Anda di halaman 1dari 60

2

PENGENALAN REPRODUKSI USIA REMAJA


BERSAMA MOMIRE
MOJOK MILENIAL REMAJA
3

PENGENALAN RERODUKSI (PENSI)


BERSAMA MOJOK MILENIAL REMAJA
(MOMIRE)

Disusun oleh kelompok 3 Profesi Ners


Anggota kelompok :
1. Candra Aprilia Kartika S.Kep
2. Machmud Jamaluddin S.Kep
3. Erna Yasin S.Kep
4. Umi Kulsum S.Kep
5. Miriam Baersady S.Kep
6. Luchy Lospalos Billy S.Kep
7. Yustina Mete S.Kep
8. Krispina Melsadalim S.kep
9. Sarciany Suhartini Kase S.Kep

Dosen Pembimbing :
Mizam Ari Kurniyanti S.Kep., Ners., M.Kep

MAHASISWA PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYGAMA HUSADA MALANG
2020/2021
4

PENGENALAN REPRODUKSI USIA REMAJA


MELALUI MOMIRE
MOJOK MILENIAL REMAJA
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah
swt yang senantiasa melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan modul ini. Modul ini disusun untuk
memenuhi tugas praktik profesi ners pada dapartemen Keperawatan
Komunitas & Keluarga. Teknik penyajian yang diangkat dilakukan secara
terpadu tanpa pemilihan berdasarkan jenjang pendidikan pada usia remaja.
Cara ini diharapkan bisa meminimalisir terjadinya pengulangan topik
berdasarkan jenjang pendidikan. Pembahasan modul ini dimulai dengan
menjelaskan tujuan yang akan dicapai. Kelebihan modul ini, Anda bisa melihat
dan memahami terkait dengan kesehatan reproduksi secara menyeluruh.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan modul masih
banyak kekurangan, untuk itu penyusun sangat membuka saran dan kritik
yang sifatnya membangun. Mudah-mudahan modul ini memberikan manfaat.

Malang, Juli 2021

Penulis

i
MOJOK MILENIAL REMAJA (MOMIRE)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
B. TUJUAN ...................................................................................................... 4
C. SASARAN ................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
A.Pengertian ................................................................................................... 5
B.Fase Usia Remaja ....................................................................................... 5
C.Tumbuh Kembang remaja .......................................................................... 5
D.Tahap Tumbuh Kembang Remaja.............................................................. 7
E.Tugas remaja dalam perkembangan .......................................................... 8
F.Karakteristik sifat remaja ............................................................................ 9
G.Perkembangan remaja .............................................................................. 10
H.Dampak Perubahan remaja ...................................................................... 12
I. Penyebab Perubahan Pubertas ................... Error! Bookmark not defined.
J. Masalah kesehatan reproduksi remaja ...... Error! Bookmark not defined.
K. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ........ Error! Bookmark not defined.
L.Penyalahgunaan NAPZA ........................................................................... 17
M.Permasalahan pada remaja ketika masa pubertas ................................. 17
N.Penanganan masalah kesehatan reproduksi remaja .............................. 18
O.Intervensi untuk mengatasi masalah reproduksi pada remaja ........ Error!
Bookmark not defined.
BAB III PENGENALAN REPRODUKSI (PENSI) BERSAMA MOJOK MILENIAL
REMAJA (MOMIRE) ......................................................................................... 22
A. Filosofi Pojok Remaja .............................................................................. 22
B. Konsep Pojok Remaja ............................................................................. 23
C.Gambaran Pojok Remaja Dalam Peningkatan Kesehatan Reproduksi . 26
D.Manfaat Pojok Remaja .............................................................................. 43
E.Gambaran Website Mojok Momire ........................................................... 43

ii
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI ERA MILENIAL
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 – 19
tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 25 tahun 2014, remaja
adalah penduduk dalam rentang usia 10 – 18 tahun dan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10 – 24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10 – 19
tahun di Indonesia menurut Sensus Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau
sekitar 18% dari jumlah penduduk. Di Dunia diperkirakan kelompok remaja
berjumlah 1,2 Miliar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO, 2018).
Menurut data PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Jawa
Timur tahun 2020, remaja yang berhubungan seksual pra nikah sebanyak 863
orang, hamil pra nikah 452 orang, Infeksi menular seksual 283 orang,
masturbasi 337 orang, aborsi 244 orang. Kasus ini meningkat dari tahun 2019
dimana kasus remaja yang berhubungan seksual pra nikah 765 orang, hamil
pra nikah 367 orang, infeksi menular seksual 275 orang, masturbasi 322
orang, aborsi 166 orang (PILAR PKBI, 2020).
Kesehatan reproduksi remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan
dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun
intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar,
serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului
oleh pertimbangan yang matang. Apabila keputusan yang diambil dalam
menghadapi konflik tidak tepat, maka remaja akan jatuh dalam perilaku
berisiko dan menanggung akibat baik jangka pendek dan jangka panjang.
(Pusdatin Kemenkes RI, 2014)..Menjaga kesehatan reproduksi pada masa
remaja sangat penting, karena pada masa ini organ organ seksual remaja
telah aktif. Menurut SDKI 2012 KRR menunjukkan tingkat pengetahuan
remaja tentang kesehatan reproduksi masih rendah dengan hasil 73,46%
remaja laki laki dan 75,6 % remaja perempuan usia 15-19 tahun di indonesia
tidak mengetahui pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi.
Remaja merupakan masa dimulainya perkembangan organ-organ
reproduksi. Kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi
dapat menimbulkan masalah dalam kesehatan reproduksinya. Remaja

1
2

merupakan suatu tahap pertumbuhan dan perkembangan manusia yang


terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa (WHO 2011).
Untuk mencegah semua itu perlu adanya peran orang tua, pendidikan
formal dan lingkungan tempat bersosialisasi yang di-harapkan dapat
berpengaruh bagi remaja. Berbagai fenomena yang terjadi di Indo-nesia,
agaknya masih timbul pro kontra di masyarakat, lantaran adanya anggapan
bahwa membicarakan seks adalah hal yang tabu dan pendidikan seks akan
mendorong remaja untuk berhubungan seks. Sebagian besar masyarakat
masih beranggapan pendidikan seks sebagai suatu hal yang vulgar.
Intervensi yang digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan
reproduksi pada remaja adalah Kelompok remaja memerlukan perhatian yang
khusus oleh praktisi kesehatan khususnya perawat komunitas (Sthanhope &
Lancaster, 2004). Remaja umumnya mendapatkan kenyamanan dan terbuka
pada kelompok sebayanya. Proses pembelajaran remaja dapat difasilitasi
dalam kegiatan kelompok sebaya melalui model dalam suatu kelompok
remaja di sekolah yang berupa Pojok Remaja. Hasil Aplikasi program MCFC
sebagai suatu bentuk kegiatan peer group remaja menunjukkan sikap yang
positif dari remaja yang menjadi peer educator
Beberapa penelitian terkait upaya pencegahan perilaku berisiko pada
remaja, khususnya kehamilan remaja telah dilakukan. Meskipun demikian
penelitian-tersebut tersebut mayoritas masih difokuskan di sekolah karena
sekolah memang belum terbuka untuk masalah kesehatan seksual sehingga
tidak melakukan intervensi. Penelitian Kwon dan Wickrama menyebutkan
bahwa pola asuh merupakan salah satu faktor yang secara tidak program ini,
misalnya mencari informasi sendiri melalui langsung berpengaruh terhadap
perilaku berisiko pada remaja. Penelitian O'Donnell dan Fuxman menyebutkan
bahwa intervensi pengasuhan yang efektif dapat meningkatkan pendidikan
kesehatan dan seksualitas berbasis sekolah dan membantu orang tua
mendukung anak-anak mereka pada masa remaja awal. Berbeda dengan
penelitian tersebut, Tujuan dilakukan Edukasi tentang Kesehatan Reproduksi
dan pendamping/peer Group (kelompok teman sebaya Remaja merupakan
salah satu metode yang tepat untuk memberikan informasi kepada remaja
bahwa Pendidikan kesehatan yang dilakukan membuat remaja memahami
bahwa bagian dari hak reproduksi remaja untuk memiliki pengetahuan,
kesadaran, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi yang bertanggung jawab,
3

untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sikap Tumbuh kembang


remaja, organ reproduksi, perubahan fisik remaja, menstruasi dan praktik
kebersihan menstruasi, perkembangan jiwa remaja, perilaku seksual berisiko
pada remaja itu sendiri.
4

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui defenisi kesehatan reproduksi
b. Mengetahui pembagian usia remaja
c. Mengetahui reproduksi pada remaja
d. Mengetahui bahaya seks bebas
e. Mengetahui solusi mencegah seks bebas
f. Tersedianya pedoman peningkatan pendidikan kesehatan reproduksi
remaja melalu progam MOMIRE (Mojok Milenial Remaja).
g. Membentuk remaja secara mandiri dalam meningkatkan pengetahuan
dan menangani dalam mencegah masalah kesehatan reproduksi.

D. SASARAN
1. Bagi seluruh remaja dalam konteks komunitas & keluarga.
2. Kelompok pendamping remaja peer Group (kelompok teman sebaya).
3. Keluarga yang memiliki anggota usia remaja.
MENGENAL KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Pada
periode ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan berbagai hal baik
hormonal, fisik, psikologis, maupun sosial (Abrori & Qurbaniah, 2017). Pada
masa remaja terjadi laju pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun
psikis terutama pada kematangan organ reproduksi.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian
perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian
kematangan masa dewasa sudah dicapai. Bagian dari masa kanak-kanak itu
antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus
bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses
kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan
kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak
(Hurlock, 2014).
Kesehatan reproduksi (Kespro) adalah keadaan sejahtera fisik, mental,
dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi peran
sistem reproduksi (Hurlock, 2017).

B. Fase Usia Remaja


Menurut Adams & Gullota (2014), masa remaja meliputi usia antara 11
hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (2014) membagi masa remaja menjadi
masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16
atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh
Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi
perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.

C. Tumbuh Kembang Remaja


Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling terkait,
berkesinambungan, dan berlangsung secara bertahap. Perkembangan
merupakan suatu proses di mana perubahan-perubahan dalam diri remaja
akan diintegrasikan sedemikian rupa, sehingga remaja tersebut dapat

5
6

berespons dalam menghadapi rangsangan-rangsangan dari luar dirinya.


Yang paling menonjol dalam tumbuh kembang remaja adalah adanya
perubahan fisik, alat reproduksi, kognitif, dan psikososial (Depkes Jakarta I,
2010).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saat seorang anak memasuki usia
remaja antara lain dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu dimensi biologis, dimensi
kognitif dan dimensi sosial.
1. Dimensi biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun mimpi basah pada remaja
putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar.
Pubertas menjadikan seorang anak memiliki kemampuan untuk ber-
reproduksi. Pada saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan
mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya
sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai
berkembang, panggul mulai membesar, timbul jerawat dan tumbuh
rambut pada daerah kemaluan. Anak lelaki mulai memperlihatkan
perubahan dalam suara, tumbuhnya kumis, jakun, alat kelamin menjadi
lebih besar, otot-otot membesar, timbul jerawat dan perubahan fisik
lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal
pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
2. Dimensi kognitif
Perkembangan kognitif, remaja dalam pandangan Jean Piaget (2007)
(seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan
tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal
operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola
pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks
dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian
rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya.
Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga
mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak
lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses
informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka
sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman lalu dan
7

sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana


untuk masa depan.
3. Dimensi moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya
mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya
sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Para remaja mulai
membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah
populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik,
kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan sebagainya. Remaja tidak lagi
menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang
diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai
mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan
lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak
melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal
yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.

D. Tahap Tumbuh Kembang Remaja


Mengenai ciri-ciri remaja tidak mesti dilihat dari satu sisi, tetapi dapat dilihat
dari berbagai segi. Misalnya dari segi usia, perkembangan fisik, phisikis, dan
perilaku. Menurut Gayo (2013) ciri-ciri remaja usianya berkisar 12-20 tahun
yang dibagi dalam tiga fase yaitu; Adolensi diri, adolensi menengah, dan
adolensi akhir.
Menurut Sarwono (2011) dan Hurlock (2011) ada tiga tahap perkembangan
remaja, yaitu :
1. Remaja awal (early adolescence) usia 11-13 tahun
Seorang remaja pada tahap ini masih heran akan perubahan - perubahan
yang terjadi pada tubuhnya. Remaja mengembangkan pikiran-pikiran
baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara
erotis. Pada tahap ini remaja awal sulit untuk mengerti dan dimengerti
oleh orang dewasa. Remaja ingin bebas dan mulai berfikir abstrak.
Sarwono (2011) dan Hurlock (2011)
2. Remaja Madya (middle adolescence) 14-16 tahun
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Remaja
merasa senang jika banyak teman yang menyukainya. Ada kecendrungan
“narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman
8

yang mempunyai sifat yang sama pada dirinya. Remaja cendrung berada
dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang
mana. Pada fase remaja madya ini mulai timbul keinginan untuk
berkencan dengan lawan jenis dan berkhayal tentang aktivitas seksual
sehingga remaja mulai mencoba aktivitas-aktivitas seksual yang mereka
inginkan. Sarwono (2011) dan Hurlock (2011).
3. Remaja akhir (late adolesence) 17-20 tahun
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yang ditandai
dengan pencapaian 5 hal, yaitu :
a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang dan
dalam pengalaman-pengalaman yang baru.
c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri.
e) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
publik. Sarwono (2011) dan Hurlock (2011).

E. Perkembangan remaja dan tugasnya


Dinyatakan oleh Yani, dkk, terdapat hubungan yang erat antara lingkungan
kehidupan sosial dan tugas-tugas yang diselesaikan remaja dalam hidupnya.
Tugas perkembangan remaja menurut Robert Y. Havighurst yaitu :
1. Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman sebaya, baik
dengan teman sejenis maupun dengan beda jenis kelamin.
2. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial meurut jenis kelamin masing-
masing.
3. Menurut kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif
mungkin dengan perasaan puas.
4. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa
lainnya.
5. Mencapai kebebasan ekonomi.
6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan.
7. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup serumah
tangga.
8. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang
diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat.
9

9. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat di pertanggung


jawabkan.
10. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-
tindakannya dan sebagai pandangan hidup.
Terjadi perubahan besar sehubungan dengan perkembangan seksualitas
remaja, yang merupakan masa transisi dari masa kanak - kanak menjadi
dewasa. Tugas-tugas yang sehubungan dengan perkembangan seksualitas
remaja, yaitu :
1. Memiliki pengetahuan yang benar tentang seks dan berbagai peran jenis
kelamin yang dapat diterima masyarakat.
2. Mengembangkan sikap yang benar tentang seks.
3. Mengenali pola-pola perilaku hetero seksual yang dapat diterima
masyarakat.
4. Menetapkan nilai-nilai yang harus diperjuangkan dalam memilih
pasangan hidup.
5. Mempelajari cara-cara mengekspresikan cinta.

F. Karakteristik perkembangan sifat remaja


Menurut Ali (2011), karakteristik perkembangan sifat remaja yaitu :
1. Kegelisahan
Sesuai dengan masa perkembangannya, remaja mempunyai banyak
angan-angan, dan keinginan yang ingin diwujudkan di masa depan. Hal
ini menyebabkan remaja mempunyai angan - angan yang sangat tinggi,
namun kemampuan yang dimiliki remaja belum memadai sehingga
remaja diliputi oleh perasaan gelisah.
2. Pertentangan
Pada umumnya, remaja sering mengalami kebingungan karena sering
mengalami pertentangan antara diri sendiri dan orang tua. Pertentangan
yang sering terjadi ini akan menimbulkan kebingungan dalam diri remaja
tersebut.
3. Mengkhayal
Keinginan dan angan-angan remaja tidak tersalurkan, akibatnya remaja
akan mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalan
mereka melalui dunia fantasi. Tidak semua khayalan remaja bersifat
10

negatif. Terkadang khayalan remaja bisa bersifat positif, misalnya


menimbulkan ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.
4. Akitivitas berkelompok
Adanya bermacam-macam larangan dari orangtua akan mengakibatkan
kekecewaan pada remaja bahkan mematahkan semangat para remaja.
Kebanyakan remaja mencari jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi
dengan berkumpul bersama teman sebaya. Mereka akan melakukan
suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat
mereka atasi bersama.
5. Keinginan mencoba segala sesuatu
Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high
curiosity). Karena memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung
ingin berpetualang, menjelajahi segala sesuatu, dan ingin mencoba
semua hal yang belum pernah dialami sebelumnya.

G. Perkembangan Remaja
1. Perkembangan Fisik
Pada anak laki-laki tumbuhnya kumis dan jenggot, jakun dan
suara membesar. Puncak kematangan seksual anak laki-laki adalah
dalam kemampuan ejakulasi, pada masa ini remaja sudah dapat
menghasilkan sperma. Ejakulasi ini biasanya terjadi pada saat tidur dan
diawali dengan mimpi basah (Sarwono, 2011).
Pada anak perempuan tampak perubahan pada bentuk tubuh
seperti tumbuhnya payudara dan panggul yang membesar. Puncak
kematangan pada remaja wanita adalah ketika mendapatkan menstruasi
pertama (menarche). Menstruasi pertama menunjukkan bahwa remaja
perempuan telah memproduksi sel telur yang tidak dibuahi, sehingga
akan keluar bersama darah menstruasi melalui vagina atau alat kelamin
wanita (Sarwono, 2011).
2. Perkembangan Kognitif Remaja
Perkembangan kognitif remaja menurut Piaget (dalam
Elisabet,2013) menjelaskan bahwa selama tahap operasi formal yang
terjadi sekiyar usia 11-15 tahun. Seorang anak mengalami perkembangan
penalaran dan kemampuan berfikir untuk memecahkan persoalan yang
dihadapinya berdasarkan pengalaman langsung. Struktur kognitif anak
11

mencapai pematangan pada tahap ini. Potensi kualitas penalaran dan


berfikir (reasoning dan thinking) berkembang secara maksimum. Setelah
potensi perkembangan maksimum ini terjadi, seorang anak tidak lagi
mengalami perbaikan struktural dalam kualitas penalaran pada tahap
perkembangan selanjutnya.
Remaja yang sudah mencapai perkembangan operasi formal
secara maksimum mempunyai kelengkapan struktural kognitif sebagai
mana halnya orang dewasa. Namun, hal itu tidak berarti bahwa pemikiran
(thinking) remaja dengan penalaran formal (formal reasoning) sama
baiknya dengan pemikiran aktual orang dewasa karena hanya secara
potensial sudah tercapai.
3. Perkembangan Emosi Remaja
Emosi merupakan salah satu aspek psikologis manusia dalam
ranah efektif. Aspek psikologis ini sangat berperan penting dalam
kehidupan manusia pada umumnya, dan dalam hubungannya dengan
orang lain pada khususnya. Keseimbangan antar ketiga ranah psikologis
sangat di butuhkan sehingga manusia dapat berfungsi dengan tepat
sesuai dengan stimulus yang di hadapinya.
Prawitasari (dalam Zailani, 2015) mengembangkan alat pengungkap
emosi dasar manusia berupa foto-foto sebagai ekspresi wajah dari
berbagai model dasar manusia yaitu : senang, sedih, terkejut, jijik, marah,
takut dan malu.
Pada masa remaja, ekspresi emosi yang nampak kadang-kadang
tidak mengembangkan kondisi emosi yang sebenarnya, misalnya orang
yang marah seribu bahasa. Ekspresi emosi sifatnya sangat individual
atau subjektif, tergantung pada kondisi pribadi masing-masing orang.
Manifestasi emosi yang sering muncul pada remaja termasuk higtened
emotionality atau meningkatkan emosi yaitu kondisi emosinya berbeda
dengan keadaan sebelumnya. Ekspresi meningkatnya emosi ini dapat
berupa sikap binggung, emosi meledak-ledak, suka berkelahi, tidak ada
nafsu makan, tidak punya gairah apapun, atau mungkin sebaliknya
melarikan diri membaca buku. Di samping kondisi emosi yang meningkat,
juga masih dijumpai beberapa emosi yang menonjol pada remaja
termasuk khawatir, cemas, jengkel, frustasi cemburu, iri, rasa ingin tahu,
12

dan afeksi, atau rasa kasih sayang dan perasaan bahagia. (Zaenuddin,
2015).
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “Badai
dan Tekanan”, sesuatu masa dimana ketegangan emosi meninggi
sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan yang
terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada
masa puber. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki
dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi
baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan
diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu (Hurlock, 2014)
Masa remaja merupakan “badai dan tekanan”, masa stress full
karena ada perubahan fisik dan biologis serta perubahan tuntutan dari
lingkungan, sehingga diperlukan suatu proses penyesuaian diri dari
remaja. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan.
Namum benar benar juga bila sebagian besar remaja mengalami
ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha
penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru.
(Nurfajriyah, 2016)

H. Dampak Perubahan Remaja


Terjadinya perubahan dan perkembangan pada remaja juga
mempengaruhi sikap dan perilaku remaja. Namun ada beberapa yang
menyatakan bahwa perubahan dalam sikap dan perilaku yang terjadi kebih
merupakan akibat dari perubahan sosial dari pada akibat dari perubahan
kelenjar yang berpengaruh pada keseimbangan tubuh. Semakin sedikit
simpati dan pengertian yang diterima oleh remaja dari orang tua, kakak-adik,
guru-guru, dan teman-teman, serta semakin besar harapan-harapan sosial
pada periode ini, semakin besar akibat psikologis dari perubahan -
perubahan fisik (Theresia, Tjhay, & Widjaja, 2020).
Pada umumnya pengaruh perubahan remaja lebih banyak terjadi pada
perempuan daripada laki-laki, sebagian besar hal ini disebabkan oleh
periode kematangan reproduksi perempuan lebih awal dari laki-laki, namun
sebagian lainnya disebabkan oleh hambatan-hambatan sosial mulai
ditekankan pada perilaku remaja perempuan justru pada saat remaja
perempuan mencoba membebaskan diri dari berbagai batasan. Dinyatakan
13

oleh More, bahwa remaja laki-laki lebih memiliki kesempatan yang banyak
untuk menyesuaikan dirinya dalam kejadian perubahan pada remaja ini
dibandingkan dengan remaja perempuan diakibatkan kepesatan
perkembangan yang terjadi pada remaja perempuan, walaupun rangsangan
yang ditimbulkan sama kuatnya bahkan lebih kuat bagi pria. Karena
mencapai kematangan lebih awal, remaja perempuan akan menunjukkan
tanda-tanda perilaku yang mengganggu, namun remaja perempuan lebih
cepat stabil dari pada remaja laki-laki (Theresia et al., 2020).
Kematangan lebih awal pada remaja perempuan ini dapat mengakibatkan
remaja perempuan berperilaku lebih dewasa dan lebih berpengalaman,
namun penampilan dan tindakannya dapat menimbulkan reputasi “kegenitan
seksual”, hal ini dapat menyebabkan ia mengalami salah langkah bersama
teman-temannya dibandingkan remaja laki-laki yang matang lebih awal.
Keprihatinan juga dialami oleh remaja perempuan seiring perubahan fisiknya
dengan gambaran penampilan diri yang ideal sehingga remaja tidak jarang
mempertimbangkan realitas bawaan fisik seseorang dengan gambaran ideal.
Keprihatinan umum lainnya yang dialami pada remaja yaitu ketegangan dan
ketidaknyamanan karena berkembangnya organ - organ seks sering
menyebabkan remaja untuk memeganginya. Sebagian besar remaja
diberitahu bahwa perbuatan masturbasi merupakan perbuatan yang salah,
dan remaja akan merasa malu dan bersalah bila melakukannya (Ract,
2014).

I. Penyebab Perubahan Pubertas


Menurut (Kusumawati, Ragilia, Trisnawati, & Larasati, 2018) ada beberapa
penyebab perubahan pubertas sebagai berikut :
1. Peran kelenjar pituitary – kelenjar pituitary mengeluarkan dua hormon
yaitu hormon pertumbuhan yang berpengaruh dalam menentukan
besarnya individu, dan hormon gonadotrofik yang merangsang gonad
untuk meningkatkan kegiatan. Sebelum masa puber secara bertahap
jumlah hormon gonadotrofik semakin bertambah dan kepekaan gonad
terhadap hormon gonadotrofik dan peningkatan kepekaan juga semakin
bertambah, dalam keadaan demikian perubahan-perubahan pada masa
puber mulai terjadi.
14

2. Peran Gonad- Dengan pertumbuhan dan perkembangan gonad, organ-


organ seks yaitu ciri-ciri seks primer : bertambah besar dan fungsinya
menjadi matang, dan ciri-ciri seks sekunder, seperti rambut kemaluan
mulai berkembang.
3. Interaksi Kelenjar Pituitary dan Gonad – Hormon yang dikeluarkan oleh
gonad, yang telah dirangsang oleh hormon gonadotrofik yang dikeluarkan
oleh kelenjar pituitary, selanjutnya bereaksi terhadap kelenjar ini dan
menyebabkan secara berangsur-angsur penurunan jumlah hormon
pertumbuhan yang dikeluarkan sehingga menghentikan proses
pertumbuhan, interaksi antara hormon gonadotrofik dan gonad
berlangsung terus sepanjang kehidupan reproduksi individu, dan lambat
laun berkurang menjelang wanita mendekati menopause dan pria
mendekati climacteric. (Hurlock, 2014).

J. Masalah kesehatan reproduksi remaja


Masa remaja adalah masa peralihan atau transisi dari anak-anak ke
dewasa. Pada masa itu remaja sering diliputi oleh banyak ketidaktahuan
tentang perkembangan dirinya yang dapat menimbulkan problematika
tersendiri. Problematika yang banyak dihadapi oleh remaja tidak lain
bersumber pada kurangnya informasi tentang perubahan dalam dirinya
terutama yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Remaja yang sedang
berada dalam masa sulit, tidak pasti dan cenderung labil. Mudah sekali
terpengaruh informasi global melalui audio-visual yang semakin mudah
diakses, namun minim informasi kesehatan reproduksi (Fitriana, Siswantara,
Masyarakat, & Airlangga, 2018).
Dengan minimnya informasi kesehatan reproduksi dan perkembangan
emosi yang masih labil, remaja dihadapkan pada kebiasaan yang tidak sehat
seperti seks bebas, merokok, minum minuman beralkohol, penyalahgunaan
obat dan suntikan terlarang. Adaptasi kebiasaan itu, seiring dengan alat-alat
reproduksi remaja yang mulai berfungsi, pada akhirnya hanya akan
mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada
kebiasaan berperilaku seksual yang tinggi (Ract, 2014).
Jenis resiko kesehatan reproduksi yang dialami remaja mempunyai ciri
yang berbeda dengan anak-anak maupun orang dewasa. Jenis resiko
kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain kehamilan dini
15

maupun kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, penyakit menular seksual


(PMS), kekerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap
informasi dan pelayanan kesehatan. Resiko ini dipengaruh oleh berbagai
faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk menikah muda dan
hubungan seksual, akses yang rendah terhadap pendidikan dan pekerjaan,
ketidaksetaraan gender, kekerasan seksual, dan pengaruh media massa
ataupun gaya hidup remaja (Pengabdian, Kebidanan, Kencana, & Group,
2020).
Kesehatan reproduksi harus dipahami dan sijabarkan sebagai siklus
kehidupan (life cycle) mulai dari konsepsi sampai mengalami menopause
dan menjadi tua. Hal ini berarti menyangkut kesehatan balita, anak, remaja,
ibu usia subur, ibu hamil, ibu menyusui dan ibu yang menopause. Setiap
tahap dalam siklus kehidupan itu memiliki keunikan permasalahan masing-
masing namun juga saling terkait dengan tahap lainnya. Ada banyak faktor
yang mempengaruhi kesehatan reproduksi dalam siklus itu, diantaranya
kemiskinan, status social yang rendah, diskriminasi, kurangnya pelayanan
dan pemeliharaan kesehatan, pendidikan yang rendah, dan kehamilan usia
muda. Setiap faktor akan membawa dampak bagi kesehatan reproduksi,
baik secara langsung maupun tidak langsung (Theresia et al., 2020).

K. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja


Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja adalah segala sesuatu yang
diketahui remaja mengenai kesehatan reproduksinya. Kesehatan reproduksi
remaja merupakan suatu keadaan sehat yang menyangkut sistem, fungsi,
dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat di sini
tidak semata-mata bebas dari penyakit ataupun kecacatan, tetapi juga
mencakup sehat mental dan sosiokultural (Adjie, 2013).
Menurut BKKBN tahun 2014, hal-hal yang perlu diketahui dalam kesehatan
reproduksi remaja, antara lain:
1. Organ reproduksinya beserta dengan kegunaan atau fungsinya,
2. Seksualitas, yaitu segala sesuatu yang menyangkut sikap dan perilaku
seksual serta orientasi seksual.
3. Pubertas, yaitu perubahan struktur tubuh dari anak-anak menuju dewasa
dan diikuti dengan perubahan psikis. Masa puber anak perempuan
biasanya lebih awal jika dibandingkan dengan dengan anak laki-laki.
16

Akan tetapi selain faktor jenis kelamin, faktor seperti gizi, kesehatan, dan
lingkungan keluarga juga mempunyai peran penting dalam masa puber
ini.
4. Menstruasi, yaitu proses peluruhan lapisan endometrium yang banyak
mengandung pembuluh darah dari uterus melalui vagina yang terjadi
secara berkala dan tergantung dengan siklusnya.
5. Mimpi basah, yaitu keluarnya cairan sperma tanpa adanya rangsangan
pada saat tidur, biasanya terjadi pada saat mimpi tentang seks. Jika tidak
terjadi pengeluaran, sperma ini akan diserap kembali oleh tubuh.
Kehamilan, yaitu suatu proses di mana bertemunya sel telur wanita
dengan sel sperma laki-laki yang akan membentuk zigot yang merupakan
cikal bakal janin Zigot ini akan menempel dan berkembang di dalam
rahim sampai akhirnya akan dilahirkan sebagai neonates/bayi.
6. Risiko hubungan seksual pra nikah. Yang mencakup dalam hal ini adalah
kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, dan penyakit menular seksual.
7. HIV dan AIDS, cara penularannya dan cara pencegahannya. HIV adalah
human immunodeficiency virus, merupakan virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya dapat menyebabkan AIDS.
AIDS adalah acquired immune deficiency syndrome, yaitu kumpulan
berbagai gejala penyakit akibat melemahnya atau rusaknya sistem
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Cara penularan HIV dan
AIDS adalah hubungan seskual yang tidak aman (tidak menggunakan
kondom) dengan orang yang sudah terinfeksi, penggunaan jarum suntik
yang tidak steril dan/atau bergantian, transfusi darah dari donor yang
terinfeksi HIV, dan penularan dari ibu ke bayi yang dikandungnya, serta
dari pemberian ASI dari ibu yang sudah terinfeksi ke bayinya. Cara
pencegahannya,yaitu memilih untuk tidak berhubungan seksual, setia
kepada pasangan,penggunaan kondom secara konsisten dan benar,
tidak menggunakan NAPZA dan tidak menggunakan jarum suntik secara
bergantian.
8. Pengetahuan tentang NAPZA.
17

L. Penyalahgunaan NAPZA
NAPZA adalah singkatan untuk narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya. Contoh obat-obat NAPZA tersebut yaitu: opioid, alkohol,
ekstasi, ganja, morfin, heroin, kodein, dan lain-lain. Jika zat tersebut masuk
ke dalam tubuh akan mempengaruhi sistem saraf pusat. Pengaruh dari zat
tersebut adalah penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri,
ketergantungan, rasa nikmat dan nyaman yang luar biasa dan pengaruh-
pengaruh lain. Penggunaan NAPZA ini berisiko terhadap kesehatan
reproduksi karena penggunaan NAPZA akan berpengaruh terhadap
meningkatnya perilaku seks bebas. Pengguna NAPZA jarum suntik juga
meningkatkan risiko terjadinya HIV/AIDS, sebab virus HIV dapat menular
melalui jarum suntik yang dipakai secara bergantian (Joit, 2014).

M. Permasalahan Pada Remaja Ketika Masa Pubertas


Menurut (Ract, 2014) ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi pada
masa pubertas yaitu :
1. Bahaya fisik
Meskipun sebagian besar anak puber secara fisik tidak merasa normal,
namun penyakit yang aktual tidak banyak dialami anak dalam periode ini
dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Bahaya fisik utama
masa puber disebabkan kesalahan fungsi kelenjar endokrin yang
mengendalikan pertumbuhan pesat dan perubahan seksual yang terjadi
pada periode ini.
2. Bahaya psikologis
Terhadap banyak bahaya psikologis pada masa puber yang akibat
panjangnya lebih penting dari pada akibat berlangsungnya.
Beberapa bahaya psikologis yang adalah sebagai berikut :
a) Konsep diri yang kurang baik. Ada banyak hal yang menyebabkan
perkembangan konsep diri kurang baik selama masa puber, beberapa
diantaranya alasan pribadi dan alasan lingkungan. Anak yang
mengembangkan konsep diri kurang baik pada masa remaja
cenderung menguatkan konsep tersebut dengan perilaku yang tidak
sosial, dan bukan memperbaikinya. Akibatnya, dasar-dasar untuk
kompleks rendah diri semakin tertanam dan kecuali dilakukan
18

langkah-langkah perbaikan, maka cenderung akan menetap dan


mewarnai mutu perilaku individu sepanjang hidupnya.
b) Prestasi Rendah – Cepatnya pertumbuhan Fisik maka tenaga menjadi
melemah, ini mengakibatkan keseganan untuk bekerja dan bosan
pada tiap kegiatan yang melibatkan usaha individu.
c) Kurangnya persiapan untuk menghadapi masa puber – Anak puber
tidak diberitahu atau secara psikologis tidak dipersiapkan tentang
perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada masa puber,
pengalaman akan perubahan itu dapat merupakan pengalaman
traumatis.
d) Menerima tubuh yang berubah – Diantara tugas perkembangan masa
puber yang penting adalah menerima kenyataan bahwa tubuhnya
mengalami perubahan. Hanya sedikit anak puber yang mampu
menerima kenyataan ini, sehingga mereka tidak puas dengan
penampilannya.
e) Menerima peran seks yang diharapkan – Sama halnya menerima
tubuh yang berubah, menerima peran seks anak puber yang
diharapkan mendekati peran seks orang dewasa merupakan tugas
perkembangan utama pada tingkat usia ini. Terjadinya kematangan
seksual atau waktu yang diperlukan untuk pematangan.
f) Penyimpangan dalam pematangan sosial – Salah satu bahaya
psikologis selama masa puber yang paling serius adalah
penyimpangan dalam usia terjadinya kematangan seksual atau waktu
yang diperlukan untuk pematangan.
g) Anak yang matang lebih awal – Anak yang matang terlalu dini dapat
menunjukkan kesulitan pribadi. Kesulitan ini timbul karena anak
matang lebih awal yang kelihatannya lebih tua dari usianya, biasanya
diharapkan bertindak sesuai dengan penampilannya dan bukan
dengan usianya.(Hurlock, 2014).

N. Penanganan Masalah Kesehatan Reproduksi Pada Remaja


Ruang lingkup masalah kesehatan reproduksi perempuan dan laki
– laki menggunakan siklus kehidupan. Berdasarkan masalah yang terjadi
pada setiap fase kehidupan maka upaya penanganan msalah kesehatan
reproduksi yang bisa diambil meliputi edukasi kesehatan mengenai cara
19

perawatan organ reproduksi, edukasi mengenai perkembangan remaja


saat pubertas, edukasi kesehatan mengenai dampak pornografi, edukasi
kesehatan mengenai kehamilan tidak diinginkan (KTD) dan aborsi,
mengenai pendewasaan usia pernikahan. Harapannya melalui program
kerja dan upaya ini dapat meningkatkan pengetahuan remaja, sehingga
dapat meningkatkan kesadaran remaja akan pentingnya masalah
kesehatan reproduksi (Fitriana et al., 2018).
Edukasi kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku
yang dinamis yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi
perilaku manusia yang meliputi komponen pengetahuan, sikap ataupun
praktik, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara
individu kelompok maupun masyarakat, serta merupakan komponen dari
program kesehatan (Prabandari, 2018). Penyebaran informasi mengenai
bagaimana menjaga kesehatan reproduksi remaja masih sangat
dibutuhkan, karena selama ini seluk-beluk kesehatan reproduksi masih
belum cukup dipahami oleh orang dewasa bahkan remaja itu sendiri.
Banyak orang dewasa seperti orang tua, guru, dan tokoh pemuda tidak
siap membantu remaja dalam menghadapi masa pubertas. Akibatnya
remja tidak memiliki cukup pengetahuan dan keterampilan untuk
menghadapi berbagai perubahan, gejolak, dan masalah yang sering
timbul pada remaja. Mereka kemudian terjebak dalam masalah fisik,
psikologis, emosional yang kadang-kadang sangat merugikan seperti
stress dan depresi, penyakit dan infeksi menular, dan lain-lain. Hal ini
sebetulnya tidak perlu terjadi bila mereka memahami berbagai proses
perubahan yang akan terjadi pada dirinya sehingga lebih siap
menghadapi persoalan pubertas dan kesehatan reproduksi, (Siddiq,
2018).
Selain memberikan informasi yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan remaja, keterampilan kepada remaja juga dapat diberikan
berupa bermain peran dan studi kasus. Keterampilan ini bertujuan agar
remaja dapat lebih memahami masalah-masalah kesehatan reproduksi
yang kerap sering kali dialami oleh remaja. Selain itu, harapannya remaja
dapat mencari solusi yang tepat sehingga dapat mengambil keputusan
atau tindakan yang tepat ketika sedang dalam masalah kesehatan
reproduksi. Dengan beberapa upaya yang telah disampaikan diharapkan
20

remaja dapat memberikan informasi kesehatan yang benar kepada teman


sebayanya terkait masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja,
sehingga dapat berkontribusi dalam menekan angka kasus kesehatan
reproduksi remaja (Kusumawati et al., 2018).

