Anda di halaman 1dari 20

 

STUDI SKEMA PERTAHANAN SISTEM TENAGA LISTRIK


DENGAN METODE UFLS PADA SISTEM APB JAKARTA-BANTEN
SUBSISTEM CILEGON

Mohamad Abu Bakar1 dan Agus R. Utomo2

1. Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
2. Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia

Email: mohamadabubakarsalamm@gmail.com

Abstrak

Kestabilan sistem tanaga listrik adalah kemampuan dari suatu sistem tenaga untuk mencapai kondisi
kesetimbangan kembali setelah terjadi gangguan. Salah satu parameter yang sangat penting untuk dipertahankan
dan diusahakan agar selalu dalam rentang normal adalah frekuensi. Lepasnya saluran interbus dan beberapa
pembangkit tidak beroperasi, menyebabkan sistem kekurangan pasokan daya sehingga terjadi penurunan
frekuensi. Pengembalian nilai frekuensi ke nilai yang diizinkan dapat dicapai dengan skema pelepasan beban
dengan UFR laju penurunan frekuensi, dengan berbantuan perangkat lunak DIgSILENT 15.1.7. Pada skripsi ini
dibuat pelepasan beban secara bertahap, dengan jumlah tahapan yakni 7. Skema pelepasan beban dengan metode
UFLS (Under Frequency Load Shedding) menggunakan rele under frequency relay laju penurunan frekuensi
dapat menjaga kestabilan nilai frekuensi dan kesimbangan daya. Dari simulasi yang dilakukan didapat kondisi
terbaik dicapai pada skenario 1 saat PLTGU GT2 dan PLTGU ST1 tidak beroperasi, dengan steady state
frekuensi 49,994Hz.

Kata kunci: Frekuensi; ketidakseimbangan daya; pelepasan beban; under frequency load shedding; under
frequency relay.

Study of Electrical Power System Defense Scheme Using UFLS Method on Cilegon
Subsystem of Jakarta-Banten APB System

Abstract

The stability of electrical power system is the ability of a system to reach back its equilibrium condition
after a experiencing a disturbance. One of the most important parameters for a system to maintain and cultivate
in its normal range is frequency. The loose of interbus channel in Cilegon subsystem and an out of service
generator led to a decrease in frequency because the system lacks of sufficient power. Recovering the frequency
back to its permitted value can be attained by load shedding with UFR frequency decrease speed scheme and
with the help of DIgSILENT 15.1.7 software. In this bachelor thesis, a seven step gradual load shedding scheme
is designed.   Load shedding scheme with UFLS method using relay under frequency decrease speed is able to
maintain the power balance and the frequency stability. From the simulation conducted, the best condition is
achieved in the first scenario when PLTGU GT2 and PLTGU ST1 out of service, with the steady state frequency
value of 49.994Hz.

Keywords: Frequency; load shedding; power unbalance; under frequency load shedding; under frequency relay

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

1. Pendahuluan

Sistem tenaga listrik merupakan sekumpulan pusat listrik dan gardu induk yang keduanya
dihubungkan oleh saluran transmisi yang saling terinterkoneksi menjadi satu kesatuan yang
saling terhubung. Sistem yang baik memiliki kualitas, keandalan dan stabilitas sistem yang
baik.

Gangguan dapat terjadi dalam suatu sistem tenaga listrik, seperti kenaikan beban
konsumen yang relatif besar secara tiba-tiba, terjadi gangguan trip atau derating unit
pembangkit yang sedang beroperasi dan terputusnya saluran penghubung pasokan daya ke
sistem. Gangguan-gangguan tersebut dapat berakibat sistem menjadi tidak stabil. Oleh sebab
itu keamanan dari sistem tenaga listrik perlu diperhatikan.

Frekuensi merupakan parameter yang sangat penting untuk dipertahankan dan diusahakan
agar selalu dalam rentang normal (50±5%). Penurunan frekuensi tidak terlalu besar maka
dapat diatasi dengan respon/aksi governoor atau memaksimalkan cadangan putar. Ketika
cadangan operasi sudah habis tetapi frekuensi masih cenderung turun atau tetap dibawah
rentang normal dalam waktu relatif lama, maka perlu dilakukan pelepasan sejumlah beban
(load shedding) secara otomatis dengan skema UFLS (under frequency load shedding)
menggunakan UFR (Under frequency relay) dengan pengaturan laju penurunan frekuensi.
Pelepasan beban ini dilakukan secara bertahap.

Pada skripsi ini akan dibahas mengenai penggunaan relai frekuensi laju penurunan
frekuensi dalam upaya pelepasan beban pada sistem tenaga listrik APB Jakarta – Banten
khususnya pada sub-sistem Cilegon IBT 1-2. Sub-Sistem Cilegon di suplai oleh lima buah
pembangkit yang terdiri dari 2 PLTU Labuan dengan masing-masing kapasitas 280 MW dan
3 pembangkit PLTGU Cilegon dengan GT.1 dan GT.2 masing-masing dengan kapasitas 236
MW dan 212 MW dan ST dengan kapasitas 212 MW. Selain itu dikoneksikan dengan IBT 1
dan 2. Apabila IBT terpisah dari sistem dan suplai pembangkit tidak dapat beroperasi secara
keseluruhan, maka dapat mengakibatkan berkurangnya supply daya yang dikirim ke Cilegon.
Ketidakstabilan supply ini akan menyebabkan sistem tidak stabil dan akibatnya suplai
generator akan melebihi rating maskimumnya sehingga dapat terjadi pemadaman total.

