Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadist merupakan salah satu sumber fiqih yang dapat di jadikan
sumber hukum islam. Hadist adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad baik itu berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan sebagainya.
Hadist merupakan sumber hukum islam yang ke 2 setelah Al-quran
Dalam pembahasan sebelumnya di terangkan dasarhukum syarat yang
ke 1 yaitu Al-quran yang didalamnya diterangkan segala sesuatu dan segala
permasalahan serta kejadian-kejadian yang akan terjadi pada manusia.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud hadist ?
2. Apa kedudukan hadist ?
3. Apa fungsi hadist ?
4. Apa saja macam-macam hadist ?
C. Tujuan pembahasan
1. Untuk menjelaskan pengertian hadist.
2. Untuk menjelaskan kedudukan hadist.
3. Untuk menjelaskan fungsi hadist.
4. Untuk menjelaskan macam-macam hadist.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist
Hadist menurut bahsa ( lughat ) mempunyai beberapa pengertian yaitu :
 Jadid berarti yang baru, lawanya qadim ( yang lama ) jamak dari hadist di
sini hidats, hudatsah, atau huduts.
 Qarib ( yang dekat ), yang belum lama terjadi seperti dalam ungkapan:

“Baru masuk Islam “


 Khabar ( warta ) atau sesuatu yang diperbincangkan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain. Dari makna inilah diambil ungkapan
“hadits Rosululloh “
Hadist yang bermakna khabar ini diambil dari kata haddatsa, yuhadditsu,
tahdits yang bermakna riwayat atau ikbar ( mengabarkan ) maka jika ada
ungkapan.

“ia mengabarkan sesuatu khabar kepada kita “


Kata hadist yang bermakna khabar, lebih popular dijamakkan
dengan kata Ahadist dari bentuk lainya, yaitu hudtsan atau hidtsan
Sehingga Hadist-hadist dari Rosul dikatakan Ahadist Al-Rosul tak pernah
disebutkan Hudtsat Al-rosul.
Allah pun menggunakan kata hadist dengan arti khabar seperti
dalam firman-nya:
      
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran
itu jika mereka orang-orang yang benar”
Rosulullah SAW pun telah mempergunakan lafal Hadist dengan
arti khabar yang dating dari beliau seperti sabdanya :

2
“Hampir-hampir akan ada seseorang di antara kamu yang akan berkata :
ini Kitabullah. Apa yang halal di dalamnya, kami halalkan, apa yang
haram didalamnya kami haramkan, ketahuilah barang siapa sampai
kepadanya suatu “ Hadist” diriku lalu ia dustakan allahmendustakan
Rosulnya dan mendustakan orang yang menyampaikan Hadist itu” ( HR.
ahmad dan Ad-Darimiy )
1. Hadist menurut pengertian ahli hadist dibagi dua, yaitu pengertian hadist
yang terbats dan pengertian hadist yang luas.
Pengertian yang terbatas adalah:

“ialah sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw . baik


berupa perkataan, perbuatan pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya.
Ta’rif ini mengandung empat unsure, yakni perkataan, perbuatan,
pernyataan, dan sifat-sifat atau keadaan Nabi Muhammad saw, yang lain,
yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau, tidak termasuk hal-hal
yang disandarkan kepada para sahabat dan tidak pula tabi,i.
Sementara menurut pengertian yang luas, hadist tidak hanya
disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, tetapi juga mencakup
perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada para sahabat
atau tabi’in sehingga dalam hadit ada istilah marfu’ (yang disandarkan
kepada Nabi), manqul ( yang disandarkan kepada sahabat). Dan maqthu’
( yang disandarkan kepada tabi,I )
2. Menurut ahli Ushul
Menurut ahli ushul ialah :

