Oleh:
FAJAR SIDIK
NIM : 19105010007
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah serta inayahnya. Atas izin dan ridhonya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang disajikan sebagai pemenuh kewajiban tugas pada mata kuliah Ilmu Kalam
Klasik dan Pertengahan ini.
Banyak terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini, semoga Allah melipat gandakan amal baiknya, dan semoga
karya tulis ini dapat menambah sesuatu yang berguna bagi khalayak pembaca.
Penulis menyadari segala kekurangan yang ada dalam pembuatan karya tulis ini, kritik
dan saran yang membangun sangat penulis nantikan. Sekian dan terimakasih, semoga Allah
SWT. senantiasa melimpahkan rahmatnya kepada kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………...12
B. Kritik dan Saran…………………………………………………………………13
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu pembicaraan penting dalam teologi Islam adalah masalah perbuatan manusia
(af'al al-'ibad). Dalam kajian ini dibicarakan tentang kehendak (masyi'ah) dan daya (istitha'ah)
manusia. Hal ini karena setiap perbuatan berhajat kepada daya dan kehendak. Persoalannya,
apakah manusia bebas menentukan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan kehendak dan
dayanya sendiri, ataukah semua perbuatan manusia sudah ditentukan oleh qadha dan qadhar
Tuhan.1 Dalam sejarah pemikiran Islam, persoalan inilah yang kemudian melahirkan paham
Jabariyah dan Qadariyah.
Menurut Ahmad Amin, persoalan ini timbul karena manusia-dari satu segi-melihat
dirinya bebas berkehendak, melakukan apa saja yang ia suka, dan ia bertanggung jawab atas
perbuatannya itu. Namun, dari segi lain, manusia melihat pula bahwa Tuhan mengetahui segala
sesuatu, llmu Tuhan meliputi segala sesuatu yang terjadi dan yang akan terjadi. Tuhan juga
mengetahui kebaikan dan keburukan yang akan terjadi pada diri manusia.2 Hal demikian
menimbulkan asumsi bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa, kecuali sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh Allah.
Persoalan apakah manusia terpaksa atau bebas memilih merupakan masalah klasik yang
banyak menyita perhatian para pemikir. Jauh sebelum datang Islam, para filosof Yunani telah
membicarakannya. Demikian pula pemikir-pemikir Suryani yang mempelajari filsafat Yunani.
Bahkan pengikut-pengikut Zoroaster dan kaum Kristiani pernah pula membahas persoalan
yang serupa. Di kalangan umat Islam, pembicaraan mengenai masalah ini terjadi setelah selesai
masa penaklukan.3
Berdasarkan urauan diatas, penulis akan berupaya menelisik tentang dua aliran ilmu
kalam yakni Jabariyah dan Qodariyah, mulai dari kemunculan hingga doktrin-doktrin yang
terlahir dari keduanya.
1
Ahmad, Aliran-Aliran Ilmu Kalam (Bandung: PT. Salamadani Pustaka, 2000), hlm. 19.
2
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam) (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 24.
3
Harun Nasution, Aliran-Aliran Teologi Islam (Jakarta: Universitas Indonesia Press UI-Press, 2011), hlm. 35.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar diatas, penulis akan memfokuskan kajian makalah ini untuk
menyingkap:
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Paham Qodariyah
Ditelisik dari segi bahasa, Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara artinya
kemampuan dan kekuatan.4 Menurut pengertian terminologi, Qadariyah adalah satu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi Tuhan. Aliran ini berpendapat tiap-
tiap manusia adalah pencipta bagi segala perbuatannya. Dia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami
bahwa Qadariyah dipakai untuk satu paham yang memberikan penekanan atas kebebasan dan
kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini Harun Nasution
menengaskan bahwa nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia tunduk pada qadar Tuhan. Dalam istilah Inggrisnya paham ini dikenal dengan
free will dan free act.5
Sebetulnya diskursus ini teramat kabur, dalam arti tidak jelas kapan Qadariyah
muncul dan siapa tokohnya. Menurut Aḥmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan
bahwa Qadariyah pertama sekali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan al-
Dimasyqi. Ma’bad adalah seorang tabi’in yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada
Hasan Basri. Adapun Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus.6 Ibnu Nabatah
dalam kitab Syarh al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa
yang pertama sekali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula
beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama Kristen. Dari orang
inilah, Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini.7 Orang Irak yang memperoleh informasi
dari Al-Auzai, adalah Susan.
