Anda di halaman 1dari 9

ASPEK PSIKO SOSIO KULTURAL DAN SPIRITUAL

Disusun Oleh Kelompok 1 :

ANGGRINA CLAUDIA YUBU 711490121002


ANGGUN PITASARI 711490121003
AUDRI MAATOKE 711490121004
CINTHIA WYM PARAISU 711490121005
EIRENE BERADRI BENTIAN 711490121010
DEFYANI DIPAN 711490121007
DERSI 711490121008
DWI RABIATUL ADWIYAH ALI 711490121009
DADANG DJENAAN 711490121006

ProfesiNers Kelas A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MANADO

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV (Human Imunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Imuno Deficiency Sydrome)
adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Depkes,2014).
Kemenkes (2018) bagian pencegahan dan pengendalian penyakit (P2)
menjelaskan bahwa jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2017 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah
kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan tahun 2017 sebanyak
280.623. Jumlah AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun
2017 relatif stabil setiap tahunnya. Presentase kumulatif AIDS tertinggi pada
kelompok umur 20-29 tahun (32,5%), kemudian diikuti kelompok umur 30-
39tahun (30,7%), 40-49 tahun (12,9%), 50-59 tahun (4,7%), dan 15-19 tahun
(3,2). Presentase AIDS pada laki-laki sebanyak 57% dan perempuan 33%.
Sementara itu 20% tidak melaporkan jenis kelamin.
Virus HIV tidak menyebabkan kematian secara langsung pada
penderitanya, akan tetapi adanya penurunan imunitas tubuh yang
mengakibatkan mudah terserangnya infeksi oportunistik bagi penderitanya
(Fauci & Lane, 2012; WHO, 2014). Penyakit HIV yang semula bersifat akut
dan memastikan berubah menjadi penyakit kronis yang bisa dikelola.Namun
demikian, hidup dengan penyakit kronis menyisakan persoalan-persoalan lain
yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian baik secara fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual (Lindayani &Maryam, 2017).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aspek Psikologis
Respon adaptasi psikologis terhadap stresor menurut Potter & Perry
(2005) dalam Nursalam dkk (2014) menguraikan lima tahap reaksi emosi
seseorang terhadap stresor yakni, pengingkaran, marah, tawa menawa, depresi
dan menerima.

Tahap Psikologis Tindakan yang dibutuhkan


Tahap pengingkaran  Mengidentifikasi terhadap penyakit
(denial) pasien
 Mendorong pasien untuk
mengekspresikan perasaan takut
menghadapi kematian dan
mengeluarkan keluh kesanya
Tahap kemarahan (anger)  Memberikan kesempatan
mengekspresikan marahnya
 Memahami kemarahan pasien
Tahap tawar menawar  Mendorong pasien agar mau
(bergaining) mendiskusikan perasaan kehilangan
dan takut menghadapi penyakit pasien
 Mendorong pasien untuk menggunakan
kelebihan (positif) yang ada pada
dirinya
Tahap depresi  Memberikan dukungan dan perhatian
 Mendorong pasien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari sesuai kondisi.
 Membantu menghilangkan rasa
bersalah, bila perlu mendatangkan
pemuka agama
Tahap menerima  Membantu pasien untuk mau berdoa
dan sembahyang
 Memberikan bimbingan keagamaan
sesuai keyakinan pasien
B. Aspek Sosial
Respons adaptif sosial individu yang menghadapi stresor tertentu menurut
Stewar (1997) dalam Nursalam dkk (2014) di bedakan dalam 3 aspek yang
anatara lain :
a. Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan yang negatif
tentang harga diri indifidu.
b. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya penolakan
bekerja dan hidup serudenganmah juga akan berpengaruh terhadap
kondisi kesehatan.
c. Terjadinya waktu yang lama terhadap respon psikologis mulai
penolakan, marah – marah, tawar menawar, dan depresi berakibat
terhadap keterlambatan upaya pencegahan dan pengobatan. Adanya
dukungan sosial yg baik dari keluarga, teman, maupun tenaga
kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA. Hal ini sesuai
dengan penelitian oleh Payuk dkk (2012) tentang hubungan antara
dukungan sosial dengan kualitas hidup ODH didaerah kerja Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Jumpandang Baru, Makasar.
Bentuk dukungan sosial terutama kepada ODHA menurut Nulbani &
Zulkaida (2012) antara lainemotional support, informational support,
instrumental or tangible support, dan companionship support,
dukungan tersebut berdampak positif pada kehidupan ODHA. Untuk
kesehatan, ODHA menjadi lebih memperhatikan kesehatannya.
Adapun dampak sosial, ODHA menjadi lebih banyak teman, merasa
dirinya berarti, serta ODHA diikutsertakan dalam kegiatan kelompok.
Selain dampak tersebut, adapula dampak pekerjaan yang dapat
mengoptimalkan kemampuannya, menjadikan kemampuan ODHA
bertambah, ODHA dapat mengevaluasi pekerjaanya serta mendapatkan
informasi yang dibutuhkan, sehingga ODHA dapat membantu dalam
memberikan informasi mengenai akses kesehatan kepada kelompok
anggota dukungan.
i. Jenis dukungan sosial
1. Dukungan emosional, mencangkup ungkapan empati,
kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.
2. Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan
hormat/penghargaan positif untuk orang tersebut.
3. Dukungan instrumental, mencangkup bantuan langsung,
misalnya memberi pinjaman uang kepada orang yang
membutuhkan dll.
4. Dukungan informatif, mencangkup pemberian nasihat, saran,
pengetahuan dan informasi serta petunjuk.
ii. Dampak bagi lingkungan
1. Menurunnya produktifitas masyarakat
Salah satu masalah sosial yang di hadapi ODHA adalah
menurunnya produktifitas mereka. Daya tahan tubuh yang
melemah, dan angka harapan hidup yang menurun, membuat
daya produktivitas ODHA tidak lagi sama seperti orang pada
umumnya. Hal ini menyebabkan kebanyakan dari mereka
kehilangan kesempatan kerja ataupun pekerjaan tetapnya.Hal
ini juga berpengaruh terhadap permasalahan dalam aspek
ekonomi yang mereka hadapi.

2. Mengganggu terhadap program pengentasan kemiskinan


Berkaitan dengan poin yang pertama, ketika ODHA mengalami
penurunan produktivitas, maka akan kehilangan pekerjaan
mereka dan mulai menggantungkan hidupnya kepada
keluarganya ataupun orang lain. Tanpa disadari hal ini akan
mengganggu terhadap program pemerintah dalam
mengentaskan kemiskinan.
3. Meningkatnya angka pengangguran
Meningkatnya angka pengangguran ini juga merupakan salah
satu dampak sosial yang ditimbulkan oleh HIV/AIDS. Daya
tahan tubuh yang melemah, anti bodi yang rentan dan
ketergantungan kepada obat membuat ODHA merasa di
diskriminasi dalam hal pekerjaan, sehingga mereka susah untuk
mencari pekerjaan yang sesuai.
4. Mempengaruhi pola hubungan sosial di masyarakat
Pola hubungan sosial di masyarakat akan berubah ketika
masyarakat memberikan stigma negatif kepada ODHA dan
mulai mengucilkan ODHA. Hal ini bukan saja terjadi pada diri
ODHA namun berdampak juga pada keluarga ODHA yang
terkadang ikut dikucilkan oleh masyarakat sekitar.
5. Meningkatkan kesenjangan pendapatan/ kesenjangan sosial
Kesenjangan sosial dapat terjadi ketika masyarakat disekitar
tempat ODHA tinggal mulai memperlakukan beda atau
mendiskriminasi, memberikan stigma negatif dan mengucilkan
ODHA.
6. Munculnya reaksi negatif dalam bentuk : deportasi,
stigmatisasi, diskriminasi dan isolasi, tindakan kekerasan
terhadap para pengidap HIV dan penderita AIDS.
iii. Intervensi yang diberikan pada sistem pendukung adalah :
1. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan
2. Menegaskan tentang pentingnnya pasien kepada orang lain
3. Mendorong agar pasien mengungkapkan perasaan negatif
4. Memberikan umpan balik terhadap perilakunya
5. Memberi rasa percaya dan keyakinan
6. Memberikan informasi yang diperlukan
7. Berperan sebagai advokad
8. Memberi dukungan moral, material (khususnya keluarga) dan
spiritual.

C.Aspek kultural

Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh tindakan


diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penederita HIV/AIDS, serta
pengabaian nilai-nilai dari kebudayaan itu sendiri. Perilaku seksual yang salah
satunya dapat menjadi faktor utama tingginya penyebaran HIV/AIDS dari bidang
budaya. Ditemukan beberapa budaya tradisional yang ternyata meluruskan jalan
bagi perilaku seksual yang salah ini. Meskipun kini tidak lagi nampak , budaya
tersebut pernah berpengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat. Seperti budaya di
salah satu daerah provinsi Jawa Barat , kebanyakan orang tua menganggap bila
memiliki anak perempuan , dia adalah aset keluarga. Menurut mereka, jika anak
perempuan pekerja seks komersial (PSK) di luar negeri akan meningkatkan
penghasilan keluarga. Dan bagi keluarga yang anak wanitanya menjadi PSK ,
sebagian warga wilayah pantura tersebut bisa menjadi orang kaya di kampungnya.
Hal tersebut merupakan permasalahan HIV/AIDS dalam aspek budaya. Dan
budaya adat seperti ini seharusnya di hapuskan.

D.Aspek Spiritual

Respon Adaptif spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson (2000)


dalam Nursalam dkk(2014). Respon adaptif spiritual, meliputi : menguatkan
harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan. Harapan merupakan
salah satu unsur yang penting dalam dukungan sosial, orang bijak mengatakan
“hidup tanpa harapan, akan membuat orang putus asa dan bunuh diri “ . Perawat
harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil apapun kesembuhan, misalnya
akan memberikan ketenangan dan keyakinan pasien untuk berobat.

1. Ketabahan Hati
Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan
hati dalam menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai kepribadian
yang kuat, akan tabah dalam menghadapi setiap cobaan. Individu tersebut
biasa mempunyai keteguhan hati dalam menentukan kehidupannya.
Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada pasien HIV. Perawat dapat
menguatkan diri pasien dengan memberikan contoh nyata dan atau
mengutip kitab suci atau pendapat orang bijak. Bahwa Tuhan tidak akan
memberikan cobaan kepada UmatNYA, Melebihi kemampuannya (Al.
Baqarah,286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua cobaan yang
diberikan pasti mengandung hikmah, yang sangat penting dalam
kehidupannya.
2. Pandai mengambil Hikmah
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan
pada pasien untuk selalu berpikiran positif terhadap semua cobaan yang
dialaminya. Dibalik semua cobaan yang dialami pasien , pasti ada maksud
dari sang pencipta. Pasien harus difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri
kepada sang pencipta dengan jalan melakukan ibadah secara terus
menerus. Sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu ketenangan
selama sakit.
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
b. Saran
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/39352939/ASPEK_PSIKO_SOSIO_DAN_KULTURAL
_HIV_AIDS

Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), Ninuk Dian K, S.Kep.Ners, Asuhan Keperawatan


Pada PasienTerinfeksi HIV, Salemba Medika, Jakarta 2013

Nursalam, S.Kep.Ners dkk, Jurnal Keperawatan edisi  bulan  November,Fakultas 


KeperawatanUniversitas Airlangga 2007

Adler, M. W. (1996).Petunjuk Penting AIDS  EGC. Jakarta.

Arif Mansjoer.(2000).Kapita Selekta Kedokteran Media Aesculapiuus. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai