JURUSAN
FAKULTAS
UNIVERSITAS
2021
A. Pendahuluan
Perkembangan militer Indonesia adalah salah satu fenomena yang menarik
untuk ditelusuri serta dianalisa berdasarkan perannya dalam suatu sistem sosial dan
perpolitikan di Indonesia, Menurut sejarah yang ada militer di Indonesia mengalami
masa yang fluktuatif dalam tumbuh kembangnya sebagai salah satu bagian dari
kekuatan dominan yang ada di Indonesia.1
Sejarah keterlibatan militer dalam politik diawali pada akhir pemerintahan
Soekarno dan semakin begitu mendominasi kehidupan politik ketika Soeharto
mengambil alih pemerintahan yang kemudian berlangsung selama 32 tahun.
Masuknya ABRI, mengatakan bahwa dalam kehidupan politik berawal dari
kebutuhan Soekarno akan dukungan politik dalam usahanya mencapai dominasi
politik di Indonesia. Keinginan tersebut sejalan dengan keinginan pimpinan ABRI
untuk berperan lebih besar dalam kehidupan politik Indonesia. Hal ini dikarenakan
ketidakstabilan politik selama dasawarsa 1950-an, memanasnya hubungan Indonesia-
Belanda akan masalah Irian Barat, keterpurukan ekonomi dimana inflasi sangat
tinggi, membuat ABRI tergerak untuk berperan lebih besar dalam kehidupan sosial
politik.2
Dengan kesesuaian antara keinginan Soekarno dan pimpinan ABRI, maka
ABRI menjadi salah satu kekuatan politik utama masa Soekarno, selain PKI. Dimana
pada tahun 1957, ABRI dilibatkan dalam Dewan Nasional oleh Soekarno, sebuah
dewan penasihat presiden. Hal ini menjadi titik awal dan kesempatan ABRI untuk
berperan besar dalam dunia sosial politik Indonesia.3
Dalam posisi seperti itu, ABRI menjadi satu-satunya institusi politik yang
berkuasa dan dapat mengatur sendiri seluruh kehidupan masyarakat. Lebih jauh,
Daniel S. Lev menuliskan bahwa dwifungsi ABRI bukan saja memonopoli politik
dan makna politik tetapi juga menyumbang secara luar biasa bagi kerusakan
1
Nina Mirantie Wirasaputri, 2017, Perkembangan Politik Hukum Kalangan Militer dalam Transisi
Demokrasi Indonesia, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Volume 19, Nomor 3, h. 519
2
Indria Samego et al., 1998, Bila ABRI Menghendaki, Bandung: Mizan, h.87-88
3
Nina Mirantie Wirasaputri, Op. Cit, 517
kelembagaan kenegaraan, karena seluruh lembaga negara diposisikan berada di
bawah kekuasaan institusi militer.4
B. Pembahasan
4
Daniel S. Lev, 1999, ABRI dan Politik; Politik dan ABRI, Jurnal HAM dan Demokrasi, Jakarta:
YLBHI, h.10- 11.
5
Nina Mirantie Wirasaputri, Op. Cit, 519
6
Nurhasanah Leni, 2013, Keterlibatan Militer dalam Kancah Politik di Indonesia, Jurnal TAPIs,
Volume 9, Nomor 1, h.32
7
Nurhasanah Leni, Op. Cit., h.37
8
Mohammad Siddiq, 2019, Profesionalisme Militer Pada Pemerintahan Soeharto dan Abdurrahman
Wahid (Kajian Perbandingan Sosial-Historis), MADANI Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan,
Volume 11, Nomor 1, h.27
Salah satu perwujudan dari fungsi ABRI sebagai kekuatan sosial politik dalam
usaha menegakkan dan mencapai cita-cita Orde Baru ialah penugas karyaan ABRI
dalam lembaga / instansi / badan / organisasi di luar jajaran ABRI sebagai pelaksana
Dwi Fungsi ABRI. Maksud dan tujuan dari penugasan tersebut adalah pertama,
sebagai pengamanan politis ideologis terutama pada saat awal Orde Baru. Kedua,
dalam rangka penyuksesan pembangunan nasional, untuk tercapainya sasaran
program-program pembangunan yang tercamtum dalam Repelita (Rencana
Pembangunan Lima Tahun).9
Dimasukkannya kekuatan militer dalam birokrasi, baik pusat maupun daerah
sebagai birokrasi pemerintahan semakin memperkuat posisi pemerintah dalam
membuat kebijakan baik teknis maupun politik untuk kepentingan mempertahankan
kekuasaan. Meskipun secara umum posisi-posisi kekuasaan dibagi dengan orang-
orang sipil, namun orang-orang sipil harus menyesuaikan diri dengan sistem di mana
kekuasaan terletak di tangan militer. Pada masa pemerintahan Orde Baru, meskipun
pemerintah mengklaim dirinya menganut sistem demokrasi namun apa yang terjadi
adalah sebaliknya, kontrol militer terhadap sipil dengan alasan stabilitas politik dan
keamanan untuk suksesnya pembangunan ekonomi.10
Kecenderungan ABRI yang lebih mementingkan dan memelihara kekuasaan
membawa ABRI terjebak pada pola-pola pendekatan yang lebih represif. Sehingga
tak jarang oknum-oknum ABRI bertindak secara kriminal dan melakukan
pelanggaran-pelanggaran. ABRI sebagai kekuatan militer akhirnya dibenci dan
dihujat oleh rakyat karena lebih dianggap sebagai pelindung dan pengaman Orde
Baru selama 32 tahun dari pada pelindung dan pengayom rakyat. Masyarakat
menganggap bahwa itu semua tidak lain karena akses peran ABRI dengan dwi
fungsinya, terutama peran sosial politik yang terlalu dominan.11
9
Ibid, h.27-28
10
Ibid., h.29-30
11
Ibid., h.30
Keterikatan ABRI dalam politik terlihat yaitu pada prakteknya militer bukan
saja diperbolehkan mengikuti dunia politik, melainkan juga ”bersama kekuatan sosial
politik lainnya” terlibat dalam kehidupan kenegaraan, yang bersumber pada aspek
legal empirik. Militer secara kelembagaan atau individu terlibat dalam berbagai
kegiatan seperti:
1. Sebagai pilar Orde Baru, duduknya TNI di DPR melalui jalur pengangkatan
meskipun bukan partai tetapi didasarkan atas Susduk DPR/MPR RI yang
mengesahkan kedudukan tersebut.
2. Sebagai stabilisator dan dinamisator, kehadiran politik TNI di wujudkan
melalui Golkar. Disamping untuk menjamin berjalannya sistem demokrasi,
politisi Orde Baru juga berusaha melahirkan kekuatan politik yang dominan.
3. TNI bukan saja hadir di lembaga legislatif tetapi juga di eksekutif. Hal
tersebut dapat dilihat dari TNI yang duduk pada jabatan kunci di
pemerintahan, baik yang masih aktif maupun yang sudah purnawirawan.
4. Dalam usaha menopang kesejahteraan keluarga TNI, Presiden Soeharto juga
banyak memberikan kesempatan untuk berbisnis.
5. Disamping tugas-tugas kekaryaan dan ekonomi, TNI juga memerankan fungsi
modernisasi dengan ABRI masuk desa (AMD) pada daerah tertinggal dengan
nama TNI.12
Pada masa Soeharto militer tampil mengendalikan kekuasaan, militer
mengukuhkan keyakinan dan kebenaran dwifungsi yang kemudian secara resmi
dinyatakan sebagai doktrin, yang secara eksplisit menolak pandangan yang secara
tegas mengharuskan militer mengambil jarak dari kehidupan politik, sembari
menyatakan militer sebagai penyelamat negara dan penjaga idiologi negara,
Pancasila. Dengan kata lain Dwifungsi dikembangkan menjadi sejumlah asumsi dasar
sebagai justifikasi peran politik militer, yang mencakup: Nilai kesejarahan, dalam hal
ini militer Indonesia dipersepsikan sebagai institusi yang memiliki sejarah sendiri
sebagai tentara rakyat yang berperan besar dalam menghadapi perlawanan militer ;
12
Nurhasanah Leni, Op. Cit., h.39-40
Mengamankan Idiologi negara, dalam hal ini militer bertanggung jawab
mengamankan ideologi negara, Pancasila; Bentuk Negara, Militer merumuskan
pandangan bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang diatur dalam
sistem kekeluargaan.13
Pola strategi politik yang dimainkan oleh Soeharto telah berhasil mengubah
sistem tata kelola pemerintahan begitu cepat. Kebebasan berpendapat, kebebasan
berekspresi dikerangkeng selama 32 tahun dalam sebuah rezim dengan dalih
pembangunan (development). Kekuatan Dwifungsi ABRI secara perlahan-lahan
dihapuskan menyusul runtuhnya rezim Soeharto, pada era Presiden KH.
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur saat rapat pimpinan ABRI tahun 2000, disepakati
untuk menghapus doktrin Dwifungsi ABRI tersebut dan akan dimulai setelah
Pemilihan Umum (Pemilu) 2004.14
C. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan
bahwa Faktor kemerdekaan menjadikan awal keterlibatan militer Indonesia dalam
peran politik. Pada masa Orde Baru di bawah Presiden Suharto, peran militer melalui
Dwi Fungsi ABRI sangat didominasi peran politiknya dari pada peran militer yang
sebenarnya yaitu peran pertahanan keamanan. Pada masa Soeharto militer tampil
mengendalikan kekuasaan kehidupan politik.
D. Daftar Pustaka
13
Ibid., h.40
14
Fathullah Syahrul dan Muh. Abdi Goncing, 2020, Analisis Keterlibatan Militer dalam Jabatan Sipil
Tahun 2019 di Indonesia, SOSIOHUMANIORA: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora, Volume 6,
Nomor 2, h.80
Daniel S. Lev, 1999, ABRI dan Politik; Politik dan ABRI, Jurnal HAM dan
Demokrasi, Jakarta: YLBHI
Fathullah Syahrul dan Muh. Abdi Goncing, 2020, Analisis Keterlibatan Militer dalam
Jabatan Sipil Tahun 2019 di Indonesia, SOSIOHUMANIORA: Jurnal Ilmiah
Ilmu Sosial dan Humaniora, Volume 6, Nomor 2