4
Harun Nasution, Aliran-Aliran Teologi Islam (Jakarta: Universitas Indonesia Press UI-Press, 2011), hlm. 35.
5
Abdul Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), hlm. 44.
6
Ahmad, Aliran-Aliran Ilmu Kalam (Bandung: PT. Salamadani Pustaka, 2000), hlm. 45.
7
Yudian, Aliran Dan Teori Filsafat Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 41.
6
Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan, bahwa lahirnya paham Qadariyah dalam
Islam dipengaruhi oleh paham bebas yang berkembang dikalangan pemeluk agama Masehi,
dalam hal ini Max Horten dalam bukunya “die Philosophie des Islam”. Ia menyatakan
bahwa “Teologi Masehi di dunia Timur pertama-tama menetapkan kebebasan manusia dan
bertanggung jawabnya yang penuh dalam segala tindakannya.” Karena dalil-dalil pendapat
ini memuaskan golongan bebas Islam, (Qadariyah), maka mereka perlu mengambilnya.8
8
Abdul Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), hlm. 46.
9
Ahmad, Aliran-Aliran Ilmu Kalam (Bandung: PT. Salamadani Pustaka, 2000), hlm. 43.
10
Abdul Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), hlm. 51.
11
Harun Nasution, Aliran-Aliran Teologi Islam (Jakarta: Universitas Indonesia Press UI-Press, 2011), hlm. 45.
7
Dari uraian diatas, disimpulkan beberapa doktrin pokok paham Qodariyah adalah
sebagai berikut.12
Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukan mukmin, tapi fasik dan orang
fasik itu masuk neraka secara kekal.
Allah Swt. tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia yang
menciptakannya dan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik atas
segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk atas segala amal perbuatannya yang
salah dan dosa karena itu pula, maka Allah Swt berhak disebut adil.
Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah Swt itu Maha Esa atau satu dalam arti
bahwa Allah Swt tidak memiliki sifat-sifat azali, seperti al-ilm, al-hayat, mendengar
dan melihat yang bukan dengan dzat-Nya sendiri. Menurut mereka Allah Swt., itu
mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan melihat dengan dzat-Nya sendiri.
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik
dan mana yang buruk, walaupun Allah Swt tidak menurunkan agama. Sebab, katanya
segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.
Adapun ayat-ayat ataupun dalil yang menjadi landasan doktrin kaum Qodariyah adalah
sebagai berikut.13
Al-Kahfi ayat 29
Ar-Ra’d ayat 11
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
12
Harun Nasution, Aliran-Aliran Teologi Islam (Jakarta: Universitas Indonesia Press UI-Press, 2011), hlm. 55.
13
Harun Nasution, Aliran-Aliran Teologi Islam (Jakarta: Universitas Indonesia Press UI-Press, 2011), hlm. 55-56.
8
B. Paham Jabariyah
Jabariyah berasal dari Jabara yang mengandung arti memaksa. Di dalam Al-Munjid,
dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa
dan mengharuskannya melakukan sesuatu.14 Menurut Asy-Syahrastani menegaskan bahwa
paham al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan
menyandarkan kepada Allah. Memang dalam aliran ini terdapat paham bahwa manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa (fatalism atau predestination). Paham yang
menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qahda dan kadar
Tuhan.
Paham Jabariyah timbul bersamaan dengan Qadariyah, tanpaknya reaksi dari padanya.
Daerah tempat timbulnya pahan Jabariyah di Khurasan Persia. Paham ini dikenal sebagai
pelopor teologi fatalis dalam Islam. Menurut Jabariyah, segala yang dialami manusia, baik
masa lalu maupun masa depan, baik musibah atau keberuntungan, telah ditentukan oleh Allah
swt., Manusia bagaikan air yang mengalir keberbagai arah, tanpa kehendak dan tanpa pilihan.
