Anda di halaman 1dari 3

Yuri Gagarin Pahlawan Indonesia

Yuri gargarin (1934-1968) adalah kosmonot Uni Soviet. Dia menjadi manusia pertama yang
mencapai luar angkasa,yaitu pada tanggal 12 April 1961 dengan menggunakan wahana Vostok 1.
Di Indonesia Gargarin juga mendapat penghargaan Bintang Mahaputra oleh Presiden Sukarno,
Sebuah wisma di kota Bogor juga diberikan sebagai hadiah untuk Gagarin, yang kini difungsikan
sebagai wisma Kedutaan Besar Rusia.

Ketika Demam Roket Mewabah


Peluncuran roket pertama di Indonesia dilaksanakan di Pakanewon Sanden, Bantul 24 Agustus
1963. Roket itu merupakan karya mahasiswa Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) yang
tergabung dalam Persatuan Roket Mahasiswa Indonesia (PRMI).Roket tersebut dinamakan
Gama-1, panjangnya 900mm,diameternya 76 mm. Peluncuran roket tersebut berhasil dilakukan
sampai mendapat sambutan yang luar biasa dari berbagai media massa,dan sampai terdengar ke
telinga presiden Sukarno,dan Departemen Riset Nasional memberikan bantuan dana untuk PRMI
merancang roket-roket selanjutnya.

Peluncuran roket Gama-1 mendorong Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengerjakan
proyek roket sendiri,dua roket ITB diluncurkan di Pantai Pameungpeuk,Garut. Roket tersebut
bernama Ganesha X-1A dan Ganesha X-1B yang memiliki Panjang 1,5 meter dan diameter
10cm,roketnya diluncurkan pada 6 Januari 1964. PRMI juga meluncurkan roket Gama-2 dan
Gama-3,pada 1 maret dan 1 agustus 1964.

“Mereka kemungkinan juga terdorong oleh situasi dunia di mana terjadi persaingan sengit antara
Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam eksplorasi luar angkasa,” tulis 50 Tahun (1962-2012)
Aeronautika dan Astronautika ITB.

Pada masa Perang Dingin, Uni Soviet dan Amerika bersaing dalam mengembangkan teknologi
roket hingga eksplorasi antariksa. Salah satu peristiwa yang memicu persaingan itu adalah
International Geophysical Years (IGY) tahun 1957-1958. Tujuan IGY untuk mengajak negara-
negara di dunia melakukan penelitian atmosfer dan luar angkasa demi tujuan sipil dan
perdamaian, yang selama ini dianggap terlalu dieksploitasi demi kepentingan militer.Berkat IGY
banyak negara meluncurkan roket-roket ilmiah,Indonesia juga terlibat dalam proyeg IGY.

“Sumbangan negara kita kepada Program Tahun Geofisika Internasional selama 1957-1958
begitu mengecewakan, sehingga negara kita dimasukkan ke dalam kategori black area atau
daerah hitam,” ujar Raden Jacob Salatun, tokoh perintis peroketan nasional, dalam
buku Lahirnya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

Kegagalan itu menjadi bahan pembelajaran Panitia Astronautika, yang dibentuk Dewan
Penerbangan pada 31 Mei 1962. Setelah itu mulailah panitia Astronautika mencari informasi
tentang roket di negara lain, dan Indonesia tertarik dengan roket kappa yang diproduksi Jepang.
Panitia Astronautika mengusulkan untuk mengimpor roket kappa untuk roket ionosfer/Angkasa
luar (proyek S),dewan penerbangan setuju namun keuangan Indonesia tidak memungkinkan.
Sambil menunggu terkumpulnya uang, Panglima Angkatan udara (Pangau) Omar Dhani
menyarankan agar AURI memulai pengembangan roket secara swasembada. Proyek tersebut
disetujui oleh Presiden Sukarno dan diserahkan kepada Pangau dan pada saat itu juga AURI
sedang mendirikan pabrik roket di Tasikmalaya.

Pangau Oemar Dhani mengeluarkan keputusan No 70/1963 tentang pembentukan proyek


Pengembangan Roket Ilmiah Militer Awal (PRIMA). Proyek ini, dimulai pada 1 September
1963, diketuai Laksamana Muda Budiardjo, deputi Menteri/Pangau urusan Logsitik, dengan
wakil Jacob Salatun. Karena ini adalah proyek AURI, pendanaan berasal dari swasembada
AURI. Proyek Prima dijalankan tim gabungan ITB,AURI,dan pusat industry Angkatan Darat.

Tujuan PRIMA adalah mengikutsertakan Indonesia kedalam pelaksanaan IQSY yang serupa
dengan IGY,Tim Indonesia berhasil menghasilkan roket berdiameter 250mm dengan berat
220Kg,yang diberi nama Kartika-1 oleh Presiden Sukarno. Peluncurannya dilakukan di pantai
Pameungpeuk,Garut,Jawa barat pada 14 Agustus 1964. Roket Kartika-1 dilengkapi sistem
telemetri yang bisa menerima sinyal satelit. Untuk menyambut keberhasilan ini, replika roket
Kartika-1 dipamerkan dalam parade perayaan hari ABRI 5 Oktober 1964. Tak lama, roket
Kartika-1 yang kedua diluncurkan pada November 1964.

Pada saat Proyek PRIMA belum menunjukkan kemajuan,maka muncl Kembali Proyek S yaitu
mengimpor roket Kappa. Presiden Sukarno memberikan persetujuan. Berdasarkan Keppres No
242/1963, Proyek S mendapat pembiayaan US$ 1 juta untuk pembelian sistem roket Kappa dari
Jepang, US$ 2 juta untuk pembelian keperluan penelitian dan pengembangan roket sendiri, serta
Rp 3 miliar untuk membuat pangkalan peluncuran roket. Pemerintah juga membentuk Lembaga
Penerbangan dan Angkasa Luar Nasional (Lapan). Pangau menunjuk Jacob Salatunsebagai
project officer proyek S.

Indonesia mengimpor 10 roket Kappa-8 dari Jepang. Setelah semua fasilitas tersedia, tiga roket
Kappa-8 pun meluncur ke angkasa; masing-masing pada 9, 11, dan 17 Agustus 1965, di Pantai
Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Lapan menganalisis dan menyampaikannya dalam Simposium
Space Science and Technology di Tokyo. Dari analisis Lapan: hasil cek radar, akselerasi dan
deselerasi roket memuaskan, sedangkan untuk penelitian fisika ionosfer dan fisika atmosfer
tercatat sebagian memuaskan. Laporan tersebut kemudian disampaikan kepada IQSY sebagai
bentuk kontribusi Indonesia dalam bidang penyelidikan atmosfer. Sayangnya, sisa tujuh roket
Kappa-8 tak sempat diluncurkan karena Peristiwa 30 September 1965.

Rencananya proyek ini akan diteruskan ke tahap industri besar, namun gagal karena peristiwa 30
September 1965. AURI dan Lapan dituduh terlibat dalam upaya kudeta terserbut. Pemerintah
Orde Baru seakan tak tertarik untuk mengembangkan teknologi roket. “Wernher von Braun,
insinyur Amerika Serikat yang roket rancangannya berhasil mengantar manusia sampai ke bulan,
sempat membuat grand plan sistem pembangunan roket di Indonesia untuk jangka waktu 11
tahun. Namun pemerintahan Orde Baru sulit menerima karena anggarannya terlalu mahal,” ujar
Adi Sadewo Salatun, putra Jacob Salatun yang mengikuti jejak ayahnya sebagai ahli peroketan di
Lapan, kepada Historia. “Saat itu Soeharto harus memilih antariksa atau penerbangan. Dia
akhirnya memilih penerbangan.”
Indonesia Bikin Bom Atom, Amerika Kelabakan
Pada 15 November 1964, Direktur Pengadaan Senjata Angkatan Darat Brigjen TNI Hartono

mengumumkan Indonesia akan menguji coba bom atom pada 1969. Dia mengatakan sekira 200

ilmuwan sedang bekerja memproduksi bom atom tersebut. Hingga pada 24 Juli 1965 Presiden

Sukarnomengumumkan bahwa Indonesia akan memproduksi Bom atomnya sendiri. Negara barat

dan sekutunya khawatir dan protes, banyak negara tidak terima dengan keputusan yang diambil

Sukarno sehingga melakukan penyelidikan serius tentang hal tersebut di Indonesia.

PADA 15 November 1964, Direktur Pengadaan Senjata Angkatan Darat Brigjen TNI Hartono

mengumumkan Indonesia akan menguji coba bom atom pada 1969. Dia mengatakan sekira 200

ilmuwan sedang bekerja memproduksi bom atom tersebut. Hal tersebut mengharuskan Indonesia

mengizinkak reactor nuklirnya diinspeksi IAEA,hal tersebut bertujuan untuk mengendalikan

Indonesia yang dikhawatirkan tidak mengembalikan uranimun dari Amerika Serikat. Namun,

prahara 1965 mengubah semuanya. Kekuasaan Sukarno terus melemah dan akhirnya jatuh.

Pemerintahan Soeharto sama sekali tak tertarik mengembangkan bom nuklir. Perjanjian nuklir

dengan Amerika Serikat yang dimiliki Indonesia sepenuhnya digunakan untuk tujuan ilmu

pengetahuan, pertanian, dan pembangunan perekonomian.

Anda mungkin juga menyukai