Anda di halaman 1dari 7

RESUME BENCANA

DISUSUN OLEH :

IRFANI FIKRI (11194561920007)

DOSEN PENGAJAR
M.SOBIRIN MOCHTAR, Ns., M.Kep
Nik. 1166052018124

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2021
SIAP SIAGAAN MENGHADAPI COVID 19 DI INDONESIA?

Covid-19 atau Novel coronavirus (2019-nCoV) adalah virus baru penyebab penyakit saluran
pernafasan yang berasal dari China.

Pemerintah telah membuat pedoman berdasarkan rekomendasi WHO (World Health Organization)
per tanggal 28 Januari 2020 untuk kesiapsiagaan menghadapi bahaya infeksi Covid-19 dengan tujuan
khusus mengenai:

1. Surveilans dan respons


2. Manajemen klinis
3. Pencegahan dan pengendalian infeksi
4. Pengelolaan specimen dan konfirmasi laboratorium
5. Komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat

Tujuan Utama

Dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi ancaman Covid-19 berpotensi Kedaruratan Kesehatan


Masyarakat (KKM) maka dilakukan surveilans, respon dini, dan pengawasan oleh semua pihak
termasuk telah disiapkan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana penanggulangan infeksi

1. Melakukan deteksi dini pasien dalam pengawasan/dalam pemantauan/probable/konfirmasi


Covid-19 di pintu masuk negara dan wilayah
2. Mendeteksi adanya peneluran dari manusia ke manusia
3. Menidentifikasi faktor risiko Covid-19
4. Mengidentifikasi daerah yang beresiko terinfeksi Covid19
5. Melakukan komunikasi dan edukasi kepada masayarakat yang berpergian
6. Deteksi dini dan respon dilakukan sesuai perkembangan situasi duinia yang dipantau dalam
situs resmi WHO (https://www.who.int/) sumber terpercaya dari pemerintahan/kementrian
kesehatan
7. Pencatatan dan pelaporan dilakukan secara berjenjang kepada Dirjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (P2P)
8. Manajemen Klinis ditujukan bagi tenaga kesehatan yang merawat pasien Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) berat baik anak-anak maupun dewasa di rumah sakit ketika dicurigai
adanya infeksi Covid-19, deteksi dini manifestasi klinis dilakukan menentukan waktu dan
teknis penanganan dengan gejala yang timbul mulai dari ISPA ringan, pneumonia, syok
septik, Acute Resporatory Distress Syndrome (ARDS) hingga terjadi sepsis.
9. Untuk pencegahan dan pengendalian infeksi Covid-19 dilakukan efektivitas strategi PPI
(Pencegahan dan Pengendalian Infeksi), yang meliputi pengendalian administrative yaitu
penyediaan infrastruktur dan kegiatan PPI yang berkesinambungan, pembekalan dan
pengetahuan petugas dan mengorganisir pelayanan kesehatan, juga pada hal ini dilakukan
pengendalian dan rekayasa lingkungan serta penggunaan secara rasional dan konsisten alat
perlindungan diri, kebersihan tangan akan membantu mengurangi penyebaran infeksi.

Pengelolaan specimen dan konfirmasi laboratorium dilakukan dengan memperhatikan kewaspadaan


universal untuk mencegah terjadinya penularan, jika hasil tes pemeriksaan negative pada specimen
tunggal, terutama jika specimen berasal dari saluran pernapasan atas, belum tentu mengidentifikasi
ketiadaan infeksi. Oleh karena itu harus dilakukan pengulangan pengembalian dan pnegujian
specimen sebanyak dua kali berturut-turut (pada hari berikutnya atau kondisi terjadi perburukan).
Specimen saluran pernapasan bagian bawah sangat direkoimendasikan pada pasien dengan gejala
klinis atau progresif. Adanya pathogen lain yang positif tidak menutup kemungkinan adanya infeksi
Covid-19.

Komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat (KRPM) yang sangat membantu penyebaran dan
pencegahan virus, membanagun kepercayaan public dan respon pemerintah serta penanggulangan
tanggap darurat kesehatan masyarakat terhadap penyebaran infeksi Covid-19

KRPM diadaptasi dari penduan dan pelatihan Risk communication and Community Engagement,
WHO bertujuan untuk:

1. Menyiapkan strategi komunikasi dan informasi dan ketidakpastian yang belum diketahui
2. Mengkaji kapasitas komunikasi
3. Mengidntifikasi actor utama dan membantuk kemitraan dengan komunitas atau swasta
4. Merencanakan aktivasi dan implementasi rencana kegiatan KRPM
5. Melatih anggota tim komunikasi risiko tentang rencana dan prosedur KRPM

Seperti yang sudah kita ketahui Covid-19 telah masuk ke Indonesia, dengan gejala klinis yaitu
demam, batuk, pilek, gangguan pernapasan, sakit tenggorokan, letih dan lesu. Tetapi kita tidak boleh
panik dan dianjurkan untuk tetap tenang dengan mengikuti panduan kemenkes dan WHO.

