Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI DASAR

DI SUSUN OLEH :
1. Ulfa Fithria (PO.71.39.1.20.042)
2. Lekat Okta Tri Puspita (PO.71.39.1.20.046)
3. Riandino Febriansyah (PO.71.39.1.20.048)
REGULER 1 B

DOSEN PEMBIMBING :
DEWI MARLINA.S.F.Apt,M.kes
ADE AGUSTIANINGSIH S,Farm.Apt

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN FARMASI
PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi
Percobaan 1 Membaca dan Mengkaji Resep Dokter
Percobaan 2 Pemilihan Hewan Coba
Pecobaan 3 Pemeliharaan Hewan Coba
Percobaan 4 Cara Pemberian Obat dan Pengambilan Spesimen Sampel Hewan Uji (Oral)
Percobaan 5 Cara Pemberian Obat dan Pengambilan Spesimen Sampel Hewan Uji
(Intraperitoneal, Intramuskular dan Subkutan)

Percobaan 6 Melakukan Euthanasia hewan Coba dengan Anastesi


PERCOBAAN 1

MEMBACA DAN MENGKAJI RESEP DOKTER

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan
obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Kemenkes, 2016). Resep yang baik harus
memuat cukup informasi yang memungkinkan ahli farmasi yang bersangkutan mengerti
obat apa yang akan diberikan kepada pasien.
Pengkajian resep adalah proses pengkajian terhadap penulisan resep oleh tenaga
kefarmasian yang dimulai dari seleksi administrasi, farmasetis, dan klinis baik pada resep
rawat jalan maupun rawat inap. Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya
masalah terkait obat (Kemenkes, 2016). Permasalahan yang timbul dalam pelayanan resep
diantaranya penulisan resep yang tidak terbaca, kurang lengkapnya informasi pasien, tidak
tercantumnya aturan pemakaian obat, dan tidak terdapat paraf dokter penulis resep
(Cahyono, 2008).
Pengkajian resep harus sesuai dengan yang tertulis dalam Permenkes Nomor 72 Tahun
2016, meliputi persyaratan administratif, farmasetis, dan klinis. Aspek administratif
merupakan skrining awal pada saat resep dilayani di farmasi. Aspek administratif meliputi
nama pasien, umur, jenis kelamin, berat badan pasien, tinggi badan pasien, nama dokter,
nomor izin, alamat, 2 paraf dokter, tanggal resep, dan ruangan atau unit asal resep. Skrining
administratif perlu dilakukan karena berkaitan dengan kejelasan tulisan obat, keabsahan
resep, dan kejelasan informasi di dalam resep. Ketidaklengkapan resep pada aspek
administratif dapat menyebabkan medication error. Akibat medication error dapat
menimbulkan kegagalan terapi dan efek obat yang tidak diharapakan sehingga merugikan
pasien (Megawati danSantoso, 2017).
B. Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa mengenal tulisan dokter, mampu membacanya dengan benar,
mengenal beberapa macam obat dengan nama dagang (brand name) dan kemudian
mengetahui indikasinya. Sehingga mahasiswa dapat melakukan penyediaan obat sesuai
dengan resep dokter dan menuliskan copy resep dokter dengan benar ketika dibutuhkan.
Mahasiswa dapat melakukan kajian peresepan berdasarkan indicator WHO.
C. Prinsip Praktikum
Pada praktikum ini semua mahasiswa mendapatkan comtoh resep-resep dokter.
Masing-masing mahasiswa menerima resep, memeriksa kelengkapan resep, memeriksa
kelengkapan lain,
Bab II
Tinjauan Pustaka
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi
izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola
apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien
(Syamsuni,2006 ) Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal
lebar 10-12 cm dan panjang 15-20 cm. Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter
dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam
pemberian obat. Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan kefarmasian,
oleh karena itu tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak.
Resep harus mudah dibaca dan mengungkap dengan jelas apa yang harus diberikan.
Idealnya resep obat yang diberikan kepada pasien tidak mengandung kesalahan dan berisi
seluruh komponen yang diperlukan pasien. Apabila apoteker menganggap pada resep tidak
dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, Apoteker hanya menanyakan kepada penulis
resep. Resep disebut juga formulae medica
1. Formulae officinalis yaitu resep yang tercantum dalam buku Farmakope atau buku lainnya
yang merupakan standar.
2. Formulae megistralis yaitu resep yang ditulis oleh Dokter.
Format Penulisan Resep Menurut Jas (2009), resep terdiri dari 6 bagian :
1. Inscriptio : Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat,tanggal penulisan resep.
Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Sebagai identitas dokter
penulis resep. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep
pada praktik pribadi
2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya ambilah
atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek.
3. Prescriptio/Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan.
4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu
pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.
5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan
keabsahan resep tersebut.
6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan umur pasien. Teristimewa untuk obat
narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat).
Bab III
Metode Kerja
A. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan:
1. Resep Dokter
2. ISO
3. Daftar Obat Esensial

B. Cara Kerja
Pada praktikum ini semua mahasiswa mendapatkan contoh resep-resep dokter.
Masing-masing mahasiswa menerima resep, memeriksa kelengkapan resep, memeriksa
kelengkapan lain,, menuliskannya dalam kolom seperti tertulis dibawah ini :
1. Nama Dokter dan Alamat
2. Tanggal Penulisan Resep
3. Nama Obat dan Sediaan obat serta Kekuatan (Kadar)
4. Penulisan kadar obat dan Jumlah Obat
5. Membaca Signatura
6 Membaca Keterangan Tambahan dalam Resep
7. Nama dan Alamat pasien( Identitas)
8. Jumlah Obat ( ditulis dengan No.) Nomero..
9. Sediaan Obat (Tertulis diresep) dengan Singktan.. Tab; Fls; Syr: dsb Perhatikan
Signa. Tertulis di resep dengan tulisan. Seperti Berikut ( Sue;atau Sun; atau S 2
dd1 C; S3 dd Cth I; S3dd1tab ; S4 dd gtt II ; dsb
10. Melakukan Kajian Resep menurut indikator WHO. Antara lain:
a. Rata-rata jumlahobatperencounter ( lembar Resep)
b. Persentase obat yang diresepkan dengan nama generik
c. Persentase penulisan antibiotik yang diresepkan
d. Persentase penulisan obat injeksi/suntikan diresepkan
e. Persentaseobat yang diresepkandari daftar obat esensial atau formularium.
Contoh Bentuk Lembar Kajian : Jumlah R/ dan Indikasi yang diharapkan.
No Resep indikasi yang diharapkan.
No Resep Indikator
R/

(Sebutkan)

1 R/

R/
Bab IV
Hasil Percobaan dan Pembahasan
A. Hasil Percobaan
1. Resep 1

Rumah Sakit Hermina


Jalan Basuki Rahmat No 897 Palembang 30127
Sumatera Selatan Telp 0711-352525
Dokter : dr H Ferry Usnizar Sp. PD, K-KV,
FINASIM
No SIP :
Palembang, 21/06/19
R/ Vesicare no xxx
1 dd malam
R/ Levovid no xx
1 dd siang
R/ Nutriflam Neo cap no xxx
3 dd 1
Harry Iskandar (Tn)
a. Kelengkapan Resep

No Kelengkapan Resep Ada Tidak Ada

1 Nama dokter dan alamat dokter

2 Tanggal penulisan resep

3 Nama obat, sedian obat, serta kekuatan kadar

4 Penulisan kadar obat dan jumlah obat

5 Signatura

6 Keterangan tambahan dalam resep

7 Nama pasien

8 Jumlah obat (ditulis dengan No ) Nomero

9 Sediaan obat (tertulis diresep) dengan singkatan: Tab, Syr, ..

b. Kajian Resep menurut Indikator WHO

No. Indikator Perhitungan

1 Rata-rata jumlah obat per-encounter =3

2 Persentase obat yang diresepkan dengan nama generik x 100% = 0%

3 Persentase antibiotik yang diresepkan x 100% =


33,3%

4 Persentase penulisan obat injeksi/disuntikkan diresepkan x 100% = 0%

Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial atau x 100% = 0%
5
formularium

c. Indikasi Obat
No. Nama Obat Indikasi

1 R/ Vesicare Untuk merilekskan kerja otot pada kandung kemih dan


meningkatkan kemampuan untuk mengontrol buang
air kecil (ISO Vol 52 hal 407)

2 R/ Levovid Antibiotik, infeksi saluran kemih (ISO Vol 52 hal


102)

3 R/ Nutriflam Neo Vitamin untuk nyeri(neuropati)

d. Pembahasan
Resep 1
Berdasarkan resep yang diberikan dokter beserta indikasi obat pasien ini diduga bahwa
pasien menderita penyakit infeksi saluran kemih, vesicare diberikan untuk mengatur
frekuensi buang air kecil. Levovid dibeikan sebagai antibiotik saluran kemih dan nutriflam
neo diberikan untuk vitamin neuropati atau untuk nyeri pada saluran kemih.

2. Resep 2

Rumah Sakit Hermina


Jalan Basuki Rahmat No 897 Palembang
30127 Sumatera Selatan Telp 0711-352525
Dokter : Dokter : dr H Ferry Usnizar Sp. PD,
K-KV, FINASIM
No SIP :
R/ Fg Troches No V
3 dd ½ tab isap
R/ Salicyl Talk No I
Sue
R/ Ctm Tab ½
m f pulv dtd no VI
s 3 dd I pulv
Nama Pasien Haura Nazihah AN (pr)

a. Kelengkapan Resep
No. Kelengkapan Resep Ada Tidak Ada
1 Nama dokter dan alamat dokter
2 Tanggal penulisan resep
3 Nama obat, sedian obat, serta kekuatan kadar
4 Penulisan kadar obat dan jumlah obat
5 Signatura
6 Keterangan tambahan dalam resep
7 Nama pasien
8 Jumlah obat (ditulis dengan No ) Nomero
9 Sediaan obat (tertulis diresep) dengan singkatan: Tab, Syr, ..

b. Kajian Resep menurut Indikator WHO


No. Indikator Perhitungan
1 Rata-rata jumlah obat per-encounter =3

2 Persentase obat yang diresepkan dengan nama generik 1


100%
3
= 33,3 %
3 Persentase antibiotik yang diresepkan 1
100%
3
= 33,3 %
Persentase penulisan obat injeksi/disuntikkan diresepkan 0
4 100% = 0%
3
Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial atau 1
100%
5 formularium 3
= 33,3 %

c. Indikasi Obat
No. Nama Obat Indikasi
1 R/ Fg Troches Untuk radang tenggorokan dan antibiotik (ISO Vol 50 hal 228)
2 R/ Salicyl talk Untuk mengurangi gatal akibat biang keringat (ISO Vol 50 hal 340)
3 R/ CTM Tab Untuk anti alergi (antihistamin) (ISO Vol 50 Hal 69)
d. Pembahasan
Resep 2
Dari Indikasi resep yang diberikan, diduga pasien menderita penyakit batuk, pilek dan
ruam kulit. Fg Troches diberikan untuk mengobati radang tenggorokan, Salicy talk untuk
ruam kulit atau kulit gatal serta CTM Tab untuk anti alergi.
3. Resep 3

APOTEK TAKA PALEMBANG

JL. WAY HITAM NO.89A SIRING AGUNG ILIR


BARAT I PALEMBANG

Telp. : (0711) 7426572


No 001

Dokter drg. Hj.Ade ousela, MM

Pro : Sofian anwar

Umur : 68 th

Palembang, 21 januari 2021

R/ lapimox 500 mg tab No. X

S 3 dd 1

R/ paracetamol 500 mg No. X

S 3dd 1

a. Kelengkapan resep

Kelengkapan resep Ada Tidak


Nama dokter 
Alamat dokter 
Tanggal penulisan resep 
Sip dokter 
Kadar obat dan jumlah obat 
Signatura 
Keterangan tambahan dalam resep 
Nama pasien 
Alamat pasien 
Umur pasien 
Jumlah obat (ditulis dengan No.) Nomero 
Sediaan obat (tertulis diresep) dengan singkatan 
Nama obat 
Nomor resep 
Paraf apoteker 

b. Kajian Resep Menurut Indikator WHO


• rata-rata jumlah obat per encounter (lembar resep)
2/1 = 2
• persentase obat yang diresepkan dengan nama generik
1/2 x 100% = 50%
• persentase penulisan antibiotik yang diresepkan
1/2 x 100% = 50%
• persentase penulisan obat injeksi/suntikan diresepkan
0/2 x 100% = 0%
• persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial atau formularium
1/2 x 100% = 50%

c. Indikasi Obat

No Resep Indikasi
1 R/ lapimox Profilaksis endokarditis bakterial bagi penderita
yang akan cabut gigi (iso vol 52 tahun 19 hal 83)
2 R/ paracetamol Meringankan rasa sakit pada keadaan sakit
kepala, sakit gigi dan menurunkan demam (iso
vol 52 tahun 19 hal 31)

d. Pembahasan
Resep 3
Berdasarkan indikasi dari masing-masing obat maka diduga bahwa Tuan sofian anwar
memiliki penyakit sakit gigi dan akan melakukan cabut gigi.

