Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
2. Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
Email: mohamadabubakarsalamm@gmail.com
Abstrak
Kestabilan sistem tanaga listrik adalah kemampuan dari suatu sistem tenaga untuk mencapai kondisi
kesetimbangan kembali setelah terjadi gangguan. Salah satu parameter yang sangat penting untuk dipertahankan
dan diusahakan agar selalu dalam rentang normal adalah frekuensi. Lepasnya saluran interbus dan beberapa
pembangkit tidak beroperasi, menyebabkan sistem kekurangan pasokan daya sehingga terjadi penurunan
frekuensi. Pengembalian nilai frekuensi ke nilai yang diizinkan dapat dicapai dengan skema pelepasan beban
dengan UFR laju penurunan frekuensi, dengan berbantuan perangkat lunak DIgSILENT 15.1.7. Pada skripsi ini
dibuat pelepasan beban secara bertahap, dengan jumlah tahapan yakni 7. Skema pelepasan beban dengan metode
UFLS (Under Frequency Load Shedding) menggunakan rele under frequency relay laju penurunan frekuensi
dapat menjaga kestabilan nilai frekuensi dan kesimbangan daya. Dari simulasi yang dilakukan didapat kondisi
terbaik dicapai pada skenario 1 saat PLTGU GT2 dan PLTGU ST1 tidak beroperasi, dengan steady state
frekuensi 49,994Hz.
Kata kunci: Frekuensi; ketidakseimbangan daya; pelepasan beban; under frequency load shedding; under
frequency relay.
Study of Electrical Power System Defense Scheme Using UFLS Method on Cilegon
Subsystem of Jakarta-Banten APB System
Abstract
The stability of electrical power system is the ability of a system to reach back its equilibrium condition
after a experiencing a disturbance. One of the most important parameters for a system to maintain and cultivate
in its normal range is frequency. The loose of interbus channel in Cilegon subsystem and an out of service
generator led to a decrease in frequency because the system lacks of sufficient power. Recovering the frequency
back to its permitted value can be attained by load shedding with UFR frequency decrease speed scheme and
with the help of DIgSILENT 15.1.7 software. In this bachelor thesis, a seven step gradual load shedding scheme
is designed.
Load shedding scheme with UFLS method using relay under frequency decrease speed is able to
maintain the power balance and the frequency stability. From the simulation conducted, the best condition is
achieved in the first scenario when PLTGU GT2 and PLTGU ST1 out of service, with the steady state frequency
value of 49.994Hz.
Keywords: Frequency; load shedding; power unbalance; under frequency load shedding; under frequency relay
1. Pendahuluan
Sistem tenaga listrik merupakan sekumpulan pusat listrik dan gardu induk yang keduanya
dihubungkan oleh saluran transmisi yang saling terinterkoneksi menjadi satu kesatuan yang
saling terhubung. Sistem yang baik memiliki kualitas, keandalan dan stabilitas sistem yang
baik.
Gangguan dapat terjadi dalam suatu sistem tenaga listrik, seperti kenaikan beban
konsumen yang relatif besar secara tiba-tiba, terjadi gangguan trip atau derating unit
pembangkit yang sedang beroperasi dan terputusnya saluran penghubung pasokan daya ke
sistem. Gangguan-gangguan tersebut dapat berakibat sistem menjadi tidak stabil. Oleh sebab
itu keamanan dari sistem tenaga listrik perlu diperhatikan.
Frekuensi merupakan parameter yang sangat penting untuk dipertahankan dan diusahakan
agar selalu dalam rentang normal (50±5%). Penurunan frekuensi tidak terlalu besar maka
dapat diatasi dengan respon/aksi governoor atau memaksimalkan cadangan putar. Ketika
cadangan operasi sudah habis tetapi frekuensi masih cenderung turun atau tetap dibawah
rentang normal dalam waktu relatif lama, maka perlu dilakukan pelepasan sejumlah beban
(load shedding) secara otomatis dengan skema UFLS (under frequency load shedding)
menggunakan UFR (Under frequency relay) dengan pengaturan laju penurunan frekuensi.
Pelepasan beban ini dilakukan secara bertahap.