3
“segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi yang bersangkut paut
dengan hukum “
Maka menurut mereka tidak termasuk hadist sesuatu yang tidak
bersangkut paut dengan hukum, seperti masalah kebiasaan sehari-hari atau
adat-istiadat.
B. Kedudukan Hadits
Para ulama’ sepakat bahwa hadits Nabi adalah sumber hukum
islam yang kedua setelah al-quran dan umat islam wajib melaksanakan isinya.
Banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an yang menunjukkan bahwa
Hadits atau sunnah nabi itu merupakan salah satu sumber hukum islam.
Banyak ayat yang mewajibkan umat islam untuk mengikuti Rosululloh saw.
dengan cara melaksanakan perintahnya dan menjahui segala larangannya.
Alloh berfirman :
        
“apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”.
Tuhan telah memerintahkan kita mengikuti rasul sebagai mana tuhan
memerintahkan kita menaati-Nya sendiri. Alloh berfirman :
     
132.” dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat”.
Bahkan Alloh mengancam orang-orang yang menyalahi rosul,
seperti dalam firmannya :
        
    
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”.
Dari ayat-ayat di atas jelas bahwa orang yang beriman tidak hanya
berpedoman dan mengikuti ajaran Al-Qur’an tetapi ia juga harus berpedoman
pada apa yang diperintahkan oleh Rosuluulloh dan menjahui apa yang
dilarangnya.
C. Fungsi Hadits.
Menurut para ulama’ fungsi hadits ada 3 yaitu :

4
Pertama, hadits berfungsi memperkuat Al-Qur’an dalam hal
mujmal dan tafshihnya. Misalnya hadits yang berbunyi :

Hadits ini memperkuat ayat-ayat berikut :


   
     
     
  
Dengan kata lain, hadits dalam hal ini hanya mengungkapkan
kembali apa yang terdapat di dalam Al-Qur’an, tampa menambah atau
menjelaskan apapun.
Kedua, Hadits berfungsi menjelaskan atau merinci aturan-aturan
yang digariskan oleh Al-Qur’an, baik dalam bentuk fashil atau takhshish.
Fungsi yang kedua ini adalah fungsi yang dominant dalam Hadits. Sebagai
contoh adalah perincian tentang tata cara sholat, zakat, puasa dan hajji.
Ketiga, Hadits berfungsi menetapkan hukum yang baru yang
belum diatur secara eksplisit di dalam Al-Qur’an. Contohnya adalah Hadits
yang melarang seseorang yang memadu istrinya dengan bibinya, baik dari
pihak ibu maupun dari pihak bapak.
Rosululloh bersabda:

“seseorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (di madu) dengan bibinya
atau bersamaan (dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putrid
saudara laki-laki istri (keponakan istri).”
Ketentuan yang terdapat didalam Hadits di atas tidak ada dalam
Al-Qur’an. Yang ada dalam Al-Qur’an hanya larangan terhadap suami untuk
memadu istrinya dengan saudara perempuan si istri (kakak/adik
perempuannya), sebagaimana disebut dalam firman Alloh :

5
“ Dan diharamkan bagimu memadu dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang sudah terjadi pada masa lalu.”
D. Macam-macam Hadits.
Seperti disebutkan di atas bahwa Hadist ada yang berupa perkataan,
perbuatan, taqrir (pernyataan), dan sifat-sifat atau keadaan Nabi saw. Yang lain.
Berikut contoh-contoh dari kkempatnya.
1. perkataan (Qauliyah)
Yang dimaksud dengan perkataan (qaul) Nabi Muhammad saw.
Ialah perkataan yang pernah beliau ucapkan dalam berbagai bidang,
seperti bidang hokum (syari’at), akhlak, aqidah, pendidikan dan
sebagainya.
Sebagai contoh perkataan beliau yang mengandung hokum syariat,
misalnya :

“ amal-amal perbuatan itu tergantung dengan niat, dan bagi setiap orang
akan mendapatkan apa yang akan di niatkan “
Hokum yang terkandung dalam sabda nabi tersebut ialah
kewajiban niat dalam segala amal perbuatan untuk mendapat pengakuan
sah dari syara’.
2. Perbuatan (fi’liyah)
Perbuatan Nabi Muhammad merupakan penjelasan praktis
terhadap peraturan-peraturan syari’at yang belum jelas pelaksanaannya.
Misalnya cara bershalat dan menghadap kiblat dalam sholat sunnat
diatas kendaraan yang sedang berjalan, telah di praktekkan oleh nabi
dihadapan para sahabat.
3. Taqrir.
Taqrir nabi ialah keadaan beliau mendiamkan, tidak mengadakan
sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau perkataan
sahabat didepan beliau. Contoh taqrir nabi Muhammad saw tentang
perbuatan sahabat yang dilakukan di hadapannya, ialah tindakan seorang

6
sahabat yang bernama khalid bin walid, dalam sebuah jamuan makan. Ia
menyajikan daging biawak dan mempersilahkan nabi Muhammad untuk
menikmatinya bersama para undangan. Beliau menjawab :

“ Tidak (maaf) berhubung binatang ini tidak terdapat di kampong


kaumku, aku jijik padanya. Kata Khalid : “Segera aku memotong dan
memakannya, sedang Rasululloh melihat padaku.”
Tindakan Khalid dan para sahabat yang menikmati daging biawak
tersebut disaksikan oleh nabi. Dan nabi tidak menyanggahnya.
Keengganan beliau memakannya itu disebabkan oleh karena jijik.
4. Sifat, Keadaan dan Himmah (hasrat) Rasululloh saw.
Sifat-sifat dan keadaan beliau yang termasukunsur hadits ialah :
a. Sifat-sifat beliau yang dilukiskan para sahabat dan ahli tarikh, seperti
sifat-sifat dan bentuk jasmaniyah beliau dilukiskan oleh sahabat Anas
ra, sebagai berikut:

“Rosululloh itu manusia paling baik paras mukanya dan bentuk


tubuhnya. Beliau bukan orang tinggi dan bukan pula
pendek.”(Riwayat Bukhari Muslim)
b. Silsilah-silsilah, nama-nama dan tahun kelahiran yang telah ditetapkan
oleh para sahabat dan ahli tarikh. Contoh mengenai tahun kelahiran
belia useperti apa yang dikatakan oleh Qais bin Mahramah ra. Sebagai
berikut :

“Aku dan Rasululloh saw. Dilahirkan pada tahun Gajah”


c. Himmah (hasrat) beliau yang belum sempat di realisasikan. Misalnya
hasrat beliau untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura, seperti
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, ujarnya :

7
“dikala Rasululloh berpuasa di hari Asyura dan memerintahkan untuk
di puasai, para sahabat menghadap kepada nabi, mereka berkata : “Ya
Rasululloh, hari ini adalah hari yang di agungkan oleh orang yahudi
dan nasrani.”Sahut Rasululloh :”tahun yang akan dating, insya Alloh
aku akan berpuasa tanggal sembilan.”

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
1. Hadits menurut ahli hadits :
a. Pengertian terbatas Hadits yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan
sebagainya.

8
b. Pengertia yang luas, Hadits tidak hanya disandarkan kepada nabi
Muhammad tetapi juga mencakup perkataan, perbuatan, taqrir yang
disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in.
2. Kedudukan Hadits.
Para ulama’ sepakat bahwa hadits nabi adalah sumber hokum islam yang
kedua setelah Al-Qur’an, dan umat islam wajib melaksaakannya.
3. Fungsi Hadits.
a. Memperkuat Al-Qur’an.
b. Menjelaskan atau merinci aturan –aturan yang digariskan oleh Al-Qur’an,
baik berupa tafshil ataupun takhsish.
c. menetapkan hokum yang baru yang belum di atur secara eksplisit di dalam
Al-Qur’an.
4. Macam-macam Hadits.
Hadits ada yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir dan sifat-sifat nabi
yang lain.
B. Saran.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya pada
para pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
 Matsna Muhammad. 2004. Qur’an Hadits. Semarang : PT. Karya Toha
Putra.

9
10

Anda mungkin juga menyukai