4. Resep 4

APOTEK TAKA PALEMBANG

JL. WAY HITAM NO.89A SIRING AGUNG ILIR


BARAT I PALEMBANG

Telp. : (0711) 7426572


Dokter :dr.Bella Nurindalia

Pro : Sakdaya

Umur : 68 th

Palembang, 07 Januari 2021

R/ loratadin tab No. X

S 1dd 1 tab

R/ Dexa tab No. X

S 2dd 1 tab

a. Kelengkapan resep

Kelengkapan resep Ada Tidak


Nama dokter 
Alamat dokter 
Tanggal penulisan resep 
Sip dokter 
Kadar obat dan jumlah obat 
Signatura 
Keterangan tambahan dalam resep 
Nama pasien 
Alamat pasien 
Umur pasien 
Jumlah obat (ditulis dengan No.) Nomero 
Sediaan obat (tertulis diresep) dengan singkatan 
Nama obat 
Nomor resep 
Paraf apoteker 
b. Kajian Resep Menurut Indikator WHO
 Rata-rata jumlah obat per enencounter
2/1 = 2
 Presentase obat yang diresepkan dengan nama generik
2/2 x 100% = 100%
 Presentase penulisan antibiotik yang di resepkan
0/2 x 100% = 0%
 Presentase penulisan obat injeksi/suntikan diresepkan
0/2 x 100% = 0%
 Presentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial atau formularium :
2/2 x 100% = 100%

c. Indikasi Obat

No Resep Indikasi
1 R/ loratadin dapat mengatasi gejala alergi, seperti
bersin-bersin, pilek, hidung tersumbat,
dan ruam kulit yang terasa gatal. Gejala
alergi ini bisa muncul akibat paparan
alergen, misalnya debu, bulu hewan,
gigitan serangga, atau makanan. (ISO Vol
52 hal 68)
2 R/ Dexa Rhinitis alergi, dermatitis kontak, penyakit
serum. (ISO Vol 52 hal 215)

d. Pembahasan
Resep 4
Berdasarkan indikasi dari masing-masing obat maka diduga bahwa nyonya sakdaya
memiliki penyakit alergi pada kulit atau ruam kulit.
5. Resep 5

MURNI TEGUH
MEMORIAL HOSPITAL
Jl.jawa no.2(sp) jl veteran medan 20231 Sumatera Utara-Indonesia
Telp.(+62) 61 8050 3 258 160 (+62)61 8050 1 737
Fax (+62)61 8060 1 800 website www.rsmurnihteguh.com
Medan, 02 –03 – 2021
Dokter :dr. Arya spot
No sip :
Alergi :
o Iya
 Tidak

R/ Dermfactor No VI (5)

R/ Octedine Spray No VI (5)

R/ Octedine Gel III (3)

Pasien : Erwin Purba


No Rekam Me : OP2006225080-20
Umur / Tgl Lahir : 47 thn / 01 Desember 1973
Berat Badan : 60 kg
Jenis Kelamin : Laki-laki

a. Kelengkapan Resep

No Kelengkapan Resep Ada Tidak


Ada

1. Nama Dokter dan Alamat √

2. Tanggal Penulisan Resep √

3. Nama Obat dan Sediaan Obat serta Kekuatannya (Kadar) √

4. Penulisan Kadar Obat dan Jumlah Obat √

5. Membaca Signatura √

6. Membaca Keterangan Tambahan dalam Resep √


7. Nama dan Alamat Pasien (Identitas) √

8. Jumlah Obat (ditulis dengan nomero) √

9. Sediaan Obat (Tertulis di Resep)dgn singkatan tab,fls,syr,dsb √

b. Kajian Resep Menurut Indikator WHO


1. rata-rata jumlah obat per encounter (lembar resep)
3/1 = 3
2. persentase obat yang diresepkan dengan nama generik
0/3 x 100% = 0%
3. persentase penulisan antibiotik yang diresepkan
0/3 x 100% = 0%
4. persentase penulisan obat injeksi/suntikan diresepkan
0/3x 100% = 0%
5. persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial atau formularium
0/3 x 100% = 0%

c. Indikasi Obat
No Resep Indikasi
1 R/ Dermfactor Dapat digunakan untuk sayatan bedah,luka
kronis,terutama pada luka yang sulit disembuhkan.
2 R/ Octadine Spray Digunakan dibagian luka yang telah atau dapat
terinfeksi seperti luka bakar
minor,lepuhan,laserasi,abrasi dan luka lainnya
yang menyebabkan hilangnya kulit.
3 R/ Oktedine Gel Merupakan pertolongan secara cepat pada luka
dikulit dan mukosa serta mencegah infeksi.

d. Pembahasan
Resep 5
Berdasarkan indikasi dari masing-masing obat maka diduga bahwa tuan Erwin
memiliki infeksi karena luka bakar pada kulit.
6. Resep 6

Dinas Kesehatan Kota Pagae Alam


UPTD Puskesmas Pengandonan
Jl. Mekar alam Kec.Pagar Alam Utara kota pagar alam
Dr.Dina Fitriananda
Sip.508/DINKES/2017
Pagar Alam, 04/03/2021

R/ PCT X
S3dd 1

R/ Cetirizine X
S2dd 1

R/ Vit C X
S1dd

R/ Amlodipine 5mg X
S1dd 1

Pro : Suparman
Umur : 53 tahun
Alamat : blkng SMA
Resep jangan diganti tanpa seizing dokter

a. Kelengkapan Resep

No Kelengkapan Resep Ada Tidak


Ada

1. Nama Dokter dan Alamat √

2. Tanggal Penulisan Resep √

3. Nama Obat dan Sediaan Obat serta Kekuatannya (Kadar) √

4. Penulisan Kadar Obat dan Jumlah Obat √

5. Membaca Signatura √

6. Membaca Keterangan Tambahan dalam Resep √

7. Nama dan Alamat Pasien (Identitas) √

8. Jumlah Obat (ditulis dengan nomero) √

9. Sediaan Obat (Tertulis di Resep)dgn singkatan…tab,fls,syr,dsb √


b. Kajian Resep Menurut Indikator WHO :
1. rata-rata jumlah obat per encounter (lembar resep)
4/1 = 4
2. persentase obat yang diresepkan dengan nama generik
4/4 x 100% = 100%
3. persentase penulisan antibiotik yang diresepkan
0/4x 100% = 0%
4. persentase penulisan obat injeksi/suntikan diresepkan
0/4 x 100% = 0%
5. persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial atau formularium
3/4x 100% = 75%

c. Indikasi Obat

No Resep Indikasi

1. PCT Meredakan nyeri ringan hingga sedang seperti sakit


kepalah,sakit gigi,nyeri otot,serta menurunkan demam. (ISO
Vol 50 hal 37)

2. Cetirizine Berfungsi untuk meredakan gejala alergi seperti mata dan


hidung berair,gatal pada mata dan hidung,bersin-bersin dan
gatal pada kulit. (ISO Vol 50 hal 68)

3. Vit C Meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu proses


pemulihan. (ISO Vol 50 hal 497)

4. Amplodipine Digunakan untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah


tinggi dan membantu mencegah nyeri dada pada pasien
angina pectoris. (ISO Vol 50 hal 286)

d. Pembahasan
Resep 6
Berdasarkan indikasi dari masing-masing obat maka diduga bahwa Tuan suparman
mengalami demam yang disertai dengan gejala alergi mata dan hidung berair serta
mengalami tekanan darah tinggi atau hipertensi.
B. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan sebuah resep yang lengkap harus memuat
Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, atau dokter hewan, Tanggal dan
tempatizin praktek dokter, dokter gigi, atau dokter hewan, Tanggal tempat ditulisnya resep
(inscriptio), Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan ditulisnya resep (inscriptio), Tanda
R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio), Nama setiap obat, jumlahnya dan
bentuk yang akan resep (invocatio), Nama setiap obat, jumlahnya dan bentuk yang akan
dibuat (praescriptio/ordonatio), Aturan pemakaian obat yang tertulis dibuat
(praescriptio/ordonatio), Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura), Identitas pasien
dan Tanda tangan atau paraf dokter penulis (signatura), Identitas pasien dan Tanda tangan
atau paraf dokter penulis resep (subscriptio).
Dalam mengartikan suatu resep obat dibutuhkan ketelitian dan kemampuan ketika
menerjemahkan tulisan dokter. Karena jika terjadi kesalahan dalam pemberian obat kepada
pasien, hal ini akan merugikan dan membahayakan pasien. Oleh karena itu sebagai tenaga
kefarmasian dituntun ketelitian dalam mengambil keputusan dan jika ada keraguan dalam
membaca suatu resep hendaknya ditanyakan kepada dokter yang bersangkutan, sehingga
dapat meminimalisir adanya kesalahan dalam membaca resep.
Daftar Pustaka

Kasim. Fauzi., dkk. 2015. ISO Indonesia Vol 50. Jakarta. Isfi Penerbitan.
Kasim. Fauzi., dkk. 2019. ISO Indonesia Vol 52. Jakarta. Isfi Penerbitan.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Daftar Obat Esensial Nasional.
Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Mangunsong, Sonlimar., dkk. 2016. Buku Panduan Praktikum Farmakologi 2016/2017.
Palembang. Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Farmasi.
Sirait. Midian., dkk. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Percobaan 2
Pemilihan Hewan Coba

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Untuk mendapatkan penelitian ilmiah yang baik, maka semua aspek dalam protokol
penelitian harus direncanakan dengan seksama, termasuk dalam pemilihan hewan
percobaan, penting untuk memastikan bahwa penggunaan hewan percobaan merupakan
pilihan terakhir dimana tidak terdapat cara lain yang bisa menggantikannya.
Rustiawan menguraikan beberapa alasan mengapa hewan percobaan tetap diperlukan
dalam penelitian khususnya di bidang kesehatan, pangan dan gizi antara lain:
1. keragaman dari subjek penelitian dapat diminimalisasi,
2. variabel penelitian lebih mudah dikontrol,
3. daur hidup relatif pendek sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat
multigenerasi,
4. pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap materi
penelitian yang dilakukan,
5. biaya relatif murah,
6. dapat dilakukan pada penelitian yang berisiko tinggi,
7. mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan karena kita
dapat membuat sediaan biologi dari organ hewan yang digunakan,
8. memperoleh data maksimum untuk keperluan penelitian simulasi, dan
9. dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan toksisitas
Berdasarkan tujuan penggunaan hewan uji, maka hewan uji dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Exploratory (penyelidikan) Hewan Uji ini digunakan untuk memahami mekanisme
biologis, apakah termasuk mekanisme dasar yang normal atau mekanisme yang
berhubungan dengan fungsi biologis yang abnormal.
2. Explanatory (penjelasan) Hewan Uji ini digunakan untuk memahami lebih banyak
masalah biologis yang kompleks.
3. Predictive (perkiraan) Hewan Uji ini digunakan untuk menentukan dan mengukur akibat
dari perlakuan, apakah sebagai cara untuk pengobatan penyakit atau untuk
memperkirakan tingkat toksisitas suatu senyawa kimia yang diberikan.
Agar tujuan dari percobaan tercapai dengan baik, secara efektif dan efisien maka
didalam memilih hewan percobaan penting untuk mempertimbangkan beberapa faktor
berikut
a. Apakah hewan percobaan tersebut memiliki fungsi fisiologi, metabolik dan prilaku serta
juga memiliki proses penyakit yang sesuai dengan subyek manusia atau hewan lain juga
dimana hasil penelitian tersebut akan digunakan.
b. Apakah dari sisi karakteristik biologi maupun prilaku hewan tersebut cocok dengan
rencana penelitian atau percobaan yang dilakukan (misalnya cara penanganan, lama
hidup, kecepatan berkembang biak, tempat hidup dsb.). hal ini sangat berguna alam
pelaksanaan penelitian atau percobaan dengan hewan
c. Apakah tinjauan kritis dari literatur ilmiah menunjukkan spesies tersebut telah
memberikan hasil yang terbaik untuk penelitian sejenis atau termasuk hewan yang
paling sering digunakan untuk penelitian yang sejenis.
d. Apakah spesimen organ atau jaringan yang akan digunakan dalam penelitian itu
mencukupi pada hewan tersebut dan dapat diambil dengan prosedur yang
memungkinkan.
e. Apakah hewan yang akan digunakan dalam penelitian memiliki standar yang tinggi baik
secara genetik maupun mikrobiologi.
B. Tujuan Praktikum
Untuk mengukur tingkat kesehatan hewan uji mencit (mus musculus) dengan metode
BCS (Body Condition Scoring)
C. Prinsip Praktikum
Pengukuran kesehatan Tikus dengan meraba bagian tulang sacroiliac (tulang antara tulang
belakang hingga ke tulang kemaluan) dengan dengan menggunakan jari dan mencocokannya
dengan nilai BSC.
Bab II
Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, juga harus diterapkan
prinsip 3 R dalam protokol penelitian, yaitu: replacement, reduction, dan refinement .
Replacement adalah banyaknya hewan percobaan yang perlu digunakan sudah diperhitungkan
secara seksama, baik dari penelitian sejenis yang sebelumnya, maupun literatur untuk
menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel
atau biakan jaringan. Replacement terbagi menjadi dua bagian, yaitu: relatif (sebisa mungkin
mengganti hewan percobaan dengan memakai organ/jaringan hewan dari rumah potong atau
hewan dari ordo lebih rendah) dan absolut (mengganti hewan percobaan dengan kultur sel,
jaringan, atau program komputer). Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam
penelitian seminimal mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah minimal
biasa dihitung menggunakan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) >15, dengan n adalah jumlah
hewan yang diperlukan dan t. Refinement, yag dimaksud adalah hewan yang dipilih harus
berkualitas dari spesies yang sesuai untuk aktivitas ilimiah.
Berikut beberapa spesies hewan uji beserta karakteristiknya serta seringnya peneliti
menggunakannya:
1. Rodent (binatang pengerat)
Hewan pengerat yang yang digolongkan sebagai tikus, telah digunakan sebagai hewan
laboratorium selama lebih dari 100 tahun. Beberapa, jenis tikus telah mengalami perubahan
genetik untuk meminimalkan dan mengendalikan variabel asing yang dapat mengubah hasil
penelitian dan untuk keperluan penelitian. tikus juga merupakan hewan yang reprodusible
sehingga tersedia dalam jumlah yang cukup untuk penelitian yang memerlukan banyak hewan
coba. Terdapat berbagai macam jenis tikus diantaranya :
a. Tikus Biobreeding
Tikus ini merupakan tikus rentan terkena DM tipe 1, sehingga tikus ini banya digunakan dan
banyak berperan dalam penemuan obat DM tipe 1
b. Tikus Putih Galur Sprague Dawley
Keuntungan utama pada hewan ini adalah ketenangan dan kemudahan penanganan (jinak),
Berat dewasa antara 250-300 g untuk betina, dan 450 – 520 g untuk jantan. Usia hidup antara
2, 5 – 3, 5 tahun. Ekornya lebih panjang daripada tikus galur wistar,berkembang biak dengan
cepat. Tikus ini paling banyak digunakan dalam penelitian – penelitian biomedis seperti
toksikologi, uji efikasi dan keamanan, uji reproduksi, uji behavior/perilaku, aging,
teratogenik, onkologi, nutrisi, dan uji farmakologi lainnya. Contoh contoh penelitian yang
dilakukan antara lain Studi infeksi maternal dan fetal, Studi efek diet pre-natal tinggi garam
pada keturunan , studi efek status seks dan hormonal pada stress yang diinduksi kerusakan
memori, Studi gen ostocalcin spesifik stulang pada tikus, dan Studi eksitabilitas hippocampus
selama siklus estrus pada tikus. Tikus ini pertama dihasilkan oleh peternakan Sprague
Dawley- (kemudian menjadi Sprague Dawley-Animal Perusahaan) di Madison, Wisconsin
pada tahun 1925
c. Tikus galur wistar
Tikus galur wistar memiliki bobot yang lebih ringan dan lebih galak daripada galur Sprague
dawley. Tikus ini banyak digunakan pada penelitian toksikologi, penyakit infeksi, uji efikasi,
dan aging.
d. Tikus Mungil Alias Mencit
Mencit berbeda dengan tikus, dimana ukurannya mini, berkembang biak sangat cepat, dan
99% gennya mirip dengan manusia. Oleh karena itu mencit sangat representative jika
digunakan sebagai model penyakit genetic manusia (bawaan). Selain itu, mencit juga sangat
mudah untuk di rekayasa genetiknya sehingga menghasilkan model yang sesuai untuk
berbagai macam penyakit manusia. Selain itu, mencit juga lebih menguntungkan dalam hal
kemudahan penanganan, tempat penyimpanan, serta harganya yang relatif lebih murah.
2. Kelinci
Kelinci juga merupakan hewan uji yang sering digunakan selain tikus. Contohnya kelinci
albino Hewan ini biasanya digunakan untuk uji iritasi mata karena kelinci memiliki air mata
lebih sedikit daripada hewan lain dan sedikitnya pigmen dimata karena warna albinonya
menjadikan efek yang dihasilkan mudah untuk diamati. Selain itu, kelinci juga banyak
digunakan untuk menghasilkan antibody poliklo

Body Condition Scoring (BCS)


Komite Penanganan Hewan Universitas McGill (UACC) merekomendasikan
penggunaan Penilaian Kondisi Tubuh (BCS) untuk menilai endpoint klinis hewan. BCS
merupakan penilaian yang cepat, non-invasif dan efektif dalam menilai kondisi fisik hewan.
Dalam banyak kasus, BCS adalah titik akhir klinis yang lebih baik daripada berat badan.
Penggunaan berat badan saja tidak dapat membedakan antara lemak tubuh atau simpanan otot.
Berat badan hewan yang kurang dapat tertutupi oleh kondisi abnormal (misalnya pertumbuhan
tumor, akumulasi cairan ascetic, dan pembesaran organ) atau pada kondisi normal (misalnya
kehamilan). selain itu jika suatu hewan telah kehilangan berat badan lebih dari 20% namun
berdasarkan penilaian BCS kondisinya masih di nilai 3 (BCS 3) maka mungkin belum perlu
dilakukaan euthanasia segera. Dengan demikian, BCS adalah penanda yang lebih
komprehensif dan akurat untuk kesehatan hewan dibandingkan kehilangan berat badan.
Nilai BCS yang kurang dari 2 biasanya akan dianggap sebagai titik akhir klinis. Endpoint
klinis lain juga dapat dilaporkan seperti penurunan perilaku eksplorasi, keengganan untuk
bergerak (penurunan penggerak / mobilitas), postur membungkuk, piloereksi (rambut berdiri),
dehidrasi sedang hingga berat (mata cekung, lesu), nyeri tak henti-hentinya (misalnya distress
vokalisasi).

Cara menilai Body Condition Scoring (BCS)


berisi lemak atau daging.

BCS Nilai 2- Tikus di bawah kondisi standart

BCS Nilai 3- Tikus dalam kondisi yang baik

tampak berisi. Tulang pelvic dorsal sedikit teraba


BCS Nilai 4- Tikusdi atas kondisi standart

kulit.
BCS Nilai 4- Tikus obese
BAB III
Metode Kerja
A. Alat dan Bahan
Alat :
1. Sarung tangan
2. Kandang tikus
3. Alat pelindung diri
Bahan yan digunakan
1. –
B. Hewan yang Digunakan
Hewan yang digunakan adalah tikus jantan, galur lokal dengan berat badan 100g -200g
C. Cara Kerja
Pengerjaan Praktikum
1. Siapkan 2 ekor Tikus
2. Letakkan satu ekor Tikus di atas kandang yang terbuat dari kawat
3. Biarkan Tikus dalam posisi istirahat
4. Amatilah kondisi tulang belakang Tikus hingga ke tulang dekat kemaluan (bokong)
5. Secara perlahan-lahan sentulah (rabalah) bagian tulang belakang hingga ke
tulang bokong
6. Catatlah hasil pengamatan dan perabaan serta ulangi untuk 4 tikus yang lain.
BAB IV
Hasil Pecobaan dan Pembahasan
A. Hasil Percobaan
Pelaporan Praktikum
Data pengamatan dan hasil perabaan pada tikus :

Hasil
No Tikus Berat badan
Pengamatan Perabaan
1 176 g BCSNilai 2- Tikus Tikus dibawah kondisi standar
di bawah kodisi Tikus tanpak kurus. Tulang-tulang
standar masihkelihatan namun bilamana
diraba masih terasa adanya daging
atau lemak. Tampak atas sudah
tidak terlalu berlekuk lekuk,

2 168 g BCSNilai 2- Tikus Tikus dibawah kondisi standar


di bawah kodisi Tikus tanpak kurus. Tulang-tulang
standar masihkelihatan namun bilamana
diraba masih terasa adanya daging
atau lemak. Tampak atas sudah
tidak terlalu berlekuk lekuk,

B. Pembahasan
Didalam Praktikum Pemilihan Hewan Coba ini praktikan diharapkan mampu untuk
melakukan penilaian BCS (Body Condition Scoring) tehadap hewan coba yaitu tikus.
Penilaian Kondisi Tubuh (BCS) untuk menilai endpoint klinis hewan. BCS merupakan penilaian
yang cepat, non-invasif dan efektif dalam menilai kondisi fisik hewan. Dalam banyak kasus, BCS
adalah titik akhir klinis yang lebih baik daripada berat badan. Penggunaan berat badan saja tidak
dapat membedakan antara lemak tubuh atau simpanan otot. Berat badan hewan yang kurang dapat
tertutupi oleh kondisi abnormal (misalnya pertumbuhan tumor, akumulasi cairan ascetic, dan
pembesaran organ) atau pada kondisi normal (misalnya kehamilan).
C. Lampiran Praktikum
1. Pemegangan Tikus
2. Penandaan tikus

Tikus 1 Tikus 2
3. Penimbangan tikus

Hari
/ No.
1 2
Tikus

Hari
ke-0
Hari
ke-1

Hari
ke-2
Hari
ke-3

Hari
ke-4
Hari
ke-5

Hari
ke-6
Hari
ke-7
BAB V
Kesimpulan
Berdasarkan cara pengukuran body condition scoring(bcs) maka tikus nomor 1 dan 2
sama sama mendapati BCS nilai 2, yaitu tikus dibawah kondisi standar karena tikus tampak
kurus namun bilamana di pegang diraba masih terasa adanya daging.
Daftar Pustaka

Institut Teknologi Bandung. 2014. Panduan Perawatan dan Penggunaan Hewan Untuk Tujuan
Pendidikan dan Penelitan. Bandung. Institut Teknologi Bandung
Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta. Pusdik SDM Kesehatan
PERCOBAAN 3
Pemeliharaan Hewan Coba
Bab I
Pendahuluan

I. Latar Belakang
Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan, sebagai mahasiswa farmasi sudah seharusnya melihat hal-hal yang dengan
obat baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi
farmakologi dan toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain
secara umum pada keterkaitan yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat
sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh,biokimia,
danilmukedokteranklinik.
Jadi,farmakologi adalah ilmu yang mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan
menjembatani ilmu praklinik dan klinik.Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus
dengan farmasi, yaitu cara membuat,memformulasi, menyimpan, dan menyediakan
obat (Sudjadi Bagad, 2007).Suatu pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam
suatu pengamatansangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau obyek
tertentu untuk dapatmembantunya dan yang dapat pula dipergunakan sebagai subyek
dalam penelitianmenggunakan hewan-hewan percobaan.Penggunaan hewan percobaan
terus berkembang hingga kini. Kegunaan hewanpercobaan tersebut antara lain sebagai
subyek dari subyek yang diinginkan, sebagaimodel, di samping itu di bidang farmasi
juga digunakan sebagai alat untuk mengukurbesaran kualitas dan kuantitas obat
sebelum diberikan kepada manusia.Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam
penelitian, harus dipilihmana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang
akan dicapai.
Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-
persyaratantertentu, antara persyaratan lain keturunan dan lingkungan yang memadai
dalampengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidak diperoleh, serta
mampumemberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena
itu, kitaDapat dan lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai hewan
percobaan.Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan
sejakpuluhan tahun lalu. Agar tahu bagaimana cara kita sebagai mahasiswa
maupunsebagai seorang peneliti dalam hal ini melihat tentang kemampuan obat
padaseluruh aspeknya yang berhubungan dengan efek toksiknya maupun efek
sampingnyatentunya kita membutuhkan hewan percobaan atau hewan percobaan.
Hewan coba adalah hewanyang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologis.
Laboratorium Hewandi gunakan sebagai uji coba untuk pengaruh bahan kimia atau
obatpada manusia.dalam praktikum kali ini menggunakan mencit sebagai hewan
percobaan.
II. TUJUAN PERCOBAAN
Menghitungan perubahan berat badan Tikus dalam masa adaptasi selama 7 (tujuh)
hari.
III. Prinsip Percobaan
Perubahan berat badan Tikus dapat ditentukan dengan persen selisih berat badan
sebelum adaptasi dan sesudah adaptasi.
Bab II
Tinjauan Pustaka

I. DASAR TEORI
Penelitian ilmiah yang baik dimana digunakan hewan sebagai objek ataupun model
kajian, maka tata kerjanya dievaluasi oleh Komisi Etik Penggunaan Hewan. Oleh karena
itu, penggunaan hewan dalam kegiatan laboratorium pendidikan (praktikum) perlu selaras
tata caranya dan memenuhi kriteria etika penggunaan hewan percobaan.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian tetap harus dijaga hak-haknya yang
dikenal sebagai Animal Welfare seperti yang tercantum dalam five of freedom yang terdiri
dari 5 kebebasan yaitu :
1. Freedom from hunger and thirst.
Bebas dari rasa lapar dan haus, maksudnya adalah hewan harus diberikan pangan yang
sesuai dengan jenis hewan dalam jumlah yang proporsional, hiegenis dan disertai dengan
kandungan gizi yang cukup
2. Freedom from thermal and physical discomfort.
Hewan bebas dari kepanasan dan ketidak nyamanan fisik dengan menyediakan tempat
tinggal yang sesuai dengan prilaku hewan tersebut
3. Freedom from injury, disease and pain.
Hewan harus bebas dari luka, penyakit dan rasa sakit dengan melakukan perawatan,
tindakan untuk pencegahan penyakit, diagnosa penyakit serta pengobatan yang tepat
terhadap binatang peliharaan
4. Freedom to express most normal pattern of behavior.
Hewan harus bebas mengekspresikan perilaku norml dan alami dengan menyediakan
kandang yang sesuai baik ukuran maupun bentuk, termasuk penyediaan teman (binatang
sejenis) atau bahkan pasangan untuk berinteraksi sosial maupun melakukan perkawinan.
5. Freedom from fear and distresss.
Hewan bebas dari rasa takut dan penderitaan dilakukan dengan memastikan bahwa
kondisi dan perlakuan yang diterima hewan peliharaan bebas dari segala hal yang
menyebabkan rasa takut dan stress seperti konflik dengan spesies lain dan gangguan dari
predator.
Pada dasamya pengelolaan hewan percobaan dititik beratkan pada:
a. Kondisi bangunan
Terkadang di dalam penelitian hewan uji ditempatkan dalam kandang. Namun perlu
diingat kondisi dan ukuran kandang sangat menentukan kondisi hewan percobaan, karena
bentuk,ukuran serta bahan yang dipakai merupakan elemen dalam physical environment
bagi hewan percobaan. Kandang harus dirancang sedemikian rupa sehingga hewan dapat
hidup dengan tenang, tidak terlalu lembab, dapat menghasilkan
peredaran udara yang baik, suhu cocok, ventilasi lengkap dengan insect proof screen
(kawat nyamuk).
b. Sanitasi
Kandang yang digunakan dalam menempatkan hewan ujii memiliki sistem sanitasi
yang baik, sestim drainase yang baik, dan terjaga kebersihan dengan baik, misalnya dengan
desinfektan (lysol 3•5%). Di samping itu perlunya mengenakan lab jas (Protective
clothing) atau peralatan proteksi lainnya seperti masker dan sebagainya.
c. Tersedianya makanan
Tersedianya makanan untuk hewan percobaan yang bernutrisi dan dalam jumlah yang
cukup. Penyimpanannya harus baik, terhindar dari lingkungan yang lembab, diusahakan
bebas dari insekta atau hewan penggerek lainnya, karena dengan adanya ini dapat
merupakan petunjuk adanya kerusakan bahan makanan hewan
d. Kebutuhan air
Kebutuhan air dapat diperoleh oleh hewan dengan mudah dan lancar dan usahakan
tidak terlalu tinggi kandungan mineralnya serta bersih, dan tidak membasahi kandang
hewan tersebut
e. Sirkulasi udara
Dengan adanya sistim ventilasi yang baik, sehingga sirkulasi udara dapat diatur, lebih
baik lagi bila dipasang exhaust fan sehingga sirkulasi udara menjadi terkontrol.
f. Penerangan
Penerangan diperlukan sekali terutama dalam pengaturan proses reproduksi hewan,
perlu diperhatikan siklus terang dan gelap karena pada beberapa hewan siklus estrus
(siklus reproduksinya) sangat tergantung oleh penerangan dan bila tidak terdapat
penerangan akan menyebabkan terhambatnya proses reproduksi.
g. Kelembaban dan temperatur ruangan
Suhu dan kelembaban ruangan merupakan komponen penting dari lingkungan semua
hewan karena secara langsung mempengaruhi kemampuan hewan untuk mengatur panas
internalnya. kehilangan panas pada hewan dapat menyebabkan hewan menjadi pingsan,
bukan dengan cara berkeringat. Adapun kelembaban dan temperatur ruangan yang
direkomendasikan bagi masing-masing hewan percobaan masing-masing berbeda
misalnya tikus pada suhu 300C, dan kelinci pada suhu 250-280C
h. Keamanan
Maksud dari pada keamanan ini adalah menjaga jangan sampai terjadi infeksi penyakit
baik yang berasal dari hewan maupun manusia. Sehingga sebagai usaha pencegahan tidak
diperkenankan semua orang boleh menyentuh atau mengeluarkan hewan hewan dari
kandang (lebih-lebih bila hewannya adalah bebas kuman atau yang disebut dengan Germ
Free Animals) tanpa suatu keperluan apapun.
i. Training/kursus bagi personil
Dalam program pemeliharaan hewan percobaan diperlukan tenaga yang terlatih dan
berpengalaman yang cukup, karena ilmu yang menyangkut hewan percobaan dapat
melibatkan banyak aspek ilmu, sehingga diperlukan sekali adanya kursus baik tenaga
administrasi maupun tenaga teknis.
Bab III
Metode Kerja

I. ALAT dan BAHAN


a. KandangTikus
b. Alat pelidung diri
c. Sumber cahaya
Bahan yang digunakan
1. Pakan normal Tikus
2. Air minum

II. Hewan yang digunakan


Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat badan 100g -
200 g

III. Pelaksanaan Praktikum

1. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantan sebanyak 2 ekor.


2. Hewan percobaan kemungkian ditimbang berat badannya dan dikelompokkan
menjadi 2 kelompok dan masing–masing kelompok terdiri dari 5 ekor.
3. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang yang berbeda.
4. mencit diaklimatisasi selama 7 hari dengan pemberian makan dengan pakan
reguler dan air minum
5. Mencit dipelihara dalam ruangan dengan suhu kamar sama, tapi dengan siklus
cahaya terang : gelap yang berbeda dimana kelompok I dengan siklus cahaya
terang : gelap (14:10) dan kelompok II dengan siklus terang : gelap (10 : 14)
6. Setelah 7 hari tikus kemudian di timbang berat badannya dan dicatat
7. Hitunglah persen perubahan berat badan sebelum dan sesudah perlakuan
Bab IV

Hasil Percobaan dan Pembahasan

I. Pelaporan Praktikum

Data pengamatan dan hasil perabaan pada Tikus


Berat Badan (g)
Kelompok Tikus Sebelum Sesudah Persen Perubahan

1 173 g 176 g 1,73 %

1
2 171 g 168 g -1,75%

II. Data Pengamatan dan Hasil Percobaan Tikus

Berat Badan ( gr )
Kelompok Tikus
H-0 H-1 H-2 H-3 H-4 H-5 H-6 H-7

1 173 g 169 g 156 g 174 g 161 g 176 g 171 g 176 g

1
2 171 g 157 g 145 g 170 g 152 g 167 g 160 g 168 g

III. Pembahasan
Paktek pemeliharaan dan pengaturan harus dirancang untuk menyediakan suatu
standard pemeliharaan yang tinggi dan harus mengikuti standar kesejahteraan hewan
yang dapat diterima untuk spesies tertentu yang dilindungi. Dalam menentukan
standar pemeliharaan hewan, kriterianya harus memperhatikan kesejahteraan hewan
dibandingkan dengan kemampuan hewan. untuk sekadar bertahan hidup dibawah
kondisi yang buruk seperti lingkungan yang ekstrim atau jumlah populasi yang tinggi.
LAMPIRAN

Hari /
No. 1 2 Pemberian Makan
Tikus

Hari ke-
0

Hari ke-
1

Hari ke-
2
Hari ke-
3

Hari ke-
4
Hari ke-
5

Hari ke-
6

Hari ke-
7
Bab V
Kesimpulan
Hasil pengamatan berat badan pada hewan percobaan yang telah kami lakukan dari hari
ke-0 sampai hari ke-7, dapat disimpulkan bahwa pada tikus no.1 dan no.2, mengalami kenaikan
dan penurunan berat badan yang tidak stabil. Hal ini disebabkan karena tikus dalam kondisi
stress dan memerlukan penyesuaian terhdap lingkungan, siklus udara juga kurang stabil, serta
perbedaan kondisi cahaya yang berbeda dan tidak sesuai.
Daftar Pustaka
Institut Teknologi Bandung. 2014. Panduan Perawatan dan Penggunaan Hewan Untuk Tujuan
Pendidikan dan Penelitan. Bandung. Institut Teknologi Bandung
Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta. Pusdik SDM Kesehatan
PERCOBAAN 4
Cara Pemberian Obat dan Pengambilan Spesimen Sampel Hewan Uji
(Oral)
Bab I
Pendahuluan
I. Latar Belakang
Mencit merupakan hewan yang sudah tidak asing lagi bagi manusia. Tetapi
sebagian besar manusia bahkan dikalangan mahasiswa pun tidak menegetahui
bagaimana cara memperlakukan mencit dengan benar. Oleh karena itu dilakukanlah
suatu percobaan, yang dimana percobaan ini mengenai “bagaimana pemberian obat
pada hewan” dalam hal ini hewan uji yang digunakan adalah mencit. Karena mencit
merupakan tikus rumah yang mudah ditangani dan memiliki sifat penakut atau
fotofobik, sedangkan tikus tidak bersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, dan
jika merasa tidak aman akan menjadi liar dan galak, kemudian tikus jika menggigit
sangat dalam dan gigitannya sulit dilepaskan. Dalam memilih hewan uji, sebelumnya
kita harus mengetahui bagaimana cara memperlakukan mencit dengan benar, harus
mengetahui sifat-sifat hewan yang akan diujikan, serta bagaimana cara memberikan
obat kepada hewan tersebut. Pada praktikum kali ini, hewan yang akan dijadikan
percobaan adalah mencit (Mus musculus), kita akan mempraktikkan bagaimana cara
pemberian obat yang benar pada mencit dengan beberapa cara. Oleh karena itu, kita
melakuakn percobaan ini agar kita dapat mengetahui bagaimana cara pemberian obat
pada hewan uji dengan benar.
Mayoritas mencit laboratorium adalah strain albino yang mempunyai bulu putih
dan merah muda. Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat,
jantung terdiri atas empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel
yang lebih tebal. Percobaan dalam menangani hewan yang akan diuji cenderung
memilki karakteristik yang berbeda.
Pemberian obat oral adalah suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan
dengan cara memberikan obat-obatan melalui mulut sesuai dengan program
pengobatan dari dokter. Pemberian obat per oral merupakan pemberian obat paling
umum dilakukan karena relatif mudah dan praktis serta murah.
Kerugiannya ialah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor
obat, faktor penderita, interaksi dalam absorpsi di saluran cerna). Intinya absorpsi dari
obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa diantaranya dapat diabsorpsi dengan
baik pada suatu cara penggunaan, sedangkan yang lainnya tidak. Selain pemberian
topikal untuk mendapatkan efek lokal pada kulit atau membran mukosa, penggunaan
suatu obat hampir selalu melibatkan transfer obat ke dalam aliran darah. Tetapi,
meskipun tempat kerja obat tersebut berbeda-beda, namun bisa saja terjadi absorpsi ke
dalam aliran darah dan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Absorpsi ke
dalam darah dipengaruhi secara bermakna oleh cara pemberian.

II. TUJUAN PERCOBAAN


Mahasiswa dapat mengetahui cara pemberian obat pada hewan percobaan (mencit)
dengan baik dan benar dengan Oral ( Melalui mulut atau saluran pencernaan),
Intaperitional (Melalui bawah perut), Intramuskular (Melalui otak), Subcutan (Melalui
bawah kulit), dan Intravena (Melalui Pembuluh Darah)

III. Prinsip Percobaan


Hewan percobaan dipegang, diberi perlakukan dan diambil sampel cairannya
dengan benar sehingga hewan tetap tenang,sehat dan merasa aman
Bab II
Tinjauan Pustaka

I. DASAR TEORI

Cara pemberian obat sangat penting artinya karena setiap jenis obat berbeda
penyerapannya oleh tubuh dan sangat bergantung pada lokasi pemberian. Sedangkan
faktor yang mempengaruhi pemberian obat ini juga sangat penting bergantung pada
kondisi individu, jenis kelamin dan spesies hewan laboratorium. Hewan percobaan yang
dipakai sebagai Animal Model merupakan suatu ‘’modal dasar’’ dan ‘’modal hidup’’ yang
mutlak dalam bebagai kegiatan penelitia ‘’riset’’.
Secara definitip hewan percobaan adalah yang digunakan sebagai alat penilaian atau
merupakan ‘’modal hidup’’ dalam suatu kegiatan penelitian atau pemeriksaan
laboratorium secara invivo. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan
dan lingkungan yangmemadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis,
mudah tidaknya diperoleh,serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia. "Michael Neal, 2005).
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui.
Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan
ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik ‘’besar atau kecil’’ serta tujuannya. kesalahan
dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi
hewan ‘’ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah,
misalnya’’ dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug,B,G,1989).
Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia
yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah
suplai darah yang berbeda, enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di
lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat
mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute
pemberian obat (Katzug, B, G, 1989).

Cara Pemberian Obat


1. Per oral
Sebagian besar obat diberikan melalui mulut dan ditelan. Beberapa obat
(misalnya: alcohol dan aspirin) dapat diserap dengan cepat dari lambung, tetapi
kebanyakan obat diabsorpsi sebagian besar melalui usus halus. Absorpsi obat
melalui usus halus, pengukuran yang dilakukan terhadap absorpsi obat baik
secara in vivo maupun secara in vitro, menunjukan bahwa mekanisme dasar
absorpsi obat melalui usus halus ini adalah secara transfer pasif. Di mana
kecepatan obat ditentukan oleh derajat ionisasi obat dan lipid solubilitas dari
molekul obat tersebut. Keuntungan pemberian obat dengan cara oral yaitu mudah,
ekonomis, tidak perlu steril. Sedangkan kerugiannya rasanya yang tidak enak
dapat mengurangi kepatuhan (mual), kemungkinan dapat mengiritasi lambung dan
usus, menginduksi mual, dan pasien harus dalam keadaaan sadar. Selain itu obat
dapat mengalami metabolisme lintas pertama dan absorpsi dapat terganggu
dengan adanya makanan (Anonim, 2007)
2. Intravena
Pemberian obat secara intravena adalah cara yang paling cepat dan paling pasti.
Suatu suntikan tunggal intravena akan memberikan kadar obat yang sangat tinggi
yang pertama-tama akan mencapai paru-paru dan kemudian ke sirkulasi sistemik.
Kadar puncak yang mencapai jaringan tergantung pada kecepatan suntikan yang
harus diberikan secara perlahan-lahan sekali. Obat-obat yang berupa larutan dalam
minyak dapat menggumpalkan darah atau dapat menyebabkan hemolisa darah,
karena itu tidak boleh diberikan secara intravena.
Keuntungan rute ini adalah jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan
bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, cairan volume
besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat, efek sistemik dapat segera dicapai,
level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan kebangkitan secara
langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan
dalam situasi darurat disiapkan. Sedangkan kerugiannya adalah meliputi :
gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam
sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar,
perkembangan potensial trombophlebitis, kemungkinan infeksi lokal atau sistemik
dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan pembatasan cairan berair
(Ernst Mutschler, 1986)
3. Subkutan
Suntikan subkutan hanya bias dilakukan untuk obat-obat yang tidak
menyebabkan iritasi terhadap jaringan karena akan menyebabkan rasa sakit hebat,
bnekrosis dan pengelupasan kulit. Absorpsi melalui subkutan ini dapat pula
bervariasi sesuai dengan yang diinginkan. Keuntungannya: obat dapat diberikan
dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberian
obat perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat injeksi (Anonim
2007)
4. Intramuskuler (IM)
Obat-obat yang larut dalam air akan diabsorbsi dengan cepat setelah
penyuntikan IM. Disuntikkan ke dalam jaringan otot, umumnya di otot pantat atau
paha Umumnya kecepatan absorpsi setelah penyuntikan pada muskulus deloid
atau vastus lateralis adalah lebih cepat dari pada bila disuntikkan pada gluteus
maximus. Pemberian suntikan intra-anterial. Kadang-kadang obat disuntikan ke
dalam sebuah arteri untuk mendapatkan efek yang terlokalisir pada jaringan atau
alat tubuh tertentu. Tetapi nilai terapi cara ini masih belum pasti. Kadang-kadang
obat tertentu juga disuntikan intra arteri untuk keperluan diagnosis. Sutikan
intraarteri harus dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli. 3emberian suntikan
intratekal. Dengan cara ini obat langsung disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid
spinal. Suntikan intratekal dilakukan karena banyak obat yang tidak dapat mencapi
otak, karena adanya sawar darah otak. Keuntungan pemberian obat dengan cara
ini, absorpsi berlangsung dengan cepat, dapat diberikan pada pasien sadar atau
tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberiannya perlu prosedur steril,
sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi (Munaf, 1994)
5. Intra-peritonial
Rongga peritoneum mempunyai permukaan absorpsi yang sangat luas sehingga
obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini banyak digunakan di
laboratorium tetapi jarang digunakan di klinik karena adanya bahaya infeksi dan
perlengketan peritoneu. Keuntungannya adalah obat yang disuntikkan dalam
rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat
(Munaf, 1994).
Bab III
Metode Kerja
I. Alat
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Kandang restrain
4. Spoit oral
5. Spoit 1 ml
6. sonde
Bahan
1. Aquadest
II. Hewan yang digunakan
Hewan yang digunakan adalah tikus jantan.

III. Pelaksanaan Praktikum

1. Memegang Mencit

a. Mencit diangkat dengan cara memegang ekor kearah atas dengan tangan kanan

b. lalu letakkan mencit di letakkan di permukaan yang kasar biarkan mencit menjangkau
/ mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang).

c. Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuk mencit
seerat/ setegang mungkin.

d. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis
tangan kiri.

e. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi
perlakuan.

2. Cara Memegang Tikus

a. Tikus adalah hewan yang pandai dan responnya baik bila dipegang dengan baik pula

b. Tikus tidak akan menyerang kecuali merasa terancam atau diprovokasi. Penggunaan
sarung tangan selain mengurangi resiko alergi, juga menghindari paparan feromone
dan dan senyawa kimia lain yang dapat menyebabkan tikus gugup
c. Angkat hewan lembut dengan menempatkan tangan Anda di sekitar dada bagian atas,
tanpa meremas. Tempatkan ibu jari Anda di bawah rahang hewan jika Anda takut
digigit, tetapi tidak memberikan tekanan pada tenggorokan

d. Tikus akan tetap santai jika perut dipijat lembut. Berbicara dengan tenang dan
menghindari suara bernada tinggi. Ingatlah untuk menahan bagian belakangnya hewan
serta

CARA PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN


1. Mencit
a. Oral: Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral. Sonde oral ditempelkan
pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian perlahanlahan dimasukkan
sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan.
b. Sub kutan: Kulit di daerah tengkuk diangkat dan ke bagian bawah kulit dimasukkan
obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml & jarum ukuran 27G/ 0,4 mm. Selain
itu juga bisa di daerah belakang tikus
c. Intra vena: Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit, dengan ekornya
menjulur keluar. Ekornya dicelupkan ke dalam air hangat (28-30 ºC) agar
pembuluh vena ekor mengalami dilatasi, sehingga memudahkan pemberian
obat ke dalam pembuluh vena. Pemberian obat dilakukan dengan mengguna kan
jarum suntik no. 24.
d. Intramuskular: Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no. 24.
e. Intra peritonial: Pada saat penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum
disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang sedikit
menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak mengenai kandung kemih.
Penyuntikan tidak di daerah yang terlalu tinggi untuk menghindari terjadinya
penyuntikan pada hati.

2. Tikus
a. Pemberian secara oral, intra muskularintra peritonial dan intravena dilakukan dengan
cara yang sama seperti pada mencit.
b. Pemberian secara sub kutan dilakukan di atas kulit tengkuk atau kulit abdomen.
Bab IV

Hasil Percobaan dan Pembahasan


I. Pelaporan

Hewan coba
Cara pemberian Vol. pemberian
Jenis Berat

No.1 186 g Oral Dengan Sonde 1 ml

No.2 179 g Oral Dengan Sonde 1 ml

No Persen
tikus Perubahan

H-8 H-9 H-10 H-11 H-12 H-13 H-14

No 1 178 177 176 177 178 185 186 5,68%

No 2 173 172 178 174 177 178 179 6,54%

 Tikus 1 : x 100% = 5,68%

 Tikus 2 : x 100% = 6,54%

II. Pembahasan
Pada praktikum kali ini mahasiswa diperkenalkan dengan cara pemberian obat
secara oral, mekanisme pemberiannya dengan Cairan obat diberikan dengan
menggunakan sonde oral. Sonde oral ditempelkan pada langit-langit mulut atas tikus,
kemudian perlahan-lahan dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan.
Keuntungan pemberian obat dengan cara oral yaitu mudah, ekonomis, tidak perlu steril.
Sedangkan kerugiannya rasanya yang tidak enak dapat mengurangi kepatuhan (mual).
LAMPIRAN

Hari /
No. Pemberian Makan
1 2
Tikus

Hari ke-
8

Hari ke-
9
Hari ke-
10

Hari ke-
11

Hari ke-
12

Hari ke-
13
Hari ke-
14
CARA MENGHITUNG KONVERSI DOSIS

Didalam melakukan percobaan dengan menggunakan hewan uji, seringkali


menggunakan bahan kimia baik sebagai bahan yang akan diteliti maupun sebagai
pembanding. Untuk itu perlu diketahui cara mengubah dosis manusia ke hewan uji.

Tabel konversi dosis hewan percobaan

Mencit Tikus Kelinci Manusi


a
20g 200g 1,5 kg
70 kg

Mencit
1,0 7,0 27,80 387,9
20g

Tikus
0,14 1 3,9 56,0
200g

Kelinci
0,04 0,25 1,0 14,2
1,5 kg

Manusia
0,0026 0,018 0,07 1,0
70 kg
Volume pemberian berdasarkan cara pemberiannya

Species Volume maksimum sesuai jalur


pemberian
i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit
0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
20-30 g
Tikus
1,0 0,1 2-5 2-5 5,0
200 g
Kelinc
5-10 0,5 10-20 5-10 20,0
i 2,5
kg

Contoh
Buatlah perhitungan dosis dan volume pemberian serta konsentrasi
larutan yang diperlukan untuk memberikan obat glibenklamid dengan dosis
lazim pada manusia sebesar 5 mg kepada kelinci

Perhitungan Dosis Pemberian glibenklamid pada kelinci


Dosis lazim untuk manusia = 5 mg
Konversi dosis untuk kelinci BB 1,5 kg = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 5 mg x 0.07
= 0.35 mg
Untuk kelinci berat 2,5 kg = 2,5 kg / 1,5 kg x 0,35 mg
= 0,5833 mg
Dibulatkan menjadi = 0,6 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 20 ml
Dibuat larutan persediaan = 100 ml
Jumlah glibenklamid yang ditimbang = 100 ml / 20 ml x 0,6 mg
= 3 mg
% kadar glibenklamid = 0,003 g / 100 ml x 100 %
= 0,003 %
Jika akan digunakan tablet Glibenkalmid, maka timbang tablet glibenkalmid
yang akan digunakan
Berat 1 tablet = 201,8 mg / tab
Berat serbuk glibenklamid yang timbang = 3 mg / 5 mg x 201,8 mg
=121,08 mg
Bab V

Kesimpulan

I. Kesimpulan
Dalam praktikum Cara pemberian obat dan pengambilan spesimen sampel Hewan uji,
dari data dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Hewan yang di uji adalah tikus
dengan cara pemberian oral menggunakan sonde yang berisi aquadest (air). Dalam
praktikum ini perlu mempelajari topografi hewan percobaan yang akan digunakan agar
pemberian obat yang dilakukan tidak salah sasaran dan menuju daerah (kerongkongan) yang
tepat.
Daftar Pustaka
Mangunsong, Sonlimar., dkk. 2016. Buku Panduan Praktikum Farmakologi 2016/2017.
Palembang. Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Farmasi.
Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta. Pusdik SDM Kesehatan
PERCOBAAN 5
Cara Pemberian Obat dan Pengambilan Spesimen Sampel Hewan Uji (Intra peritoneal,
Intra Muskular dan Subkutan)

Bab I
Pendahuluan

I. Latar Belakang
Mencit merupakan hewan yang sudah tidak asing lagi bagi manusia. Tetapi
sebagian besar manusia bahkan dikalangan mahasiswa pun tidak menegetahui
bagaimana cara memperlakukan mencit dengan benar. Oleh karena itu dilakukanlah
suatu percobaan, yang dimana percobaan ini mengenai “bagaimana pemberian obat
pada hewan” dalam hal ini hewan uji yang digunakan adalah mencit. Karena mencit
merupakan tikus rumah yang mudah ditangani dan memiliki sifat penakut atau
fotofobik, sedangkan tikus tidak bersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, dan
jika merasa tidak aman akan menjadi liar dan galak, kemudian tikus jika menggigit
sangat dalam dan gigitannya sulit dilepaskan. Dalam memilih hewan uji, sebelumnya
kita harus mengetahui bagaimana cara memperlakukan mencit dengan benar, harus
mengetahui sifat-sifat hewan yang akan diujikan, serta bagaimana cara memberikan
obat kepada hewan tersebut. Pada praktikum kali ini, hewan yang akan dijadikan
percobaan adalah mencit (Mus musculus), kita akan mempraktikkan bagaimana cara
pemberian obat yang benar pada mencit dengan beberapa cara. Oleh karena itu, kita
melakuakn percobaan ini agar kita dapat mengetahui bagaimana cara pemberian obat
pada hewan uji dengan benar.
Mayoritas mencit laboratorium adalah strain albino yang mempunyai bulu putih
dan merah muda. Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat,
jantung terdiri atas empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel
yang lebih tebal. Percobaan dalam menangani hewan yang akan diuji cenderung
memilki karakteristik yang berbeda.
Pemberian obat oral adalah suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan
dengan cara memberikan obat-obatan melalui mulut sesuai dengan program
pengobatan dari dokter. Pemberian obat per oral merupakan pemberian obat paling
umum dilakukan karena relatif mudah dan praktis serta murah.
Kerugiannya ialah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya (faktor
obat, faktor penderita, interaksi dalam absorpsi di saluran cerna). Intinya absorpsi dari
obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa diantaranya dapat diabsorpsi dengan
baik pada suatu cara penggunaan, sedangkan yang lainnya tidak. Selain pemberian
topikal untuk mendapatkan efek lokal pada kulit atau membran mukosa, penggunaan
suatu obat hampir selalu melibatkan transfer obat ke dalam aliran darah. Tetapi,
meskipun tempat kerja obat tersebut berbeda-beda, namun bisa saja terjadi absorpsi ke
dalam aliran darah dan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Absorpsi ke
dalam darah dipengaruhi secara bermakna oleh cara pemberian.

II. TUJUAN PERCOBAAN


Mahasiswa dapat mengetahui cara pemberian obat pada hewan percobaan (mencit)
dengan baik dan benar dengan Oral ( Melalui mulut atau saluran pencernaan),
Intaperitional (Melalui bawah perut), Intramuskular (Melalui otak), Subcutan (Melalui
bawah kulit), dan Intravena (Melalui Pembuluh Darah)

III. Prinsip Percobaan


Hewan percobaan dipegang, diberi perlakukan dan diambil sampel cairannya
dengan benar sehingga hewan tetap tenang,sehat dan merasa aman
Bab II
Tinjauan Pustaka

I. DASAR TEORI

Cara pemberian obat sangat penting artinya karena setiap jenis obat berbeda
penyerapannya oleh tubuh dan sangat bergantung pada lokasi pemberian. Sedangkan
faktor yang mempengaruhi pemberian obat ini juga sangat penting bergantung pada
kondisi individu, jenis kelamin dan spesies hewan laboratorium. Hewan percobaan yang
dipakai sebagai Animal Model merupakan suatu ‘’modal dasar’’ dan ‘’modal hidup’’ yang
mutlak dalam bebagai kegiatan penelitia ‘’riset’’.
Secara definitip hewan percobaan adalah yang digunakan sebagai alat penilaian atau
merupakan ‘’modal hidup’’ dalam suatu kegiatan penelitian atau pemeriksaan
laboratorium secara invivo. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan
dan lingkungan yangmemadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis,
mudah tidaknya diperoleh,serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia. "Michael Neal, 2005).
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui.
Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan
ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik ‘’besar atau kecil’’ serta tujuannya. kesalahan
dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi
hewan ‘’ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah,
misalnya’’ dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug,B,G,1989).
Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia
yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah
suplai darah yang berbeda, enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di
lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat
mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute
pemberian obat (Katzug, B, G, 1989).
Cara Pemberian Obat

6. Per oral
Sebagian besar obat diberikan melalui mulut dan ditelan. Beberapa obat
(misalnya: alcohol dan aspirin) dapat diserap dengan cepat dari lambung, tetapi
kebanyakan obat diabsorpsi sebagian besar melalui usus halus. Absorpsi obat
melalui usus halus, pengukuran yang dilakukan terhadap absorpsi obat baik
secara in vivo maupun secara in vitro, menunjukan bahwa mekanisme dasar
absorpsi obat melalui usus halus ini adalah secara transfer pasif. Di mana
kecepatan obat ditentukan oleh derajat ionisasi obat dan lipid solubilitas dari
molekul obat tersebut. Keuntungan pemberian obat dengan cara oral yaitu mudah,
ekonomis, tidak perlu steril. Sedangkan kerugiannya rasanya yang tidak enak
dapat mengurangi kepatuhan (mual), kemungkinan dapat mengiritasi lambung dan
usus, menginduksi mual, dan pasien harus dalam keadaaan sadar. Selain itu obat
dapat mengalami metabolisme lintas pertama dan absorpsi dapat terganggu
dengan adanya makanan (Anonim, 2007)
7. Intravena
Pemberian obat secara intravena adalah cara yang paling cepat dan paling pasti.
Suatu suntikan tunggal intravena akan memberikan kadar obat yang sangat tinggi
yang pertama-tama akan mencapai paru-paru dan kemudian ke sirkulasi sistemik.
Kadar puncak yang mencapai jaringan tergantung pada kecepatan suntikan yang
harus diberikan secara perlahan-lahan sekali. Obat-obat yang berupa larutan dalam
minyak dapat menggumpalkan darah atau dapat menyebabkan hemolisa darah,
karena itu tidak boleh diberikan secara intravena.
Keuntungan rute ini adalah jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan
bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, cairan volume
besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat, efek sistemik dapat segera dicapai,
level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan kebangkitan secara
langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan
dalam situasi darurat disiapkan. Sedangkan kerugiannya adalah meliputi :
gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam
sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar,
perkembangan potensial trombophlebitis, kemungkinan infeksi lokal atau sistemik
dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan pembatasan cairan berair
(Ernst Mutschler, 1986)
8. Subkutan
Suntikan subkutan hanya bias dilakukan untuk obat-obat yang tidak
menyebabkan iritasi terhadap jaringan karena akan menyebabkan rasa sakit hebat,
bnekrosis dan pengelupasan kulit. Absorpsi melalui subkutan ini dapat pula
bervariasi sesuai dengan yang diinginkan. Keuntungannya: obat dapat diberikan
dalam kondisi sadar atau tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberian
obat perlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi iritasi lokal ditempat injeksi (Anonim
2007)
9. Intramuskuler (IM)
Obat-obat yang larut dalam air akan diabsorbsi dengan cepat setelah
penyuntikan IM. Disuntikkan ke dalam jaringan otot, umumnya di otot pantat atau
paha Umumnya kecepatan absorpsi setelah penyuntikan pada muskulus deloid
atau vastus lateralis adalah lebih cepat dari pada bila disuntikkan pada gluteus
maximus. Pemberian suntikan intra-anterial. Kadang-kadang obat disuntikan ke
dalam sebuah arteri untuk mendapatkan efek yang terlokalisir pada jaringan atau
alat tubuh tertentu. Tetapi nilai terapi cara ini masih belum pasti. Kadang-kadang
obat tertentu juga disuntikan intra arteri untuk keperluan diagnosis. Sutikan
intraarteri harus dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli. 3emberian suntikan
intratekal. Dengan cara ini obat langsung disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid
spinal. Suntikan intratekal dilakukan karena banyak obat yang tidak dapat mencapi
otak, karena adanya sawar darah otak. Keuntungan pemberian obat dengan cara
ini, absorpsi berlangsung dengan cepat, dapat diberikan pada pasien sadar atau
tidak sadar, sedangkan kerugiannya dalam pemberiannya perlu prosedur steril,
sakit, dapat terjadi iritasi ditempat injeksi (Munaf, 1994)
10. Intra-peritonial
Rongga peritoneum mempunyai permukaan absorpsi yang sangat luas sehingga
obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini banyak digunakan di
laboratorium tetapi jarang digunakan di klinik karena adanya bahaya infeksi dan
perlengketan peritoneu. Keuntungannya adalah obat yang disuntikkan dalam
rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat
(Munaf, 1994).
Bab III
Metode Kerja

I. Alat
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Kandang restrain
4. Spoit oral
5. Spoit 1 ml
Bahan
1. Alcohol
2. Larutan Nacl
II. Hewan yang digunakan
Hewan yang digunakan adalah tikus jantan.

III. Pelaksanaan Praktikum


1. Memegang Mencit

a. Mencit diangkat dengan cara memegang ekor kearah atas dengan tangan kanan

b. lalu letakkan mencit di letakkan di permukaan yang kasar biarkan mencit menjangkau
/ mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang).

c. Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuk mencit
seerat/ setegang mungkin.

d. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis
tangan kiri.

e. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi
perlakuan.

2. Cara Memegang Tikus

a. Tikus adalah hewan yang pandai dan responnya baik bila dipegang dengan baik pula

b. Tikus tidak akan menyerang kecuali merasa terancam atau diprovokasi. Penggunaan
sarung tangan selain mengurangi resiko alergi, juga menghindari paparan feromone
dan dan senyawa kimia lain yang dapat menyebabkan tikus gugup
c. Angkat hewan lembut dengan menempatkan tangan Anda di sekitar dada bagian atas,
tanpa meremas. Tempatkan ibu jari Anda di bawah rahang hewan jika Anda takut
digigit, tetapi tidak memberikan tekanan pada tenggorokan

d. Tikus akan tetap santai jika perut dipijat lembut. Berbicara dengan tenang dan
menghindari suara bernada tinggi. Ingatlah untuk menahan bagian belakangnya hewan
serta

CARA PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN


1. Mencit
a. Oral: Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral. Sonde oral ditempelkan
pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian perlahanlahan dimasukkan
sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan.
b. Sub kutan: Kulit di daerah tengkuk diangkat dan ke bagian bawah kulit dimasukkan
obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml & jarum ukuran 27G/ 0,4 mm. Selain
itu juga bisa di daerah belakang tikus
c. Intra vena: Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit, dengan ekornya
menjulur keluar. Ekornya dicelupkan ke dalam air hangat (28-30 ºC) agar
pembuluh vena ekor mengalami dilatasi, sehingga memudahkan pemberian
obat ke dalam pembuluh vena. Pemberian obat dilakukan dengan mengguna kan
jarum suntik no. 24.
d. Intramuskular: Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no. 24.
e. Intra peritonial: Pada saat penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum
disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang sedikit
menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak mengenai kandung kemih.
Penyuntikan tidak di daerah yang terlalu tinggi untuk menghindari terjadinya
penyuntikan pada hati.

2. Tikus
a. Pemberian secara oral, intra muskularintra peritonial dan intravena dilakukan dengan
cara yang sama seperti pada mencit.
b. Pemberian secara sub kutan dilakukan di atas kulit tengkuk atau kulit abdomen.
Bab IV

Hasil Percobaan dan Pembahasan

I. Pelaporan

Hewan coba
Cara pemberian Vol. pemberian
Jenis Berat

No.1 189 g Subkutan dengan 0,5 ml


suntikan

No.2 182 g Intraperitonial 0,5 ml


dengan suntikan

Intramuskular
No. 1 189 g dengan suntikan 0,5 ml

Berat tikus minggu ke-3 ( Setelah hari ke 14)

Kelompok No. Berat Badan (gr) Persen


Tikus perubahan
H- H- H- H- H- H- H-21
15 16 17 18 19 20

1 1 180 172 178 184 186 185 189 1,61%

2 158 160 166 177 175 176 182 1,67%

 Tikus 1 : x 100% = 1,61%

 Tikus 2 : x 100% = 1,67%


II. Pembahasan

Pemberian obat maupun sediaan dapat menggunakan Teknik subkutan, intra peritonial, intra
muscular, dan intra vena. Pada praktikum kali ini praktikan menggunakan semua teknik,
kccuali intravena. Subkutan (dilakukan penyuntikan pada area tengkuk belakang),
Intramuskuler (dilakukan penyuntikan pada daerah otot paha) dan Intra-peritoneal
(dilakukan penyuntikan pada daerah perut bagian bawah)

LAMPIRAN

Hari
ke-15

Hari
ke-16
Hari
ke-17

Hari
ke-18

Hari
ke-19

Hari
ke-20
Hari
ke-21

CARA MENGHITUNG KONVERSI DOSIS

Didalam melakukan percobaan dengan menggunakan hewan uji, seringkali


menggunakan bahan kimia baik sebagai bahan yang akan diteliti maupun sebagai
pembanding. Untuk itu perlu diketahui cara mengubah dosis manusia ke hewan uji.

Tabel konversi dosis hewan percobaan

Mencit Tikus Kelinci Manusi


a
20g 200g 1,5 kg
70 kg
Mencit
1,0 7,0 27,80 387,9
20g

Tikus
0,14 1 3,9 56,0
200g

Kelinci
0,04 0,25 1,0 14,2
1,5 kg

Manusia
0,0026 0,018 0,07 1,0
70 kg
Volume pemberian berdasarkan cara pemberiannya

Species Volume maksimum sesuai jalur


pemberian
i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit
0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
20-30 g
Tikus
1,0 0,1 2-5 2-5 5,0
200 g
Kelinc
5-10 0,5 10-20 5-10 20,0
i 2,5
kg

Contoh
Buatlah perhitungan dosis dan volume pemberian serta konsentrasi
larutan yang diperlukan untuk memberikan obat glibenklamid dengan dosis
lazim pada manusia sebesar 5 mg kepada kelinci

Perhitungan Dosis Pemberian glibenklamid pada kelinci


Dosis lazim untuk manusia = 5 mg
Konversi dosis untuk kelinci BB 1,5 kg = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 5 mg x 0.07
= 0.35 mg
Untuk kelinci berat 2,5 kg = 2,5 kg / 1,5 kg x 0,35 mg
= 0,5833 mg
Dibulatkan menjadi = 0,6 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 20 ml
Dibuat larutan persediaan = 100 ml
Jumlah glibenklamid yang ditimbang = 100 ml / 20 ml x 0,6 mg
= 3 mg
% kadar glibenklamid = 0,003 g / 100 ml x 100 %
= 0,003 %
Jika akan digunakan tablet Glibenkalmid, maka timbang tablet glibenkalmid
yang akan digunakan
Berat 1 tablet = 201,8 mg / tab
Berat serbuk glibenklamid yang timbang = 3 mg / 5 mg x 201,8 mg
=121,08 mg
Bab 5

Kesimpulan

II. Kesimpulan
Dalam praktikum Cara pemberian obat dan pengambilan spesimen sampel Hewan uji,
dari data dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Hewan yang di uji adalah tikus
dengan cara pemberian subkutan, intraperitonial dan intramuscular dengan menyuntikkan
larutan nacl dengan spoit. Dalam praktikum ini perlu mempelajari topografi hewan
percobaan yang akan digunakan agar pemberian obat yang dilakukan tidak salah sasaran
dan menuju daerah yang tepat.
Daftar Pustaka
Institut Teknologi Bandung. 2014. Panduan Perawatan dan Penggunaan Hewan Untuk Tujuan
Pendidikan dan Penelitan. Bandung. Institut Teknologi Bandung
Stevani Hendra, Cetakan pertama, Desember 2016, Praktikum Farmakologi, Jakarta Selatan,
Pusdik SDM Kesehatan.
Percobaan 6
Melakukan Euthanasia hewan Coba dengan Anastesi
Bab I
Pendahuluan

I. Latar Belakang
Sejak pertama kali ditemukan oleh William Thomas Green Morton pada tahun 1846,
anestesi terus berkembang pesat hingga sekarang. Saat itu ia sedang memperagakan
pemakaian dietil eter untuk menghilangkan kesadaran dan rasa nyeri pada pasien yang
ditanganinya. Ia berhasil melakukan pembedahan tumor rahang pada seorang pasien tanpa
memperlihatkan gejala kesakitan. Karena pada saat itu eter merupakan obat yang cukup
aman, memenuhi kebutuhan, mudah digunakan, tidak memerlukan obat lain, cara
pembuatan mudah, dan harganya murah. Oleh karena itu eter terus dipakai, tanpa ada usaha
untuk mencari obat yang lebih baik. Setelah mengalami stagnasi dalam perkembangannya
selama 100 tahun setelah penemuan morton barulah kemudian banyak dokter tertarik untuk
memperlajari bidang anestesiologi, dan barulah obat-obat anestesi generasi baru muncul
satu-persatu (Mangku dan Senapathi, 2010) Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An
berati tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi. Sehingga anestesi berarti suatu keadaan
hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai dengan hilangnya kesadaran.
Obat yang digunakan untuk mencapai anestesi biasanya memiliki efek yang berbeda-
beda. Beberapa obat dapat digunakan secara individual untuk mencapai semua komponen
anastesi, lainnya hanya dapat bersifat analgesik atau sedatif dan dapat digunakan secara
individual atau dalam kombinasi dengan obat lain untuk mencapai anestesi penuh.
Relaksan otot rangka seperti Curariform atau beta bloker neuromuskuler (misalnya
suksinilkolin, decamethonium, curare, galamin, pancuronium) tidak digunakan untuk
anestesi dan tidak memiliki efek analgesik. Mereka hanya dapat digunakan bersama dengan
anestesi umum. Biasanya, diperlukan pernapasan buatan. pemantauan fisiologis juga harus
digunakan untuk menilai kedalaman anestesi, dimanaa metode refleks normal tidak akan
dapat diandalkan.
Percobaan dengan hewan biasanya akan berakhir dengan mematikan hewan tersebut,
baik karena akan diambil organ in vitro nya selama atau pada akhir percobaan (misalnya
pengamatan histologi paru), untuk menilai bagaimana efek obat (misalnya efek toksik obat),
atau karena hewn tersebut mengalami penderitaan atau sakit dan cacat yang tidak mungkin
sembuh lagi. Istilah mematikan hewan uji dikenal sebagai euthanasia, yaitu suatu proses
dengan cara bagaimana seekor hewan di bunuh dengan menggunakan teknis yang dapat
diterima secara manusiawi. Hal ini berarti hewan mati dengan mudah, cepat, tenang dengan
rasa sakit yang sedikit mungkin.

