi) 0,5
mg/dosis; Bricasma Respule (cairan inhalasi) 2,5 mg/ml.

4. Kortikosteroid
a) Budesonide
 Indikasi  : Asma bronkial
 Dosis :

Turbuhaler : Dewasa 200 – 1200 mcg/hari terbagi dalam 2-4 dosis.


Pemeliharaan 200-400 mcg 2x sehari pada pagi dan malam
Respule : Dewasa dan anak > 12 tahun  1-2 mg 2x per hari. Pemeliharaan
0,5-1 mg 2x per hari. Anak 3 bulan - 12 tahun  0,5-1 mg 2x per hari.
Pemeliharaan 0,25-0,5 mg 2x per hari.

 Sediaan : Turbuhaler 200 mcg/dosis (Pilmicort); Respule 0,25 mg/ml (Pulmicort


Respules)
b) Fluticasone Propionat
 Indikasi : Profilaksis asma, mengatasi eksaserbasi asma akut
 Dosis      : Dewasa dan anak > 16 tahun  500-2000 mcg 2x per hari; Anak 4-16
tahun  1000 mcg 2x per hari
   Sediaan : Cairan inhalasi (nebule)  0,5 mg/2 ml; 2 mg/2 ml : Flixotide

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1995. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.

BPOM. 2006. Obat Flu. Tersedia di http://www.pom.go.id (diakses 6 April 2021).

Depkes RI. 2006. Pedoman Penggunaan Obat bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta:
Direktorat bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesahatan.

Depkes RI, 2007. Pedoman Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai