Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah skema kerja dari alat MRI ?


1.3 Tujuan
1.4 Manfaat

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian MRI

Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) adalah suatu alat diagnostik


muthakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan medan
magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan
sinar-x, ataupun bahan radioaktif, yang menghasilkan rekaman gambar potongan
penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan magnet
berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla ( 1 tesla = 1000 Gauss ) dan resonansi
getaran terhadap inti atom hidrogen. Merupakan metode rutin yang dipakai dalam
diagnosis medis karena hasilnya yang sangat akurat. Dengan beberapa faktor
kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan
koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien
sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak, terutama otak, sumsum
tulang belakang dan susunan saraf pusat dan memberikan gambaran detail tubuh
manusia dengan perbedaan yang kontras, dibandingkan dengan pemeriksaan CT-
Scan dan x-ray lainnya sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara detail ( Bushberg, 2002 ).

2.1.1 Tipe – Tipe Magnetic Resonance Imaging ( MRI )

MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :


a. MRI yang memiliki kerangka terbuka ( open gantry ) dengan ruang
yang luas.
b. MRI yang memiliki kerangka ( gantry ) biasa yang berlorong sempit.
MRI bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari :
a. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1-1,5
b. MRI Tesla sedang ( Medium Field Tesla ) memiliki kekuatan 0,5T
c. MRI Tesla rendah ( Low Field Tesla ) memiliki kekuatan di bawah
0,5T

2.1.2 Kelebihan Magnetic Resonance Imaging ( MRI )

Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT-Scan


yaitu :
1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan
lunak seperti otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal.
2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.
3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan
difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan
CT-Scan.
4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring
tanpa merubah posisi pasien.
5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion

2.1.3 Kelemahan Magnetic Resonance Imaging ( MRI )

Ada beberapa kelemahan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT-


Scan yaitu :
1. Waktu pengoperasian alat MRI lebih lama sekitar 40 menit - 1,5 jam
namun pada CT-Scan sekitar 15 – 20 menit.
2. Pemeriksaan sebelum dilakukan scanning lebih ketat untuk
mengantisipasi alat/barang berupa logam.

2.2 Spesifikasi Hardware

Komputer pada MRI merupakan otak dan komponen utama yang


digunakan untuk memproses sinyal, menyimpan data dan menampilkan gambar
yang dihasilkan. Selain sistem komputer komponen utama pada pesawat MRI
adalah pembangkit magnet utama, koil gradien, koil penyelaras ( shim’s coils ),
antena atau koil pemancar dan penerima, serta sistem akuisisi data dalam
komputer.

2.2.1 Magnet Utama

Untuk keperluan diagnosa klinis diperlukan magnet utama yang


memproduksi kuat medan magnet besar antara 0.1 – 3.0 Tesla ( Bontrager,
2001 ). Pembangkitan medan magnet untuk MRI menggunakan salah satu
dari beberapa tipe magnet, yaitu magnet permanen, magnet resistif dan
magnet superkonduktor.

2.2.2 Shims Coils


Untuk menjaga kestabilan, keseragaman atau homogenitas medan
magnet utama maka dipasang coil elektromagnetik tambahan yang disebut
dengan shim coil. Inhomogenitas magnet diharapkan tidak melebihi 10
ppm ( Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999 ).

2.2.3 Gradien Coils

Terdapat tiga buah coil gradien yang merupakan penghasil gradien


magnet yaitu gradien x, y dan z masing-masing mengarahkan medan
magnet pada sumbux, y dan z. Ketiganya dapat dioperasikan sesuai
dengan kebutuhan arah irisan pada tubuh yang diperiksa.

2.2.4 Antena

Coil radio frekuensi ( RF ) terdiri dari dua tipe coil yaitu coil
pemancar (transmitter) dan coil penerima ( receiver ). Fungsinya lebih
mirip sebagai antena. Coil pemancar berfungsi untuk memancarkan
gelombang RF pada inti yang terlokalisir dengan frekuensi tertentu
sehingga terjadi proses resonansi, sedangkan coil penerima berfungsi
untuk menerima sinyal output dari sistem. Bentuk dan ukuran coil
penerima ini telah dirancang disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan
diperiksa, misalnya coil untuk Brain, vertebra atau ekstremitas. Jenisnya
ada 3 yaitu coil volume, coil surface dan coil phased array.

2.2.5 Spin Echo

Spin echo menggunakan eksitasi pulsa 900 yang diikuti olehsatu


atau lebih rephasing pulsa 1800, untuk menghasilkan spin echo. Jika
hanya menggunakan satu echo gambaran T1Weighted Image dapat
diperoleh dengan menggunakan Time Repetition ( TR ) pendek dan Time
Echo ( TE ) pendek. Teknik Spin Echo dalam pencitraan MRI terdiri dari
dua teknik yaitu spin echo convensional dan fast spin echo (Bushberg,
2002) yaitu :
1. Spin Echo Convensional
Spin Echo Convensional adalah sekuen yang paling banyak
digunakan pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Pada spin echo konvensional, segera setelah pulsa RF ( Radio
Frekuensi ) 90 diberikan, sebuah Free Induction Decay (FID) segera
terbentuk. Dengan menggunakan kekuatan radiofrekuensi yang
sesuai, akan terjadi transfer Net magnetisation Vector (NMV)
ersudut 0 kemudian diikuti dengan rephasing pulse ersudut 1 0
2. Fast Spin Echo
Fast Spin Echo merupakan bagian dari urutan pulsa spin echo dengan
waktu scanning lebih singkat dari pada spin echo convensional.
Dengan satu kali pulsa 90° dipakai aplikasi 180º berkali-kali dalam
satu kali TR disebut dengan ETL (echo train length), dengan cara
melakukan lebih dari satu phase encoding step per TR dan mengisi
lebih dari satu baris k-space per TR. Berbagai istilah sequence FSE
sesuai dengan system pesawat MRI, disebut rapid acquisition with
relaxation enhancement (RARE) oleh system GE, FAME oleh system
Philips, Turbo spin echo (TSE) oleh Siemens (Hoa, 2007). Sequence
ini diuraikan oleh Henning pada tahun 1986 merupakan modifikasi
sequence spin echo convensional dengan aplikasi suatu rangkaian
refocusing pulsa 1800 dan memperoleh echo kembali setelah
pulsa1800 (Raul,dkk., 2002)

2.3 Penemu Hardware


Pada tahun 1946, Felix Bloch dan Purcell mengemukakan teori, bahwa
inti atom bersifat sebagai magnet kecil, dan inti atom membuat spinning dan
precessing. Dari hasil penemuan kedua orang diatas kemudian lahirlah alat
Nuclear Magnetic Resonance ( NMR ) Spectrometer, yang penggunaannya
terbatas pada kimia saja.
Setelah lebih dari sepuluh tahun Raymond Damadian bekerja dengan alat
NMR Spectometer, maka pada tahun 1971 ia menggunakan alat tersebut untuk
pemeriksaan pasien. Pada tahun 1979, The University of Nottingham Group
memproduksi gambaran potongan coronal dan sagital (disamping potongan 2
aksial) dengan NMR. Selanjutnya karena kekaburan istilah yang digunakan untuk
alat NMR dan di bagian apa sebaiknya NMR diletakkan, maka atas saran dari
AMERICAN COLLEGE of RADIOLOGI (1984), NMR dirubah menjadi
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan diletakkan di bagian Radiologi.

2.4 Cara Kerja Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air ( H2O ) yang mengandung 2 atom
hydrogen yang memiliki no atom ganjil ( 1 ) yang pada intinya terdapat satu
proton. Inti hydrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh
manusia yaitu 1019 inti/ mm3, memiliki konsentrasi tertinggi dalam jaringan 100
mmol/ Kg dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen lain. Dalam aspek
klinisnya, perbedaan jaringan normal dan tidak normal didasarkan pada deteksi
dari kerelatifan kandungan air ( proton hydrogen ) dari jaringan tersebut. Proton
proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet. Sebab
proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif dan aktif melakukan
gerakan mengitari sumbunya ( spin ) secara kontiniu. Secara teori jika suatu
muatan listrik melakukan pergerakan maka disekitarnya akan timbul gaya magnet
dengan demikian proton proton dapat diibaratkan seperti magnet magnet yang
kecil (Bar Magnetic). Hidrogen memiliki momen magnetik, pelimpahan atau
abundance terbesar.Abundance adalah perbandingan jumlah atom suatu isotop
unsur tertentu terhadap jumlah atom seluruh isotop yang ada dinyatakan dalam
persen dapat dilihat pada Tabel 2.1. Oleh karena itu, hidrogen adalah elemen
utama yang digunakan untuk MRI.

Tabel 2.1 Inti yang bersifat magnetic ( Busberg, 2002 )

Proton dan neutron tanpa kita sadari memiliki komponen penyusun semua inti
atom yang ada di alam. Proton yang memiliki prilaku hampir sama dengan prilaku
sebuah magnet, sebab proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif
dan aktif melakukan gerakan secara kontinyu mengitari sumbunya yang disebut
dengan pergerakan spinning ( Pergerakan Presisi Pada Sumbu ), yang akan
menghasilkan moment dipole magnetic yang kuat dan akan membuat fenomena
resonansi. Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka
disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian proton-proton dapat
diibaratkan seperti magnet-magnet yang kecil atau bar magnetic. Begitu pula
terdapat lebih dari 1 proton dan neutron kemungkinan momen magnetiknya akan
berpasangan, sehingga menghilangkan kekuatan dipol magnetik satu dengan lain
atau menjadi sangat kecil. Hal ini berarti bila inti dengan proton genap dan
neutron genap akan terdapat momen magnetik bernilai nol, sedangkan untuk inti
dengan proton dan neutron ganjil akan terdapat nilai momen dipol magnetik yang
akan membuat fenomena resonansi magnetik dapat dimungkinkan.
Atom Hydrogen bukan hanya berlimpah dalam jaringan biologi tetapi juga
mempunyai momen dipol magnetik yang kuat sehingga akan menghasilkan
konsentrasi yang besar dan kekuatan yang kuat per inti. Hal ini menyebabkan
sinyal Hydrogen yang dihasilkan 1000 lebih besar dari pada yang lain, sehingga
atom inilah yang digunakan sebagai sumber sinyal dalam pencitraan MRI.
Prinsip kerja MRI adalah interaksi antara gelombang frekuensi radio dan spin inti
hidrogen jaringan tubuh ketika dimasukkan ke dalam medan magnit yang kuat.
Apabila radio frekuensi dihidupkan ( on ), dengan frekuensi yang sama dengan
atom hidrogen, energi yang dipancarkan akan diserap oleh inti atom hidrogen
sehingga terjadi magnetisasi longitudinal dan transversal, dengan perkataan lain
terjadi resonanasi. Apabila radio frekuensi dimatikan maka energi yang diserap
akan dilepaskan kembali dan inti atam hidrogen yang mengalami resonansi tadi
akan kembali kepada keadaan semula atau mengalami relaksasi. Waktu yang
diperlukan untuk kembali kepada keadaan semula disebut waktu relaksasi.Waktu
untuk kembali kepada keadaan semula longitudinal magnitisasi disebut waktu
relaksasi T1. Waktu untuk kembali kepada keadaan semula trasversal magnetisasi
disebut waktu relaksasi T2.
Kualitas citra MRI ditentukan oleh intensitas sinyal yang dipancarkan oleh
jaringan tubuh setelah masuk ke dalam medan magnet. Intensitas sinyal
ditentukan oleh berbagai hal yaitu besarnya medan magnet, jumlah atom hidrogen
yang ada pada jaringan, apabila jaringan mempunyai atom hidrogen yang banyak
maka intensitas sinyal yang dikeluarkan juga kuat. Selain itu intensitas sinyal juga
dipengaruhi oleh waktu relaksasi longitudinal T1, dan waktu relaksasi tranversal
T2.
Kekuatan medan magnet MRI yang biasa dipakai di klinik antara 0,3 sampai 1,5
Tesla. Besarnya medan magnit tersebut sangat memengaruhi hasil pencitraan.
Bila medan magnit MRI yang dipakai rendah akan memberikan citra yang kurang
baik dan waktu pemeriksaan akan lebih lama serta cakupan pemeriksaan sangat
terbatas bila dibandingkan medan magnet yang tinggi.
Senyawa pengontras ( contrast agent ) yang biasa dipakai untuk MRI adalah
kompleks dari Gadoliniun ( Gd ) yaitu kompleks senyawa gadolinium dengan
asam dietilen triamin pentaasetik ( DTPA ) dan 1,4,7,10 tetraazasiklododekan
( DOTA ). Senyawa pengontras Gd-DTPA mempunyai keterbatasan yaitu
GdDTPA mempunyai berat molekul yang kecil sehingga cepat keluar dari tubuh
melalui ginjal / urin dan melalui feses. Lebih jauh senyawa pengontras Gd-DTPA
tidak dapat masuk ke dalam sel sasaran sehingga citra yang dihasilkan tidak
spesifik, yaitu tidak dapat membedakan dengan jelas suatu kelainan apakah suatu
tumor ganas, tumor jinak, atau inflamasi. Agar mendapatkan pencitraan yang
spesifik senyawa pengontras yang biasa dipakai yaitu Gd-DTPA dikonyugasikan
dengan antibodi supaya terjadi pengikatan antara antigen reseptor dengan antibodi
yang ada pada senyawa pengontras. Untuk memperkuat ikatan senyawa
pengontras Gd-DTPA dan antibodi ditambahkan senyawa kimia lain, yaitu
dendrimer merupakan senyawa kimia yang secara fisik berbentuk seperti pohon
mempunyai banyak cabang-cabang kelompok amino sehingga dapat mengikat
kompleks Gd-DTPA yang banyak dan juga dapat mengikat antibodi. Dengan
adanya dendrimer ini ikatan senyawa pengontras menjadi suatu senyawa
makromolekul sehingga senyawa pengontras tidak cepat ke luar dari tubuh dan
mempunyai relaksivitas yang tinggi. Karena mempunyai relaksivitas yang tinggi
maka penyangatan citra yang dihasilkan lebih kuat dibandingkan dengan Gd
DTPA.
Untuk memperkuat ikatan senyawa pengontras Gd-DTPA dan antibodi
ditambahkan dendrimer yang merupakan senyawa kimia yang secara fisik
berbentuk seperti pohon mempunyai banyak cabang-cabang kelompok amino
sehingga dapat mengikat kompleks Gd-DTPA yang banyak dan juga dapat
mengikat antibodi. Dengan adanya dendrimer ini ikatan senyawa pengontras
menjadi suatu senyawa makromolekul sehingga senyawa pengontras tidak cepat
ke luar dari tubuh dan mempunyai relaksivitas yang tinggi dibandingkan dengan
Gd-DTPA. Karena mempunyai relaksivitas yang tinggi maka penyangatan citra
yang dihasilkan lebih kuat. Secara populer senyawa pengontras yang bersasaran
atau bertarget dengan memakai MRI disebut targeted MRI.
Penyangatan citra yang diartikan sebagai peningkatan kualitas citra dari suatu
senyawa pengontras harus mempunyai sifat-sifat tertentu supaya dapat
dipergunakan dalam klinik. Sifat-sifat yang harus dipunyai senyawa pengontras
bersasaran adalah tidak cepat ke luar dari tubuh, afinitas pengikatan ( binding
affinity ) yang selektif dan kuat pada sasaran yang diinginkan, sinyal latar
belakang yang rendah ( target-to-background ratio yang tinggi ) besar senyawa
pengontras ke target agar memperoleh visualisasi yang lebih baik dalam citra
yang dihasilkan.

2.4.1 Penatalaksanaan Pasien dan Tehnik Pemeriksaan

Pada pemeriksaan MRI perlu diperhatikan bahwa alat-alat seperti


tabung oksigen, alat resusitasi, kursi roda, dll yang bersifat fero-magnetik
tidak boleh dibawa ke ruang MRI. Untuk keselamatan, pasien diharuskan
memakai baju pemeriksaan dan menanggalkan benda-benda feromagnetik,
seperti jam tangan, kunci, perhiasan, jepit rambut, gigi palsu dan lainnya.
Screening dan pemberian informasi kepada pasien dilakukan
dengan cara mewawancarai pasien, untuk mengetahui apakah ada sesuatu
yang membahayakan pasien bila dilakukan pemeriksaan MRI, misalnya
pasien menggunakan alat pacu jantung, logam dalam tubuh pasien seperti
IUD, sendi palsu, neurostimulator, dan klip anurisma serebral, dan lain-
lain. Transfer pasien menuju ruangan MRI, khususnya pasien yang tidak
dapat berjalan ( non ambulatory ) lebih kompleks dibandingkan
pemeriksaan imaging lainnya.
Hal ini karena medan magnet pesawat MRI selalu dalam keadaan
―on‖ sehingga setiap saat dapat terjadi resiko kecelakaan, dimana benda-
benda feromagnetik dapat tertarik dan kemungkinan mengenai pasien atau
personil lainnya. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut, meja
pemeriksaan MRI dibuat mobile, dengan tujuan pasien dapat dipindahkan
ke meja MRI di luar ruang pemeriksaan dan da-pat segera dibawa ke luar
ruangan MRI bila terjadi hal-hal emergensi. Selain itu meja cadangan
pemeriksaan perlu disediakan, agar dapat mempercepat penanganan
pasien berikutnya sebelum pemeriksaan pasien selesai. Upaya untuk
kenyamanan pasien diberikan, antara lain dengan penggunaan Earplugs
bagi pasien untuk mengurangi kebisingan, penggunaan penyangga lutut /
tungkai, pemberian selimut bagi pasien, pemberian tutup kepala .
Untuk persiapan pelaksanaan pemeriksaan perlu dilakukan
beberapa hal berikut. Persiapan console yaitu memprogram identitas
pasien seperti nama, usia dan lainlain, mengatur posisi tidur pasien sesuai
dengan obyek yang akan diperiksa. Memilih jenis coil yang akan
digunakan untuk pemeriksaan, misalnya untuk pemeriksaan kepala
digunakan Head coil, untuk pemeriksaan tangan, kaki dan tulang belakang
digunakan Surface coil. Memilih parameter yang tepat, misalnya untuk
citra anatomi dipilih parameter yang Repetition Time dan Echo Time
pendek, sehingga pencitraan jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi
akan berwarna hitam. Untuk citra pathologis dipilih parameter yang
Repetition Time dan Echo Time panjang, sehingga misalnya untuk
gambaran cairan serebro spinalis dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan
tampak berwarna putih. Untuk kontras citra antara, dipilih parameter yang
time repetition panjang dan time echo pendek sehingga gambaran jaringan
dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan tampak berwarna abu-abu.
Untuk mendapatkan hasil gambar yang optimal, perlu penentuan
center magnet ( land marking patient ) sehingga coil dan bagian tubuh
yang diamati harus sedekat mungkin ke center magnet, misalnya
pemeriksaan MRI kepala, pusat magnet pada hidung.
Untuk menentukan bagian tubuh dibuat Scan Scout ( panduan
pengamatan ), dengan parameter, ketebalan irisan dan jarak antar irisan
serta format gambaran tertentu. Ini merupakan gambaran 3 dimensi dari
sejumlah sinar yang telah diserap. Setelah tergambar scan scout pada TV
monitor, maka dibuat pengamatan- peng-amatan berikutnya sesuai dengan
kebutuhan.
Pemeriksaan MRI yang menggunakan kontras media, hanya pada
kasus-kasus tertentu saja . Salah satu kontras media untuk pemeriksaan
MRI adalah Gadolinium DTPA yang disuntikan intra vena dengan dosis
0,1 ml / kg berat badan.

2.4.2 Artefak pada MRI dan Upaya Mengatasinya

Artefak adalah kesalahan yang terjadi pada gambar, menurut


jenisnya terdiri dari :
a. kesalahan geometrik
b. kesalahan algoritma
c. kesalahan pengukuran attenuasi.
Sedangkan menurut penyebabnya terdiri dari :
a. Artefak yang disebabkan oleh pergerakan physiologi, karena gerakan
jantung gerakan per-nafasan, gerakan darah dan cairan cerebrospinal,
gerakan yang terjadi secara tidak periodik seperti gerakan menelan,
berkedip dan lain-lain.
b. Artefak yang terjadi karena perubahan kimia dan pengaruh magnet.
c. Artefak yang terjadi karena letak gambaran tidak pada tempat yang
seharusnya.
d. Artefact yang terjadi akibat dari data pada gambaran yang tidak
lengkap.
e. Artefak sistem penampilan yang terjadi misalnya karena perubahan
bentuk gambaran akibat faktor kesala-han geometri, kebocoran dari
tabir radio-frequens.

Akibat adanya artefak – artefak tersebut pada gambar akan tampak


gambaran kabur, terjadi kesalahan geometri, tidak ada gambaran,
gambaran tidak bersih, terdapat garis–garis dibawah gambaran, gambaran
bergaris garis miring, gambaran tidak beraturan.
Upaya untuk mengatasi artefak pada gambaran MRI, antara lain
dilakukan dengan cara waktu pemotretan dibuat secepat mungkin
memeriksa keutuhan tabir pelindung radio frequensi, menanggalkan
benda-benda yang bersifat ferromagnetik bila memungkinkan, perlu kerja
sama yang baik dengan pasien.

2.4.3 Tindakan yang Perlu Dilakukan Bila Terjadi Kecelakaan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan


kecelakaan selama pemeriksaan MRI. Bila terjadi keadaan gawat pada
pasien, segera menghentikan pemeriksaan dengan menekan tombol
ABORT, pasien segera dikeluarkan dari pesawat MRI dengan menarik
meja pemeriksaan dan segera berikan pertolongan dan apabila tindakan
selanjutnya memerlukan alat medis yang bersifat ferromagnetik harus
dilakukan di luar ruang pemeriksaan .
Seandainya terjadi kebocoran Helium, yang ditandai dengan bunyi
alarm dari sensor oxigen, tekanlah EMERGENCY SWITCH dan segera
membawa pasien ke luar ruang pemeriksaan serta buka pintu ruang
pemeriksaan agar terjadi pertukaran udara, karena pada saat itu ruang
pemeriksaan kekurangan oksigen.
Apabila terjadi pemadaman (Quenching), yaitu hilangnya sifat
medan magnet yang kuat pada gentry (bagian dari pesawat MRI) secara
tiba-tiba, tindakan yang perlu dilakukan adalah membuka pintu ruangan
lebar- lebar agar terjadi pertukaran udara dan pasien segera di bawa keluar
ruangan pemeriksaan. Hal ini perlu dilakukan karena Quenching
menyebabkan terjadinya penguapan helium, sehingga ruang pemeriksaan
MRI tercemar gas Helium. Selama pemeriksaan MRI untuk anak kecil
atau bayi, sebaiknya ada keluarganya yang menunggu di dalam ruang
pemeriksaan.
BAB III

PENUTUP

3.3 Kesimpulan
3.4 Penutup

Anda mungkin juga menyukai