2. Tinjauan Teoritis

Stabilitas sistem tenaga listrik merupakan kemampuan dari sistem tenaga listrik, dengan
kondisi awal operasi telah ditentukan, untuk memperoleh suatu keadaan operasi yang stabil

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

setelah mengalami gangguan [3].Salah satu setabilitas sistem tenaga listrik adalah stabilitas
frekuensi.

Stabilitas frekuensi adalah kemampuan suatu sistem tenaga untuk menjaga frekuensi dalam
batas nominal setelah terjadi suatu gangguan yang menyebabkan ketidakseimbangan yang
signifikan antara pembangkitan dan beban. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan suatu
bentuk ayunan frekuensi yang berdampak pada trip unit pembangkit dan/atau beban. Secara
umum, masalah stabilitas frekuensi dapat dikaitkan dengan kekurangan respon peralatan,
kekurangan koordinasi kontrol dan proteksi sistem.

A. Pengaruh Variasi Frekuensi


Gangguan pada sistem misalnya berupa gangguan beban lebih dapat mempengaruhi
keseimbangan daya yang dibangkitkan dan permintaan beban, sehingga dapat berakibat
terjadinya penurunan frekuensi. Penurunan ini mengakibatkan sistem tidak beroperasi optimal
sehingga dibutuhkan peralatan proteksi dan pencegahan untuk memperbaiki kondisi sistem.
Komponen utama dari pembangkit yang berpengaruh ketika terjadi perubahan frekuensi
khususnya penurunan frekuensi adalah generator dan turbin.

1. Pengaruh Terhadap Generator


Ketika sistem kelistrikan beroperasi di bawah frekuensi normal, dampak yang
langsung dirasakan oleh generator adalah generator akan berkelebihan beban, kecepatan
dibawah normal dan komponen mekanik mengalami penuaan dini. Karena kondisi-kondisi
berkelebihan beban, tegangan-tegangan sistem biasanya akan cenderung rendah yang
diakibatkan oleh penurunan kecepatan putar generator, mengakibatkan eksitasi-eksitasi
generator ditingkatkan bahkan di luar dari batasan yang diperbolehkan. Peningkatan eksitasi
generator mengakibatkan pembebanan thermal berlebih pada stator dan rotor yang selanjutnya
mengakibatkan unit generator lepas. Kondisi unit generator lepas akan memperburuk kondisi
sistem dan berpotensi terjadi cascading yang mengakibatkan unit-unit generator lain ikut
lepas [8]

2. Pengaruh Terhadap Turbin


Turbin pembangkit khususnya turbin uap dikonstruksikan dari beberapa tingkatan bilah
stator dan rotor, dari bilah yang digunakan pada tekanan tinggi hingga tekanan lebih rendah.
Bilah-bilah ini memiliki frekuensi natural yang terdiri atas dua bagian yakni yang tergantung
osilasi saat bilah dalam keadaan diam dan yang bergantung pada kecepatan osilasi dan faktor-
faktor lain. Frekuensi natural turbin umumnya dirancang agar memiliki faktor penguatan yang

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

tinggi. Faktor penguatan ini menurun drastis pada frekuensi di luar frekuensi resonansi.
Turbin didesain sehingga frekuensi resonansi dari bilah terhadap frekuensi nominalnya cukup
untuk menghindari vibrasi dan tekanan yang berlebih yang dapat mengakibatkan kerusakan
pada turbin. Kerusakan ini berkaitan dengan tingkat pergeseran frekuensi operasi turbin
terhadap niai nominalnya [8]. Perlu dipahami bahwa ketika turbin beroperasi diluar dari
frekuensi normalnya maka terjadi peningkatan tekanan pada turbin dan kerusakan yang terjadi
bersifat kumulatif.

B. Pelepasan Beban Frekuensi Rendah (Under Frequency Relay)


Pelepasan beban frekuensi rendah adalah skema yang menggunakan elemen frekuensi
dan delay waktu untuk mendeteksi kondisi underfrequency dan memutus secara selektif beban
dari sistem. Metode yang umum digunakan adalah UFR dengan pengaturan frekuensi.
Sedangkan pengembangan metode tersebut memperhatikan laju penurunan frekuensi sistem
(rate of change of frequency). Dengan pengaturan laju penurunan frekuensi pada UFR maka
pelepasan beban yang dilakukan lebih akurat dan sistem cepat kembali ke dalam kondisi stabil
[9]. Tujuan skema pelepasan beban frekuensi rendah (UFLS- Under Frequency Load
Shedding) adalah sebagai berikut [7]:
1. Mengamankan operasi sistem dan pemadaman total (blackout) akibat adanya
penurunan frekuensi yang cukup besar.
2. Menghindari potensi kerusakan (life time) sudu turbin pembangkit akibat penurunan
frekuensi dibawah toleransi dalam waktu yang relatif lama.
3. Mempercepat pemulihan gangguan dan mengurangi potensi pemadaman yang lebih
besar.
4. Menghindari sistem proteksi instalasi sistem tidak berfungsi normal.
5. Menjaga kualitas layanan (frekuensi) kepada konsumen.
6. Mengurangi potensi kerugian material maupun finansial akibat gangguan frekuensi.