Pada skripsi ini akan dibahas mengenai penggunaan relai frekuensi laju penurunan
frekuensi dalam upaya pelepasan beban pada sistem tenaga listrik APB Jakarta – Banten
khususnya pada sub-sistem Cilegon IBT 1-2. Sub-Sistem Cilegon di suplai oleh lima buah
pembangkit yang terdiri dari 2 PLTU Labuan dengan masing-masing kapasitas 280 MW dan
3 pembangkit PLTGU Cilegon dengan GT.1 dan GT.2 masing-masing dengan kapasitas 236
MW dan 212 MW dan ST dengan kapasitas 212 MW. Selain itu dikoneksikan dengan IBT 1
dan 2. Apabila IBT terpisah dari sistem dan suplai pembangkit tidak dapat beroperasi secara
keseluruhan, maka dapat mengakibatkan berkurangnya supply daya yang dikirim ke Cilegon.
Ketidakstabilan supply ini akan menyebabkan sistem tidak stabil dan akibatnya suplai
generator akan melebihi rating maskimumnya sehingga dapat terjadi pemadaman total.
2. Tinjauan Teoritis
Stabilitas sistem tenaga listrik merupakan kemampuan dari sistem tenaga listrik, dengan
kondisi awal operasi telah ditentukan, untuk memperoleh suatu keadaan operasi yang stabil
setelah mengalami gangguan [3].Salah satu setabilitas sistem tenaga listrik adalah stabilitas
frekuensi.
Stabilitas frekuensi adalah kemampuan suatu sistem tenaga untuk menjaga frekuensi dalam
batas nominal setelah terjadi suatu gangguan yang menyebabkan ketidakseimbangan yang
signifikan antara pembangkitan dan beban. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan suatu
bentuk ayunan frekuensi yang berdampak pada trip unit pembangkit dan/atau beban. Secara
umum, masalah stabilitas frekuensi dapat dikaitkan dengan kekurangan respon peralatan,
kekurangan koordinasi kontrol dan proteksi sistem.
tinggi. Faktor penguatan ini menurun drastis pada frekuensi di luar frekuensi resonansi.
Turbin didesain sehingga frekuensi resonansi dari bilah terhadap frekuensi nominalnya cukup
untuk menghindari vibrasi dan tekanan yang berlebih yang dapat mengakibatkan kerusakan
pada turbin. Kerusakan ini berkaitan dengan tingkat pergeseran frekuensi operasi turbin
terhadap niai nominalnya [8]. Perlu dipahami bahwa ketika turbin beroperasi diluar dari
frekuensi normalnya maka terjadi peningkatan tekanan pada turbin dan kerusakan yang terjadi
bersifat kumulatif.
!" !!
= ! ! (1)
!" !!"
dengan :
Sedangkan untuk menentukan Lamanya waktu trip dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni
waktu pick-up, waktu rele dan waktu pemutus tenaga. Dengan formulasi sebagai berikut [20]:
!! !!!
!!"#$!!" = !" (3)
!"
Setelah laju penurunan frekuensi dan waktu trip tahap sebelumnya didapatkan, nilai
frekuensi ketika tejadi pelepasan beban adalah [20]:
!"
!!"#$ !!!""#$% = !! − !!"#$ (4)
!"
Perhitungan frekuensi yang diharapkan dan besar beban yang dilepaskan dengan
menggunakan formulasi sebagai berikut [20].
!"
!! = !! + ! (5)
!"
dengan:
!"
= Laju kenaikan frekuensi yang diharapkan [Hz/s]
!"
Dengan mengetahui besarnya laju kenaikan yang diinginkan maka dengan persamaan (6)
didapatkan nilai beban optimal yang harus dilepas [20].
3. Metode Penelitian
Pada pembuatan skripsi ini penulis melakukan simulasi dan penelitian tentang skema
pertahanan sistem tenaga listrik pada subsistem Cilegon. Metode sistem pertahanan yang
digunakan adalah dengan melakukan pelepasan beban menggunakan under frequency relay
(UFR) laju penurunan frekuensi. Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam simulasi untuk
skema pertahanan sistem tenaga listrik pada subsistem Cilegon yaitu:
1. Membaca data tersedia single line diagram sistem tenaga listrik subsistem Cilegon
menggunakan perangkat lunak DIgSILENT. Beban yang terdapat pada sub-sistem tenaga
listrik Cilegon beragam, terdapat gardu induk untuk menyelurkan ke masing-masing beban
yang ada di sub sistem Cilegon. Pada masing-masing gardu induk menggunakan tegangan
150 KV dan 70 KV. Dengan total beban sebesar 896,1966 MW.
2. Identifikasi permasalahan frekuensi sistem tenaga listrik pada subsistem Cilegon, dengan
memberikan gangguan terhadap beberapa skenario sesuai dengan gambar 1.
3. Melakukan pengolahan data laju penurunan frekuensi dan pelepasan beban sesuai
identifikasi permasalahan yang dibuat.
A. Jumlah Beban Yang Dilepas
Jumlah beban yang harus dilepas bergantung pada laju penurunan frekuensi, waktu
pemulihan dan laju pemulihan. Jumlah pelepasan beban dihitung berdasarkan kebutuhan
pada masing-masing skenario. Berikut adalah tahapan-tahapan pelepasan beban saat terjadi
penurunan frekuensi.
1 11,05 99,02
2 13,60 121,95
3 17,44 156,35
4 21,58 193,4
5 25,92 232,33
6 31,54 282,670546
7 38,59 345,826532
kekuatan sistem, total beban yang dilepas, unit terbesar, jangkauan frekuensi, dan
kestabilan operasinya. Dengan masing-masing waktu tunda yang digunakan dengan
interval 0,01 detik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan beban yaitu laju penurunan frekuensi
pada masing-masing skenario, waktu pemulihan, laju pemulihan dan juga faktor reduksi
beban. Dari persamaan 6, didapatkan beban yang harus dilepaskan pada setiap tahap sesuai
tabel 3. Berikut adalah tahapan beserta pemilihan beban yang harus dilepas.
Tahap f (Hz) df/dt (Hz/s) Gardu Induk Pelepasan Beban Total Pelepasan
(MW) Beban Tiap Tahap
(MW)
1 49,5 -0,05 1BLRJA5_TD1 54,54 99,02
49,5 -0,05 1CKNDE5_TD1 44,48
2 49,4 -0,1 1PUCAM5_TD3 22,93 22,93
3 49,2 -0,15 1CKNDE5_TD2 2,79 34,4
49,2 -0,15 1CSRRI_TDKTT-CANDRA 24,09
ASRI
49,2 -0,15 1PUCAM5_TD_MOBILE 7,52
4 49 -0,2 1PUCAM5_TD2 36,79 37,05
49 -0,2 1GORDA_KTTSAMATOR 1 0,26
5 48,8 -0,25 1INDAH5_TDKTT-INDAH 22,34 38,93
KIAT
48,8 -0,25 1KOPO5_TD2 16,59
6 48,6 -0,3 1ASAHI5_TDKTT1 31,77 50,340546
48,6 -0,3 1BUNAR4_TD1 16,61
48,6 -0,3 1POLY5_TDKTT1 1,960546
7 48,4 -0,35 1ASAHI5_TDKTT2 20,52 63,155986
48,4 -0,35 1PUCAM5_TDKTT-NIKOMAS 36,45
48,4 -0,35 1ASAHI2_TDKTT1 6,185986
4. Melakukan simulasi sesuai skenario yang telah ditentukan sampai sistem menjadi stabil,
jika sistem belum mencapai kestabilan kembali ke poin 2.
5. Membuat kesimpulan dari hasil simulasi dan anlisis pada beberapa skenario yang
dilakukan.
4. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian pada masing-masing skenario pada sistem kelistrikan APB DKI
Jakarta-Banten Sub-sistem Cilegon. Saat dilakukan pelepasan beban dengan under frequency
relay didapatkan hasil respon frekuensi yang sesuai pada batas nominal yang diijinkan sesuai
pada tabel 4.
5. Pembahasan
Pada simulasi ini dilakukan pada kondisi beban yang didapatkan pada PT PLN (Persero)
APB DKI Jakarta Banten khususnya pada subsistem Cilegon pada tanggal 16 Oktober pukul
15.00 WIB.
A. Skenario 1
Pada skenario ini, percobaan dilakukan dengan melepaskan saluran IBT 1 dan IBT 2 pada
saat detik pertama. Dimana terdapat pembangkit yang tidak beroperasi (out of service) yakni
PLTGU Cilegon GT 2 dan PLTGU Cilegon ST1, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan
daya pada sistem kelistrikan Cilegon dengan kelebihan beban sebesar 100,19 MW. Saat
sistem terjadi ketidak seimbangan daya, pada skenario ini tidak dilakukan pelepasan beban.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi 50,071 Hz dengan waktu
0,072 detik, hal ini masih berada dalam kondisi normal.
Karena kondisi suplai dengan pembebanan tidak seimbang, frekuensi turun hingga
49,444 Hz dalam waktu 2,46 detik. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state
pada 49,525 Hz dalam waktu 6,852 detik. Daya aktif yang disuplai generator GT1 meningkat
melebihi nilai ratingnya sebesar 17,19%. Kenaikan daya aktif generator tersebut disebabkan
karena generator berusaha memenuhi kapasitas beban yang disuplai, yang menyebabkan
sistem tidak stabil.
Gambar 2. Respon frekuensi sistem tanpa adanya pelepasan beban pada skenario
Setelah dilakukan pelepasan beban terdapat perubahan hasil respon frekuensi dari
impelementasi skema pelepasan beban dengan pengaturan UFR laju penurunan frekuensi.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi menjadi 50,071 Hz dalam
waktu 0,082 detik. Karena kondisi pembebanan dengan suplai daya yang disalurkan tidak
seimbang, frekuensi turun menjadi 49,450 Hz dalam waktu 2,46 detik.
Sesuai dengan perancangan, ketika frekuensi turun hingga <49,5 dalam waktu melebihi
0,25 detik, maka pelepasan beban tahap 1 dilakukan dengan melepaskan beban sebesar 99,02
MW. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state pada 49,994 Hz dalam waktu
7,744 detik setelah saluran IBT lepas. Waktu saat frekuensi turun hingga hingga batas steady
state masih dalam rentang normal. Daya aktif yang disuplai oleh masing-masing pembangkit
masih dibawah nilai rating maksimum generator dengan nilai PLTU Labuan 1 sebesar 280,08
MW, PLTU Labuan 2 sebesar 280,08 MW dan PLTGU GT 1 sebesar 236,46 MW.
Gambar 3. Respon frekuensi sistem setelah adanya skema pelepasan beban dengan UFR laju penurunan
frekuensi pada skenario 1
B. Skenario 2
Pada skenario ini, percobaan dilakukan dengan melepaskan saluran IBT 1 dan IBT 2 pada
saat detik pertama. Dimana terdapat pembangkit yang tidak beroperasi (out of service) yakni
PLTGU Cilegon GT 1 dan PLTGU Cilegon ST1, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan
daya pada sistem kelistrikan Cilegon dengan kelebihan beban sebesar 124,19 MW. Saat
sistem terjadi ketidak seimbangan daya, pada skenario ini tidak dilakukan pelepasan beban.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi 50,049 Hz dengan waktu
0,052 detik, hal ini masih berada dalam kondisi normal.
Karena kondisi suplai dengan pembebanan tidak seimbang, frekuensi turun hingga
49,281 Hz dalam waktu 2,53 detik. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state
pada 49,371 Hz dalam waktu 6,102 detik. Daya aktif yang disuplai generator GT2 meningkat
melebihi nilai ratingnya sebesar 15,9%. Kenaikan daya aktif generator tersebut disebabkan
karena generator berusaha memenuhi kapasitas beban yang disuplai, yang menyebabkan
sistem tidak stabil.
Gambar 4. Respon frekuensi sistem tanpa adanya pelepasan beban pada skenario 2
Setelah dilakukan pelepasan beban terdapat perubahan hasil respon frekuensi dari
impelementasi skema pelepasan beban dengan pengaturan UFR laju penurunan frekuensi.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi menjadi 50,050 Hz dalam
waktu 0,062 detik, hal ini masih dalam kondisi yang diizinkan. Karena kondisi pembebanan
dengan suplai daya yang disalurkan tidak seimbang, frekuensi turun menjadi 49,381 Hz dalam
waktu 1,501 detik.
Sesuai dengan perancangan, ketika frekuensi turun hingga <49,4 dalam waktu melebihi
0,1 detik setiap tahapnya, maka pelepasan beban tahap 1 dan 2 dilakukan dengan melepaskan
beban sebesar 121,95 MW. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state pada
49,962 Hz dalam waktu 7,420 detik setelah saluran IBT lepas. Daya aktif yang disuplai oleh
masing-masing pembangkit masih dibawah nilai rating maksimum generator dengan nilai
PLTU Labuan 1 sebesar 280,79 MW, PLTU Labuan 2 sebesar 280,79 MW dan PLTGU GT 2
sebesar 216,7 MW.
Gambar 5. Respon frekuensi sistem setelah adanya skema pelepasan beban dengan UFR laju penurunan
frekuensi pada skenario 2
C. Skenario 3
Pada skenario ini, percobaan dilakukan dengan melepaskan saluran IBT 1 dan IBT 2 pada
saat detik pertama. Dimana terdapat pembangkit yang tidak beroperasi (out of service) yakni
PLTGU Cilegon GT 1 dan PLTGU Cilegon GT 2, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan
daya pada sistem kelistrikan Cilegon dengan kelebihan beban sebesar 124,19 MW. Saat
sistem terjadi ketidak seimbangan daya, pada skenario ini tidak dilakukan pelepasan beban.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi 50,057 Hz dengan waktu
0,052 detik, hal ini masih berada dalam kondisi normal.
Karena kondisi suplai dengan pembebanan tidak seimbang, frekuensi turun hingga
49,288 Hz dalam waktu 2,51 detik. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state
pada 49,384 Hz dalam waktu 6,332 detik. Daya aktif yang disuplai generator ST1 meningkat
melebihi nilai ratingnya sebesar 15,2%. Kenaikan daya aktif generator tersebut disebabkan
karena generator berusaha memenuhi kapasitas beban yang disuplai, yang menyebabkan
sistem tidak stabil.
Gambar 6. Respon frekuensi sistem tanpa adanya skema pelepasan beban pada skenario 3
Setelah dilakukan pelepasan beban terdapat perubahan hasil respon frekuensi dari
impelementasi skema pelepasan beban dengan pengaturan UFR laju penurunan frekuensi.
Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi menjadi 50,059 Hz dalam
waktu 0,062 detik, hal ini masih dalam kondisi yang diizinkan. Karena kondisi pembebanan
dengan suplai daya yang disalurkan tidak seimbang, frekuensi turun menjadi 49,384 Hz dalam
waktu 1,597 detik.
Sesuai dengan perancangan, ketika frekuensi turun hingga <49,4 dalam waktu melebihi
0,1 detik setiap tahapnya maka pelepasan beban tahap 1 dan 2 dilakukan dengan melepaskan
beban sebesar 121,95 MW. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state pada
49,975 Hz dalam waktu 10,018 detik setelah saluran IBT lepas. Daya aktif yang disuplai oleh
masing-masing pembangkit masih dibawah nilai rating maksimum generator dengan nilai
PLTU Labuan 1 sebesar 280,52 MW, PLTU Labuan 2 sebesar 280,52 MW dan PLTGU GT 2
sebesar 215,1 MW.
Gambar 7. Respon frekuensi sistem setelah adanya skema pelepasan beban dengan UFR laju penurunan
frekuensi pada skenario 3
D. Skenario 4
Pada skenario ini, percobaan dilakukan dengan melepaskan saluran IBT 1 dan IBT 2
pada saat detik pertama. Dimana terdapat pembangkit yang tidak beroperasi (out of service)
yakni PLTGU Cilegon GT 1 dan PLTGU Cilegon GT 2, sehingga menyebabkan sistem
kelistrikan Cilegon Overload sebesar 117,85%. Saat IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem
terdapat kenaikan frekuensi 50,219 Hz dengan waktu 0,072 detik, hal ini masih berada dalam
kondisi normal.
Karena kondisi suplai dengan pembebanan tidak seimbang, frekuensi turun hingga
42,766 Hz dalam waktu 7,06 detik. Frekuensi sistem kemudian naik mencapai steady state
pada 43,133 Hz dalam waktu 15,682 detik. Daya aktif yang disuplai generator PLTU Labuan
1 dan 2 meningkat melebihi nilai ratingnya sebesar 37,36% . Kenaikan daya aktif generator
tersebut disebabkan karena generator berusaha memenuhi kapasitas beban yang disuplai, yang
menyebabkan sistem tidak stabil.
Gambar 8. Respon frekuensi sistem tanpa adanya skema pelepasan beban pada skenario 4
Tabel 11. Frekuensi dan pemulihan sebelum melakukan pelepasan beban skenario 4
Setelah dilakukan pelepasan beban terdapat perubahan hasil respon frekuensi dari
impelementasi skema pelepasan beban dengan setting UFR laju penurunan frekuensi. Saat
IBT 1 dan IBT 2 lepas dari sistem terdapat kenaikan frekuensi menjadi 50,219 Hz dalam
waktu 0,072 detik, hal ini masih dalam kondisi yang diizinkan. Karena kondisi pembebanan
dengan suplai daya yang disalurkan tidak seimbang, frekuensi turun menjadi 48,277 Hz dalam
waktu 1,763 detik.
Sesuai dengan perancangan, ketika frekuensi turun hingga <48,4 maka pelepasan beban tahap
1 - 7 dilakukan dengan melepaskan beban sebesar 345,82 MW. Frekuensi sistem kemudian
naik mencapai steady state pada 50,075 Hz dalam waktu 18,365 detik setelah saluran IBT
lepas. Daya aktif yang disuplai oleh masing-masing pembangkit masih dibawah nilai rating
maksimum generator dengan nilai PLTU Labuan 1 sebesar 278,30 MW, PLTU Labuan 2
sebesar 278,30 MW.
Gambar 9. Respon frekuensi sistem setelah adanya skema pelepasan beban dengan UFR laju penurunan frekuensi
pada skenario 4
E. Analisa Akhir
Skema pertahanan sistem tenaga listrik dengan melakukan pelepasan beban berbasis
under frequency relay dapat menjaga kestabilan frekuensi dan kesimbangan daya pada saat
sistem kelistrikan Cilegon mengalami ketidakseimbangan daya . Saat skema pelepasan beban
dilakukan nilai steady state frekuensi lebih baik jika dibandingkan dengan saat tidak
melakukan skema pelepasan beban. Nilai steady state yang mendekati nilai nominal frekuensi
yakni 50 Hz, pada saat skenario 1 dengan nilai frekuensi 49,99 Hz.
Pada masing-masing skenario pelepasan beban yang dilakukan nilai terbaik pada
skenario 1, dimana hal ini dilihat dari nilai steady state frekuensi nominal setelah terjadi
gangguan sebesar 49,994 Hz. Selain itu dalam skenario ini nilai minimumnya 49,450 Hz
memiliki nilai tertinggi diantara skenario lain, hal ini disebabkan karena besar
ketidakseimbangan daya pada skenario 1 lebih kecil dibandingkan dengan skenario lain, serta
laju penurunan frekuensi lebih rendah dibandingkan dengan skenario lain. Selain itu waktu
pemulihan pada skenario ini masih dibatas normal, sesuai standar IEEE C37-106 2003 yaitu
lamanya waktu pemulihan untuk kembali ke batas nominal yang diizinkan normalnya selama
10 detik.
Nilai minimum frekuensi lebih tinggi saat menggunakan skema pelepasan beban jika
dibandingkan dengan tidak melakukan pelepasan beban, Selisih terbesar terjadi pada skenario
4, dimana saat tidak melakukan pelepasan beban nilai minimum frekuensi sebesar 42,766 Hz.
Kemudian saat melakukan pelepasan beban menjadi 48,277 Hz. Hal ini dikarenakan saat
frekuensi turun pada nilai tertentu sesuai dengan pengaturan UFR, maka beban akan dilepas.
Sehingga ketidakseimbangan beban dan penurunan kecepatan frekuensi akan berkurang.
Setelah pelepasan beban tahap tertentu sistem tidak lagi menurun tetapi menunjukkan gejala
yang baik yaitu naik kembali ke frekuensi steady state pada nilai yang diizinkan.
Daya yang disuplai masing-masing generator pada subsistem Cilegon saat sistem
mengalami ketidakseimbangan daya dan tidak melakukan pelepasan beban melebihi nilai
rating maksimumnya. Kelebihan suplai generator yang paling besar terjadi saat beban
berlebih sebesar 336 MW. Daya yang disuplai pada PLTU Labuan 1 dan PLTU labuan 2
menjadi 433,26 MW nilai tersebut melebihi 37,36 % dari rating maksimum. Hal tersebut
terjadi karena saat terdapat pembangkit dalam keadaan tidak beroperasi, pembangkit yang
beroperasi berusaha memenuhi seluruh kapasitas beban yang ada pada subsistem Cilegon.
Sehingga suplai yang dikeluarkan oleh pembangkit yang beroperasi menjadi bertambah,
sampai melebihi nilai rating maksimumnya. Hal ini dapat menurunkan frekuensi dan sistem
menjadi tidak stabil .
Pada masing-masing skenario saat nilai overload semakin besar untuk menjadikan
frekuensi kembali ke kondisi yang diizinkan membutuhkan waktu pemulihan lebih lama,
waktu pemulihan paling lama saat beban berlebih sebesar 336,15 MW membutuhkan waktu
pemulihan sebesar 18,365 detik. Jika dibandingkan saat beban berlebih sebesar 124,19 MW
hanya membutuhkan waktu pemulihan sebesar 7,42 detik. Hal ini dapat terjadi karena saat
besar overload semakin besar maka tahapan pelepasan beban yang dilakukan lebih banyak,
sehingga membutuhkan waktu pelepasan dan pemulihan yang lebih lama.
6. Kesimpulan
Dari hasil penelitian pada sistem kelistrikan subsistem Cilegon, menggunakan perangkat
lunak DIgSILENT, dapat diambil kesimpulan yaitu:
Daftar Acuan