II. Tujuan Percobaan


Mahasiswa mampu melakukan Melakukan anastesi dan euthanasia pada hewan coba
yang memenuhi syarat.

III. Prinsip Percobaan


Melalui kegiatan praktikum ini, anda akan mampu memahami alasan suatu hewan di
anastesi dan dikorbankan, serta mampu untuk melakukan anastesi dan mengorbankan
hewan uji.
BAB II
Tinjauan Pustaka

I. Dasar Teori
Euthanasia berasal dari bahasa greek,yaitu eu = baik dan thanatos = kematian.Sehingga
arti kata euthanasia adalah kematian yang baik.Tandanya adalah kehilangan kesadaran
secara cepat diikuti dengan berhentinya detak jantung dan pernafasan serta hilangnya
fungsi otak (JAVMA 2001).Berdasarkan Webster’s ll,University Dictionary
(1996),euthanasia diartikan sebagai menghilangkan rasa sakit serta kematian yang mudah
pada penderita yang sangat menderita atau penyakit yang berat.Menurut Franson
euthanasia adalah kematian yang manusiawi sedangkan peneliti University Minnesota
dalam Euthanasia Guidelines menyatakan bahwa tujuan euthanasia adalah
meminimaliskan kesakitan dan ketidaknyamanan pada hewan.
Anestesi atau disebut dengan keadaan tidak peka terhadap rasa sakit, sangat berguna
untuk melakukan suatu tindak pembedahan karena agar hewan tidak menderita dan demi
efisiensi kerja, karena hewan menjadi diam sehingga suatu tindak pembedahan dapat
dikerjakan dengan lancar dan aman. Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu “An” yang
berarti tidak dan “Aesthesis” yang berarti rasa atau sensasi. Sehingga anestesia berarti suatu
keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai dengan hilangnya kesadaran.
Anestesi adalah keadaan tanpa rasa tetapi bersifat sementara dan akan kembali kepada
keadaan semula, karena hanya merupakan penekanan kepada fungsi atau aktivitas jaringan
syaraf baik lokal maupun umum (Sudisma dkk, 2006). Dalam Anestesiologi dikenal Trias
Anestesi “The Triad of Anesthesia” yaitu sedasi (kehilangan kesadaran), Analgesia
(mengurangi rasa sakit), dan Relaksasi otot (Kurnia dkk., 2010). Secara umum anestesi
berarti kehilangan perasaan atau sensasi. Tujuan penggunaan anestesi pada dasarnya adalah
untuk membuat agar hewan tidak merasakan rasa sakit atau tidak sanggup bergerak.
Anelgesia yang memadai (analgesia) adalah sebuah syarat mutlak untuk teknik pembedahan
dalam menyelesaikan tujuan dilakukan pembedahan (Sudisma, 2006). Anestesi terdiri dari
:
1. Anestesi terbatas, yaitu yang disebabkan oleh anestetika yang daya pengaruhnya slektif,
menyebabkan paralisa sementara pada saraf-saraf sensoris dan ujung-ujung saraf,
tergantung cara melakukananestesi ini menurut luas daerah anestesi yang dicapai ada
yang disebut lokal dan anestei regional.
2. Anestesi umum, yaitu anetesi yang ditimbulkan oleh anestetika yang mendepres hingga
menyebabkan paralisa sementara pada susunan saraf pusat dan akan menghasilkan
hilangnya kesadaran dan refleks otot disamping hilangnya perasaan sakit seluruh tubuh.
Sebelum anestesi umum dilakukan, biasanya diberi preanestesi atau premedikasi,
yaitu suatu subtansi yang teridiri dari sedativa atau tranquliser sebagai penenang dan
subtansi anti kholinergik yang berguna untuk menekan produksi air liur agar hewan tidak
mengalami gangguan bernafas selama pembiusan. Anestesi umumnya digunakan untuk
pereda rasa nyeri dalam dunia kedokteran terutama dalam Ilmu bedah. Anestesi umumnya
diklasifikasikan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu
1) Topikal misalnya kutaneus atau membran mukosa;
2) Injeksi seperti intravena, subkutan, intramuskular, dan intraperitoneal;
3) Gastrointestial secara oral atau rektal; dan
4) Respirasi atau inhalai melalui saluran nafas (Tranquilli dkk., 2007).
Dalam Anestesiologi dikenal trias anestesi “ The Triad of Anesthesia”, yaitu Sedasi
(kehilangan kesadaran), Analgesia (mengurangi rasa sakit), dan Relaksasi otot (Latief dkk.,
2002). Anestesi yang baik adalah Anestesi yang dapat memenuhi 3 kriteria tersebut.
BAB III
Metode Kerja

1. Alat dan Bahan


- Alat yang digunakan :
a. Kandang restrain
b. Timbangan berat badan
c. Penggaris
- Bahan yang digunakan :
a. Alkohol 70%
b. Eter
c. Etil Karbamat
d. Haloten
e. Natrium fenobarbital

Pemanfaaatan hewan dalam euthanasia

No Jenis hewan persentase

1 Mencit 44

2 Tikus 33

3 Unggas 10

4 Ikan 7

5 Guinea plg 2

6 Kelinci 1

7 Dll 3
2. Pelaksanaan Praktikum
Metode dasar euthanasia terbagi menjadi fisik dan kimia.
A. Euthanasia Fisik terdiri dari : 4
1. Cervical dislocation (pemutaran leher) merupakan metode euthanasia untuk burung,
hewan dengan bobot <125 gr, kelinci dan rodensia dengan BB 125 gr – 1 kg. Hewan
yang akan dimatikan harus dalam keadaan telah anaestesi dan tidak boleh dilakukan pada
hewan dalam keadaan sadar. Metode ini tidak diperbolehkan untuk meng-euthanasia
kelinci atau rodensia dengan BB > 1 kg, anjing, kucing, ternak potong).

2. Decapitation (perusakan otak lewat leher). Decapitation dilakukan dengan jalan


memotong kepala hewan dengan menggunakan peralatan tajam dengan tujuan untuk
memutus kepekaan saraf tulang belakang. Hewan yang diperbolehkan untuk di-
decapitation sama dengan pada cervical dislocation

3. Stunning & exsanguinations (removal blood) dilakukan dengan jalan merusak bagian
tengah tengkorak agar hewan menjadi tidak sadar diikuti penyembelihan untuk
mengeluarkan darah dengan memotong pembuluh darah utama di bagian leher. Teknik
ini sangat cocok untuk diterapkan pada hewan potong serta hanya bias dioperasikan
apabila tes diagnostik pada otak tidak diperlukan.

4. Captive bolt atau gunshotmerupakan metode yang umum dipergunakan di rumah potong
hewan utamanya kuda, ruminansia dan babi

B. Euthanasia Kimia yaitu memasukkan agen toksin kedala tubuh dengan suntikan atau
inhalasi
Prosedur inhalasi hanya boleh dilakukan oleh operator yang telah mendapat ijin untuk
menggunakan bahan kimia karena material yang akan digunakan sangat berbahaya bagi
manusia. Agen inhalasi yang dipilih harus menjadikan hewan tidak sadar secara cepat. Adapun
agen yang diperbolehkan adalah halothane, enflurane, methoxyflurane, nitrous oxide karena
nonflammable dan nonexplosive.carbondioxide, derivat barbiturat, magnesium sulfat, KCl.
Sedangkan agen inhalassi yang tidak boleh ddipergunakan adalah Chloroform, gas hydrogen
sianida, CO, Chloral hidrat, striknin.. Meskipun demikian pada kenyataannya CO, chloroform
maupun ether masih tetap dipergunakan terutama apabila jumlah hewan yang akan dieuthasia
banyak.
A. Cara Euthanasia Hewan Coba dengan Anastesi
Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk anestesi adalah: Eter, Eter dapat
digunakan untuk anestesi waktu singkat. eter diletakkan diatas kapas dan dimasukkan
dalam suatu wadah tertutup kedap, kemudian hewan ditempatkan dalam wadah terebut
dan ditutup. Didalam menggunakan eter sebaiknya anda menggunakan masker untuk
mencegah anda menghirup uap eter tesebut. Saat hewan sudah kehilangan kesadaran,
hewan dikeluarkan dan siap dibedah. Penambahan selanjutnya untuk menjaga kedalam
anastesi dapat diberikan dengan bantuan kapas yang dibasahi dengan obat tersebut.

B. Euthanasia Tikus Dengan Cara Fisik


Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher. Proses dislokasi dilakukan dengan
cara:
1. Ekor Tikus dipegang dan kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa
dijangkaunya, biarkan mencit meregangkan badannya.
2. Saat Tikus meregangkan badannya, pada tengkuk ditempatkan suatu penahan,
misalnya pensil atau batang logam yang dipegang dengan tangan kiri.
3. Ekornya ditarik dengan tangan kanan dengan keras, sehingga lehernya akan
terdislokasi dan mencit akan terbunuh.
BAB IV
Hasil Percobaan Dan Pembahasan

Tabel Pengamatan Anastesi mencit

No Tikus Berat badan Waktu anastesi


Sadar Tidak sadar

PEMBAHASAN
Anestesia berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti kehilangan kesadaran.
Kehilangan kesadaran ini bersifat reversibel atau dapat kembali kesadaran. Kehilangan 103
kesadaran ini dapat meliputi keseluruhan tubuh atau bagian tertentu dari tubuh. Tujuan dari
anestesia adalah untuk mengeliminasi persepsi rasa sakit dan memungkinkan hewan
dimanipulasi dengan tujuan tertentu. Perlu diingat bahwa tidak ada anestesi yang 100% efektif
dan aman absolut. Penggunaan teknik anestesia yang aman dan efektif tentu saja mempunyai
dampak utama terhadap kondisi fisiologis hewan laboratorium.
Penggunaan Eter hanya digunakan untuk anestesi singkat. Caranya adalah eter
diteteskan beberapa tetes ke kapas dan diletakkan dalam suatu wadah, kemudian hewan uji
dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup. Saat hewan telah kehilangan kesadaran, hewan
dikeluarkan dan siap dibedah.
BAB V
Kesimpulan
I. Kesimpulan
Berdasarkan E-book yang telah kami baca yaitu tentang melakukan euthanasia hewan
coba dengan anastesi Anastesi diambil kesimpulan bahwasannya euthanasia adalah
kematian yang baik, kehilangan kesadaran secara cepat diikuti dengan berhentinya detak
jantung dan pernafasan serta hilangnya fungsi otak
Adapun euthanasi ini dapat dilakukan secara fisik, dengan pemakaian zat farmakologis
yang non-inhalan, secara anestesi perinhalasi, dengan pemberian gas yang non-anestetik,
zat-zat transkuiliser, zat-zat bentuk kurare, striknin dan nikotin sulfat.
Daftar Pustaka
Setiatin, Enny Tantini. 2004. Euthanasia: Tinjauan Etik pada Hewan. Bogor
Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi .Jakarta.Pusdik SDM Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai