Makalah Swamedikasi Sal. Pernapasan - A. Nur Abdilllah
Makalah Swamedikasi Sal. Pernapasan - A. Nur Abdilllah
Disusun Oleh :
Nama : A. Nur Abdillah
Nim : PO713251191002
Prodi/ Tingkat : D.III / II
Kelas :A
Dosen Pembimbing : Raimundus Chalik, M.Sc., Apt
JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2021-2022
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah swamedikasi saluran pernapasan
mata kuliah Swamedikasi
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan serta jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang kita
harapkan oleh karena itu, dengan senang hati kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari. Demikianlah
makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga jerih payah kita
mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, aamiin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk
tujuan pengobatan sakit ringan, tanpa resep atau intervensi dokter. Pengobatan sendiri dalam
hal ini dibatasi hanya untuk obat-obat modern, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas.
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang
banyak dialami masyarakat, antara lain demam, nyeri, batuk, flu, serta berbagai penyakit lain.
Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan
masyarakat akan obat dan penggunaannya. Dalam hal ini Apoteker dituntut untuk dapat
memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat terhindar
dari penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse) (Ditjen
Binfar, 2007).
Dorongan untuk merawat diri sendiri dipandang sebagai kesempatan untuk membangun
kepercayaan diri untuk mengelola kesehatan dan juga awal langkah yang positif dalam
hubungan antara pasien dan tenaga medis. Swamedikasi merupakan sebuah tahap
pembangunan kesehatan dimana setiap orang memiliki hak dalam menentukan kualitas
selfcare dirinya sehingga dapat memanajemen keuangan sendiri dengan keuntungan mampu
menghindarkan dari perawatan yang tidak rasional (Gupta dkk., 2011). Faktor lain yang
mempengaruhi tindakan swamedikasi diantaranya yaitu mendesaknya perawatan yang
dibutuhkan, penanganan pertama pada pasien sakit, kekurangannya pelayanan kesehatan,
ekonomi yang rendah, ketidakpercayaan terhadap tenaga medis, pengaruh informasi dari
iklan, ketersediaan obat yang melimpah di toko-toko atau warung, dan salah satu faktor yang
sering dialami oleh masyarakat yaitu karena terbatasnya keterjangkauan akses kesehatan di
daerah pedesaan atau terpencil (Phalke dkk., 2006).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana swamedikasi penyakit influenza?
2. Bagaimana swamedikasi penyakit batuk?
3. Bagaimana swamedikasi penyakit asma?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui swamedikasi penyakit influenza?
2. Mengetahui swamedikasi penyakit batuk?
3. Mengetahui swamedikasi penyakit asma?
BAB II
SWAMEDIKASI INFLUENZA
A. Definisi Influenza
Influenza adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus influenza, dan menyebar
dengan mudah dari orang ke orang. Virus ini beredar di seluruh dunia dan dapat
mempengaruhi orang tanpa memandang usia dan jenis kelamin (WHO, 2009). Flu sendiri
merupakan suatu penyakit yang self-limiting, dimana bila tidak terjadi komplikasi dengan
penyakit lain, maka setelah 4-7 hari penyakit akan sembuh sendiri. Daya tahan tubuh
seseorang akan sangat berpengaruh terhadap berat ringannya penyakit tersebut. Daya tahan
tubuh dipengaruhi oleh pola hidup seseorang. Pada anak-anak, lanjut usia, dan orang yang
memiliki daya tahan tubuh rendah lebih cenderung menderita komplikasi seperti infeksi
bakteri sekunder. Flu ditularkan melalui percikan udara pada saat batuk, bersin, dan tangan
yang tidak dicuci seteah kontak dengan cairan hidung/mulut. (BPOM, 2006).
B. Gejala Influenza
Gejala umum adalah peningkatan suhu secara cepat / demam, myalgia, sakit kepala, nyeri
otot, malaise, mata berair, batuk tak berdahak, sakit tenggorokan, dan rhinitis. Gejala lain
pada anak adalah mual, muntah, dan otitis media. (Dipiro, 2008).
C. Patofisiologi Influenza
Hemagglutinin dan neuraminidase merupakan hal yang penting dalam virulensi, dan
merupakan target untuk menetralisir antibody acuired immunity ke Influenza. Hemaglutinin
mengikat pada sel epitel respirasi sehingga mampu menginfeksi sel. Neuraminidase
memotong ikatan yang menahan virion baru pada permukaan dinding sel menyebabkan
penyebaran sel. (Gubareva et al., 2001). Patogenesis Influenza pada manusia masih belum
dipahami dengan baik. Tingkat keparahan infeksi ditentukan oleh keseimbangan antara
replikasi virus dengan respon imun inang. Infeksi yang parah diduga merupakan hasil
kekurangan mekanisme pertahanan tubuh yang kurang untuk menghambat replikasi, dan
overproduksi cytokines menyebabkan kerusakan jaringan pada inang (Dipiro, 2008).
D. Hal-Hal yang Dapat Dilakukan
Orang yang menderita flu disarankan banyak beristirahat, meminum banyak cairan, dan
bila perlu mengkonsumsi obat-obatan untuk meredakan gejala yang mengganggu. Tindakan
yang dianjurkan untuk meringankan gejala flu tanpa pengobatan meliputi antara lain :
1. Beristirahat 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan. Periksa ke dokter apabila
gejala menetap sampai lebih dari 3 hari
2. Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan protein yang tinggi akan
menambah daya tahan tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang banyak
mengandung vitamin.
3. Banyak minum air, teh, sari buah akan mengurangi rasa kering di tenggorokan,
mengencerkan dahak dan membantu menurunkan demam.
4. Sering-sering berkumur dengan air garam untuk mengurangi rasa nyeri di
tenggorokan.
E. Farmakoterapi Influenza
1. Antihistamin
a) Kegunaan Obat
Anti alergi.
d) Aturan pemakaian
Klorfeniramin Maleat (CTM)
Difenhidramin HCl
Dewasa : 1-2 kapsul (25-50 mg) setiap 8 jam
Anak : ½ tablet (12,5 mg) setiap 6-8 jam
Anak berumur di bawah 6 tahun, karena efek samping yang timbul lebih parah
Ibu hamil muda
e) Aturan pemakaian
Dewasa dan anak di atas 6 tahun: 2-3 tetes/semprot oksimetazolin 0,05% setiap
lubang hidung.
Anak: (2-5 tahun) 2-3 tetes/semprot oksimetazolin 0,025% setiap lubang hidung.
Obat digunakan pada pagi dan menjelang tidur malam, tidak boleh lebih dar 2
kali dalam 24 jam.
3. Dekongestan Oral
a) Kegunaan Obat
Hati-hati pada penderita diabet juvenil karena dapat meningkatkan kadar gula darah,
penderita tiroid, hipertensi, gangguan jantung dan penderita yang menggunakan
antidepresi. Mintalah saran dokter atau Apoteker.
c) Kontra Indikasi
Obat tidak boleh digunakan pada penderita insomnia (sulit tidur), pusing, tremor,
aritmia dan penderita yang menggunakan MAO (mono amin oksidase) inhibitor.
d) Efek samping
Menaikkan tekanan darah
Aritmia terutama pada penderita penyakit jantung dan pembuluh darah.
e) Aturan pemakaian
Fenilpropanolamina
Anak 6-12 tahun : maksimal 7,5 mg per takaran 3-4 kali sehari
Fenilefrin
Pseudoefedrin
Efedrin
Anak : sehari 3 mg/kg berat badan, dibagi dalam 4 – 6 dosis yang sama
4. Parasetamol/Asetaminofen
a) Kegunaan obat
Anak 0-1 tahun : ½ - 1 sendok teh sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
1-5 tahun : 1-1 ½ sendok teh sirup, 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
6-12 tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3-4 kali sehari (setiap 4 - 6 jam)
F. Terapi Non Farmakologi
Influenza termasuk dalam self limiting desease, yaitu penyakit yang dapat diatasi oleh
sistem imun tubuh.Oleh karena itu pasien yang menderita Influenza harus istirahat/tidur
yang cukup dan tak banyak beraktivitas serta tetap berada di rumah untuk mencegah
penyebaran. Minum air yang banyak juga diperlukan. Untuk membantu meredakan gejala
batuk dan gangguan tenggorokan dapat menggunakan lozenges, teh hangat atau sup.
BAB III
SWAMEDIKASI BATUK
A. Definisi Batuk
Batuk merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernafasan. Batuk bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang menyerang
saluran pernafasan (Kumar dkk., 2007). Batuk merupakan salah satu cara tubuh untuk
membersihkan saluran pernapasan dari lender dan benda asing yang masuk, juga berfungsi
sebagai imun tubuh terhadap benda asing namun dapat juga sebagai geala suatu penyakit
(Sylvia A, dan Wilson LM., 2006).
Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari
saluran pernafasan. Batuk juga melindungi paru-paru dari aspirasi asing yaitu masuknya
benda asing dari saluran cerna maupun saluran nafas bagian atas. Saluran nafas bagian atas
dimulai dari tenggorokan, trakhea, bronkhioli sampai ke jaringan paru (Guyton, 2008). Batuk
dibedakan menjadi dua yaitu batuk berdahak dan batuk tidak berdahak (batuk kering). Batuk
berdahak lebih sering terjadi karena adanya dahak pada tenggorokan. Batuk berdahak lebih
sering terjadi karena adanya paparan debu, lembab berlebihan sebagainya. Batuk tidak
berdahak (batuk kering) yaitu batuk yang terjadi karena tidak adanya sekresi saluran nafas,
iritasi pada tenggorokan, sehingga timbul rasa sakit (Djunarko & Hendrawati, 2011).
B. Faktor Penyebab Batuk
Batuk dapat disebabkan karena dua hal, yaitu penyakit infeksi dan bukan infeksi.
Penyebab batuk dari infeksi bisa berupa bakteri atau virus, misalnya tuberkulosa, influenza,
campak, dan batuk rejan. Sedangkan penyebab yang bukan infeksi misalnya debu, asma,
alergi, makanan yang merangsang tenggorokan, batuk pada perokok, batuk pada perokok
berat sulit diatasi hanya dengan obat batuk simptomatik. Batuk pada keadaan sakit
disebabkan adanya kelainan terutama pada saluran nafas yaitu bronkitis, pneumonia dan
sebagainya (Depkes RI, 1997). Reflek Batuk dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor
diantaranya:
Rangsangan mekanis, misalnya asap rokok, debu dan tumor
Adanya perubahan suhu mendadak
Rangsangan kimiawi, misalnya gas dan bebauan
Adanya peradangan/infeksi
Reaksi alergi
Asthma
Infeksi paru-paru seperti pneumonia atau bronchitis akut
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Sinusitis yang menyebabkan postnasal drip
Obat darah tinggi golongan ACE Inhibitor
C. Patofisiologi Batuk
Batuk dapat dipicu secara reflek ataupun disengaja. Sebagai refleks pertahanan diri, batuk
dipengaruhi oleh jalur saraf aferen dan eferen. Batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti
dengan penutupan glotis, relaksasi diafragma dan kontraksi otot melawan glotis yang
menutup. Sehingga terjadi tekanan positif pada intratoraks yang menyebabkan penyempitan
trakea. Sekali glotis terbuka, perbedaan tekanan yang besar antara saluran nafas dan udara
luar bersama dengan penyempitan trakea yang akan menghasilkan aliran udara yang melalui
trakea. Kekuatan eksplosif ini akan “menyapu” sekret dan benda asing yang ada di saluran
nafas (Ikawati, 2008).
Reflek batuk dimulai dari suatu rangsangan para reseptor batuk. Reseptor ini berupa
serabut non myelin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks yang
terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura.
Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang – cabang bronkus yang kecil, dan
sejumlah besar reseptor yang terdapat di laring dan trakea. Bahkan juga reseptor ditemui
pada saluran telinga, lambung, hilus, sinus parasanalis, pericardial dan diafragma.
Seraput afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari
laring, trakea, bronkus, pelura lambung dan juga telinga melalui cabang Arnold dari nervus
vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus parannasalis, nervus
glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan
rengasang dari perikardium dan diafragma. Rangsangan dari serabut afferent dibawa ke pusta
batuk yang terletak di medulla, di dekat pusat penafasan dan pusta muntah. Kemudian
serabut – serabut vagus, frenikus dan interkostalis lumbar, trigeminus fasialis dan hipoglosus
menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot – otot laring, trakea, bronkus, diafragma, dan
otot – otot intercostal. Pada efektor tersebut mekanisme batuk terjadi (Wirodiarjo, 2008).
D. Klasifikasi Batuk
1. Batuk berdasarkan waktu, terbagi menjadi 3 yaitu :
a) Akut
Akut merupakan fase awal dan masih mudah untuk sembuh. Jangka waktu akut yaitu
kurang dari tiga minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri, virus, dan penyempitan
nafas atas.
b) Subakut
Subakut adalah fase peralihan dari akut menjaid kronis, dikategorikan subakut apabila
batuk sudah 3 – 8 minggu yang dikarenakan adanya gangguan pada epitel.
c) Kronis
Kronis adalah batuk yang sulit disembuhkan dikarenakan penyempitan saluran nafas
atas dan terjadi lebih dari 8 minggu. Batuk kronis biasanya berupa gejala adanya
penyakit lain yang lebih berat. Banyak penyakit yang ditandai dengan batuk kronis,
seperti asma, TBC, gangguan refluks lambung, PPOK, hingga kanker paru. Maka itu,
batuk kronis harus segera diperiksakan ke dokter untuk memastikan penyebabnya dan
dapat segera diatasi.
Batuk berdahak disertai dengan jumlah sputum yang dihasilkan sangat banyak.
Sehingga menyumbat saluran pernafasan.
b) Batuk kering
Batuk ini tidak mengeluarkan sputum. Laring terasa gatal, sehingga merangsang
timbulnya batuk yang tidak nyaman. Bila batuk terlalu keras dapat memecahkan
pembuluh mata.
E. Terapi Farmakologi
Bila keadaan batuk belum sembuh dapat digunakan obat batuk, yang mana obat batuk
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Mukolitik
Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengencerkan sekret saluran
pernapasan dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida
dari sputum. Agen mukolitik berfungsi dengan cara mengubah viskositas sputum melalui
aksi kimia langsung pada ikatan komponen mukoprotein. Agen mukolitik yang terdapat
di pasaran adalah bromheksin, ambroksol, dan asetilsistein
a) Bromheksin
Indikasi: derivat sintetik dari vasicine (Adhota vasica). Obat ini rasanya pahit sekali
dan diberikan kepada penderita bronkitis atau kelainan saluran pernafasan yang lain.
Bromheksin digunakan di unit gawat darurat secara lokal di bronkus untuk
memudahkan pengeluaran dahak pasien.
Efek samping: jika diberikan secara oral adalah rasa mual, diare, dan kembung yang
ringan. Bromheksin hendaklah digunakan dengan hati-hati pada pasien tukak
lambung.
Dosis: oral bagi dewasa seperti yang dianjurkan adalah tiga kali, 4-8 mg sehari. Dosis
pemakaian untuk dewasa 4-8 mg, 3 kali sehari
2. Ekspektoran
Indikasi: mengencerkan dahak dari saluran nafas. Indikasi untuk batuk yang
membutuhkan pengeluaran dahak.
Dosis: pemakaian untuk dewasa 200-400 mg setiap 4 jam dan untuk anak-anak usia
2-6 tahun 50-100 mg setiap 4 jam, sedangkan untuk usia 6-12 tahun 100-200 mg
setiap 4 jam. Perhatikan pasien dibawah usia 2 tahun dan ibu hamil harus dengan
pengawasan dokter dan diharap tidak menggunakan lebih dari 7 hari tanpa izin
dokter.
Efek samping: mual, muntah yang dapat dikurangi dengan minum segelas air putih.
Kontraindikasi: terhadap yang alergi guafenesin
b) Ammonium Klorida
Ammonium klorida jarang digunakan sebagai terapi obat tunggal yang berperan
sebagai ekspektoran tetapi lebih sering dalam bentuk campuran dengan ekspektoran
lain atau antitusif. Apabila digunakan dengan dosis besar dapat menimbulkan asidosis
metabolik, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati,
ginjal, dan paru-paru. Dosisnya untuk orang dewasa adalah 300 mg (5mL) tiap 2
hingga 4 jam. Obat ini hampir tidak digunakan lagi untuk pengasaman urin pada
keracunan sebab berpotensi membebani fungsi ginjal dan menyebabkan gangguan
keseimbangan elektrolit (Estuningtyas, 2008). Contoh kombinasi ammonium klorida
dengan ekspektoran lain dan atau antitusif adalah Obat Batuk Hitam (OBH).
3. Antitusif
Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan
saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi. Secara umum berdasarkan
tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang
berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan
non-narkotik.
a) Dekstrometorfan HBr
Indikasi: bekerja menekan pusat batuk di otak, meringankan batuk kering. Zat ini
meningkatkan nilai ambang rangsang refleks batuk secara sentral dan kekuatannya
kira-kira sama dengan kodein. Berbeda dengan kodein, zat ini jarang menimbulkan
mengantuk atau gangguan saluran pencernaan.
Dosis: pemakaian dewasa 10-20 mg, 3 kali sehari 1 tablet jika perlu (jika batuk).
Dalam bentuk sirup 5-10 ml jika perlu 3 kali sehari sedangkan untuk dosis anak-anak
(usia 6-12 tahun) 5-10 mg 3 kali sehari dan dalam bentuk sirup 2,5-5 ml (1/2-1
sendok takar) setiap 4 jam.
Perhatian: Dekstromethorpan HBr sebaiknya tidak digunakan untuk batuk berdahak,
dikhawatirkan dahak malah tidak bisa keluar.
Efek samping: pemakaian yang berlebihan akan menyebabkan penurunan refleks
bernapas.
b) Difenhidramin HCL
Indikasi: obat memiliki efek antitusif dan juga antihistamin sebagai anti alergi.
Dosis: pemakaian untuk dewasa 25 mg, 3-4 kali sehari dan untuk anakanak 12,5 mg
atau 4 kali sehari.
Efek samping: dapat mengantuk, dan juga tidak dianjurkan diminum bersamaan obat
anti influenza yang mengandung antihistamin, dikonsultasikan terlebih dahulu pada
tenaga medis jika digunakan pada penderita asma karena dapat mengentalkan dahak
dan mengurangi sekresinya.
Kontraindikasi: terhadap wanita hamil, ibu menyusui dan anak < 6 tahun.
Umumnya batuk berdahak dan tidak berdahak dapat dikurangi dengan cara sebagai
berikut:
A. Patofisiologi Asma
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara yang melibatkan
peran banyak sel dan komponennya. Pada individu yang rentan, inflamasi akan menyebabkan
episode berulang yang biasanya terkait dengan obstruksi jalan udara yang sering revesible
baik secara spontan maupun setelah penanganan.
Serangan asma mendadak disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui maupun yang
diketahui seperti paparan langsung terhadap allergen, virus, atau polutan dalam maupun luar
rumah, yang dapat menginduksi respon inflamasi
B. Terapi Farmakologi
1. Terapi Pelega (Reliever)
Prinsip untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan
atau menghambat bronkonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa
berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan
hiperesponsif jalan napas. Contoh obat:
Prinsip medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap
hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Contoh obat :
Kortikosteroid inhalasi
Kortikostreoid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Methyl xanthin
Agonis β2 kerja lama (inhalasi dan oral)
Leukotrien modifiers
a) Theophylline/Teoflin
Indikasi : Obstruksi saluran napas reversibel, asma akut dan berat
Dosis : Dewasa (3 x 130-150 mg/hari); Anak 6-12 tahun (3 x 65-150 mg/hari,
obat diberikan sesudah makan); Euphyllin Retard (Dewasa : 2 x 1 tablet sehari)
Sediaan : Kapsul 130 mg (Bufabron, Bronchophylin, Theobron); Tablet 150 mg
(Bronsolvan), Tablet Retard 250 mg (Euphyllin Retard; Tablet Retard mite 125
mg; Euphyllin Retard Mite).
b) Aminophylline/Aminofilin
Indikasi : obstruksi saluran napas reversibel, asma akut dan berat
Dosis : Bronkospasme akut (Dewasa loading dose 6 mg/kgBB/IV; secara infus
selama 20 - 40 menit); Dosis pemeliharaaan 0,5 mg/kgBB/jam
Sediaan : sediaan injeksi Ampul 24 mg/ml (1 Ampul = 10 ml) = Aminofilin
2. Anti Muskarinik
Mekanisme kerja : bekerja dengan memblok efek bronkokonstriksi dari
asetilkolin pada reseptor muskarinik M3 yang terdapat pada otot polos saluran napas.
Obat antimuskarinik terdiri atas 2 jenis yaitu :
a) Ipratropium Bromida
Indikasi : Bronkospasme, asma, penyakit paru obstruktif kronik yang tidak dapat
diatasi dengan beta agonis
Dosis : Inhalasi Dewasa 40 mcg (2x semprot), diberikan 3-4 x sehari; Anak 20
mcg, diberikan 3-4 x sehari; Ipatropium Bromida diberikan kombinasi dengna
agonis β2 kerja singkat, untuk mengatasi serangan kombinasi Ipratropium
Bromida 0,5 mg & Salbutamol sulphate 2,5 mg : 1 ampul secara nebulisasi,
diberikan 3-4 x sehari
Sediaan : Inhaler 20 mcg / semprot Atrovent; Larutan inhalasi 0,025% (0,25
mg/ml) Atrovent; kombinasi Ipratropium Bromida 0,5 mg & Salbutamol
sulphate 2,5 mg (dalam 1 ampul 2,5 ml) Combivent, Farbivent
b) Tiotropium Bromida
Indikasi : Terapi pemeliharaan obstruksi pada paru kronik termasuk
bronchitis dan emfisema kronik dan dispnea yang menyertainya
Dosis dan Sediaan : Spiriva inhalasi 1 kapsul/hari (18 mcg/kapsul);
Spiriva Respimat (inhaler) 2,5 mcg/puff, 2 semprotan diberikan 1 kali sehari,
diberikan pada saat atau waktu yang sama.
3. Beta 2 Agonis
Mekanisme kerja yaitu dengan merelaksasi otot polos jalan napas dengan
menstimulasi reseptor beta 2 adrenergik dengan meningkatkan C-AMP dan menghasilkan
antagonism fungsional terhadap bronkokonstriksi. Berikut beberapa contoh obatnya:
a) Salbutamol/Albuterol
Indikasi : meredakan bronkospasme pada asma dan obstruksi saluran
napasreversibel lainnya
Dosis : Oral Dewasa 3-4 x 4 mg / hari (lansia & pasien yang sensitive awal 2
mg); Oral Anak 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali setiap 6-8 jam; Inhalasi aerosol
(DPI/MDI) Dewasa 100-200 mcg (1-2 hirupan) untuk gejala yang persisten 3-4
kali sehari; Inhalasi aerosol (DPI/MDI) Anak 100 mcg (1 hirupan) dapat
dinaikkan menjadi 200 mcg (2 hirupan) bila perlu; Profilaksis untuk
bronkospasme akibat latihan fisik, Dewasa 200 mcg (2 hirupan), Anak 100 mcg
(1 hirupan); Inhalasi nebuliiser Dewasa dan Anak di atas 18 bulan 2,5 mg,
diberikan sampai 4 kali sehari
Sediaan : Tablet/Kaps 2 mg (Astharol; Azmacon; Brondisal, Fortolin, Grafalin,
Lasal, Suprasma, Salbuven); Nebule 2,5 mg (Ventolin nebules); Inhaler 100
mcg/puff (Ventolin inhaler)
b) Terbutaline Sulfate
Indikasi : Sebagai bronkodilator pada asma bronkial, bronkospasme pada
bronchitis kronik, emfisema, dan penyakit paru lainnya dengan komplikasi
bronkokonstriksi
Dosis : Oral Dewasa 1-2 tablet diberikan 2-3 kali sehari (1 tablet = 2,5 mg);
Oral Anak 75 mcg/kgBB diberikan 2-3 kali sehari, 7-15 tahun 2,5 mg diberikan
2-3 kali sehari; Injeksi subkutan, intramuscular, atau injeksi intravena pada
dewasa (250-500 mcg sampai 4 kali sehari) dan anak 2-15 tahun (10 mcg/kgBB
sampai maksimal 300 mcg); Inhalasi aerosol Dewasa dan Anak 250-500 mcg (1-
2 hirupan) untuk gejala persisten sampai 3-4 kali sehari; Inhalasi serbuk
(turbuhaler) 500 mcg (1 inhalasi) untuk gejala persisten hingga 4 kali sehari;
Inhalasi nebulizer 5 mg 2-4 kali sehari, dosis tambahan mungkin diperlukan
untuk asma akut yang berat; Inhalasi nebulizer pada anak < 3 tahun 2 mg;
Inhalasi nebulizer pada anak 3-6 tahun 3 mg; Inhalasi nebulizer pada anak 6-8
tahun 4 mg; Inhalasi nebulizer pada anak > 8 tahun 5 mg, dosis diberikan 2-4 ali
sehari
Sediaan : Tablet/Kaplet 2,5 mg Lasmalin, Nairet, Neosma, Sedakter,
Tismalin, Yarisma; Syrup 1,5 mg/5 ml Nairet, Sedakter; Injeksi (Ampul 0,5
mg/ml) Nairet, Relivan; Inhalasi Bricasma Turbuhaler (serbuk inhalasi) 0,5
mg/dosis; Bricasma Respule (cairan inhalasi) 2,5 mg/ml.
4. Kortikosteroid
a) Budesonide
Indikasi : Asma bronkial
Dosis :
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1995. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Depkes RI. 2006. Pedoman Penggunaan Obat bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta:
Direktorat bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesahatan.
Depkes RI, 2007. Pedoman Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta