Anda di halaman 1dari 20

KUP

KEGIATAN
BELAJAR 8

KETENTUAN PIDANA

12
Hukum pidana mengenal adanya hukum formal (acara) pidana yang bersumber
KUHAP dan hukum pidana material yang bersumber pada KUHP. Undang-
Undang KUP mengatur sebagian hukum acara pidana, dimulai dari indikasi
adanya tindak pidana kemudian pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan.
Sedangkan ketentuan materi pidananya tidak diatur dalam satu pasal tetapi
berkaitan dengan pasal-pasal yang ada dalam Bab VII tentang Ketentuan Umum.
Untuk memudahkan memahami pembahasan, kegiatan belajar ini akan tidak
berdasarkan runtutan pasal, tetapi berdasarkan runtutan proses. Untuk
memudahkan memahami ketentuan pidana yang diatur dalam Bab VIII disajikan
dalam Tabel 0-1.

Tabel 0-1 Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang KUP

Ketentuan
No Subyek Pengaturan Norma
Pidana
1 Pasal 38 Setiap orang Pasal 38 (kealpaan)
2 Pasal 39 Setiap orang Pasal 39 (kesengajaan, residivis)
3 Pasal 39A Setiap orang Pasal 39A
4 Pasal 40 Daluwarsa tindak pidana
5 Pasal 41 Pejabat Pasal 34 (Rahasia jabatan, kealpaan atau
kesengajaan)
6 Pasal 41A Setiap orang Pasal 35 (Rahasia jabatan pihak ketiga,
sengaja)
7 Pasal 41B Setiap orang Pasal 41B (menghalangi atau mempersulit
penyidikan)
8 Pasal 41C Setiap orang Pasal 35A (pihak ketiga diwajiban
memberikan data dan informasi kepada DJP)
Pasal 41C ayat (3) (menyalahgunakan data
dan informasi sehingga menimbulkan
kerugian kepada pendapatan negara)
9 Pasal 42 Dihapus Sebelumnya mengatur bahwa tindak pidana
dengan UU Pasal 38 dan Pasal 41 ayat (1) adalah
No. 9 Tahun pelanggaran sedangkan tindak pidana Pasal
1994 39 dan Pasal 41 ayat (2) adalah kejahatan

230 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Ketentuan
No Subyek Pengaturan Norma
Pidana
10 Pasal 43 Setiap orang Pasal 43 (deelneming/Penyertaan)
11 Pasal 43A Hukum Pasal 43A (informasi, data, laporan, dan
Acara pengaduan sebagai indikasi adanya tindak
Pidana pidana perpajakan)

1.1. Kealpaan Setelah Pertama Kali

Pasal 38 Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap orang yang karena


kealpaannya:40

a. tidak menyampaikan SPT; atau

b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan


tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda
paling sedikit satu kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar dan paling banyak dua
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat
tiga bulan atau paling lama satu tahun.

Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan


yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi
perpajakan, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan surat ketetapan
pajak atau STP, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang
perpajakan dikenai sanksi pidana. Perbuatan atau tindakan sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini bukan merupakan pelanggaran administrasi melainkan
merupakan tindak pidana di bidang perpajakan. Dengan adanya sanksi pidana
tersebut, diharapkan tumbuhnya kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi
kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan. Kealpaan yang dimaksud dalam UU KUP adalah:41

 berarti tidak sengaja,

40Pasal 38 UU KUP
41PenjelasanPasal 38 UU KUP

231

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

 lalai,

 tidak hati-hati, atau

 kurang mengindahkan kewajibannya

Bagi Wajib Pajak yang melanggar ketentuan pidana karena kealpaan yang
pertama kalinya tidak dikenai sanksi pidana tetapi sanksi administrasi. Wajib
Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah
pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKPKB (lihat
penjelasan tentang Pasal 13 A Undang-Undang KUP).

1.2. Kesengajaan

Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap orang yang
dengan sengaja:

a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan


usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan


Pengusaha Kena Pajak;

c. tidak menyampaikan SPT;

d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap;

e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


29;

f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu


atau dipalsukan seolah-olah benar, atua tidak menggambarkan keadaan
yang sebenarnya;

g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak


memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;

h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar


pembukuan atau pencatatan ddan dokumen lain termausk hasil pengolahan
data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan

232 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 28 ayat (11); atau

i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana


dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar.

Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja dikenai sanksi yang
berat mengingat pentingnya peranan penerimaan pajak dalam penerimaan
negara.

1.3. Residivis

Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa pidana sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ditambahkan satu kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana
apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara
yang dijatuhkan. Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di
bidang perpajakan, bagi mereka yang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat satu tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau
seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenai pidana lebih berat, yaitu
ditambahkan satu kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana yang diatur pada ayat
(1).42

Pada umumnya residivis berlaku terhadap semua tindak pidana, namum


Undang-Undang KUP mengatur hanya terhadap tindak pidana sebagaimana
dimaksud Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang KUP. Artinya pengulangan tindak
pidana perpajakan yang diatur dalam pasal-pasal yang lain tidak dapat
dikenakan sanksi menjadi dua kali.

42 Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU KUP

233

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

1.4. Percobaan Tindak Pidana Perpajakan

Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap orang yang
melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi
pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang
dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan
dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Penyalahgunaan atau penggunaan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP,


atau penyampaian SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka
mengajukan permohonan restitusi pajak dan/atau kompensasi pajak atau
pengkreditan pajak yang tidak benar sangat merugikan negara. Oleh karena itu,
percobaan melakukan tindak pidana tersebut merupakan delik tersendiri.

1.5. Pidana Sehubungan dengan Faktur Pajak, Bukti Pemotongan, Bukti


Pemungutan dan Bukti Pembayaran

Pasal 39A Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap orang yang dengan
sengaja:

a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak,


bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan
transaksi yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6
(enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur
pajak, bukti pemungutan pajak, baik pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran
pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

234 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Dalam penjelasannya disebutkan bahwa faktur pajak sebagai bukti pungutan


pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan
ketentuan Pajak Pertambahan Nilai. Demikian juga bukti pemotongan pajak dan
bukti pemungutan pajak merupakan sarana untuk pengkreditan atau
pengurangan pajak terutang sehingga setiap penyalahgunaan faktur pajak, bukti
pemotongan pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dapat
mengakibatkan dampak negatif dalam keberhasilan pemungutan PPN dan Pajak
Penghasilan. Oleh karena itu, penyalahgunaan tersebut berupa penerbitan
dan/atau penggunaan faktur pajak, bukti pemotongan pajak, bukti pemungutan
pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang
sebenarnya dikenai sanksi pidana.

Berbeda dengan ketentuan Pasal 39 Undang-Undang KUP yang mensyaratkan


adanya unsur menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana
perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 39A Undang-Undang KUP tidak
mengharuskan adanya unsur kerugian pada pendapatan negara. Jadi yang
merupakan tindak pidana perpajakan adalah perbuatan tersebut, sedangkan
tindak pidana perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 walaupun
perbuatan itu nyata-nyata dilakukan tetapi jika tidak menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara belum memenuhi unsur untuk disebut tindak pidana
perpajakan.

Perbuatan menerbitkan faktur pajak tidak sesuai dengan ketentuan atau keadaan
yang sebenarnya dikenakan sanksi administrasi berupa denda 2% dari dasar
pengenaan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang
KUP, tetapi sejak tahun 2007 perbuatan tersebut dikenakan sanksi pidana. Hal
tersebut dikenal dengan istilah kriminalisasi.

1.6. Daluwarsa Penuntutan

Pasal 40 Undang-Undang KUP mengatur bahwa tindak pidana di bidang


perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat
terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak,
atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

Hal tersebut dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi Wajib
Pajak, Penuntut Umum dan Hakim. Jangka waktu sepuluh tahun tersebut adalah

235

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

untuk menyesuaikan dengan daluwarsa penyimpanan dokumen-dokumen


perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terhutang,
selama sepuluh tahun.

1.7. Pidana Sehubungan dengan Rahasia Jabatan

Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Pejabat yang karena
kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu
tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Untuk menjamin bahwa kerahasiaan mengenai perpajakan tidak akan


diberitahukan kepada pihak lain dan supaya Wajib Pajak dalam memberikan data
dan keterangan tidak ragu-ragu, dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang
Perpajakan, perlu adanya sanksi pidana bagi pejabat yang bersangkutan yang
menyebabkan terjadinya pengungkapan kerahasiaan tersebut. Pengungkapan
kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dilakukan karena kealpaan
dalam arti lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan sehingga kewajiban
untuk merahasiakan keterangan atau bukti-bukti yang ada pada Wajib Pajak
yang dilindungi oleh Undang-Undang Perpajakan dilanggar. Atas kealpaan
tersebut, pelaku dihukum dengan hukuman yang setimpal.43

Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Pejabat yang dengan
sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak
dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat ini yang dilakukan
dengan sengaja dikenai sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan perbuatan
atau tindakan yang dilakukan karena kealpaan agar pejabat yang bersangkutan
lebih berhati-hati untuk tidak melakukan perbuatan membocorkan rahasia Wajib
Pajak.

Sanksi pidana Pasal 41 mengacu pada ketentuan Pasal 34 ayat (1), ayat (2),
ayat (2a), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang KUP. Untuk

43Penjelasan Pasal 41 ayat (1) UU KUP

236 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

memudahkan memahami sebaiknya rumusan tindak pidana perpajakan itu dalam


satu pasal yang berisi subyek-norma-unsur pidana-sanksi.

Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa penuntutan terhadap


tindak pidana tersebut hanya dilakukan atas pengaduan orang yang
kerahasiannya dilanggar. Karena sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut
kepentingan pribadi seseorang atau badan selaku Wajib Pajak. Dalam hukum
pidana hal ini sering disebut dengan istilah delik aduan.

Perlu diingat bahwa Pasal 1 angka 25 KUHAP mengatur bahwa pengaduan


adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan
kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang
telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. Dari ketentuan
tersebut dapat kita simpulkan pengaduan berhubungan dengan tindak pidana
atau delik aduan. Delik aduan menurut E. Utrecht diadakan tidaknya tuntutan
terhadap delik itu digantungkan pada ada tidak adanya persetujuan dari yang
dirugikan. Alasan satu-satunya delik aduan adalah dalam beberapa hal tertentu
pentingnya bagi yang dirugikan supaya perkaranya tidak dituntut lebih besar dari
pada pentingnya bagi negara supaya perkara itu dituntut. Contoh delik aduan
adalah perzinaan, penghinaan, atau pengelapan barang titipan (Utrecht, 1986).
Menurut P.A.F. Lamintang pembedaan antara laporan dengan pengaduan
sebenarnya erat hubungannya dengan jenis tindak pidana yang telah dilakukan
oleh orang yang dilaporkan atau diadukan. Pemberitahuan kepada pejabat yang
berwenang disebut laporan, apabila pemberitahuan tersebut berkenaan dengan
dilakukannya tindak pidana biasa (gewone delict). Sedangkan pengaduan adalah
pemberitahuan berkenaan dengan dilakukannya tindak pidana aduan atau
klachtdelict (Lamintang, 1984).

Dalam Undang-Undang KUP delik aduan adalah tindak pidana membocorkan


rahasia jabatan yang diatur dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2), dalam ayat (3)
jelas diatur bahwa tindak pidana hanya dilakukan atas pengaduan orang yang
kerahasiaannya dilanggar.

237

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

1.8. Sanksi Pidana Sehubungan Kewajiban Permintaan Data Kepada


Pihak Ketiga

Pasal 41A ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap orang yang
wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau
memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana
kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah).

Agar pihak ketiga memenuhi permintaan Dirjen Pajak sebagaimana diatur dalam
Pasal 35 maka perlu adanya sanksi bagi pihak ketiga yang melakukan perbuatan
atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini.44

1.9. Sanksi Pidana Orang yang Menghalangi Penyidikan

Pasal 41B ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap orang yang
dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan, misalnya menghalangi penyidik melakukan penggeledahan
dan/atau menyembunyikan bahan bukti, dipidana dengan pidana penjara paling
lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta
rupiah).

1.10. Sanksi Pidana Sehubungan Kewajiban Memberi Data dan Informasi


Kepada DJP

Pasal 41C ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap orang yang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 35A ayat (1)
Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga,
asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan
dengan perpajakan kepada DJP yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (2) UU KUP.

44Penjelasan Pasal 41A ayat (1) UU KUP

238 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Pasal 41C ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap orang yang
dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak
lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama sepuluh bulan atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 41C ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap orang yang
dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Dirjen
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama sepuluh bulan atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 41C ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap orang yang
dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga
menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling
lama satu tahun denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 41C Undang-Undang KUP yang mengacu Pasal 35A karena frasa yang
digunakan untuk menetapkan subyek hukumnya adalah ‘setiap orang’ maka
mempunyai arti setiap subyek hukum baik orang-perorangan maupun korporasi
atau badan. Korporasi sebagai subyek hukum pidana perpajakan yang dimaksud
dalam Pasal 35A meliputi setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan
pihak lain. Tentu saja tidak muncul masalah jika subyek hukum itu lembaga,
asosiasi, dan pihak lain yang masuk dalam subyek hukum perdata. Tetapi untuk
instansi pemerintah yang merupakan suyek hukum publik atau organ
negara/pemerintah seharusnya tidak bisa tunduk pada hukum pidana. Sulit
dinalar jika instansi pemerintah sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan
data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP, kemudian
disidik dan dituntut secara pidana, misalnya Direktorat Jenderal Anggaran (DJA)
tidak memberikan data dan informasi APBN untuk pengalian potensi pajak tentu
saja tidak bisa dituntut secara pidana. Jalan yang bisa ditempuh seharusnya
hukum administrasi, misalnya dalam kasus DJA maka Dirjen Pajak cukup
melaporkan kepada Menteri Keuangan agar memerintahkan Dirjen Anggaran
menyerahkan data dan informasi kepada DJP. Jika Dirjen Anggaran tidak
mengindahkan maka cukup dikenakan sanksi administrasi.

239

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

Agar instansi pemerintah tidak menjadi subyek hukum pidana sebagaimana


diatur dalam Pasal 41C ayat (1) Undang-Undang KUP
maka sebaiknya ketentuan Pasal 35A ayat (1) dipecah
menjadi dua ayat, pertama khusus untuk instansi
pemerintah, kedua untuk subyek hukum pidana
korporasi. Sehingga dalam Pasal 41C ayat (1) cukup
mengacu pada Pasal 35A ayat yang kedua. Perlu juga diatur bahwa pelanggaran
Pasal 35A ayat pertama dikenakan sanksi hukum administrasi bukan pidana.

1.11. Penyertaan Tindak Pidana Perpajakan

Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil,
kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain (Akuntan Publik, Konsultan
Pajak ) yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan.

Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa ketentuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41A dan Pasal 41B berlaku juga bagi yang
menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan.

Untuk memudahkan memahami tindak pidana perpajakan sanksi dan dasar


hukumnya dapat disajikan dalam Tabel 0-2.