Beberapa cara sangat mudah untuk mencegah penyebaran virus ini, yaitu dengan menjaga tangan
anda tetap bersih, mencuci tangan sejam sekali atau ketika terlihat kotor, mencucui tangan dengan
menggunakan sabun atau cairan sanitizer yang mengandung alcohol, alasan mengapa kita harus
mencuci tangan adalah penyebaran virus ini lebih besar pada percikan, percikan akan menempel
dipermukaan tangan ketika kita menyentuh berbagai macam permukaan maka mencuci tangan
sangatlah penting.

Untuk anak-anak beritahukanlah kepada mereka bagaimana kuman menyebar, jangan buat mereka
semakin takut. pencegahan lain yang bisa dilakukan, menggunakan masker ketika berpergian,
mengkonsumsi gizi siembang, hati-hati kontak dengan hewan, rajin berolahraga dan cukup istrirahat,
jangan mengkonsumsi daging yang tidak masak, dan segera pergi kerumah sakit jika nampak gejala
seperti yang di sebutkan diatas.

Pemerintah telah semaksimal mungkin menyiapkan berbagai fasilitas untuk segala kemungkianan
yang terjadi, dan telah menyiapkan 100 rumah sakit yang siap mengobati pasien terinfeksi.maka, mari
sama-sama saling menjaga saudara kita dan juga terus mendukung pmerintah untuk melakukan yang
terbaik,semoga semua dari kita terlindung dari pesebaran Covid-19.

KEWASPADAAN UNIVERSAL TERHADAP BENCANA?

Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh
tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa
darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun
petugas kesehatan.Perawat sebagai petugas kesehatan yang memberikan pelayanan keperawatan dan
melakukan prosedur keperawatan baik yang invasive ataupun non invasive untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh pasien. Hal ini sangat berisiko
terpapar infeksi yang secara potensial membahayakan jiwanya, dan menjadi tempat dimana agen
infeksius dapat berkembang biak yang kemudian menularkan infeksi dari satu pasien ke pasien lain.
Oleh karena itu tindakan kewaspadaan universal sangat penting dilakukan.

PERBEDAAN GADAR KRITIS DENGAN KEPERAWATAN BENCANA?

GADAR KRITIS

keperawatan gawat darurat ini pada pengembangan pengetahuan, skill dan perilaku dengan penerapan
prinsip-prinsip dan konsep pemberian asuhan keperawatan klien yang mempunyai masalah aktual dan
potensial yang mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak dapat
diperkirakan dan tanpa disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan, dilaksanakan,
dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau kecacatan yang mungkin
terjadi.
KEPERAWATAN BENCANA

• Peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian


kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna
sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Depkes RI)

• Setiap kejadian yang mengakibatkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa


manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu
yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena (WHO)

• Situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tergantung pada cakupannya,
bencana ini bisa merubah pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal
menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial
masyarakat serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (Bakornas PB)

3 FASE PERAN DAN KOMPOTENSI PERAWAT DALAM MENEJEMEN BENCANA?

Menurut Barbara santamaria (1995), ada tiga fase dapat terjadinya suatu bencana yaitu:

a. Fase pre impactmerupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi didapat dari badan
satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase inilah segala persiapan dilakukan dengan baik
oleh pemerintah, lembaga dan masyarakat.

b. Fase impactmerupakan fase terjadinya klimaks bencanainilah saat-saat dimana manusia sekuat
tenaga mencoba untuk bertahan hidup, faseimpactini terus berlanjut hingga tejadi kerusakan dan
bantuan-bantuan yang darurat dilakukan.

c. Fase post impactmerupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase darurat. Juga
tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi kualitas normal. Secara umum pada
fase post impactpara korban akan mengalami tahap respons fisiologi mulai dari penolakan (denial),
marah (angry), tawar-menawar (bargaing), depresi (depression) hingga penerimaan (acceptance).

GANGGUAN FISIKOLOGIS PASCABENCANA DAN PENENGANANNYA?

Melalui penelitian terhadap korban gempa bumi Hanshin-Awaji, Jepang, pada 1995, Kato H dan
rekan-rekannya menemukan fakta bahwa para korban yang selamat, menderita gangguan tidur,
depresi, mudah marah, dan hipersensitif. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Masahiro Kokai
bersama tim penelitinya, yang diterbitkan dalam jurnal Psychiatry and Clinical Neurosciences (2004),
yang bertajuk ‘Natural Disaster and Mental Health in Asia’.
Penelitian tersebut kemudian menemukan istilah morbiditas psikiatri, yang mengacu pada kerusakan
fisik dan psikologis akibat kondisi kejiwaan. Hasil dari penelitian pun menunjukkan bahwa gangguan
kecemasan sebagai dampak langsung dari kejadian yang traumatis jamak ditemukan pada bulan
pertama setelah gempa. Umumnya, korban bencana mengalami depresi. Mereka biasanya akan
menganggur sambil terus memikirkan beban untuk kembali membangun rumahnya dan mengalami
kesulitan menyesuaikan diri di tempat relokasi.

Post-traumatic Stress Disorder (PTSD) Mengintai

Dari berbagai jenis gangguan jiwa, Post-traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan salah satu
jenis gangguan yang paling banyak dialami oleh korban bencana. PTSD adalah kondisi mental ketika
seseorang mengalami serangan panik yang dipicu oleh trauma pengalaman masa lalu. Mengerikannya
bencana alam yang dialami dapat menjadi salah satu hal yang mungkin membekas di pikiran para
korban. Itulah sebabnya banyak korban bencana alam yang rentan akan gangguan jiwa yang satu ini.

Meski dapat terjadi pada setiap orang, baik pria maupun wanita, dewasa maupun anak-anak, menurut
penelitian, PTSD lebih banyak dialami oleh para wanita. Sebab, wanita umumnya lebih sensitif
terhadap perubahan daripada pria, sehingga mereka akan mengalami emosi yang lebih intens. Selain
wanita, PTSD juga rentan terjadi pada anak-anak. Jika tidak ditangani dengan baik, akan terbawa
hingga usia dewasa.

Sebelum mengalami PTSD, biasanya akan terjadi fase akut yang berlangsung mulai dari 3 hari hingga
1 bulan pasca trauma (gangguan stres akut). Bila tidak ditangani dengan baik, gangguan stres akut itu
dapat berlanjut menjadi PTSD.

Perlu diketahui bahwa, di dalam otak manusia, terdapat bagian yang disebut amigdala. Amigdala
merupakan pusat rasa takut. Ketika terjadi gangguan psikologis akibat suatu kejadian, amigdala akan
teraktivasi dan mengirim sinyal ke berbagai otak lainnya. Seperti misalnya ketika amigdala mengirim
sinyal ke batang otak, terjadilah peningkatan denyut jantung (berdebar-debar) dan pembuluh darah
perifer menciut sehingga orang menjadi pucat.

Amigdala juga mengirim sinyal ke pusat yang mengatur pernapasan, sehingga napas orang yang
mengalami trauma menjadi pendek atau cepat. Peristiwa rasa takut yang hebat akan disimpan ke
bagian otak yang disebut hipokampus yang akan memunculkan berulang kali peristiwa traumatik
tersebut, tidak sama dengan penyimpanan memori biasa. Memori bencana traumatik disimpan lebih
dalam dan lama, sulit atau tidak mungkin hilang.
EVAKUASI DAN TRANSPORTASI PASCA BENCANA?

Peningkatan kejadian bencana alam selama dua dasawarsa terakhir melahirkan banyak gagasan
mengenai pengurangan dampak risiko kebencanaan baik dari sisi sosial maupun teknis, termasuk pada
bidang transportasi evakuasi. Perkembangan kaidah keilmuan dalam bidang pemodelan transportasi
evakuasi bergantung pada tipikal bencana alam serta pergerakan lalulintas saat proses evakuasi.
Konsep model transportasi untuk evakuasi dibagi dua bagian, pertama fokus pada kinerja jaringan
jalan dan kedua pada perilaku individu pengungsi. Model transportasi berbasis perilaku pengungsi
memiliki keuntungan, yaitu individu pengungsi dapat ditambahkan kemampuan dan pengetahuan
akan evakuasi, hanya pada konsep ini cakupan wilayah kajiannya sangat terbatas (mikro). Kemudian
konsep model transportasi berbasis kinerja jaringan jalan memiliki keuntungan dapat menangkap
fenomena pergerakan lalulintas akibat proses evakuasi dalam skala besar, di mana hasil utama
simulasi berupa waktu evakuasi dan identifikasi jalur padat, hanya saja model ini memerlukan
kecermatan dalam pengumpulan data, proses analisis, dan kalibrasinya. Adapun penerapan konsep
model berbasis kinerja jaringan jalan untuk kasus evakuasi bencana di Indonesia sangat aplikatif pada
tataran menetapkan rute evakuasi, di mana system optimized dan user optimized merupakan bagian
dari skenario pemodelan untuk mengoptimalkan kinerjanya.

Psikiater atau psikolog memegang peranan penting dalam upaya mengenali secara dini permasalahan
kesehatan mental akibat bencana, dan menentukan langkah penanganan yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai