Bahan Bacaan
Modul 3 Indikator Analisis Gender 5
Bahan Bacaan
Modul 5 Relawan dalam Penanggulangan Kemiskinan 6
Bahan Bacaan
Modul 6 Identifikasi Kebutuhan Belajar 8
Bahan Bacaan
Modul 7 Metode Pendidikan Kritis 12
Konsep penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah kaum perempuan adalah
membedakan antara konsep seks (jenis kelamin-penulis), dan konsep gender. Pemahaman dan
pembedaan antara konsep seks dan gender sangatlah diperlukan dalam melakukan analisis untuk
memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Hal ini
disebabkan karena ada kaitan yang erat antara perbedaan gender (gender differences) dan
ketidakadilan gender (gender inequalities) dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih
luas. Dengan demikian pemahaman dan pembedaan yang jelas antara konsep seks dan gender
sangat diperlukan dalam membahas ketidakadilan sosial. Maka sesungguhnya terjadi keterkaitan
antara persoalan gender dengan persoalan ketidakadilan sosial lainnya.
•
•
•
•
•
•
•
•
Pada proses awal pengembangan BKM/LKM, UP & relawan, kita harus memastikan adanya
anggota – anggota yang berminat untuk mengikuti kegiatan. Untuk menjaring anggota tentu saja
keberadaan BKM/LKM, UP & relawan harus diinformasikan kepada warga masyarakat sehingga
siapapun bisa menjadi anggota dan dapat belajar bersama – sama di dalam BKM/LKM, UP &
relawan, baik perempuan maupun laki – laki, dewasa maupun anak – anak.
Setelah terjaring anggota, undanglah mereka dalam pertemuan untuk menentukan kebutuhan
belajar apa untuk masing – masing anggota yang berhubungan dengan masalah – masalah
kesejahteraan keluarga seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan dan sebagainya. Hal
ini penting untuk mengetahui apa sebenarnya masalah – masalah, kebutuhan – kebutuhan serta
yang mereka harapkan dari kegiatan belajar dari para anggota. Selain hal tersebut, penting pula
untuk diketahui kemampuan keaksaraan, tingkat pendidikan dan kondisi – kondisi lainnya dari
anggota . Dengan mengetahui hal – hal tersebut, maka kita akan dengan mudah menentukan
dan merancang materi – materi belajar untuk masing – masing kelompok.
Identifikasi kebutuhan belajar dilakukan untuk mengetahui masalah dan kebutuhan warga belajar
sehingga kegiatan pembelajaran yang dilakukan kemudian lebih efektif.
Daftar masalah, kebutuhan dan tingkat kemampuan warga belajar ternyata banyak dan beragam.
Biasanya akan terjadi kesulitan bagi kita untuk menyusun materi belajar yang bisa merangkum
seluruh harapan anggota. Diskusi bersama untuk menentukan kebutuhan belajar bisa dilakukan
dengan mendaftar kebutuhan masing – masing. Apabila anggota BKM/LKM, UP & relawan relatif
banyak (lebih dari 10 orang), di dalam pertemuan mintalah anggota BKM/LKM, UP & relawan
untuk berkelompok dan mendiskusikan dan memilih kebutuhan belajar. Setelah selesai diskusi
dalam kelompok kemudian bahas bersama apakah ada kebutuhan yang sama dari setiap
kelompok ataukah ada yang berbeda. Buatlah tabel untuk memudahkan diskusi dan
mendapatkan daftar kebutuhan belajar.
Dalam identifikasi kebutuhan, pastinya akan banyak sekali kebutuhan yang muncul dan tidak
semuanya bisa dibahas dalam proses belajar yang akan dilaksanakan. Biasanya tidak semua
kebutuhan satu kelompok merupakan kebutuhan kelompok lainnya. Kadang – kadang ada
kebutuhan yang dirasakan sama oleh beberapa anggota kelompok sekaligus. Buatlah prioritas
kebutuhan belajar bersama – sama, para anggota lah yang mempertimbangkan, menyeleksi dan
menentukan kebutuhan – kebutuhan tersebut.
Seluruh masalah yang sudah diseleksi bisa dibagi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu masalah –
masalah strategis dan masalah – masalah praktis. Masalah strategis adalah masalah yang
membutuhkan pemecahan jangka panjang. Masalah praktis adalah masalah – masalah yang
mendesak, serta membutuhkan penanganan jangka pendek untuk memecahkannya.
Contoh ;
Dari hasil identifikasi di atas, kemudian kita bisa menentukan materi pembelajaran apa yang
diperlukan. Buatlah daftar materi belajar yang diperlukan dan siapa saja yang membutuhkan
materi belajar tersebut.
Rencana belajar penting untuk dibuat, ini akan membantu kita untuk mengelola langkah demi
langkah kegiatan pembelajaran. Sebuah rencana belajar, sekurang – kurangnya berisi uraian rinci
tentang topik, tujuan, metode, media, rencana evaluasi, jumlah pertemuan, tempat dan waktu
pertemuan, dan lain – lain yang dipandang perlu.
Ada dua hal yang harus dilakukan dalam merancang proses belajar , yang pertama menyusun
rencana belajar bersama anggota BKM/LKM, UP & relawan. Kedua Menyiapkan bahan dan alat
yang diperlukan guna mendukung proses belajar nantinya.
Rencana Belajar
Rencana belajar, sebaiknya disusun bersama – sama dengan anggota BKM/LKM, UP & relawan.
Setiap kebutuhan belajar yang sudah diidentifikasi sebelumnya dirinci topiknya, tujuan
belajarnya, metodenya, media yang akan digunakan serta rencana evaluasinya.
Contoh :
Tujuan
Topik
Rencana evaluasi
Waktu
Tempat
Buatlah tabel – tabel rencana belajar berdasarkan prioritas belajar yang sudah ditentukan
sebelumnya.
Dalam menentukan rencana belajar, kita harus mengingat beberapa hal penting, antara lain :
Satu masalah prioritas tidak selalu dirinci menjadi 1 topik belajar. Kadang – kadang kita
diharuskan memperinci satu masalah yang kompleks menjadi beberapa topik.
Satu topik tidak selalu memerlukan waktu 1 kali pertemuan. Seringkali, apalagi jika topik
tersebut menyangkut masalah yang sulit atau tujuannya terfokus kepada perubahan
sikap/perilaku warga belajar, memerlukan waktu lebih dari 1 kali pertemuan. Dalam hal
ini kita harus selalu mempertimbangkan waktu belajar warga yang kadang – kadang
hanya 2 – 3 jam.
Persiapan
Sebelum proses belajar dimulai, berdasarkan kepada rencana yang sudah dibuat maka kita harus
mempersiapkan bahan – bahan dan segala sesuatu yang yang diperlukan untuk mendukung
kelancaran proses belajar.
Filsapat Freire bertolak dari kehidupan nyata, bahwa di dunia ini sebagian besar manusia
menderita sedemikian rupa – sementara sebagian lainnya menikmati jerih payah orang lain
dengan cara – cara yang tidak adil, dan kelompok yang menikmati ini justru bagian minoritas
umat manusia. Dilihat dari segi jumlah saja menunjukkan bahwa keadaan tersebut
memperlihatkan kondisi yang tidak berimbang, tidak adil. Persoalan itu yang disebut Freire
sebagai ’situasi penindasan’.
Bagi Freire, penindasan atau apapun nama dan apapun alasannya, adalah tidak manusiawi,
sesuatu yang menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi). Dehumanisasi bersifat mendua,
dalam pengertian terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas maupun atas diri minoritas kaum
penindas. Keduanya menyalahi kodrat manusia sejati. Mayoritas kaum tertindas menjadi tidak
manusiawi karena hak – hak asasi mereka dinistakan, karena mereka dibuat tidak berdaya dan
dibenamkan dalam kebudayaan bisu . adapun minoritas kaum penindas menjadi tidak manusiawi
karena telah mendustai hakekat keberadaan dan hati nurani sendiri dengan memaksakan
penindasan bagi manusia sesamanya.
Freire melihat penindasan juga terjadi dalam proses pendidikan selama ini, yang disebutnya
sebagai ”banking concept of education”. Murid dalam proses pendidikan model bank yang
dipraktekan di sekolah – sekolah lebih menjadi objek pendidikan, mereka pasif dan hanya
mendengar, mengikuti dan mencontoh para guru. Proses pendidikan seperti itu bagi Freire tidak
saja bersifat menjinakkan, tetapi bahkan lebih jauh merupakan proses dehumanisasi dan
penindasan.
Dalam konsep pendidkan di atas, anak didik dianggap sebagai objek investasi dan sumber
deposito potensial. Depositor atau investornya adalah para guru yang mewakili lembaga –
lembaga kemasyarakatan mapan dan berkuasa., sementara depositnya adalah berupa ilmu
pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik. Anak didikpun lantas diperlakukan sebagai
”bejana kosong” yang akan diisi, sebagai sarana tabungan atau penanaman ’modal ilmu
pengetahuan’ yang akan dipetik hasilnya kelak. Jadi guru adalah subjek aktif, sedang anak didik
adalah obyek yang pasif yang penurut, dan diperlakukan tidak berbeda atau menjadi bagian dari
relaitas dunia yang diajarkan kepada mereka., sebagai obyek ilmu pengehtahuan teoritis yang
tidak berkesadaran. Pendidikan akhirnya bersifat negatif dimana guru memberi informasi yang
harus ditelan oleh murid, yang wajib diingat dan dihapalkan. Secara sederhana Freire menyusun
daftar antagonisme pendidikan ”gaya bank” sebagai berikut :
Oleh karena itu, guru yang menjadi pusat segalanya, maka merupakan hal yang lumrah saja jika
murid-murid kemudian mengidentifikasi diri seperti gurunya sebagai prototip manusia ideal yan
harus ditiru dan digugu, harus diteladani dalam semua hal. Implikasinya adalah bahwa pada
saatnya nanti murid – murid akan benar – benar menjadikan diri mereka sendiri sebagai duplikasi
guru mereka dulu, dan pada saat itulah akan lahir lagi generasi baru manusia – manusia
penindas. Jika di antara mereka ada yang menjadi guru atau pendidik, maka daur penindasan
akan segera dimulai dalam dunia pendidikan, dan demikian seterusnya. Sistem pendidikan,
karena itu, menjadi sarana terbaik untuk memelihara keberlangsungan status quo sepanjang
masa, bukan menjadi kekuatan penggugah ke arah perubahan dan pembaharuan.
Bagi Freire, sistem pendidikan sebaliknya justru harus menjadi kekuatan penyadar dan pembebas
umat manusia. Oleh karena itu Freire selanjutnya mengembangkan suatu pendidikan yang tidak
saja mentransformasikan hubungn guru dan murid yang kebih membebaskan, serta meletakkan
dasar konsep pendidikan yang justru memposisikan murid sebagai subjek pendidikan dengan
tidak saja memperkenalkan berbagai metodologi dan praktek hubungan pendidikan yang bersifat
membebaskan, namun juga membangkitkan kesadaran kritis warga belajar terhadap ketidak
adilan sistemik.
Sistem pendidikan pembaharu ini, kata Freire adalah, pendidikan untuk pembebasan – bukan
untuk penguasaan (dominasi). Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan penjinakan
sosial budaya. Pendidikan bertujuan menggarap relaitas manusia, dan karena itu secara
metodologis bertumpu di atas prinsip – prinsip aksi dan refleksi. Prinsip ’praxis’ menjadi kerangka
dasar sistem pendidikan Paulo Freire. Praxis adalah ’manunggal karsa, kata dan karya’ karena
manusia adalah kesatuan dari fungsi berfikir, berbicara dan berbuat. Setiap waktu dalam
prosesnya, pendidikan ini merangsang ke arah diambilnya suatu tindakan, kemudian tindakan
tersebut direfleksikan kembali, dan dari refleksi itu diambil tindakan yang lebih baik. Anak didik
menjadi subyek yang belajar, subyek yang bertindak dan berpikir, dan pada saat bersamaan
berbicara menyatakan hasil tindakan dan buah pikirannya. Begitu juga sang guru.
Jadi keduanya (murid dan guru saling belajar satu sama lain, slaing memanusiaakn. Dalam proses
ini, guru mengajukan bahan untuk dipertimbangkan oleh murid dan pertimbangan sang guru
sendiri diuji kembali setelah dipertemukan dengan pertimbangan murid-murid, dan sebaliknya.
Hubungan keduanyapun menjadi sumyek – subyek, bukan obyek – obyek. Obyek mereka adalah
realita. Maka terciptalah susasna dialogis yang bersifat inter subyek untuk emmahami suatu
obyek bersama.
Tidak menggurui; karena itu, tak ada ”guru” dan tak ada ”murid yang digurui”. Semua orang
yang terlibat dalam proses pendidikan ini adalah ”guru sekaligus murid” pada saat yang
bersamaan.
Agar tetap pada asas – asas pendidikan kritis yang menjadi landasan filosofinya, maka panduan
proses belajar harus disusun dalam pelaksanaannya dalam suatu proses yang dikenal sebagai
”daur belajar (dari) pengalaman yang distrukturkan”. Proses belajar ini memang sudah teruji
sebagai suatu proses belajar yang juga memenuhi semua tuntutan atau prasyarat pendidikan
kritis, terutama karena urutan prosesnya memang memungkinkan bagi setiap orang untuk
mencapai pemahaman dan kesadaran atas suatu realitas sosial dengan cara terlibat (partisipasi),
secara langsung maupun tidak langsung, sebagai bagain dari realitas tersebut.
Rangkai – ulang (rekonstruksi) : yakni menguraikan kembali rincian (fakta, unsur – unsur,
urutan kejadian,dll) dari realitas tersebut. Pada tahap ini juga bisa disebut proses mengalami;
karena proses ini dimulai dengan penggalian pengalaman dengan cara melakukan kegiatan
langsung. Dalam proses ini partisipan terlibatkan dan bertindak atau berperilaku mengikuti suatu
pola tertentu. Apa yang dilakukan dan dialaminya adalah mengerjakan, mengamati, melihat dan
mengatakan sesuatu. Pengalaman itulah yang pada akhrinya menjadi titik tolak proses belajar
selanjutnya.
Ungkapan; setelah mengalami, maka tahap berikutnya yang penting yakni proses
mengungkapkan dengan cara menyatakan kembali apa yang sudah dialaminya, bagaimana
tanggapan, kesan atas pengalaman tersebut.
Kaji-urai (analisis); yakni mengkaji sebab akibat dan kemajemukan kaitan – kaitan
permasalahan yang ada dalam relaitas tersebut – yakni tatanan, aturan, sistem, yang menjadi
akar persoalan.
Kesimpulan; yakni merumuskan makna hakekat dari realitas tersebut sebagai suatu pelajaran
dan pemahaman atau pengertian baru yang lebih utuh, berupa prinsip – prinsip berupa
kesimpulan umum (generalisasi) dari hasil pengkajian atas pengalaman tersebut. Dengan
menyatakan apa yang dialami dan dipelajari dengan cara seperti ini akan membantu untuk
merumuskan, merinci dan memperjelas hal – hal yang telah dipelajari.
Tindakan; tahap akhir dari daur belajar ini adalah memutuskan dan melaksanakan tindakan –
tindakan baru yang lebih baik berdasarkan hasil pemahaman atau pengertian baru atas realitas
tersebut, sehingga sangat memungkinkan pula untuk menciptakan relaitas-relaitas baru yang
juga lebih baik. Langkah ini bisa diwujudkan dengan cara merencanakan tindakan dalam rangka
penreapan prinsip-prinsip yang telah disimpulkan.
Proses pengalaman belumlah lengkap, sebelum ajran bru, atau penglaman baru, penemuan baru
dilaksanakan dan diuji dalam perilaku yang sesungguhnya. Tahap inilah bgian yag bersifat
”eksperimental”. Tentu saja proses pentrapan pun akan menjadi suatu pengalaman tersendiri
pula dan dengan pengalaman baru itulah daur proses inipun akan dimulai dari awal lagi dan
seterusnya.
Pengertian Pemandu
Seorang Guru mengajarkan ilmu kepada muridnya. Seorang Pelatih melatihkan keterampilan
kepada peserta pelatihan. Apakah yang dilakukan oleh seorang Pemandu (Fasilitator)? .
Pemandu (Fasilitator) :
Mengajarkan ilmu
Melatihkan keterampilan
Tetapi dengan cara yang tidak menggurui
Pemandu menciptakan suasana dan situasi yang memungkinkan peserta belajar :
Mendapatkan pengalaman baru, atau
Menata kembali pengalaman lama, baik itu sikap, pengetahuan maupun keterampilan,
yang dimilikinya dengan cara baru
Sehingga peserta belajar tergugah untuk mencoba perubahan sikap dan perilakunya.
Seorang Pemandu harus mempunyai sikap – sikap yang mendukung perannya sebagai pengelola
kegiatan belajar, yaitu :
Mempunyai Emphaty, atau kesediaan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh peserta
serta memahami jalan pikiran peserta (terutama hambatan –hambatan belajar yang
dialaminya)
Bersikap wajar atau tidak mencoba tampil dengan rasa lebih pintar dan lebih hebat.
Tampilkan diri sebagaimana adanya. Jangan menjadi orang lain.
Menunjukkan rasa hormat (menghargai) atau respek. Berpandangan positif terhadap
semua peserta, menghargai pengetahuan, pengalaman, tradisi, atau kepercayaan yang
dianut peserta.
Hadir secara utuh, walaupun kadang – kadang merasa letih dan jenuh, tetap
memusatkan perhatian kepada peserta dan suasana serta situasi belajar.
Mengakui kehadiran setiap peserta, tidak terkecuali yang lamban atau cepat belajar, yang
tua atau yang muda, laki – laki atau perempuan, yang memiliki kedudukan atau bukan.
Bersikap terbuka dalam mendengarkan pendapat dan komentar peserta, tanpa
memberikan penilaian dengan ukuran atau konsep Pemandu sendiri. Pemandu juga harus
siap untuk menerima perbedaan pendapat.
Tidak menggurui, sebab orang dewasa punya harga diri yang tinggi, jadi seringkali tidak
suka digurui.
Tidak (seolah – olah) menjadi ahli/pakar dalam segala bidang. Jika tidak tahu tentang
sesuatu permasalahan, berterus terang. Beri peluang kepada peserta untuk
mengungkapkan pengetahuaannya.
Tidak menginterupsi atau memotong pembicaraan peserta karena tidak sabar. Jika
menemui peserta yang bertele – tele, kendalikan dengan taktis. Cari waktu dimana ia
menarik nafas, pada saat itulah Pemandu bisa masuk.
Pemandu merupakan pusat perhatian dan pandangan dari seluruh peserta, karena itu, sikap
tubuh dan gerakan Pemandu juga berpengaruh terhadap proses belajar. Berikut ini adalah saran-
saran untuk sikap tubuh Pemandu yang baik :
Bervariasi dalam sikap tubuh agar menghilangkan kebosanan. Jangan duduk terus
menerus, dan jangan berdiri di satu tempat saja.
Pandangan mata harus penuh perhatian dan merata kepada semua peserta secara
bergantian (adil). Jangan hanya memperhatikan peserta tertentu saja, misalnya yang
cantik atau selalu mendukung Pemandu.
Tangan jangan digerakkan sembarangan. Menuding atau menunjukkan telunjuk kepada
(muka) orang lain, seringkali dianggap tidak sopan di dalam budaya Indonesia.
Gerakkanlah tangan dengan wajar dan leluasa, tetapi bermakna.
Langkah harus tampak mantap dan mempunyai tujuan. Jangan kelihatan bergerak
dengan bingung.
Senyuman harganya lebih dari satu juta rupiah. Tapi, Pemandu harus tahu kapan
melontarkan senyuman dan kapan harus mencerminkan muka serius. Hanya, jangan
pernah berwajah marah atau galak.
Berpakaian sewajarnya dan sopan sesuai dengan lingkungan peserta. Sesuaikan diri
dengan peserta.
Mutu pribadi dan keunggulan sifat apa saja yang diperlukan untuk menjadi seorang Pemandu
yang efektif ?
Penguasaan tentang topik bahasan. Ini sudah mutlak. Collen Stafford yang sering
menyelenggarakan latihan mengenai pengorganisasian masyarakat dan kepemimpinan,
percaya bahwa ”pelatih terbaik adalah mereka yang membuat anda merasa bahwa
pengetahuannya tentang topik bahasan bersangkutan sepuluh kali lipat luasnya dari pada
yang disampaikannya. Dan pada kahir latihan anda masih mengharapkan belajar lebih
banyak darinya”. Dengan kata lain, sebagai pelatih anda menciptakan suatu kesan bahwa
anda telah mempelajari dan mempersiapkan topik bahasan secara mendalam, sehingga
anda sanggup meliput segala pandangan yang berbeda dan segala nuansa serta mampu
manyajikan inti persoalan dan membuat kesimpulan. Dengan menguasai sepenuhnya
suatu topik bahasan, berarti anda menambah rasa tenang dan membangun rasa percaya
diri.
Rasa ingin tahu. Sama pentingnya dengan memiliki pengetahuan mendasar tentang
topik bahasan adalah hasrat untuk terus menerus belajar dan menambah pengetahuan
tentang suatu topik atau bahan bahasan. Bila ada pertanyaan peserta yang tidak bisa
anda jawab, jangan segan – segan mengatakan : ”Saya tidak tahu, tapi saya akan
mencoba mencarikan jawaban pertanyaan anda itu”. Hendaknya anda terus berupaya
meningkatkan mutu penyajian/mengajar dengan mengemukakan bahan atau informasi
yang paling baru. Bacalah buku – buku atau referensi lain yang relevan, maka anda akan
menumbuhkan citra dinamis dan mutakhir, sehingga tidak ketinggalan jaman.
Sikap anthusias atau bersemangat. Masih ingat sewaktu anda harus menguap dan
menutup mulut anda dengan tangan susah payah karena menahan rasa kantuk yang
Kepercayaan atau keyakinan diri. Jika anda belum mempunyai kepercayaan diri yang
penuh, pada mulanya mungkin anda harus berpura – pura dulu percaya diri. Dengan
bertambahnya pengalaman dan melatih, kepercayaan diri akan tumbuh dengan
sendirinya. Suatu saat orang – orang alan sering menyebut anda sebagai orang yang
mahir melatih, maka lambat laun anda akan benar – benar menjadi pakar pelatih.
Rasa humor. Bukan berarti anda harus menjadi Charlie Chaplin atau Jojon, atau orang
yang mahir menceritakan lelucon, tetapi kemampuan anda untuk secara spontan
mengalihkan komentar peserta latihan, atau memperjelas keterangan anda dengan
ilustrasi kisah yang mengandung humor/lucu. Apapun topik bahasannya, sekedar humor
dapat menyedapkan dan membuat sajian pelajaran anda lebih jelas dan segar diterima
peserta latihan. Tertawa dapat melepaskan ketegangan peserta, dan juga menenangkan
diri anda sendiri. Humor juga dapat menarik perhatian orang. Makin berat suatu bahasan
pelajaran, maka semakin diperlukan selingan homur.
Stamina dan kesiapan fisik. Berdiri di hadapan peserta latihan dan berbicara berjam –
jam bahkan mendengarkan, menampung dan menanggapi komentar serta menjawab
pertanyaan, sungguh merupakan pekerjaan yang meletihkan fisik dan mental/emosi.
Tubuh anda memompakan banyak adrenalin untuk mempertahankan tenaga sampai
session latihan usai. Tetapi dapat diduga, setelah itu anda akan lunglai. Mata anda akan
memerah dan terasa sepat. Kepala terasa pusing. Tubuh akan terasa penat. Jadi jika
anda melatih seharian penuh, jangan membuat rencana yang terlalu padat dan berat
pada petang dan malam harinya. Makan dan tidur saja sudah cukup.
Pengantar
Metode dapat diartikan sebagai cara untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Metode belajar
adalah cara – cara yang lazim digunakan untuk mencapai tujuan belajar tertentu., baik
peningkatan pengetahuan, perubahan sikap maupun keterampilan.
Memfasilitasi orang dewasa belajar tidaklah semudah memfasilitasi anak-anak. Orang dewasa
tidaklah seperti gelas kosong yang dapat dengan mudah kita isi sesuatu, orang dewasa ibara
gelas yang sudah terisi bahkan mungkin sudah terisi penuh, mereka tidak memiliki pengalaman
sebelumnya juga cara – cara tersendiri untuk belajar.
Proses belajar bagi orang dewasa secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengalaman
nyata
Penerapan/ Pengamatan
Ujicoba dan refleksi
Konseptualisasi
Diagram di atas dapat dijelaskan, bahwa pada umumnya orang dewasa belajar melalui 4
tahapan proses yaitu pengalaman nyata, pengamatan dan refleksi, konseptualisasi , penerapan
dan seterusnya. Tetapi setiap orang sering melalui tahap yang berbeda – beda. Ada yang belajar
dimulai dari pengalaman nyata, ada yang dimulai dari pengamatan, dan seterusnya. Jadi, proses
belajar bagi orang dewasa lebih merupakan pengalaman individual yang sangat tergantung dari
karakateristik orang bersngkutan.
Fasilitator perlu memiliki metode yangmemungkinkan warga belajar mengalami 4 tahap proses
tersebut, dan mempraktekan metode tersebut dalam sebuah proses belajar yang menyenangkan.
Ranah belajar
Metode
Pengetahuan Sikap Keterampilan
Wawancara/Tanya jawab
Curah pendapat
Ceramah
Diskusi kelompok
Diskusi kelompok terfokus
Penugasan/praktek
Permainan
Bermain peran
Analisis situasional
Kunjungan silang
Simulasi
Suatu metode dipilih biasanya didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain :
Metode – metode tersebut tidak boleh berdiri sendiri. Kombinasi antar metode akan membuat
proses belajar semakin menarik dan tidak membosankan.
Metode – metode yang disebut di atas, memiliki karakter dasar yang cenderung merangsang
partisipasi. Tetapi memilih metode dan media tersebut belum tentu menjamin proses fasilitasi
berlangsung secara partisipatif. Yang paling penting adalah fasilitatornya sendiri.
Kita bisa memodifikasi atau mengembangkan metode – metode yang ada di dalam siplemen ini
disesuaikan dengan masalah atau kebutuhan yang kita hadapi di lapangan.
Metode asah otak adalah suatu cara yang cocok untuk menghasilkan ide-ide baru. Asah otak
memungkinkan warga belajar saling bekerjasama mengumpulkan ide-ide untuk memecahkan
masalah mereka.
Metode ini umumnya kita gunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pemecahan
masalah tertentu, atau kegiatan – kegiatan lain yang membutuhkan munculnya gagasan-gagasan
baru.
Ada dua tahap pengorganisasian dan peraturan dari kegiatan asah otak :
Tahap pertama adalah untuk menghasilkan sebanyak mungkin ide-ide tersebut bisa
ditulis di atas lembaran kertas dan memperkenalkannya di atas papan atau
menuliskannya secara langsung dalam sebuah bagan – bagan. Warga dilarang
berkomentar selama tahap ini.
Tahap kedua adalah mengevaluasi ide – ide yang dihasilkan selama tahap pertama.
Kemudian, warga belajar diminta mengelompokan ide – ide yang sama, lalu memberikan
Identifikasi dan tulis masalah – masalah yang dihadapi oleh warga belajar di papan tulis
atau lembaran kertas
Mintalah warga belajar untuk memikirkan masalah – masalah tersebut selama beberapa
menit
Mintalah ide – ide/gagasan seketika warga belajar (tanpa perlu dipikirkan terlebih
dahulu) terhadap pemecahan masalah tersebut.
Mintalah warga belajar untuk memberi tanggapan atau mendebat ide – ide yang
dilontarkan tersebut.
Tunjuklah seseorang untuk menulis ide – ide tersebut di papan tulis
Hentikan kegiatan brainstorming pada beberapa titik permasalahan dan mintalah warga
belajar untuk menjelaskan setiap ide tersebut.
Kelompokkan ide – ide tersebut, lalu tentukan tingkat prioritasnya
Diskusikan dan garis bawahi ide – ide yang telah disetujui bersama
Metode Ceramah
Metode ini biasa kita lakukan untuk menyampaikan suatu pesan atau materi secara lisan, dengan
maupun tanpa menggunakan alat Bantu/media. Biasanya penggunaan metode ini harus dibarengi
dengan penggunaan metode lainnya.
Persiapan
Susun materi yang akan kita sampaikan dengan sistematika yang berurutan. Biasanya,
materi ini akan menjadi bahan serahan untuk warga belajar.
Tulislah beberapa pokok pikiran penting dari bahan serahan di atas lembar kertas
Pelaksanaan
Metode ini kita terapkan untuk melakukan rt materi. Sesuai dengan prinsip, bahwa orang dewasa
adalah orang yang telah memiliki berbagai pengalaman, proses Tanya jawab tidak berari
pertanyaan dari warga belajar harus kita jawab. Kita bisa memberikan kesempatan kepada warga
belajar yang bersangkutan untuk menggali pengalamannya sendiri, atau memberikan
kesemoatan kepada warga belajar lain untuk memberikan jawaban.
Biasanya metode ini digunakan setelah kita menyampaikan materi ( seperti ceramah,
demonstrasi, atau penugasan ).
Metode ini bermanfaat agar warga belajar dapat : saling mendengarkan pandangan orang lain;
menghormati ide – ide orang lain; tidak melukai atau mempermalukan satu sama lain; belajar
berkomunikasi secara ringkas, jelas dan tepat.
Metode ini biasa digunakan dalam berbagai kegiatan. Pada saat menerapkan metode ini, kita atau
orang yang berperan sebagai pemimpin diskusi tidak boleh berbicara terlalu panjang, tetapi harus
lebih banyak mendengarkan dan memandu proses diksusi di antara warga belajar.
Diskusi Kelompok
Metode ini digunakan kalau jumlah warag belajar cukup banyak, misalnya lebih dari 10 orang.
Jadi, agar semua orang bisa terlibat aktif dalam proses diskusi, bagi warga belajar dalam
kelompok-kelompok kecil.
Agar proses diskusi dapat berlangsung lancr, sepakati dahulu aturan main
Bagilah warga belajar ke dalam kelompok-kelompok kecil
Tuliskan topik yang akan didiskusikan dalam kelompok
Meintalah kepada setiap kelompok untuk memilih fasilitator yang akan memimpin diskusi
dalam kelompok.
Sepakati waktu yang dibutuhkan untuk diskusi kelompok
Minta setiap kelompok untuk menuliskan hasil kerja mereka
Doronglah setiap anggota kelompok menyampaikan pendapat mereka. Setiap orang
harus punya kesempatan untuk berbicara dan membagi idenya.
Kumpulkan hasil kerja dari setiap kelompok, lalu lanjutkan pembahasan dalam diskusi
pleno.
Diskusi Pleno
Minta setiap kelompok memilih satu orang untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran
hasil diskusi kelompoknya.
Metode Penugasan/Praktek
Metode penugasan adalah cara belajar dengan jalan menugaskan kepada warga belajar untuk
melakukan sesuatu. Tugas yang diberikan harus khusus atau jelas obyek dan waktunya. Metode
ini lebih bertujuan untuk membawa warga belajar ke dunia nyata dalam mempraktekan
pengetahuan yang diperoleh. Oleh karena itu, metode ini akan sangat mempengaruhi wilayah
keterampilan warga belajar.
Persiapkan pedoman tugas yang akan diberikan ( bisa berupa topik yang berhubungan
dengan materi, dan lain-lain)
Jelaskan kepada warga belajar tentang tugas yang akan dilakukan
Persilakan warga belajar untuk mengajukan pertanyaan tentang tugas tersebut
Buat kesepakatan tentang lamanya waktu penugasan tersbut (kapan mulai dan kapan
selesai) dan bentuk laporannya serta cara mempresentasikannya.
Metode Permainan
Metode ini digunakan dalam kegiatan belajar. Dari pengalaman, metode ini terbukti sangat efektif
untuk melibatkan warga belajar, membuat warga belajar merasa nyaman dan segar mengikuti
kegiatan.
Metode permainan dapat dilakukan dengan bermacam cara, seperti nyanyian, cerita, gambar
atau permainan lainnya. Tema – tema permainan bisa berhubungan dengan kepemimpinan,
sikap, kerjasama, koordinasi, pemecahan masalah, komunikasi, pemantauan, evaluasi, isu
gender, teknik fasilitasi, dan sebagainya yang relevan dengan materi belajar.
Dalam proses belajar, metode permainan bertujuan untuk :
Mengubah suasana belajar yang kaku atau tegang menjadi lebih santai dan nyaman, dan
megubah warga belajar yang pasif dan jenuh menjadi lebih aktif dan semangat.
Menumbuhkan sikap dan pandangan pribadi, dalam hal penalaran, wawasan, perbaikan
sikap, dan introspeksi
Mengantarkan atau memulai pokok bahasan dengan suasana aktif, gairah, riang, luwes
atau akrab.
Untuk mencapai tujuan /manfaat tersebut perlu dipertimbangkan karakteristik warga belajar,
yaitu (1) latar belakang budaya atau kebiasaan, agama, pekerjaan dan status sosial warga
belajar; (2) Pengalaman, pendidikan, atau wawasan warga belajar pada umumnya; (3)
kecenderungan perilaku atau sikap tertentu dari warga belajar ayng berkembang dalam proses
belajar, baik yang positif maupun negative.
Selain digunakan dalam kegiatan belajar , metode bermain peran dapat juga dipakai untuk
menilai proses dan hasil belajar.
Biasanya bermain peran menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi warga belajar. Dengan
bermain peran dalam situasi tertentu, warga belajar dapat
mengungkapkan gagasan mereka dan memperdalam pemahaman warga belajar terhadap apa
yagn dipelajari. Metode ini juga dapat dijadikan sebagai alat untuk memotivasi dalam
memecahkan masalah melalui diskusi.
Untuk bermain peran ini, tidak perlu latihan terlebih dahulu, tidak perlu ada naskah atau kata-
kata kunci yang harus diucapkan warga belajar. Yang penting diberikan adalah gambaran tentang
situasi apa yang mereka perankan.
Penilaian bermain peran, dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan seperti
berikut :
Jika metode ini diterapkan untuk menilai hasil belajar, misalnya untuk menilai kemampuan
membangun hubungan sosial yang baik, maka langkah-langkah penerapannya adalah sebagai
berikut :
Situasi seperti ini dapat diperoleh melalui TV, radio, atau cerita – cerita rakyat yang dikenal oleh
warga belajar sehingga memberikan mereka kesempatan untuk mengungkapkan pengalamannya.
Sehingga warga belajar dapat mendemonstrasikan keterampilan dan pengetahuan yang dimilki.
Oleh karena itu, kita sebagai fasilitator dapat menggunakan hasil pengamatan, juga umpan balik
dari kelompok dan setiap warga belajar sebagai upaya penilaian.
Jika metode ini diterapkan untuk menilai hasil beajar, maka langkah – langkah penerapannya
adalah sebagai berikut :
Metode Simulasi
Metode simulasi adalah cara belajar melalui pengandaian atau pemisalan. Seperti metode Tanya
jawab dan penugasan, metode ini dapat digunakan untuk pendalaman materi yang telah
dismapaikan dengan cara lain (misalnya : ceramah, diskusi kelompok). Hanya saja, metode ini
lebih banyak mempengarunahi ranah sikap dari warga belajar. Sehingga pokok pembahasan lebih
ditekankan kepada sikap – sikap yang perlu dikembangkan untuk menerapkan pengetahuan yang
diperoleh.
Metode ini bisa dijadikan semacam ujian terhadap warga belajar, untuk melihat sampai sejauh
mana mereka mampu menerapkan materi yang telah diberikan.
Minta salah seorang atau beberapa orang warg belajar untuk berperan sebagai fasilitator.
Sedangkan warga belajar lainnya dimint untuk berperan sebagai warga belajar.
Berilah kesempatan kepada orang yang berperan sebagai fasilitator untuk
mempersiapkan proses.
Minta fasilitaor untuk merancang proses seakan – akan berhadapan dengan warga
belajar
Warga belajar diminta untuk berekasi, memberikan pertanyaan maupun tanggapan
selama proses berlangsung.
Setelah proses dianggap selesai, ajak seluruh warga belajar untuk mendiskusikan
pengelamnnya.
Bagi yang berperan sebagai fasilitator. Bagaimana kesannya mengenai simulasi tadi?
Apakah kesulitan – kesulitan yang dihadapi dalam memfasilitasi proses tadi ? bagaimana
caranya agar proses tersebut dapat diterapkan dengan lebih baik ?
Bagi warga belajar : bagaimana kesan – kesannya terhadap proses yang dibawakan oleh
fasilitator tadi? Mudah atau sulitkah bagi warga belajar untuk belajar dengan proses
tersebut? Bagaimana cara untuk memperbaiki proses tadi?
Media belajar adalah alat bantu dalam kegiatan pembelajaran yang jenis dan bentuknya
bermacam – macam. Dalam menyiapkan dan merancang media belajar, fasilitator perlu
menyesuaikan metode yang dipergunakan. Sedangkan metode belajar ini, disesuaikan dengan
tujuan belajar. Di dalam pembahasan satu topik (materi) belajar, biasanya :
Dipergunakan variasi metode belajar
Dipergunakan variasi media belajar yang sesuai
Media belajar yang biasa dipergunakan, terdiri dari banyak jenis dan bentuk. Seorang Pemandu,
perlu memiliki kreativitas dan keterampilan untuk membuat media belajarnya sendiri. Jenia media
belajar antara lain :
Beberapa jenis media seperti modul, buklet, buku, komik, fotonovela yang isinya lebih panjang
(banyak), bisa dianjurkan sebagai bahan bacaan untuk peserta belajar, apabila diperlukan.
Media seperti leaflet, bosur, jarang dipergunakan sebagai media pelatihan karena biasanya juga
bersifat informasional (bahan bacaan).
Bahan dan alat peltihan terkadang merupakan media belajar, tetapi terkadang hanya merupakan
perlengkapan belajar saja. Contohnya :
Dalam bermain peran, diperlukan sayur-sayuran hijau untuk tokoh ibu yang sedang
menyampaikan contoh makanan berzat besi tinggi; sayur – sayuran hijau dalam kegiatan
ini merupakan bahan atau perlengkapan saja, bukan media belajar.
Tetapi dalam pembahasan materi tentang makanan bergizi, contoh sayur-sayuran
menjadi media belajar (bahan peragaan) untuk membahas jenis zat gizi yang terkandung
di dalamnya.
Apabila alat/bahan tidak dipergunakan sebagai sarana langsung dalam proses pembelajaran,
maka tidak termasuk ke dalam media pembelajaran. Beberapa bahan/alat pembelajaran yang
biasanya dipergunakan adalah :
Dalam menentukan media belajar untuk pelatihan, Pemandu menyesuaikan dengan kebutuhan
setiap materi belajar. Seperti yang telah disampaikan di atas, setiap metode yang dipergunakan
akan membutuhkan media tertentu. Karena itu, buatlah tabel check – list kebutuhan media untuk
seluruh pelatihan agar tidak ada yang terlupa.
Karena di dalam pelatihan biasanya Pemandu merupakan tim, maka untuk mempersiapkannya
bisa dibagi tugas. Koordinator tim Pemandu kemudian mencek apakah masing – masing
pemandu sudah siap dengan media yang perlu digunakan untuk masing – masing topik bahasan.
Dalam mempersiapkan media belajar, Pemandu perlu mempertimbangkan hal – hal sebagai
berikut :
Media gambar; apabila digunakan di dalam diskusi umum (pleno), sebaiknya ukurannya
cukup besar (ukuran poster), supaya bisa dilihat dengan jelas oleh seluruh peserta di
dalam kelas. Media gambar yang dibuat sendiri, bisa dibuat dengan kertas lebar (plano).
Apabila ukurannya kecil (ukuran kartu atau kertas HVS), hanya cocok digunakan dalam
diskusi keplompok atau tugas perorangan.
Media tulisan; apabila digunakan di dalam diskusi umum (pleno), tulisan sebaiknya
dibuat dalam bentuk huruf balok, dengan ukuran besar, supaya bisa dibaca oleh seluruh
peserta di dalam kelas. Tulisan bisa dibuat di atas papan tulis atau kertas lebar (plano).
PENGGUNAAN MEDIA
Kegiatan belajar merupakan kegiatan sehari – hari yang dilaksanakan oleh fasilitator atau
bersama masyarakat sasaran untuk menambah pengetahuan dan keterampilan yang
dapat meningkatkan kesadaran dan memperbaiki kehidupan masyarakat.
Kegiatan belajar seperti ini tidak sama dengan kegiatan belajar di sekolah, karena bahan
belajarnya ditetapkan berdasarkan kebutuhan kelompok yang benar – benar bermanfaat
dalam kehidupan praktis sehari – hari.
Begitu juga dengan cara belajarnya, dilaksanakan lebih informal, santai dan bebas, sesuai
dengan kreativitas kelomok itu sendiri. Tidak ada yang bertindak sebagai guru dalam
kegiatan belajar ini karena pengetahuan dan pengalaman setiap peserta bisa
disumbangkan.
Sebagai fasilitator, pendamping atau kader perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan
baru karena seringkali mereka diharapkan juga untuk menjadi narasumber oleh kelompok
belajar.
Media yang dipilih untuk suatu kegiatan belajar harus sesuai dengan tujuan belajar yang ingin
dicapai. Tetapi selain memilih media yang tepat, perlu juga diperhatikan cara menggunakan
media secara baik dan benar. Sebab bentuk media apapun yang digunakan, meskipun dirancang
dengan baik, tanpa
difasilitasi dengan baik proses diskusinya, media – media tidak akan mengsilkan dampak seperti
yang diharapkan. Untuk itu, keterampilan memfasilitasi diskusi dengan menggunakan media
merupakan faktor yang menentukan bagi pengguna media.
Berikut ini pedoman umum yang dapat dijadikan acuan dalam menggunakan media secara tepat :
Mempelajari fungsi media berdasarkan tujuan belajar yang bersangkutan, apakah media
yang akan disajikan itu untuk motivasi, penyadaran atau instruksi teknis.
Memperhatikan bentuk media yang akan digunakan, apakah akan menggunakan poster,
poster seri, atau brosur. Ini akan berhubungan dengan kemampuan kelompok diskusi
dalam menyimak kajian diskusi. Misalnya, media brosur atau buklet kurang tepat
digunakan untuk kelompok yang terbatas kemampuan membacanya. Untuk kelompok ini,
poster tunggal atau postr seri akan lebih tepat.
Memperhatikan jumlah peserta yang dianjurkan dan tata ruang yang tepat dalam
menggunakan media tersebut. Misalnya tayangan video/slide dapat disajikan untuk
semua peserta dalam sebuah kelas belajar 20 orang, tetapi fotonovela berbentuk buklet
hanya bisa dipergunakan dalam kelompok-kelompok kecil. Untuk kebutuhan ini, tata
ruang yang tepat perlu dipersiapkan sejak awal.
Mempelajari cara menggunakan media tersebut. Sebaiknya media itu dicoba terlebih
dahulu sebelum dipergunakan dalam kelompok belajar, terutama media yang
memerlukan alat Bantu seperti tayangan slide/video misalnya.
Catatan :
Persiapan akan lebih mudah apabila media yang akan digunakan memiliki pedoman
penggunaannya. Pedoman ini biasanya menjelaskan mengenai fungsi media, jumlah
pesera maksimal yang dianjurkan, langkah – langkah dan cara menggunakannya serta
tata ruang yang dianjurkan.
Bahan/materi belajar harus disusun oleh fasilitator karena biasanya media-media diskusi
memuat hanya informasi-informasi secara tebatas (yang penting-penting saja). Banyak
media mencantumkan materi, karena media dipergunakan untuk membahas satu kasus
setelah materi dari fasilitator didiskusikan.
Pelaksanaan
Kemudian sampaikan maksud dan tujuan dilaksanakannya kegatan belajar serta topik
yang akan dibahas.
Sampaikan dan sepakati bersama dengan peserta mengenai perkiraan waktu yang
diperlukan untuk kegiaatan ini.
Tips praktis
Jangan sampai media dipergunakan alat ceramah atau penyuluhan sebab fungsi utama
media adalah untuk membantu peserta terlibat dalam kegiatan belajar yang interaktif.
Fasilitor sebaiknya berusaha agar setiap peserta dapat turut aktif dalam diskusi.
Usahakan agar fasilitator tidak memonopoli pembicaraan, sehingga dapat
mengemukakan tanggapan atau pendapatnya.
Tanggapan atau jawaban dari peserta sebaiknya ditulis di papan tulis atau pada kertas
plano ( ditempel di tembok ), karena peserta akan bisa mengingat dengan lebih baik
apabila mereka melihat dan membaca daripada hanya mendengarkan saja. Selain itu
hasil tersebut akan memancing peserta untuk lebih berpartisipasi dalam diskusi, karena
usulan atau tanggapan mereka dianggap penting/diperhatikan .
Setelah diskusi
Apabila kita menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis, akan lebih mudah memahaminya
langsung dengan praktek daripada hanya membahas teori saja. Namun perlu diingat pula
bahwa praktik yang dilakukan tanpa dasar – dasar atau teori yang kuat, bisa menjadi
kacau. Untuk itu diskusikan terlebih dahulu teori dengan alat Bantu media, baru
kemudian mempraktekan di lapangan. Sepakati waktu yang tepat untuk melakukan
praktek ini.
Lakukan evaluasi kegiatan setelah diskusi dan praktek di lapangan. Cobalah untuk
mengkaji apakah peserta mempraktikan seperti yang telah didiskusikan dan yang
disarankan dalam media ? mengapa demikian ?
Hasil evaluasi dapat menjadi bahan pertimbangan bagi rencana belajar/kerja selanjutnya.
Bisa jadi pada pertemuan berikutnya masih diperlukan media dalam bentuk dan jenis
yang berbeda. Jika demikian, maka kita perlu membuat rencana lagi dan
mengembangkan alat Bantu yang sesuai dengan kebutuhan.