Tabel 0-2 Tindak Pidana, Sanksi, dan Dasar Hukum

Dasar
No Tindak Pidana Sanksi Pidana
Hukum
Setiap pejabat yang memberitahukan Kurungan paling Pasal 41
kepada pihak lain segala sesuatu yang lama satu tahun ayat (1) jo
1. diketahui atau diberitahukan kepadanya dan paling Pasal 34
oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan banyak Rp ayat (1) UU
atau pekerjaannya 25.000.000,- KUP
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur
Penjara paling Pasal 41
Jenderal Pajak yang memberitahukan
lama dua tahun ayat (2) jo
kepada pihak lain segala sesuatu yang
2. dan paling Pasal 34
diketahui atau diberitahukan kepadanya
banyak Rp ayat (2) UU
oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan
50.000.000,- KUP
atau pekerjaannya

240 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Dasar
No Tindak Pidana Sanksi Pidana
Hukum
bank, akuntan publik, notaris, konsultan
pajak, kantor administrasi, dan/atau
pihak ketiga lainnya, yang mempunyai Kurungan paling
Pasal 41A jo
hubungan dengan WP yang dilakukan lama satu tahun
Pasal 35
3. pemeriksaan pajak, penagihan pajak, dan paling
ayat (1) UU
atau penyidikan tindak pidana di bidang banyak Rp
KUP
perpajakan, atas permintaan tertulis dari 25.000.000,-
DJP, tidak memberikan keterangan
atau bukti yang diminta
Penjara paling
Setiap orang yang dengn sengaja
lama tiga tahun
menghalangi atau mempersulit Pasal 41B
4. dan paling
penyidikan tindak pidana di bidang UU KUP
banyak Rp
perpajakan
75.000.000,-
Setiap instansi pemerintah, lembaga, Kurungan paling
asosiasi, dan pihak lain, yang tidak lama satu tahun Pasal 41C
5. memberikan data dan informasi yang dan paling ayat (1) UU
berkaitan dengan perpajakan kepada banyak Rp KUP
DJP 1.000.000.000,-
kurungan paling
Setiap orang yang dengan sengaja Pasal 41C
lama sepuluh
menyebabkan tidak terpenuhinya ayat (2) jo
6. bulan atau paling
kewajiban pejabat dan pihak lain untuk 35A ayat (1)
banyak Rp
memberikan data dan informasi UU KUP
800.000.000,-
kurungan paling
Setiap orang yang dengan sengaja Pasal 41C
lama sepuluh
tidak memberikan data dan informasi ayat (3) jo
7. bulan atau paling
yang diminta oleh DJP irektur Jenderal 35A ayat (2)
banyak
Pajak UU KUP
Rp800.000.000,-
pidana kurungan
Setiap orang yang dengan sengaja
paling lama satu Pasal 41C
menyalahgunakan data dan informasi
8. tahun atau paling ayat (4) UU
perpajakan sehingga menimbulkan
banyak KUP
kerugian kepada negara
Rp500.000.000,-

1.12. Pemeriksaan Bukti Permulaan

Pasal 43A ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak
berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan
pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan. Informasi, data, laporan, dan pengaduan yang diterima oleh
DJP akan dikembangkan dan dianalisis melalui kegiatan intelijen atau

241

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

pengamatan yang hasilnya dapat ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan,


Pemeriksaan Bukti Permulaan, atau tidak ditindaklanjuti.45

Pasal 43A ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa tata cara
pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan diatur dengan
atau berdasarkan PMK.46 Yang dimaksud IDLP sebagai berikut.

▪ Informasi tersebut adalah keterangan baik yang disampaikan secara lisan


maupun tertulis yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui
ada tidaknya Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.47
▪ Data adalah kumpulan angka, huruf, kata, atau citra yang bentuknya dapat
berupa surat, dokumen, buku atau catatan, baik dalam bentuk elektronik
maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk
mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan, yang menjadi dasar pelaporan yang belum dianalisis.48
▪ Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh orang atau institusi
karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak
pidana di bidang perpajakan.49
▪ Pengaduan adalah pemberitahuan mengenai dugaan tindak pidana di bidang
perpajakan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang
berwenang.50

Pasal 43A ayat (2) UU KUP mengatur bahwa dalam hal terdapat indikasi tindak
pidana di bidang perpajakan yang menyangkut petugas Direktorat Jenderal
Pajak, Menteri Keuangan dapat menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan
Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan.

Pasal 43A ayat (3) UU KUP mengatur bahwa apabila dari bukti permulaan
ditemukan unsur tindak pidana korupsi, pegawai DJP yang tersangkut wajib
diproses menurut ketentuan hukum Tindak Pidana Korupsi.

1.13. Penyidikan

Penyidikan merupakan ketentuan hukum acara pidana. Adapun ketentuan Bab


IX tentang Penyidikan adalah sebagai dalam Tabel 0-3.

45Penjelasan Pasal 43A ayat (1) UU KUP


46PMK yang dimaksud adalah PMK PMK-239/PMK.03/2014
47Pasal 1 angka 11 PMK-239/PMK.03/2014
48Pasal 1 angka 12 PMK-239/PMK.03/2014
49Pasal 1 angka 13 PMK-239/PMK.03/2014
50Pasal 1 angka 14 PMK-239/PMK.03/2014

242 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Tabel 0-3 Ketentuan Penyidikan dalam Undang-Undang KUP

No Pasal Ketentuan

1 Pasal 44 Penyidikan dan wewenang penyidik

2 Pasal 44A Menghentikan penyidikan karena tidak ada delik

3 Pasal 44B Menghentikan penyidikan untuk kepentingan negara

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan


yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi
serta menemukan tersangkanya.51 Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan DJP yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.52 Penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa penyidikan dilakukan


oleh Penyidik yaitu pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan DJP yang
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan DJP yang diangkat sebagai
penyidik tindak pidana di bidang perpajakan oleh pejabat yang berwenang
adalah penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

1.13.1. Wewenang Penyidik

Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur wewenang penyidik adalah:

51Pasal 1 angka 31 UU KUP


52Pasal 1 angka 32 UU KUP

243

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan


berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
di bidang perpajakan;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan
bukti tersebut. Penyitaan tersebut dapat dilakukan, baik terhadap barang
bergerak maupun tidak bergerak, termasuk rekening bank, piutang, dan surat
berharga milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak, dan/atau pihak lain yang
telah ditetapkan sebagai tersangka;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan. Penyidik menghentikan penyidikan dalam hal
tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana di bidang perpajakan, atau penyidikan dihentikan karena peristiwanya
telah daluwarsa, atau tersangka meninggal dunia. Dalam hal penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan kecuali karena peristiwanya
telah daluwarsa, maka surat ketetapan pajak tetap dapat diterbitkan;53
dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa penyidik


memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.

53Pasal 44A UU KUP

244 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa dalam rangka


pelaksanaan kewenangan penyidikan, penyidik dapat meminta bantuan aparat
penegak hukum lain. Jenis bantuan yang diminta berupa:54

a. bantuan teknis;
b. bantuan taktis;
c. bantuan upaya paksa; dan/atau
d. bantuan konsultasi dalam rangka penyidikan.

1.13.2. Penghentian Penyidikan

Pasal 44B ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa untuk kepentingan
penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat
menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. Dalam
penjelasannya disyaratkan Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak
pidana perpajakan sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke
pengadilan.55

Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa penghentian


penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut hanya dilakukan setelah
Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang
tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi
berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar,
atau yang tidak seharusnya dikembalikan. Pasal 62 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 menjabarkan ketentuan ini bahwa Permintaan
Menteri Keuangan tersebut dapat dilakukan apabila Wajib Pajak telah melunasi
jumlah kerugian pada pendapatan negara sebesar:

a. jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak
dikembalikan; atau

b. jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan
pajak, dan/atau bukti setoran pajak,

54Pasal 61 ayat (3) PP 74 Tahun 2011


55 Juga diatur dalam Pasal 62 ayat (1) PP 74 Tahun 2011

245

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali


jumlah pajak tersebut.

Jumlah pajak tersebut merupakan jumlah kerugian pada pendapatan negara


yang dihitung berdasarkan berita acara pemeriksaan ahli sebelum dilakukan
pelunasan dalam rangka pengajuan permintaan penghentian Penyidikan oleh
Menteri Keuangan. 56

1.13.3. Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Oleh Wajib Pajak

Dalam rangka penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B


Undang-Undang KUP, Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri Keuangan dengan memberikan tembusan kepada Dirjen Pajak.57
Permohonan tersebut dilampiri pernyataan tertulis yang berisi pengakuan
bersalah dan bukti tertulis mengenai penyerahan jaminan pelunasan dalam
bentuk escrow account.58 Besarnya jaminan pelunasan adalah jumlah kerugian
pada pendapatan negara sebesar:59

a. jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak
dikembalikan; atau

b. jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan
pajak, dan/atau bukti setoran pajak, ditambah jumlah sanksi administrasi
berupa denda sebesar empat kali jumlah kerugian pada pendapatan negara
tersebut.

Jumlah pajak dihitung berdasarkan berita acara pemeriksaan ahli yang dilakukan
sebelum pengajuan permintaan penghentian Penyidikan oleh Menteri Keuangan
kepada Jaksa Agung.60 Untuk mengetahui kerugian pada pendapatan negara,
Wajib Pajak harus meminta informasi secara tertulis kepada Dirjen Pajak.61 Atas
permintaan Wajib, Dirjen Pajak atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan

56 Pasal 62 ayat (3) PP 74 Tahun 2011


57 Pasal 2 ayat (1) PMK 129/PMK.03/2012
58 Pasal 2 ayat (2) PMK 129/PMK.03/2012
59 Pasal 2 ayat (3) PMK 129/PMK.03/2012
60 Pasal 2 ayat (4) PMK 129/PMK.03/2012
61 Pasal 3 ayat (1) PMK 129/PMK.03/2012

246 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

informasi tertulis mengenai kerugian pada pendapatan negara beserta besarnya


sanksi administrasi.62

62 Pasal 3 ayat (2) PMK 129/PMK.03/2012 stdd PMK-55/PMK.03/2016

247

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. (2013). Asas Teori dan Praktek Hukum PIdana Korupsi. Yogyakarta: UII
Press.

Brotodiharjo, R. S. (1987). Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: Eresco.

Djafar, M. D. (2012). Kejahatan Di Bidang Perpajakan. Jakarta: Rajawali Pers.

Fahmi, G. (2007). Pajak Menurut Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hadikusuma, H. (2010). Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Alumni.

Hamzah, A. (2010). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Hardjon, P. M. (2011). Pengantar Hukum Administrasi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University.

Hidayat, S. S. (2004). Hukum Pajak dan Permasalahannya. Bandung: Refika


Aditama.

Lamintang, P. (1984). KUHAP dengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut


Yuresprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana. Bandung: Sinar
Baru.

Malimar. (1998). 101 Putusan MPP dalam Upaya Menegakkan Keadilan Pajak.
Jakarta: STPI.

Mardiasmo. (2003). Perpajakan. Yogyakarta: Andi.

Mertokusumo, S. (2010). Penemuan Hukum. Yogyakarta: Penerbit UAJY.

Remmelink, J. (2003). Hukum PIdana Komentar atas Pasal-PAsal Terpenting


dari KUP Belanda dan Padanannya dalam KUHP Indonesia. Jakarta:
Gramedia.

Sukardji, U. (2009). Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada.

Sumitro, R. (1991). Asas dan Dasar Perpajakan 2. Bandung: PT Eresco.

Syamsah, T. (2011). Tindak Pidana Perpajakan. Bandung: Alumni.

Utrecht, E. (1986). Hukum Pidana II. Bandung: Pustaka Tinta Mas.

248 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan


Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah empat kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan


Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

249

PUSDIKLAT PAJAK

Anda mungkin juga menyukai