C. UFR dengan Pengaturan Laju penurunan Frekuensi


Besar beban yang dilepaskan sesuai dengan persentase yang diberikan terhadap beban
tersebut. Parameter yang harus diamati adalah laju penurunan frekuensi. Formulasi untuk
menentukan laju penurunan frekuensi adalah sebagai berikut [20].

!" !!
= !  ! (1)
!" !!"

dengan :

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

!! = Selisih permintaan beban dan daya yang disuplai generator [MW]

G = Rating generator [MVA]

H = Konstanta inersia [MJ/MVA]

f = Frekuensi nominal [Hz]

Sedangkan untuk menentukan Lamanya waktu trip dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni
waktu pick-up, waktu rele dan waktu pemutus tenaga. Dengan formulasi sebagai berikut [20]:

!!"#$ =   !!"#$!!" +   !!" + !!"#$% (2)

dengan !!" sebesar 100ms dan !!"#$% sebesar 50 ms [20]

!! !!!
!!"#$!!" =   !" (3)
!"

Setelah laju penurunan frekuensi dan waktu trip tahap sebelumnya didapatkan, nilai
frekuensi ketika tejadi pelepasan beban adalah [20]:

!"
!!"#$  !!!""#$% =   !! −   !!"#$ (4)
!"

Perhitungan frekuensi yang diharapkan dan besar beban yang dilepaskan dengan
menggunakan formulasi sebagai berikut [20].

!"
!! = !! + ! (5)
!"

dengan:

 !! = Frekuensi yang diharapkan setelah pelepasan beban [Hz]

!! = Frekuensi generator ketika terjadi pelepasan beban [Hz]

!"
= Laju kenaikan frekuensi yang diharapkan [Hz/s]
!"

t = Waktu Pemulihan [detik]

Dengan mengetahui besarnya laju kenaikan yang diinginkan maka dengan persamaan (6)
didapatkan nilai beban optimal yang harus dilepas [20].

!" !!"# !(!!"#$ !!!"#$  !!!""#$% )


=   . !! (6)
!" !!"

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

3. Metode Penelitian

Pada pembuatan skripsi ini penulis melakukan simulasi dan penelitian tentang skema
pertahanan sistem tenaga listrik pada subsistem Cilegon. Metode sistem pertahanan yang
digunakan adalah dengan melakukan pelepasan beban menggunakan under frequency relay
(UFR) laju penurunan frekuensi. Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam simulasi untuk
skema pertahanan sistem tenaga listrik pada subsistem Cilegon yaitu:

1. Membaca data tersedia single line diagram sistem tenaga listrik subsistem Cilegon
menggunakan perangkat lunak DIgSILENT. Beban yang terdapat pada sub-sistem tenaga
listrik Cilegon beragam, terdapat gardu induk untuk menyelurkan ke masing-masing beban
yang ada di sub sistem Cilegon. Pada masing-masing gardu induk menggunakan tegangan
150 KV dan 70 KV. Dengan total beban sebesar 896,1966 MW.

Pembangkit Listrik yang digunakan pada kelistrikan sub-sistem Cilegon menggunakan


Pembangkit Listrik Tenaga uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap
(PLTGU). Masing-masing unit memiliki kapasitas dan daya operasi yang berbeda yaitu:

Tabel 1. Data pembangkit subsistem Cilegon

GENERATOR DAYA OPERASI (MW)


PLTU LABUAN 1 280
PLTU LABUAN 2 280
PLTGU CILEGON GT1 236
PLTGU CILEGON GT2 212
PLTGU CILEGON ST1 212

2. Identifikasi permasalahan frekuensi sistem tenaga listrik pada subsistem Cilegon, dengan
memberikan gangguan terhadap beberapa skenario sesuai dengan gambar 1.

Gambar 1. Skenario pengujian

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

3. Melakukan pengolahan data laju penurunan frekuensi dan pelepasan beban sesuai
identifikasi permasalahan yang dibuat.
A. Jumlah Beban Yang Dilepas
Jumlah beban yang harus dilepas bergantung pada laju penurunan frekuensi, waktu
pemulihan dan laju pemulihan. Jumlah pelepasan beban dihitung berdasarkan kebutuhan
pada masing-masing skenario. Berikut adalah tahapan-tahapan pelepasan beban saat terjadi
penurunan frekuensi.

Tabel 2. Konfigurasi pelepasan beban tiap tahap

Tahap Persentase Pelepasan Beban Total Pelepasan Beban


(%) (MW)

1 11,05 99,02

2 13,60 121,95

3 17,44 156,35

4 21,58 193,4

5 25,92 232,33

6 31,54 282,670546

7 38,59 345,826532

Skema pelepasan beban dengan menggunakan UFR laju penurunan frekuensi


dilakukan untuk mengatasi ketidakseimbangan suplai daya dengan beban. Pelepasan beban
dilakukan secara bertahap, tergantung pada kemampuan sistem mempertahankan
kestabilannya. Setiap pelepasan beban sebaiknya dilakukan dengan skala prioritas dan
didistribusikan secara proporsional.
Pelepasan beban yang dilakukan pada subsistem Cilegon tidak dilakukan pada beban-
beban yang memiliki prioritas yang tinggi. Jumlah tahap pelepasan beban dan besarnya
beban yang dilepas per tahap ditentukan oleh besarnya beban total/maksimum yang dilepas
dan stabilitas sistem. Semakin besar beban yang akan dilepas, semakin banyak jumlah
tahap pelepasan beban yang digunakan.
Pada subsistem Cilegon digunakan pelepasan beban sebanyak 7 tahap mengacu pada
strategi pelepasan beban Jawa-Bali dengan frekuensi minimum sebesar 48,4 Hz. Total
pelepasan beban pada subsistem Cilegon sebesar 345,82 MW. Pengaturan waktu tunda
mengacu pada skema pelepasan beban Jawa-Bali ditetapkan beberapa parameter yaitu

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

kekuatan sistem, total beban yang dilepas, unit terbesar, jangkauan frekuensi, dan
kestabilan operasinya. Dengan masing-masing waktu tunda yang digunakan dengan
interval 0,01 detik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan beban yaitu laju penurunan frekuensi
pada masing-masing skenario, waktu pemulihan, laju pemulihan dan juga faktor reduksi
beban. Dari persamaan 6, didapatkan beban yang harus dilepaskan pada setiap tahap sesuai
tabel 3. Berikut adalah tahapan beserta pemilihan beban yang harus dilepas.

Tabel 3. Konfigurasi skema pelepasan beban UFR Laju penurunan frekuensi

Tahap f (Hz) df/dt (Hz/s) Gardu Induk Pelepasan Beban Total Pelepasan
(MW) Beban Tiap Tahap
(MW)
1 49,5 -0,05 1BLRJA5_TD1 54,54 99,02
49,5 -0,05 1CKNDE5_TD1 44,48
2 49,4 -0,1 1PUCAM5_TD3 22,93 22,93
3 49,2 -0,15 1CKNDE5_TD2 2,79 34,4
49,2 -0,15 1CSRRI_TDKTT-CANDRA 24,09
ASRI
49,2 -0,15 1PUCAM5_TD_MOBILE 7,52
4 49 -0,2 1PUCAM5_TD2 36,79 37,05
49 -0,2 1GORDA_KTTSAMATOR 1 0,26
5 48,8 -0,25 1INDAH5_TDKTT-INDAH 22,34 38,93
KIAT
48,8 -0,25 1KOPO5_TD2 16,59
6 48,6 -0,3 1ASAHI5_TDKTT1 31,77 50,340546
48,6 -0,3 1BUNAR4_TD1 16,61
48,6 -0,3 1POLY5_TDKTT1 1,960546
7 48,4 -0,35 1ASAHI5_TDKTT2 20,52 63,155986
48,4 -0,35 1PUCAM5_TDKTT-NIKOMAS 36,45
48,4 -0,35 1ASAHI2_TDKTT1 6,185986

4. Melakukan simulasi sesuai skenario yang telah ditentukan sampai sistem menjadi stabil,
jika sistem belum mencapai kestabilan kembali ke poin 2.
5. Membuat kesimpulan dari hasil simulasi dan anlisis pada beberapa skenario yang
dilakukan.

4. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian pada masing-masing skenario pada sistem kelistrikan APB DKI
Jakarta-Banten Sub-sistem Cilegon. Saat dilakukan pelepasan beban dengan under frequency
relay didapatkan hasil respon frekuensi yang sesuai pada batas nominal yang diijinkan sesuai
pada tabel 4.

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 
Tabel 4. Hasil simulasi masing-masing skenario saat melakukan pelepasan beban

Parameter Pelepasan Beban Dengan Under Frequency Relay


Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4
% Hz Detik % Hz Detik % Hz Detik % Hz Detik
Frekuensi 100,142 50,071 100,1 50,050 100,118 50,059 100,438 50,219
Maksimum
Frekuensi 98,9 49,450 98,762 49,381 98,768 49,384 96,554 48,277
Minimum
Frekuensi 99,988 49,994 99,924 49,962 99,95 49,975 100,15 50,075
Steady State
Waktu Tunak 8,744 7,420 10,018 18,365

5. Pembahasan

Pada simulasi ini dilakukan pada kondisi beban yang didapatkan pada PT PLN (Persero)
APB DKI Jakarta Banten khususnya pada subsistem Cilegon pada tanggal 16 Oktober pukul
15.00 WIB.
A. Skenario 1
Pada skenario ini, percobaan dilakukan dengan melepaskan saluran IBT 1 dan IBT 2 pada
saat detik pertama. Dimana terdapat pembangkit yang tidak beroperasi (out of service) yakni
PLTGU Cilegon GT 2 dan PLTGU Cilegon ST1, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan
daya pada sistem kelistrikan Cilegon dengan kelebihan beban sebesar 100,19 MW. Saat
sistem terjadi ketidak seimbangan daya, pada skenario ini tidak dilakukan pelepasan beban.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi 50,071 Hz dengan waktu
0,072 detik, hal ini masih berada dalam kondisi normal.
Karena kondisi suplai dengan pembebanan tidak seimbang, frekuensi turun hingga
49,444 Hz dalam waktu 2,46 detik. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state
pada 49,525 Hz dalam waktu 6,852 detik. Daya aktif yang disuplai generator GT1 meningkat
melebihi nilai ratingnya sebesar 17,19%. Kenaikan daya aktif generator tersebut disebabkan
karena generator berusaha memenuhi kapasitas beban yang disuplai, yang menyebabkan
sistem tidak stabil.

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

Gambar 2. Respon frekuensi sistem tanpa adanya pelepasan beban pada skenario

Tabel 5. Frekuensi dan pemulihan sebelum melakukan pelepasan beban skenario 1

Parameter Sebelum Melakukan Pelepasan Beban


% Hz Detik
Frekuensi 100,142 50,071
maksimum
Frekuensi minimum 98,888 49,444
Frekuensi steady 99,05 49,525
state
Waktu Tunak 6,852

Setelah dilakukan pelepasan beban terdapat perubahan hasil respon frekuensi dari
impelementasi skema pelepasan beban dengan pengaturan UFR laju penurunan frekuensi.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi menjadi 50,071 Hz dalam
waktu 0,082 detik. Karena kondisi pembebanan dengan suplai daya yang disalurkan tidak
seimbang, frekuensi turun menjadi 49,450 Hz dalam waktu 2,46 detik.

Sesuai dengan perancangan, ketika frekuensi turun hingga <49,5 dalam waktu melebihi
0,25 detik, maka pelepasan beban tahap 1 dilakukan dengan melepaskan beban sebesar 99,02
MW. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state pada 49,994 Hz dalam waktu
7,744 detik setelah saluran IBT lepas. Waktu saat frekuensi turun hingga hingga batas steady
state masih dalam rentang normal. Daya aktif yang disuplai oleh masing-masing pembangkit
masih dibawah nilai rating maksimum generator dengan nilai PLTU Labuan 1 sebesar 280,08
MW, PLTU Labuan 2 sebesar 280,08 MW dan PLTGU GT 1 sebesar 236,46 MW.

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

Gambar 3. Respon frekuensi sistem setelah adanya skema pelepasan beban dengan UFR laju penurunan
frekuensi pada skenario 1

Tabel 6. Frekuensi dan pemulihan setelah pelepasan beban skenario 1

Parameter Pelepasan Beban dengan UFR


% Hz Detik
Frekuensi 100,142 50,071
maksimum
Frekuensi 98,9 49,450
minimum
Frekuensi steady 99,988 49,994
state
Waktu Tunak 8,744

B. Skenario 2

Pada skenario ini, percobaan dilakukan dengan melepaskan saluran IBT 1 dan IBT 2 pada
saat detik pertama. Dimana terdapat pembangkit yang tidak beroperasi (out of service) yakni
PLTGU Cilegon GT 1 dan PLTGU Cilegon ST1, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan
daya pada sistem kelistrikan Cilegon dengan kelebihan beban sebesar 124,19 MW. Saat
sistem terjadi ketidak seimbangan daya, pada skenario ini tidak dilakukan pelepasan beban.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi 50,049 Hz dengan waktu
0,052 detik, hal ini masih berada dalam kondisi normal.

Karena kondisi suplai dengan pembebanan tidak seimbang, frekuensi turun hingga
49,281 Hz dalam waktu 2,53 detik. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state
pada 49,371 Hz dalam waktu 6,102 detik. Daya aktif yang disuplai generator GT2 meningkat
melebihi nilai ratingnya sebesar 15,9%. Kenaikan daya aktif generator tersebut disebabkan
karena generator berusaha memenuhi kapasitas beban yang disuplai, yang menyebabkan
sistem tidak stabil.

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

Gambar 4. Respon frekuensi sistem tanpa adanya pelepasan beban pada skenario 2

Tabel 7. Frekuensi dan pemulihan sebelum melakukan pelepasan beban skenario 2

Parameter Sebelum Melakukan Pelepasan Beban


% Hz Detik
Frekuensi 100,098 50,049
maksimum
Frekuensi 98,562 49,281
minimum
Frekuensi steady 98,742 49,371
state
Waktu Tunak 6,102

Setelah dilakukan pelepasan beban terdapat perubahan hasil respon frekuensi dari
impelementasi skema pelepasan beban dengan pengaturan UFR laju penurunan frekuensi.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi menjadi 50,050 Hz dalam
waktu 0,062 detik, hal ini masih dalam kondisi yang diizinkan. Karena kondisi pembebanan
dengan suplai daya yang disalurkan tidak seimbang, frekuensi turun menjadi 49,381 Hz dalam
waktu 1,501 detik.

Sesuai dengan perancangan, ketika frekuensi turun hingga <49,4 dalam waktu melebihi
0,1 detik setiap tahapnya, maka pelepasan beban tahap 1 dan 2 dilakukan dengan melepaskan
beban sebesar 121,95 MW. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state pada
49,962 Hz dalam waktu 7,420 detik setelah saluran IBT lepas. Daya aktif yang disuplai oleh
masing-masing pembangkit masih dibawah nilai rating maksimum generator dengan nilai
PLTU Labuan 1 sebesar 280,79 MW, PLTU Labuan 2 sebesar 280,79 MW dan PLTGU GT 2
sebesar 216,7 MW.

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

Gambar 5. Respon frekuensi sistem setelah adanya skema pelepasan beban dengan UFR laju penurunan
frekuensi pada skenario 2

Tabel 8. Frekuensi dan pemulihan setelah pelepasan beban skenario 2

Parameter Pelepasan Beban dengan UFR


% Hz Detik
Frekuensi 100,1 50,050
maksimum
Frekuensi minimum 98,762 49,381
Frekuensi steady 99,924 49,962
state
Waktu tunak 7,420

C. Skenario 3

Pada skenario ini, percobaan dilakukan dengan melepaskan saluran IBT 1 dan IBT 2 pada
saat detik pertama. Dimana terdapat pembangkit yang tidak beroperasi (out of service) yakni
PLTGU Cilegon GT 1 dan PLTGU Cilegon GT 2, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan
daya pada sistem kelistrikan Cilegon dengan kelebihan beban sebesar 124,19 MW. Saat
sistem terjadi ketidak seimbangan daya, pada skenario ini tidak dilakukan pelepasan beban.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi 50,057 Hz dengan waktu
0,052 detik, hal ini masih berada dalam kondisi normal.

Karena kondisi suplai dengan pembebanan tidak seimbang, frekuensi turun hingga
49,288 Hz dalam waktu 2,51 detik. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state
pada 49,384 Hz dalam waktu 6,332 detik. Daya aktif yang disuplai generator ST1 meningkat
melebihi nilai ratingnya sebesar 15,2%. Kenaikan daya aktif generator tersebut disebabkan

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

karena generator berusaha memenuhi kapasitas beban yang disuplai, yang menyebabkan
sistem tidak stabil.

Gambar 6. Respon frekuensi sistem tanpa adanya skema pelepasan beban pada skenario 3

Tabel 9. Frekuensi dan pemulihan sebelum melakukan pelepasan beban skenario 3

Parameter Sebelum Melakukan Pelepasan Beban


% Hz Detik
Frekuensi 100,114 50,057
maksimum
Frekuensi minimum 98,576 49,288
Frekuensi steady 98,768 49,384
state
Waktu Tunak 6,332

Setelah dilakukan pelepasan beban terdapat perubahan hasil respon frekuensi dari
impelementasi skema pelepasan beban dengan pengaturan UFR laju penurunan frekuensi.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi menjadi 50,059 Hz dalam
waktu 0,062 detik, hal ini masih dalam kondisi yang diizinkan. Karena kondisi pembebanan
dengan suplai daya yang disalurkan tidak seimbang, frekuensi turun menjadi 49,384 Hz dalam
waktu 1,597 detik.

Sesuai dengan perancangan, ketika frekuensi turun hingga <49,4 dalam waktu melebihi
0,1 detik setiap tahapnya maka pelepasan beban tahap 1 dan 2 dilakukan dengan melepaskan
beban sebesar 121,95 MW. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state pada
49,975 Hz dalam waktu 10,018 detik setelah saluran IBT lepas. Daya aktif yang disuplai oleh
masing-masing pembangkit masih dibawah nilai rating maksimum generator dengan nilai

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

PLTU Labuan 1 sebesar 280,52 MW, PLTU Labuan 2 sebesar 280,52 MW dan PLTGU GT 2
sebesar 215,1 MW.

Gambar 7. Respon frekuensi sistem setelah adanya skema pelepasan beban dengan UFR laju penurunan
frekuensi pada skenario 3

Tabel 10. Frekuensi dan pemulihan setelah pelepasan beban skenario 3

Parameter Pelepasan Beban dengan UFR


% Hz Detik
Frekuensi 100,118 50,059
maksimum
Frekuensi minimum 98,768 49,384
Frekuensi steady 99,95 49,975
state
Waktu tunak 10,018

D. Skenario 4

Pada skenario ini, percobaan dilakukan dengan melepaskan saluran IBT 1 dan IBT 2
pada saat detik pertama. Dimana terdapat pembangkit yang tidak beroperasi (out of service)
yakni PLTGU Cilegon GT 1 dan PLTGU Cilegon GT 2, sehingga menyebabkan sistem
kelistrikan Cilegon Overload sebesar 117,85%. Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem
terdapat kenaikan frekuensi 50,219 Hz dengan waktu 0,072 detik, hal ini masih berada dalam
kondisi normal.

Karena kondisi suplai dengan pembebanan tidak seimbang, frekuensi turun hingga
42,766 Hz dalam waktu 7,06 detik. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state
pada 43,133 Hz dalam waktu 15,682 detik. Daya aktif yang disuplai generator PLTU Labuan
1 dan 2 meningkat melebihi nilai ratingnya sebesar 37,36% . Kenaikan daya aktif generator

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

tersebut disebabkan karena generator berusaha memenuhi kapasitas beban yang disuplai, yang
menyebabkan sistem tidak stabil.

Gambar 8. Respon frekuensi sistem tanpa adanya skema pelepasan beban pada skenario 4

Tabel 11. Frekuensi dan pemulihan sebelum melakukan pelepasan beban skenario 4

Parameter Sebelum Melakukan Pelepasan Beban


% Hz Detik
Frekuensi 100,438 50,219
maksimum
Frekuensi minimum 85,532 42,766
Frekuensi steady 86,266 43,133
state
Waktu tunak 15,682

Setelah dilakukan pelepasan beban terdapat perubahan hasil respon frekuensi dari
impelementasi skema pelepasan beban dengan setting UFR laju penurunan frekuensi. Saat
IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi menjadi 50,219 Hz dalam
waktu 0,072 detik, hal ini masih dalam kondisi yang diizinkan. Karena kondisi pembebanan
dengan suplai daya yang disalurkan tidak seimbang, frekuensi turun menjadi 48,277 Hz dalam
waktu 1,763 detik.

Sesuai dengan perancangan, ketika frekuensi turun hingga <48,4 maka pelepasan beban tahap
1 - 7 dilakukan dengan melepaskan beban sebesar 345,82 MW. Frekuensi sistem kemudian
naik mencapai steady state pada 50,075 Hz dalam waktu 18,365 detik setelah saluran IBT

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

lepas. Daya aktif yang disuplai oleh masing-masing pembangkit masih dibawah nilai rating
maksimum generator dengan nilai PLTU Labuan 1 sebesar 278,30 MW, PLTU Labuan 2
sebesar 278,30 MW.

Gambar 9. Respon frekuensi sistem setelah adanya skema pelepasan beban dengan UFR laju penurunan frekuensi
pada skenario 4

Tabel 12. Frekuensi dan pemulihan setelah pelepasan beban skenario 4

Parameter Pelepasan Beban dengan UFR


% Hz Detik
Frekuensi 100,438 50,219
maksimum
Frekuensi minimum 96,554 48,277
Frekuensi steady 100,15 50,075
state
Waktu tunak 18,365

E. Analisa Akhir

Skema pertahanan sistem tenaga listrik dengan melakukan pelepasan beban berbasis
under frequency relay dapat menjaga kestabilan frekuensi dan kesimbangan daya pada saat
sistem kelistrikan Cilegon mengalami ketidakseimbangan daya . Saat skema pelepasan beban
dilakukan nilai steady state frekuensi lebih baik jika dibandingkan dengan saat tidak
melakukan skema pelepasan beban. Nilai steady state yang mendekati nilai nominal frekuensi
yakni 50 Hz, pada saat skenario 1 dengan nilai frekuensi 49,99 Hz.

Pada masing-masing skenario pelepasan beban yang dilakukan nilai terbaik pada
skenario 1, dimana hal ini dilihat dari nilai steady state frekuensi nominal setelah terjadi

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

gangguan sebesar 49,994 Hz. Selain itu dalam skenario ini nilai minimumnya 49,450 Hz
memiliki nilai tertinggi diantara skenario lain, hal ini disebabkan karena besar
ketidakseimbangan daya pada skenario 1 lebih kecil dibandingkan dengan skenario lain, serta
laju penurunan frekuensi lebih rendah dibandingkan dengan skenario lain. Selain itu waktu
pemulihan pada skenario ini masih dibatas normal, sesuai standar IEEE C37-106 2003 yaitu
lamanya waktu pemulihan untuk kembali ke batas nominal yang diizinkan normalnya selama
10 detik.

Nilai minimum frekuensi lebih tinggi saat menggunakan skema pelepasan beban jika
dibandingkan dengan tidak melakukan pelepasan beban, Selisih terbesar terjadi pada skenario
4, dimana saat tidak melakukan pelepasan beban nilai minimum frekuensi sebesar 42,766 Hz.
Kemudian saat melakukan pelepasan beban menjadi 48,277 Hz. Hal ini dikarenakan saat
frekuensi turun pada nilai tertentu sesuai dengan pengaturan UFR, maka beban akan dilepas.
Sehingga ketidakseimbangan beban dan penurunan kecepatan frekuensi akan berkurang.
Setelah pelepasan beban tahap tertentu sistem tidak lagi menurun tetapi menunjukkan gejala
yang baik yaitu naik kembali ke frekuensi steady state pada nilai yang diizinkan.

Daya yang disuplai masing-masing generator pada subsistem Cilegon saat sistem
mengalami ketidakseimbangan daya dan tidak melakukan pelepasan beban melebihi nilai
rating maksimumnya. Kelebihan suplai generator yang paling besar terjadi saat beban
berlebih sebesar 336 MW. Daya yang disuplai pada PLTU Labuan 1 dan PLTU labuan 2
menjadi 433,26 MW nilai tersebut melebihi 37,36 % dari rating maksimum. Hal tersebut
terjadi karena saat terdapat pembangkit dalam keadaan tidak beroperasi, pembangkit yang
beroperasi berusaha memenuhi seluruh kapasitas beban yang ada pada subsistem Cilegon.
Sehingga suplai yang dikeluarkan oleh pembangkit yang beroperasi menjadi bertambah,
sampai melebihi nilai rating maksimumnya. Hal ini dapat menurunkan frekuensi dan sistem
menjadi tidak stabil .

Pada masing-masing skenario saat nilai overload semakin besar untuk menjadikan
frekuensi kembali ke kondisi yang diizinkan membutuhkan waktu pemulihan lebih lama,
waktu pemulihan paling lama saat beban berlebih sebesar 336,15 MW membutuhkan waktu
pemulihan sebesar 18,365 detik. Jika dibandingkan saat beban berlebih sebesar 124,19 MW
hanya membutuhkan waktu pemulihan sebesar 7,42 detik. Hal ini dapat terjadi karena saat
besar overload semakin besar maka tahapan pelepasan beban yang dilakukan lebih banyak,
sehingga membutuhkan waktu pelepasan dan pemulihan yang lebih lama.

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 

6. Kesimpulan

Dari hasil penelitian pada sistem kelistrikan subsistem Cilegon, menggunakan perangkat
lunak DIgSILENT, dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Ketidakseimbangan suplai pembangkit dengan beban pada kondisi eksisting


menyebabkan ketidakstabilan frekuensi dan keseimbangan daya dibawah nilai yang
diizinkan, dengan nilai frekuensi 43,133 Hz dan daya generator melebihi nilai
ratingnya sebesar 117,8 MW atau 37,36%.
2. Skema pelepasan beban dengan relai under frequency relay laju penurunan frekuensi
pada kondisi beban berlebih dapat menjaga kestabilan nilai frekuensi dan
keseimbangan daya pada kondisi yang diizinkan, skenario terbaik pada skenario 1
saat PLTGU Cilegon GT1, PLTU Labuan 1 dan PLTU Labuan 2 beroperasi dengan
nilai frekuensi 49,994 Hz.
3. Kondisi sistem kelistrikan subsistem Cilegon kelebihan beban sebesar 100 MW maka
beban yang harus di lepas sebesar 99,02 MW, saat kelebihan beban sebesar 124 MW
maka beban yang harus dilepas sebesar 121,95 MW dan saat kelebihan beban sebesar
336 MW beban yang harus dilepas 345,82 MW untu menstabilkan frekuensi dan daya
sesuai batas yang diizinkan.
4. Pelepasan beban dengan menggunakan UFR laju penurunan frekuensi dapat
menaikkan nilai minimum frekuensi jika dibandingkan dengan tidak melakukan
skema pelepasan beban dengan nilai 42,766 Hz menjadi 48,277 Hz.
5. Semakin besar defisit daya yang disuplai dengan kebutuhan beban maka waktu
pemulihan untuk mencapai kondisi normal semakin lama. Saat kelebihan beban 336
MW membutuhkan waktu pemulihan sebesar 18,365 detik.

Daftar Acuan

[1] Marsudi,djiteng.2006.Operasi Sistem Tenaga Listrik.Graha Ilmu :Yogyakarta


[2] Sulasno.1993.Analisa Sistem Tenaga Listrik.Satya Wacana : Semarang
[3] Kundur and P. Kundur,2006. Power System Stability and Control, Toronto: McGraw-Hill, Inc.
[4] Rosalina.2010. Analisa Kestabilan Peralihan Sistem Tenaga Listrik Dengan Metode Lyapunov.
Depok : Universitas Indonesia.
[5] Kundur, Prabha dkk.2004.”Definition and Classification of Power System
Stability”,IEEE/CIGRE Joint Task Force on Stability Terms and Definitions,USA.
[6] PLN Corporate University. Pengenalan Stabilitas Sistem Tenaga.

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017


 
 
[7] Tim Penyusun PLN.2015. Defense Scheme Sistem Jawa Bali. Jakarta PT PLN (Persero) P3B
Jawa Bali .
[8] P.M.Anderson.1998. Power System Protection.IEEE Press Editorial Board.
[9] S.Rabbani, Ammar.2016. Studi Perancangan Skema Pertahanan Untuk Sistem Kelistrikan
Kalimantan Timur Berbasis Under Frequency Relay Dengan Setting Frekuensi Atau Laju
Penurunan Frekuensi. Bandung :Institut Teknologi Bandung.
[10] F. A. Moura, J. R. Camacho, G. C. Guimaraes and M. L. Chaves.2011. Steam Turbine Under
Abnormal Frequeny Conditions in Distributed Generation Systems, Brazil: Federal University of
Triangulo Mineiro.
[11] Bayu Aji, Waspodo. 1998. Simulasi Pelepasan Beban Ketika Terjadi Penurunan Frekuensi Sistem
Tenaga. Depok :Universitas Indonesia.
[12] Hidayat, Fani Irfan. 2004. Simulasi Pelepasan Beban pada Sistem Tenaga Listrik Depok. Depok:
Universitas Indonesia.
[13] Bardini, Mila. 2016. Analisis Pelepasan Beban dan Capasitor Bank Pada Perencanaan Islanding
Sistem Tenaga Listrik. Depok: Universitas Indonesia.
[14] N. Perumal and Aliza Che Amran.2003. Automatic Load Shedding in Power System. Malaysia.
[15] Ayu Lestrai, Mayda.2013. Simulasi Pelepasan Beban Berdasarkan Waktu Operasi Beban Pada
Subsistem Kembangan. Depok: Universitas Indonesia.
[16] Tim Penyusun PLN.2013. “Pedoman dan Petunjuk Sistem Proteksi Transmisi dan Gardu Induk
Jawa Bali,” PT PLN Persero, Jakarta.
[17] Tim Penyusun PLN. 2015. SOP Natal dan Tahun Baru 2016.
[18] E. A. Frimpong.2015. "Prediction of Transient Stability Status and Coherent Generator Groups,"
Kwame Nkrumah University of Science and technology.
[19] Nugraheni, Ari.2011. Simulasi Pelepasan Beban Dengan Menggunakan Rele Frekuensi Pada
Sistem Tenaga Listrik CNOOC SES.Ltd. Depok : Universitas Indonesia.
[20] Gers, Juan M., and Edward J. Holmes.2004. Protection of Electricity Distribution Network.
London : The Institution of Electrical
[21] J. R. Jones and W. D. Kirkland, "Computer Algorithm For Selection of Frequency relays For
Load Shedding," IEEE, Birmingham.

Studi Skema ..., Mohamad Abu Bakar Salam, FT UI, 2017

Anda mungkin juga menyukai