Hanya Allah swt., yang berkehendak dan menentukan nasib manusia serta kelangsungan
hidupnya di dunia. Semua yang terjadi dijagat raya ini semata-mata qhada dan qadar Allah,
bukan kehendak mahluk. Demikian pokok pemikiran teologi yang dikembangkan aliran
Jabariyah.15
Mengenai kemunculan paham al-Jabr ini, para ahli sejarah pemikiran mengkajinya
melalui pendekatan geokoltural bangsa Arab. Menurut Ahmad Amin, ia menggambarkan
bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan
pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka.16 Ketergantungan mereka kepada alam Sahara
yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat Arab tidak
melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka
sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa dalam menghadapi kesukaran-
kesukaran hidup. Akhirnya mereka bergantung kepada alam. Hal ini membawa mereka
14
Ahmad, Aliran-Aliran Ilmu Kalam (Bandung: PT. Salamadani Pustaka, 2000), hlm. 47.
15
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam) (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 33.
16
Harun Nasution, Aliran-Aliran Teologi Islam (Jakarta: Universitas Indonesia Press UI-Press, 2011), hlm. 63.
9
kepada sikap fatalistis. Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang
mengatakan bahwa kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu
pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.17
Diantara pemuka Jabariyah Ekstrim adalah Abu Mahrus Jahm ibn Shofyan. Ia
berasal dari Khurasan, bertempat tinggal di Khufah ia seorang da’i yang fasih dan lincah
(orator) ia menjabat sebagai sekretaris Hariṡ Ibn Surais, seorang mawali yang menentang
pemerintahan Bani Umayyah di Khurasan. Pendapatnya yang berkaitan dengan persoalan
teologi adalah sebagai berikut. Pertama, manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia
tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
Kedua, surga dan neraka tidak kekal.18
Pendapat ekstrim yang kedua adalah Ja’ad ibn Dirham seorang maulana Bani
Hakim, tinggal di Damaskus, doktrinnya sebagai berikut. Pertama, Al-Qur’an itu adalah
mahluk. Kedua, Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti
berbicara, melihat dan mendengar. Ketiga, manusia terpaksa oleh Allah dalam
segalagalanya.19
Menurut Jabaryah eksrtim ini, segala perbuatan mausia tidak merupakan perbuatan
yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan oleh dirinya
sendiri. Contohnya kalau seorang pencuri umpamanya, maka perbuatan mencuri itu
bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi itu adalah kada dan kadar Tuhan, dengan
kata lain ia mencuri bukan atas kehendaknya tetapi Tuhanlah yang memaksanya mencuri.
Adapun ayat-ayat ataupun dalil yang menjadi landasan dari doktrin-doktrin yang
dicetuskan kaum Jabariyah adalah sebagai berikut.
17
Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam) (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 51.
18
Harun Nasution, Aliran-Aliran Teologi Islam (Jakarta: Universitas Indonesia Press UI-Press, 2011), hlm. 65.
19
Yudian, Aliran Dan Teori Filsafat Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 40.
10
Al-An’am ayat 111
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu."
Al-Anfal ayat 17
“Dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang
melempar.”
Al-Insan ayat 30
“Tetapi kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila Allah kehendaki
Allah.”
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Timbulnya paham Qadariyah disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor extern yaitu
agama Nasrani, dimana jauh sebelumnya mereka telah memperbincangkan tentang qaḍar
Tuhan dalam kalangan mereka. Kedua, faktor intern, yaitu merupakan reaksi terhadap paham
Jabariyah dan merupakan upaya protes terhadap tindakan-tindakan penguasa Bani Umayyah
yang bertindak atas nama Tuhan dan berdalih kepada takdir Tuhan.
Doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan
segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik atau berbuat jahat. Oleh sebab
itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan berhak masuk surga
kelak di akhirat, juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya dan
diberi ganjaran siksaan dengan balasan neraka kelak di akhirat.
12
B. Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa Makalah ini banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,
untuk memperbaiki makalah selanjutnya.
13
DAFTAR PUSTAKA