Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

DENGAN DIAGNOSA MEDIS “DIABETES HIPERGLIKEMI”

RUANG MAWAR I RSUD dr. SOESELO SLAWI

KABUPATEN TEGAL

Dosen Pengampu:

Ahmad Zakiudin, SKM, S.Kep, Ns,. M.Kes.

Disusun oleh :

M.Farkhan Aflisani (19.030)

YAYASAN PONDOK PESANTREN AL HIKMAH 2

AKADEMI KEPERAWATAN AL HIKMAH 2

BENDA SIRAMPOG BREBES

2021

i
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES DENGAN HIPERGLIKEMIA

1. KONSEP DASAR
A. Definisi
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang

di sebabkan karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat defisiensi insulin atau
resistensi insulin(Suryono, 2018).

Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripada rentang


kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml darah (Elizabeth J Corwin,2001 dalam Misdawati
(2014).

B. Klasifikasi
Menurut Rudjianto (2014) klasifikasi DM menurut Americans Diabetes Associations,
yaitu:
1. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe ini terjadi akibat kerusakan pancreas yang menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin yang absolut dan seringkali di diagnose pada usia anak – anak
Atau remaja. Kerusakan tersebut di sebabkan oleh proses autoimun dan proses
yang tidak diketahui (idiopatik) Kelangsungan hidup bagi diabetes tipe 1 ini
memerlukan asupan nutrisi dari luar.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Sekitar 95% penyandang diabetes merupakan penyandang diabestes tipe 2
Tingginya kadar glukosa darah disebabkan karena penurunan produksi insulin
oleh pankreas dengan pengaturan pola hidup sehat bersama pemberian opbat –
obatan yang diminum (obat anti diabetes oral)
3. Diabetes mellitus Gestasional
Diabetes gestasional merupakan kelompok para ibu dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang abnormal pada saat kehamilan dan akan kembali normal

2
setelah melahirkan. Tipe ini merupakan faktor terjadinya diabetes mellitus pada
masa mendatang.

C. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Sudarth dalam Nuari (2017) pada DM tipe 1 terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel pankreas telah dihancurkan
oleh proses auto imun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap ada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut di
esksresikan dalam urine (glukosuria). Ekresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotic. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria) dan rasa haus (polidipsi).
Pada DM Tipe II terdapat masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan sel.
Resistensi insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa darah
harus terdapat peningkatan insulin yang di eksresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkatkan. Namun jika sel – sel tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes Tipe II.
Sedangkan pada diabtes gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes
sebelum kehamilan nya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresei

hormone – hormone plasenta. Seseudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada
wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.

3
D. Patogenesis
Patogenesis Diabetes mellitus tipe 1 terjadi akibat destruksi autoimun terhadap sel beta
pankreas sehingga produksi insulin menurun. Beberapa tahapan terjadinya DM tipe 1
yaitu Tahap pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Meskipun
mekanisme pewarisan menurut hukum Mendel belum jelas tetapi penurunan ini
diperkirakan autosomal dominan, resesif dan campuran. Tahap kedua, keadaan
lingkungan yang mendukung biasanya memulai proses ini pada individu dengan
kerentanan genetik. Infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi
agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga, adanya peradangan pada pankreas
yang sering disebut dengan insulitis. Pada keadaan ini makrofag dan limfosit T
teraktivasi dan menginfiltrasi pulau langerhans di pankreas sebelum atau bersama-sama
dengan berkembangnya Diabetes. Tahap keempat, adalah perubahan atau transformasi sel
Beta sehingga tidak lagi dikenali sebagai “sel sendiri” tetapi dianggap oleh sel imun
sebagai “sel asing”. Sehingga terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama
dengan mekanisme imun seluler yang berdampak pada kerusakan sel Beta pankreas dan
timbulnya Diabetes (Daniel W Foster,2014).

Patogenesis DM tipe 2 jauh lebih sedikit diketahui padahal paling sering ditemukan.
Tidak ada bukti bahwa mekanisme autoimun berperan. Dua defek metabolik yang
menandai DM tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin pada sel beta dan ketidakmampuan
jaringan perifer berespons terhadap insulin(resistensi insulin) (Kumar, 2004). Terdapat 3
fase terjadinya DM tipe 2 yaitu Fase pertama, glukosa plasma tetap normal 7 meskipun
terlihat resistensi insulin karena kadar insulin yang meningkat. Pada fase kedua, resistensi
insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak
intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Fase ketiga, resistensi
insulin tidak berubah , tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa
dan diabetes yang nyata. Jadi, sekresi insulin meningkat dikarenakan adanya defek pada
sel beta pankreas dan untuk mengkompensasi keadaan resistensi. Namun hipersekresi
insulin akan semakin menyebabkan resistensi insulin, sehingga menyebabkan kadar
glukosa tinggi yang nyata dalam darah (Daniel W Foster,2014).

4
E. Tanda dan gejala

Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik Gejala akut diabetes melitus
yaitu :

1) Poliphagia (banyak makan)


2) polidipsia (banyak minum)
3) Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah
namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah
lelah.

Gejala kronik diabetes melitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk
tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai
kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada
pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.

F. Komplikasi Diabetes Melitus Akut

Komplikasi diabetes melitus akut bisa disebabkan oleh 2 hal, yaitu peningkatan dan
penurunan kadar gula darah yang drastis. Kondisi ini memerlukan penanganan medis segera.
Jika terlambat ditangani, bisa menyebabkan hilangnya kesadaran, kejang, hingga kematian.

Komplikasi diabetes melitus akut terbagi menjadi 3 macam, yaitu:

Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kondisi ketika terjadi penurunan kadar gula darah secara drastis akibat
tingginya kadar insulin dalam tubuh, terlalu banyak mengonsumsi obat penurun gula darah,
atau terlambat makan.

Gejalanya meliputi penglihatan kabur, jantung berdetak cepat, sakit kepala, tubuh gemetar,
keringat dingin, dan pusing. Kadar gula darah yang terlalu rendah, bahkan bisa menyebabkan
pingsan, kejang, dan koma.

5
Ketosiadosis diabetik (KAD)

Ketosiadosis diabetik adalah kondisi kegawatan medis akibat peningkatan kadar gula darah
yang terlalu tinggi. Ini adalah komplikasi diabetes melitus yang terjadi ketika tubuh tidak
dapat menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber bahan bakar, sehingga tubuh
mengolah lemak dan menghasilkan zat keton sebagai sumber energi.

Jika tidak segera mendapat penanganan medis, kondisi ini dapat menimbulkan penumpukan
zat asam yang berbahaya di dalam darah, sehingga menyebabkan dehidrasi, koma, sesak
napas, atau bahkan kematian.

Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)

Kondisi ini juga merupakan salah satu kegawatan medis pada penyakit kencing manis,
dengan tingkat kematian mencapai 20%. HHS terjadi akibat adanya lonjakan kadar gula
darah yang sangat tinggi dalam waktu tertentu. Gejala HHS ditandai dengan haus yang berat,
kejang, lemas, gangguan kesadaran, hingga koma.

Komplikasi Diabetes Melitus Kronis

Komplikasi jangka panjang biasanya berkembang secara bertahap saat diabetes tidak dikelola
dengan baik. Tingginya kadar gula darah yang tidak terkontrol dari waktu ke waktu akan
meningkatkan risiko komplikasi, yaitu kerusakan serius pada seluruh organ tubuh.

Beberapa komplikasi jangka panjang pada penyakit diabetes melitus adalah:

1. Gangguan pada mata (retinopati diabetik)

Diabetes dapat merusak pembuluh darah di retina. Kondisi ini disebut retinopati


diabetik dan berpotensi menyebabkan kebutaan. Pembuluh darah di mata yang rusak
karena diabetes juga meningkatkan risiko gangguan penglihatan, seperti katarak dan
glaukoma.

6
Deteksi dini dan pengobatan retinopati secepatnya dapat mencegah atau menunda
kebutaan.

Oleh karena itu, penderita diabetes dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mata secara


teratur.

2. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)

Komplikasi diabetes melitus yang menyebabkan gangguan pada ginjal


disebut nefropati diabetik. kondisi ini bisa menyebabkan gagal ginjal, bahkan bisa
berujung kematian jika tidak ditangani dengan baik. Saat terjadi gagal ginjal, penderita
harus melakukan cuci darah rutin atau transplantasi ginjal.

Diagnosis sejak dini, mengontrol glukosa darah dan tekanan darah, pemberian obat
obatan pada tahap awal kerusakan ginjal, serta membatasi asupan protein adalah cara
yang bisa dilakukan untuk menghambat perkembangan diabetes yang mengarah kepada
gagal ginjal.

3. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)

Tingginya kadar gula dalam darah dapat merusak pembuluh darah dan saraf di tubuh,
terutama kaki. Kondisi yang biasa disebut neuropati diabetik ini terjadi ketika saraf
mengalami kerusakan, baik secara langsung akibat tingginya gula darah maupun
karena penurunan aliran darah menuju saraf.

Rusaknya saraf akan menyebabkan gangguan sensorik dengan gejala berupa


kesemutan, mati rasa, atau nyeri. Kerusakan saraf juga dapat memengaruhi saluran
pencernaan dan menyebabkan gastroparesis. Gejalanya berupa mual, muntah, dan
merasa cepat kenyang saat makan.

Komplikasi ini juga dapat menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi pada pria.
Sebenarnya, kerusakan saraf bisa dicegah dan ditunda jika diabetes terdeteksi sejak

7
dini. Dengan demikian, kadar gula darah bisa dikendalikan dengan menerapkan pola
makan dan pola hidup sehat, serta mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter.

4. Masalah kaki dan kulit

Masalah pada kulit dan luka pada kaki juga umum terjadi jika mengalami komplikasi
diabetes. Hal ini disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah dan saraf, serta
terbatasnya aliran darah ke kaki. Gula darah yang tinggi juga memudahkan bakteri dan
jamur berkembang biak. Terlebih jika adanya penurunan kemampuan tubuh untuk
menyembuhkan diri sebagai akibat dari diabetes. Dengan demikian, masalah pada
kulit dan kaki pun tak dapat terelakkan.

Jika tidak dirawat dengan baik, kaki penderita diabetes berisiko mudah luka dan
terinfeksi sehingga menimbulkan gangren dan ulkus diabetikum. Penanganan luka
pada kaki penderita diabetes adalah dengan pemberian antibiotik, perawatan luka
dengan benar, atau bahkan amputasi bila kerusakan jaringan sudah parah.

5. Penyakit kardiovaskular

Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah. Ini
dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah di seluruh tubuh, termasuk jantung.
Komplikasi diabetes melitus yang menyerang jantung dan pembuluh darah, meliputi
penyakit jantung, stroke, serangan jantung, dan penyempitan arteri (aterosklerosis).

Mengontrol kadar gula darah dan faktor risiko lainnya dapat mencegah dan menunda
komplikasi pada penyakit kardiovaskular.

Selain kelima komplikasi di atas, komplikasi diabetes melitus lainnya bisa berupa
gangguan

pendengaran, melemahnya imunitas tubuh, penyakit Alzheimer, depresi, serta masalah


pada gigi dan mulut.

Penanganan Komplikasi Diabetes Melitus

8
Prinsip utama penanganan komplikasi diabetes melitus adalah dengan mengendalikan
kadar gula darah agar tidak merusak organ-organ tubuh. Penanganan yang diberikan
mencakup pengobatan secara medis, pengaturan gizi, dan penerapan pola hidup
sehat untuk penderita diabetes. Semakin baik Anda mengelola kadar gula darah, tekanan
darah, dan kadar lemak darah, semakin rendah risiko terjadinya komplikasi diabetes
melitus. Anda dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan rutin ke dokter agar penyakit
diabetes dapat dikelola dengan baik.

Pola makan yang tepat dan penerapan pola hidup sehat dengan cara rajin berolahraga,
menjaga berat badan, menghentikan kebiasaan merokok, serta menghindari peningkatan
tekanan darah dan kolesterol, akan mendukung Anda untuk tetap sehat dan menurunkan
risiko terjadinya komplikasi diabetes melitus.

Jika Anda mengalami salah satu gejala atau diketahui memiliki faktor risiko seperti yang
telah dijelaskan di atas, segera konsultasikan ke dokter. Jangan mengabaikan tanda dan
gejala yang timbul, karena dapat mempersulit proses pengobatan dan pemulihan
komplikasi diabetes melitus.

G. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :

 Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa


nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

9
Diet Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan
status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau
Body Mass Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT

H. Data Penunjang

Pemeriksaan penunjang diabetes mellitus tipe 1 berupa pemeriksaan laboratorium.


Pemeriksaan laboratorium utama berupa pemeriksaan kadar gula darah dan HbA1c untuk
diagnosis dan kontrol diabetes mellitus.
Pemeriksaan Gula Darah
Diabetes mellitus didiagnosa berdasarkan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL atau
kadar gula darah puasa di atas 126 mg/dL. Jika kadar gula darah di bawah angka tersebut
tapi pasien memiliki gejala klasik diabetes (polidipsi, poliuria, polifagia), lakukan
pemeriksaan ulang. Jika hasil tetap di bawah batas di atas, lakukan pemeriksaan toleransi
glukosa.
Pada pasien yang tidak memiliki gejala klasik diabetes, jika kadar gula darah puasa di
antara 100-125 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu antara 140-199 mg/dL, lakukan
pemeriksaan toleransi glukosa. Pasien tanpa gejala klasik dengan kadar gula darah puasa
<100 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu <140 mg/dL dapat langsung didiagnosis
sebagai tidak terkena diabetes mellitus.
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan mengukur kadar gula darah puasa. Pasien
kemudian diberikan larutan glukosa oral 75 gram dan kembali diukur kadar gula
darahnya 2 jam setelah meminum larutan glukosa tersebut. Pada diabetes gestasional,
pengukuran juga dilakukan pada 1 jam pasca meminum larutan glukosa.
Hasil tes toleransi glukosa oral sebesar >200 mg/dL dikategorikan sebagai diabetes
mellitus, 140-199 mg/dL toleransi glukosa terganggu, dan di bawah angka tersebut
dikategorikan sebagai normal.
10
Hemoglobin A1c (HbA1c)
HbA1C merupakan pengukuran gold standard terhadap kontrol diabetes dalam
keberhasilan tata laksana diabetes. Walau demikian, pemeriksaan ini juga sudah
dianjurkan oleh sebagian literatur sebagai alat diagnostik diabetes mellitus.
Kadar HbA1C menggambarkan perkiraan kadar glukosa selama tiga bulan yang lalu
sehingga tepat digunakan untuk monitor keberhasilan terapi, dan memprediksi progres
komplikasi diabetes mikrovaskular. Hal inilah yang menjadikannya jauh lebih unggul
untuk kontrol diabetes dibandingkan dengan pemeriksaan kadar gula darah yang hanya
dapat melihat kadar gula darah pada satu waktu dan tidak dapat memprediksi komplikasi.
Nilai rujukan untuk pasien diabetik adalah HbA1c ≥ 6.5%
Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan:
 sel darah merah abnormal seperti pada anemia hemolitik, atau anemia defisiensi
besi
 Anak-anak dengan perkembangan penyakit DM 1 yang cepat
 Diabetes neonatal[15]
Pemeriksaan untuk Membedakan Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2
Untuk membedakan diabetes mellitus tipe 1 dan 2, pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut:
 Kadar insulin
 Kadar C-peptide: dibentuk selama konversi proinsulin ke insulin
 Kadar insulin atau C-peptide < 0,6 ng/mL mengarah kepada diabetes mellitus tipe
1
 Kadar C-peptide puasa > 1 ng/dL pada penderita diabetes sekitar lebih dari 1-2
tahun mengarah kepada diabetes mellitus tipe 2
 Marker auto antibodi untuk penentuan tipe diabetes mellitus, contohnya glutamic
acid decarboxylase (GAD)[10]
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan berupa hitung jenis leukosit, kultur
darah, dan urin bila ada kecurigaaan infeksi atau sepsis. Kadar plasma aseton, yaitu β-
hidroksibutirat bermanfaat untuk menilai ada tidaknya ketoasidosis diabetik, nilai
normalnya < 0,4-0,5 mmol. Pemeriksaan terhadap ketoasidosis diabetik juga dapat
dilakukan berdasarkan kadar keton darah. Pada ketoasidosis diabetik, perlu juga
dilakukan pemeriksaan elektrolit karena sering kali ditemukan gangguan kalium

11
12

Anda mungkin juga menyukai