O. Intervensi untuk mengatasi masalah reproduksi pada remaja


Menurut (Ract, 2014) Terdapat beberapa intervensi pendukung yang bisa
mengatasi masalah reproduksi pada remaja antara lain :
1. Konseling kelompok, dengan menggunakan konseling kelompok dirasa
sangat efektif untuk memancing keterbukaan mereka terhadap
permasalahan mereka dan selain itu mereka juga dapat berbagai
informasi satu sama lain karena memiliki latar belakang yang hamper
sama dan menumbuhkan perasaan universalitas yaitu perasaan
bahwa bukan hanya diri mereka saja yang memiliki masalah yang
berkaitan dengan perilaku beresiko. Konseling kelompok juga
membantu mereka untuk dapat lebih memahami orang lain dan cara
pandangnya, serta mengembangkan penghargaan yang lebih dalam
pada orang lain, terutama yang berbeda dengan dirinya.
2. Psikoedukasi, dimana akan dikemas dalam beberapa bentuk seperti
melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang
remaja beserta berbagai permasalahan yang ada tentang kesehatan
reproduksi, tentang kehamilan pada remaja, serta perilaku aborsi,
HIV/AIDS, pemberian poster seputar kesehatan reproduksi, pemutaran
film yang berakitan dengan permasalahan remaja serta kesehatan
reproduksi, dan juga shock therapy berupa kunjungan ke RS
khususnya pada perawatan pasien yang mengalami STD (Sexual
Transmitted Disease) atau IMS (infeksi menular seksual) jika
memungkinkan. Cara ini dirasa sangat efektif untuk menurunkan
perilaku beresiko karena mereka diajak untuk melihat hal yang konkrit
berupa penyakit yang beresiko yang mereka alami nantinya.
3. Klinik Sehat Remaja (KSR), merupakan suatu model asuhan
keperawatan komunitas yang dapat diterapkan oleh perawat
komunitas dalam mengkaji kebutuhan dan sumber-sumber serta
mengidentifikasi nilai-nilai dalam populasi remaja melalui penyusunan
suatu program dalam memenuhi kebutuhan kespro remaja. KSR jugs
21

merupakan suatu kegiatan yang diperuntukan untuk dari remaja, oleh


remaja, dan untuk remaja, didalam suatu wadah komunitas remaja
dalam suatu wilayah. Model KSR mengacu pada pelaksanaan
adolescent friendly, friendly clinics, my future is my choices, dan
pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR).
4. Metode Peer Group, yaitu kelompok sebaya memberi kesempatan
bagi anggotanya untuk mengisi peranan social yag baru. Kelompok
sebaya sebagai sumber informasi bagi orangtua bahkan untuk
masyarakat. Kelompok teman sebaya bisa sebagai informasi bagi
orangtua tentang hubungan social individu serta sebagai sumber
informasi kalau salah satu anggotanya berhasil maka dimata orang lain
kelompok sebaya itu berhasil. Dalam kelompok sebaya ini, individu
dapat mencapai ketergantungan satu sama lain. Hal ini terjadi karena
dalam kelompok sebaya ini, mereka dapat merasakan kebersamaan
dalam kelompok dan saling tergantung satu sama lain.
PENSI MOJOK BERSAMA REMAJA DI ERA MILENIAL
BAB III
PENGENALAN REPRODUKSI (PENSI) BERSAMA MOJOK MILENIAL
REMAJA (MOMIRE)

A. Filosofi Pojok Remaja

Permasalahan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia diakibatkan


belum optimalnya komitmen dan dukungan pemerintah dalam bentuk
kebijakan yang mengatur tentang pendidikan seksual dan reproduksi bagi
remaja pada tatanan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Norma adat dan
nilai budaya leluhur yang masih dianut sebagian besar masryarakat
Indonesia juga masih menjadi kendala dalam penyelenggaraan
pendidikan seksual dan reproduksi berbasis komunitas terutama sekolah.
Kelompok remaja memerlukan perhatian khusus oleh praktisi kesehatan
khususnya perawat komunitas (Sthanhope & Lancaster, 2015). Remaja
umumnya mendapatkan kenyamanan dan terbuka pada kelompok
sebayanya.

Pemberian informasi seputar masalah seksual menjadi penting


karena remaja berada dalam potensi seksual aktif yang berkaitan dengan
dorongan seksual dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi
yang cukup megenai aktifitas seksual. Remaja selama masa
pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan perhatian, bimbingan,
pengawasan maupun perencanaan pelayanan yang baik terkait dengan
permasalahan kesehatan reproduksi, sehingga remaja akan terhindar dari
perilaku beresiko. Sektor kesehatan memiliki peran penting dalam
membantu remaja sehat dan sukses dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangannya (WHO 2012).

Proses pembelajaran remaja dapat difasilitasi dalam kegiatan


kelompok sebaya melalui model dalam suatu kelompok remaja yang
berupa pojok remaja. Dimana kegiatan pojok remaja ini merupakan salah
satu fasilitas yang bisa memfasilitasi remaja dalam melakukan interaksi
dan sumber pengetahuan/ informasi antara sesama teman sebaya.
Dalam kegiatan pojok remaja sendiri terdiri dari tim yang didalam tim
terdapat ketua/penanggung jawab, sekertariat, dan anggota.

22
23

B. Konsep Pojok Remaja

Remaja selama pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan


perhatian, bimbingan, pengawasan maupun perencanaan pelayanan
yang baik terkait dengan permasalahan kesehatan reproduksi, sehingga
remaja akan terhindar dari perilaku beresiko dan tumbuh kembang secara
sehat. Sektor kesehatan memiliki peranan yang sangat penting dalam
membantu remaja sehat dan sukses dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangannya (Rifayanti, Pulunggono, Azyza, & Setiani, 2017).

Remaja umumnya mendapatkan kenyamanan dan terbuka pada


teman sebayanya. Proses pembelajaran remaja dapat difasilitasi dalam
kegiatan kelompok sebaya melalui model dalam suatu kelompok remaja
yang berupa pojok remaja. Dimana dalam program pojok remaja ini
dibentuk suatu group yang didalam group tersebut terdiri dari leader yang
merupakan remaja itu sendiri yang mempunyai kemampuan dalam
menyampaikan tentang kesehatan reproduksi kepada teman sebayanya

Program Pojok Remaja (P2R) merupakan suatu model asuhan


keperawatan sekolah yang dapat diterapkan oleh perawat komunitas
dalam mengkaji kebutuhan dan sumber-sumber serta mengidentifikasi
nilai-nilai dalam populasi remaja melalui penyusunan suatu program
dalam pemenuhan kesehatan reproduksi remaja di sekolah dan kelompok
remaja melalui integrasi model pelayanan kesehatan di sekolah dengan
program UKS. Program P2R memiliki keunggulan dalam aspek tujuan,
sasaran, tatanan, dan metode serta langkah program. Program P2R lebih
menitikberatkan tujuan program pada remaja sendiri, kelompok remaja,
keluarga, dan masyarakat. Program P2R memiliki sasaran yang lebih luas
yaitu pada remaja di masyarakat yang diharapkan akan dapat
menerapkan pola kehidupan reproduksi yang sehat pada diri remaja,
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hal ini sangat lebih menguntungkan
apabila dibandingkan dengan program PKPR. Cakupan program
pelayanan kesehatan anak dan remaja dalam bentuk PKPR oleh
Departemen Kesehatan RI difokuskan didalam sekolah adalah 85% dan
diluar sekolah adalah 20% (Studi, Keperawatan, & Jember, n.d.)..
24

Program P2R dilakukan dalam tatanan remaja di komunitas


sehingga akan mudah diakses dan dijangkau oleh remaja berdasarkan
ketersediaan sumber daya, dana, dan waktu remaja di masyarakat. Hal
ini berbeda dengan program Friendly Clinics (FC) yang hanya sebatas
kinik untuk remaja, meskipun klinik tersebut berada di masyarakat tetapi
kemungkinan tidak bisa diakses oleh keluarga remaja karena memiliki
jam kunjung dan harga pelayanan tertentu (Sun, 2012).

Program P2R memiliki metode yang lebih praktis melalui


pembelajaran partisipatif remaja mengenai kesehatan reproduksi.
Kelompok remaja akan terhimpun dalam suatu peer group remaja yang
akan dipandu atau difasilitasi oleh perawat keluarga. Keluarga dan remaja
akan dilakukan deteksi tumbuh kembang kesehatan reproduksi,
pengetahuan, sikap, dan perilaku kesehatan reproduksi yang akan
dibandingkan sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan P2R. Hal ini
sangat lebih aplikatif apabila dibandingkan dengan program My Future is
My Choices (MFMC), Program MFMC diimplementasikan dengan
keterlibatan remaja dalam pengawasan dan manajemen harian dalam
memberikan ketrampilan hidup, pelatihan, mendistribusikan kondom dan
materi-materi kesehatan reproduksi ke sekolah-sekolah, meningkatkan
askes layanan ke fasilitas kesehatan, dan membantu setiap lulusan
pelatihan untuk bergabung sebagai relawan untuk melanjutkan program
(Studi et al., n.d.).

Kegiatan Pojok remaja yang berjalan kemudian dilakukan melalui


komunikasi terbuka melalui pembelajaran partisipatif remaja sehingga
remaja mampu mengungkapkan pendapat dan permasalahan kesehatan
reproduksi sesuai dengan latar belakang nilai budaya dan sosial remaja.
Hal ini sesuai dengan penelitian Mueller et al (2011) tentang implementasi
program berbasis budaya dalam upaya mengurangi perilaku berisiko HIV
pada remaja SMA Latino. Program Cuidate berhasil mengurangi perilaku
berisiko HIV pada remaja Latin melalui penanaman nilai budaya dan
keyakinan remaja dalam mengurangi perilaku berisiko seperti menolak
seks bebas secara asertif dan penggunaan kondom dalam aktivitas
seksual untuk menurunkan insidensi penyakit menular seksual dan HIV.
25

Kegiatan pojok remaja sangat bermanfaat dalam memberdayakan


remaja dalam mencegah masalah kesehatan yang terjadi pada usianya
hal ini sesuai dengan progam Klinik Sahabat Remaja (KSR) merupakan
suatu program kesehatan yang diperuntukkan bagi remaja di komunitas
dengan memperhatikan tata nilai budaya lokal masyarakat setempat
dalam pemenuhan kesehatan reproduksi remaja. Klini ini dirancang di
komunitas dengan tujuan agar adanya penyediaan pelayanan klinis/
kesehatan bagi remaja; adanya pemberian informasi perilaku seksual
bagi remaja; mengembangkan kemampuan ketrampilan hidup dan
kemandirian remaja dalam memenuhi kebutuhan kesehatan reproduksi;
mempertimbangkan sisi kehidupan remaja; menjamin program yang
cocok atau relevan untuk remaja; dan menggalang dukungan masyarakat
untuk peduli pada remaja. KSR yang dijalankan apabila dibandingkan
dengan program Pelayanan klinik berorientasi remaja (Youth oriented
clinic services) adalah lebih memperhatikan sisi kenyamanan remaja dan
kepedulian remaja.

Pelayanan klinik berorientasi remaja merupakan pelayanan yang cukup umum di


Amerika, Eropa Barat, dan Amerika Latin. Klinik-klinik ini memberikan berbagai
pelayanan social dan klinis seperti kehamilan, konseling pencegahan PMS dan
pendeteksian serta pencegahannya. Katerkaitan antara PMS dan pelayanan
kesehatan reproduksi lainnya tampaknya membuat klinik-klinik tersebut lebih
bermanfaat bagi remaja. KSR dalam mengatasi permasalahan perilaku seksual
remaja berisiko apabila dibandingkan dengan program Klinik berbasisi sekolah
(School based clinic) (WHO, 2012) adalah lebih menjangkau pelayanan yang
luas karena berada di tatanan komunitas atau masyarakat. Klinik berbasis
sekolah tersedia di beberapa negara maju dan berkembang. Pelayanan yang
diberikan bervariasi, tetapi umumnya mencakup pemantauan kesehatan dasar
dan pelayanan rujukan. Di negara maju, klinik berbasisis sekolah menyediakan
kondom dan konseling yang berkaitan dengan kehamilan dan pencegahan PMS,
serta rujukan untuk berbagai pelayanan lainnya sehubungan dengan kontrasepsi
dan kesehatan reproduksi. Di negara berkembang seperti Indonesia, klinik
berbasis sekolah seringkali dibatasi oleh adanya pembatasan kebijakan,
kekurangan tenaga, serta kurangnya jaringan kerja dengan sumber daya yang
ada di luar sekolah.
26

Kegiatan pojok remaja ini merupakan fasilitas yang ada


dikomunitas, Untuk pelaksanaan diskusi sendiri secara khusus, tidak
harus menggunakan ruangan. Kegiatan bisa dilakukan di tempat apapun
termasuk diskusi yang sdudah dilakukan oleh tim peer educator, yaitu di
ruang perkumpulan untuk mengaji yang ada di desa Sumbersuko RT 06.
Kegiatan pojok remaja ini merupakan metode atau progam yang efektif
dalam pemberian edukasi kesehatan remaja dan meningkatkan
pengetahuan remaja. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Yuliani & Dkk, 2020) menyatakan bahwa terbentuknya
fasilitas (Duta kesehatan remaja, Pojok Remaja Di sekolah, Peer Group)
dalam meningkatkan pengetahuan remaja mengenai kesehatan
reproduksi terbukti membuat siswa dan pihak sekolah antusias untuk
sama-sama terus meningkatkan pengetahuan remaja terutama tentang
kesehatan baik secara umum atapun tentang kesehatan reproduksi.

C. Gambaran Pojok Remaja Dalam Peningkatan Kesehatan Reproduksi

Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki


informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor
yang berhubungan. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja
memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai
proses reproduksi. Beberapa pengetahuan dasar yang perlu diberikan
kepada remaja antara lain :
1. Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi
(aspek tumbuh kembang remaja).
Pemberian informasi seputar masalah kesehatan reproduksi menjadi
penting karena remaja berada dalam potensi seksual aktif yang
berkaitan dengan dorongan seksual dipengaruhi hormon dan sering
tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktifitas seksual. Hal
tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila
tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat.

2. Mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta


bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan
keinginannya dan pasangannya.
27

Remaja selama masa pertumbuhan dan perkembangan


membutuhkan perhatian, bimbingan, pengawasan maupun
perencanaan pelayanan yang baik terkait dengan permasalahan
kesehatan reproduksi, sehingga remaja akan terhindar dari perilaku
berisiko dan tumbuh kembang terjadi secara sehat. Pernikahan dini
atau pernikahan pada usia remaja sering kali mengalami maslaah
kesehatan reproduksi pada remaja karena dalam usia tersebut
remaja belum siap secara fisik maupun mental.
Hamil di usia sangat muda dapat meningkatkan risiko kesehatan
pada wanita dan bayinya. Hal ini karena sebenarnya tubuh belum
siap untuk hamil dan melahirkan. remaja yang masih sangat muda
masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan, sehingga jika
hamil, pertumbuhan dan perkembangan tubuh akan terganggu.
Menurut (Pengabdian et al., 2020), ada empat kondisi kehamilan
yang sering muncul akibat pernikahan dini, yaitu :
a. Tekanan Darah Tinggi
Hamil di usia sangat muda memiliki risiko yang tinggi terhadap
naiknya tekanan darah. Seseorang bisa saja menderita
preeklampsia, yang ditandai dengan tekanan darah tinggi,
adanya protein dalam urin, dan tanda kerusakan organ
lainnya. Pengobatan harus dilakukan untuk mengontrol
tekanan darah dan mencegah komplikasi, tetapi secara
bersamaan hal ini juga dapat mengganggu pertumbuhan bayi
dalam kandungan.
b. Anemia
Hamil di usia remaja juga dapat menyebabkan anemia
saat kehamilan. Anemia ini disebabkan karena kurangnya zat
besi yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Itu sebabnya, untuk
mencegah hal ini, ibu hamil dianjurkan untuk rutin
mengonsumsi tablet tambah darah setidaknya 90 tablet
selama masa kehamilan. Anemia saat hamil dapat
meningkatkan risiko bayi lahir prematur dan kesulitan saat
melahirkan. Anemia yang sangat parah saat kehamilan juga
dapat berdampak pada perkembangan bayi dalam
kandungan.
28

c. Bayi lahir prematur dan BBLR


Kejadian bayi lahir prematur meningkat pada kehamilan di
usia sangat muda. Bayi prematur ini pada umumnya
mempunyai berat badan lahir rendah (BBLR) karena
sebenarnya ia belum siap untuk dilahirkan (di usia kurang dari
37 minggu kehamilan). Bayi prematur berisiko untuk
menderita gangguan sistem pernapasan, pencernaan,
penglihatan, kognitif, dan masalah lainnya.
d. Ibu meninggal saat melahirkan
Menurut National Health Service, perempuan di bawah
usia 18 tahun yang hamil dan melahirkan berisiko mengalami
kematian saat persalinan. Pasalnya, di usia belia ini tubuh
mereka belum matang dan siap secara fisik untuk melahirkan.
Selain itu, panggul mereka yang sempit karena belum
berkembang sempurna juga dapat menjadi penyebab bayi
meninggal saat dilahirkan.
Secara fisik, usia anak atau remaja yang melahirkan berisiko
mengalami kematian saat melahirkan dan sangat rentan terhadap
cedera terkait kehamilan, seperti fistula obstetrik. Tak hanya itu,
perempuan remaja yang telah menikah pun kerap mendapatkan
tekanan sosial. Salah satunya adalah mengenai telah berhasil hamil
atau belum. Tak jarang ini juga dijadikan sebagai ajang membuktikan
kesuburan diri di kalangan masyarakat.
Selain itu, bila menikah dengan suami yang lebih tua, ini bisa
menyulitkan perempuan untuk menyatakan keinginan mereka dalam
berhubungan seks. Terutama ketika ingin mendapatkan kepuasan
dalam berhubungan seks dan rencana menggunakan KB. Akibatnya,
para perempuan lebih cenderung mengalami kehamilan awal yang
dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan jangka panjang
dan dalam beberapa kasus bahkan menyebabkan kematian.
Kasus pernikahan usia dini ini umumnya sering menyebabkan
terganggunya kesehatan psikis atau mental wanita. Salah satu
ancamannya adalah wanita muda rentan menjadi korban kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) dan mereka tidak memiliki pengetahuan
bagaimana caranya terbebas dari kekerasan itu. Kekerasan dalam
29

rumah tangga sering terjadi dalam pernikahan dini karena belum


siapnya mental dari kedua pasangan yang menikah untuk
menghadapi masalah-masalah yang muncul. Selain istri yang
mengalami kekerasan, anak di dalam pernikahan dini ini juga berisiko
menjadi korban kekerasan rumah tangga.
Ditemukan fakta, bahwa anak-anak yang menjadi saksi mata
kasus kekerasan di rumahnya akan tumbuh besar dengan mengalami
kesulitan belajar dan memiliki keterampilan sosial yang terbatas.
Mereka juga kerap menunjukkan perilaku nakal atau berisiko
menderita depresi, PTSD, atau gangguan kecemasan yang berat.
Parahnya lagi, dampak ini akan paling berat dirasakan oleh anak-
anak yang masih berusia sangat belia. Penelitian dari UNICEF juga
menunjukkan bahwa KDRT lebih umum terjadi di rumah dengan
anak-anak kecil daripada anak-anak remaja atau yang lebih tua.
3. Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya
terhadap kondisi kesehatan reproduksi.
Kasus PMS (penyakit menullar seksual) dan HIV/AIDS cukup
banyak terjadi di kalangan remaja. Berbagai jenis PMS serta
HIV/AIDS sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang
pada umumnya dan kondisi kesehatan reproduksi pada khususnya
karena pada umumnya berbagai penyakit PMS dan HIV/AIDS
berkaitan langsung dengan sistem reproduksi manusia. Bahkan
HIV/AIDS dapat berdampak pada kematian.
Menurut (Theresia et al., 2020) Penyakit Menular Seksual (PMS)
adalah penyakit yang ditularkan me lalui hubungan seksual. Penyakit
menular seksual akan lebih beresiko bila melakukan hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral
maupun anal. PMS menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus
dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat
menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan,
kemandulan dan kematian. Buat kamu remaja perempuan perlu
disadari bahwa resiko untuk terkena PMS lebih besar daripada laki-
laki sebab alat reproduksimu lebih rentan. Dan seringkali berakibat
lebih parah karena gejala awal tidak segera dikenali, sedangkan
penyakit melanjut ke tahap lebih parah. Oleh karena bentuk dan letak
30

alat kelaminnya yang menonjol, pada laki-laki gejala PMS lebih


mudah dikenali, dilihat dan dirasakan, sedangkan pada perempuan
sebagian besar tanpa gejala sehingga sering kali tidak disadari. Pada
laki-laki gejala-gejala infeksi PMS antara lain:
1. Bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada penis/alat
kelamin.
2. Luka tidak sakit, keras dan berwarna merah pada alat
kelamin.
3. Adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam.
4. Rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin.
5. Rasa sakit yang hebat pada saat kencing.
6. Kencing nanah atau darah yang berbau busuk.
7. Bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian
berubah menjadi borok.
8. Kehilangan berat badan yang drastis, disertai mencret terus
menerus, dan sering demam serta berkeringat malam.
Pada perempuan gejala-gejala PMS antara lain:
1. Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan
seksual.
2. Rasa nyeri pada perut bagian bawah.
3. Pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin.
4. keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa
gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya.
5. Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal.
6. Timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seks.
7. Bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin.
Ada banyak macam penyakit yang bisa digolongkan sebagai
PMS. Di Indonesia yang banyak ditemukan saat ini adalah:
1. Gonore (GO) Kuman penyebabnya adalah Neisseria gonorrhoeae.
Ada masa tenggang selama 2 –10 hari setelah kuman masuk ke
dalam tubuh melalui hubungan seks.Tanda-tanda penyakitnya adalah
nyeri, merah, bengkak dan bernanah. Gejala pada laki-laki adalah
rasa sakit pada saat kencing, keluarnya nanah kental kuning
kehijauan, ujung penis tampak merah dan agak bengkak. Pada
perempuan, 60% kasus tidak menunjukkan gejala. Namun ada juga
31

rasa sakit pada saat kencing dan terdapat keputihan kental berwarna
kekuningan. Akibat penyakit GO, pada laki-laki dan perempuan,
seringkali berupa kemandulan. Pada perempuan bisa juga terjadi
radang panggul, dan dapat diturunkan kepada bayi yang baru lahir
berupa infeksi pada mata yang dapat menyebabkan kebutaan.

2. Sifilis (raja singa)


Kuman penyebabnya disebut Treponema pallidum. Masa tanpa gejala
berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang sampai 13 minggu.
Kemudian timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang
disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti flu, yang akan hilang
sendiri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6- 12
minggu setelah hubungan seks. Gejala ini akan hilang dengan
sendirinya dan seringkali penderita tidak memperhatikan hal ini.

Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak menunjukkan gejala


apa-apa, atau disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis
akan menyerang susunan syaraf otak, pembuluh darah dan jantung.
32

Pada perempuan hamil sifilis dapat ditularkan kepada bayi yang


dikandungnya dan bisa lahir dengan kerusakan kulit, hati, limpa dan
keterbelakangan mental.
3. Herpes genital
Penyakit yang disebabkan oleh virus Herpes simplex dengan
masa tenggang 4 – 7 hari sesudah virus masuk ke dalam tubuh
melalui hubungan seks. Gejala dan tandatandanya adalah:Bintil-bintil
berair (berkelompok seperti anggur) yang sangat nyeri pada sekitar
alat kelamin Kemudian pecah dan meninggalkan luka yang kering
mengerak, lalu hilang sendiri.

Gejala kambuh lagi seperti di atas namun tidak senyeri tahap awal
bila ada faktor pencetus (stres, haid, minuman/makanan beralkohol)
dan biasanya menetap hilang timbul seumur hidup Pada perempuan,
seringkali menjadi kanker mulut rahim beberapa tahun kemudian.
Penyakit ini belum ada obat yang benar-benar mujarab, tetapi
pengobatan anti virus bisa mengurangi rasa sakit dan lamanya
episode penyakit.

4. Clamidia
33

Penyakit ini disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Masa tanpa


gejala berlangsung 7 – 21 hari. Gejalanya adalah timbul peradangan
pada alat reproduksi laki-laki dan perempuan.
Pada perempuan, gejalanya bisa berupa:
o keluarnya cairan dari alat kelamin atau ‘keputihan encer’
berwarna putih kekuningan
o Rasa nyeri di rongga panggul
o perdarahan setelah hubungan seksual
Pada laki-laki gejalanya adalah:
 Rasa nyeri saat kencing
 Keluar cairan bening dari saluran kencing
 Bila ada infeksi lebih lanjut, cairan semakin sering keluar dan
bercampur darah.
Tidak jarang pula, gejala tidak muncul sama sekali, padahal
proses infeksi sedang berlangsung. Oleh karena itu penderita tidak
sadar sedang menjadi pembawa PMS dan menularkannya kepada
pasangannya melalui hubungan seksual. Akibat terkena Klamidia pada
perempuan adalah cacatnya saluran telur dan kemandulan, radang
saluran kencing, robeknya saluran ketuban sehingga terjadi kelahiran
bayi sebelum waktunya (prematur). Sementara pada laki-laki akibatnya
adalah rusaknya saluran air mani dan mengakibatkan kemandulan,
serta radang saluran kencing. Pada bayi, 60% - 70% terkena penyakit
mata atau saluran pernafasan (pneumonia).

5. Trikomoniasis vaginalis
34

Trikomoniasis adalah PMS yang disebabkan oleh parasit Trikomonas


vaginalis. Gejala dan tanda-tandanya adalah: cairan vagina encer,
berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau busuk.vulva agak
bengkak, kemerahan, gatal dan terasa tidak nyaman. nyeri saat
berhubungan seksual atau saat kencing.

6. Kandidiasis vagina
Kandidiasis vagina merupakan keputihan yang disebabkan oleh
jamur Candida albicans. Pada keadaan normal, jamur ini terdapat di
kulit maupun di dalam liang kemaluan perempuan. Tetapi pada
keadaan tertentu, jamur ini meluas sedemikian rupa sehingga
menimbulkan keputihan.
Gejalanya berupa keputihan berwarna putih seperti susu,
bergumpal, disertai rasa gatal panas dan kemerahan pada kelamin
dan di sekitarnya. Penyakit ini tidak selalu tergolong PMS, tetapi
pasangan seksual dari perempuan yang terinfeksi jamur ini dapat
mengeluh gatal dengan gejala bintik-bintik kemerahan di kulit kelamin.

7. Kutil
35

Kelamin
Penyebabnya adalah human papilloma virus (HPV) dengan gejala
yang khas yaitu terdapat satu atau beberapa kutil di sekitar kemaluan.
Pada perempuan, dapat mengenai kulit di daerah kelamin sampai
dubur, selaput lendir bagian dalam liang kemaluan sampai leher
rahim. Bila perempuan hamil, kutil dapat tumbuh sampai besar sekali.
Kutil kelamin kadang-kadang bisa mengakibatkan kanker leher rahim
atau kanker kulit di sekitar kelamin. Pada laki-laki mengenai alat
kelamin dan saluran kencing bagian dalam. Kadang-kadang kutil tidak
terlihat sehingga tidak disadari.
Biasanya laki-laki baru menyadari setelah ia menulari
pasangannya. Sampai sekarang belum ada obat yang dapat secara
tuntas menyembuhkan kutil kelamin. Pengobatan hanya sampai pada
tahap menghilangkan kutilnya saja.

Apa yang bisa and bantu ketika teman anda terkena PMS
(penyakit menular seksual :
1. Anjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter atau petugas
kesehatan, bila perlu kamu mengantarkannya.
2. Anjurkan untuk Jangan malu menyampaikan keluhankeluhan
kepada dokter atau petugas kesehatan.
3. Anjurkan untuk mematuhi aturan pengobatan sesuai petunjuk
dokter/petugas kesehatan.
36

4. Anjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual lagi kecuali


pakai kondom.
5. Anjurkan agar pasangan seksual temanmu sebaiknya juga
diperiksa oleh dokter atau petugas kesehatan.
6. Beritahukan tentang akibat-akibat PMS yang berbahaya bagi
kesehatan reproduksi.
7. Beritahukan untuk menghindari mengobati diri sendiri

HIV AIDS di kalangan remaja :

AIDS adalah singkatan dari Aquired Immune Deficiency


Syndrome. Penyakit ini adalah kumpulan gejala akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi virus
HIV. HIV sendiri adalah singkatan dari Human Immuno Virus. Orang
yang terinfeksi oleh virus ini tidak dapat mengatasi serbuan infeksi
penyakit lain karena sistem kekebalan tubuhnya menurun terus
secara drastis.
HIV AIDS termasuk dalam penyakit menular seksual karena salah
satu cara penularannya adalah hubungan seksual dengan orang yang
telah terinfeksi virus HIV. HIV terdapat pada seluruh cairan tubuh
manusia, tetapi yang bisa menularkan hanya yang terdapat pada
sperma (air mani), darah dan cairan vagina. Dengan demikian cara-
cara penularannya adalah sebagai berikut :
1. Berganti-ganti pasangan seksual, atau berhubungan dengan
orang yang positif terinfeksi virus HIV.
2. Pemakai jarum suntik bekas orang yang terinfeksi virus HIV.
3. Menerima tranfusi darah yang tercemar HIV.
4. Ibu hamil yang terinfeksi virus HIV akan menularkannya ke bayi
dalam kandungannya.
Tanda gejala HIV AIDS sesudah terjadi infeksi virus HIV, awalnya
tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Baru beberapa minggu
37

sesudah itu orang yang terinfeksi sering kali menderita penyakit


ringan sehari-hari seperti flu atau diare. Penderita sering kali merasa
sehat dan dari luar memang tampak sehat. Sering kali 3-4 tahun
penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudahnya, tahun
ke 5 atau 6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan
secara mendadak, sering sariawan di mulut, dan terjadi
pembengkakan di daerah kelenjar getah bening.
Ada beberapa cara dalam enghindari penyakit HIV AIDS adalah :
1. Tidak berganti-ganti pasangan tetap dan menghindari
hubungan seksual di luar nikah.
2. Menggunakan kondom, terutama kelompok resiko tinggi
seperti pekerja seks komersial.
3. Sedapat mungkin menghindari transfusi darah yang tak jelas
asalnya.
4. Menggunakan alat-alat medis dan non-medis yang terjamin
steril.
Bagaimana cara mendeteksi HIV /AIDS yaitu Dengan melakukan
tes-tes darah sesuai tahapan perkembangan penyakitnya. Untuk
mendeteksi adanya antibodi terhadap virus HIV, yang berarti ada virus
HIV dalam tubuh, dilakukan tes darah dengan cara Elisa sebanyak 2 kali.
Kemudian bila hasilnya positif, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
cara Western Blot atau Immunofluoresensi. Jika terdapat teman yang
mengalami penyakit HIV/AIDS jangan di kucilkan atau melakukan bullying
karena hal tersebut dapat memperparah penyakit yang di deritanya. Kita
bisa membantu teman yang terkena HIV/AID dengan cara tetap
memperlakukannya sebagai teman dan tidak merubah sikap karena
penyakitnya. Memberi mereka dorongan semangat dan juga
memperhatikan keterbatasan keadaan fisiknya dalam bergaul.

4. Bahaya penggunaan obat-obatan/narkoba pada kesehatan reproduksi.


Secara teori, narkoba akan menyebabkan sel-sel sperma ataupun sel-sel
telur “cedera” sehingga pembuahan menjadi tidak sempurna, akibatnya
bayi yang lahir akan cacat. Bagi ibu hamil, narkoba akan memberikan efek
bagi janin sehingga pertumbuhannya tidak sempurna. Kenyataan medis
menyatakan bahwa narkoba tidak dapat meningkatkan fungsi seksual
38

namun justru menimbulkan akibat buruk terhadap fungsi seksual dan organ
tubuh yang lain, selain tentunya kematian.
Para pecandu narkoba umumnya aktif secara seksual, baik laki-laki
maupun perempuan, baik dilakukan secara sadar maupun tidak sadar.
Penggunaan narkoba membuat mereka tidak berpikir panjang akan akibat
dari hubungan seksual yang mereka lakukan. Namun demikian, walaupun
aktif secara seksual bukan berarti mereka mempunyai informasi akurat
mengenai aspek seksualitas dan kesehatan reproduksi, karena pada
umumnya pengetahuan mereka mengenai hal itu sangatlah terbatas.
Jangankan aspek pencegahan kehamilan atau tertular infeksi menular
seksual (IMS) yang dapat dicegah dengan menggunakan kondom, aspek
yang sangat sederhanapun tentang akibat dari hubungan seks yang tidak
aman dapat menyebabkan kehamilan dan IMS-HIV/AIDS saja tidak mereka
ketahui sebelumnya.
Masalah kesehatan reproduksi pada wanita pecandu mencakup beberapa
area, antara lain :
1. Masalah reproduksi
Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan
kematian perempuan yang berkaitan dengan kehamilan dan
narkoba. Termasuk di dalamnya juga masalah gizi dan anemia di
kalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan
perempuan penyalah guna narkoba, masalah kemandulan dan
ketidaksuburan akibat penggunaan narkoba. Pelayanan
kesehatan pada perempuan pecandu yang terinfeksi HIV, IMS
atau penyakit menular lainnya.
2. Masalah kekerasan perempuan penyalahguna narkoba.
Kencenderungan adanya kekerasan secara sengaja
kepada perempuan, perkosaan, serta dampaknya terhadap
korban. Norma sosial mengenai kekerasan dalam rumah tangga,
serta mengenai berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan.
Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan dan langkah-
langkah untuk mengatasi hal tersebut.
3. Masalah penularan penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual
39

Penyakit menular seksual seperti sifilis, gonorrhea, herpes


kelamin, clamidia dan lainnya. Penyakit HIV/AIDS yang jadi
momok dikalangan perempuan pecandu. Selain itu dampak
psikologi dan sosial akibat penularan penyakit tersebut perlu
ditangani dengan baik dan menyeluruh. Lalu apa yang harus kita
lakukan agar terhindar dari bahaya narkoba? Beberapa
diantaranya adalah memiliki prinsip hidup sehat, memperkuat
keimanan dengan rajin beribadah, memilih lingkungan pergaulan
yang sehat, komunikasi yang baik kepada kedua orang tua atau
orang-orang terdekat. Salah satu yang paling penting adalah
menghindari pintu masuk narkoba yaitu rokok.
Hubungan komunikasi yang baik antara anak dengan
orang tuanya tentu akan memudahkan dalam memecahkan
masalah yang sedang dihadapi oleh anak. Selain untuk
mencegah anak menyalahgunakan narkoba, orang tua juga
berperan sebagai pemantau dan pendeteksi dini terhadap
perilaku anak.
5. Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual.
Media sosial adalah saluran yang menjanjikan untuk menyampaikan
informasi kesehatan, termasuk promosi kesehatan dan pesan
pencegahan penyakit. Namun, yang lain menyarankan bahwa platform
internet dan media sosial mungkin juga memiliki konsekuensi kesehatan
yang negatif karena keyakinan keliru mengenai privasi yang
mengarah pada perilaku dan diskusi yang lebih provokatif tentang
minum, seks, kekerasan, ide bunuh diri, dan intimidasi, ditambah
dengan pemantauan orang tua yang kurang (Landry, et al. 2017).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ivana, et al
pada tahun 2019 mengenai “Hubungan Penggunaan Media Sosial
dan Peran Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual Berisiko di SMK Kota
Surakarta” dengan Hasil yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara sikap dengan perilaku seksual berisiko, penggunaan
media sosial dengan perilaku seksual berisiko, dan peran teman
sebaya dengan perilaku sesual berisiko (sig < 0,05). Kemudian
berdasarkan variabelyang diteliti yaitu sikap, penggunaan media sosial
dan peran teman sebaya secara bersama-sama memiliki pengaruh
40

sebesar 84,3% terhadap perilaku seksual berisiko di Sekolah


Menengah Kejuruan Kota Surakarta (Puspita, et al. 2019).
6. Kekerasan seksual dan cara menghindarinya.
Pelecehan kekerasan seksual merupakan tindakan seksual yang tidak
diinginkan oleh korban yang menimbulkan kerusakan baik itu kerusakan fisik
maupun mental pada korban. Kerusakan mental yang ditimbulkan biasanya
berupa rasa malu, rasa tak berdaya, rasa tidak aman, dan rasa tersakiti.
Untuk mengurangi resiko menjadi korban pelecehan seksual, saya
mempunyai beberapa tips yaitu :
1. Sikap
Sikap ini sangat berkaitan dengan keyakinan, perbuatan, atau tindakan
berdasarkan pendirian yang teguh, kuat atau kokoh. Dengan demikian,
setiap remaja harus memiliki sikap yang teguh terhadap setiap faktor
yang berpotensi melecehkan mereka sehingga menggerogoti,
menghancurkan, atau merusak kesucian diri dan masa depan.
2. Penampilan
Sering sekali pelaku pelecehan seksual berdalih bahwa mereka
terdorong untuk melakukan pelecehan seksual karena penampilan.
Terutama penampilan remaja perempuan yang kadang-kadang seakan
mengundang orang lain untuk melecehkan mereka. Oleh karena itu
setiap remaja, terutama remaja perempuan sangat perlu sekali untuk
menjaga penampilan.Berpakaianlah sesuai dengan tata krama, agar
tidak mengundang sebuah perlakuan pelecehan seksual. Misalkan
dengan memakai rok mini di café akan mengundang hasrat dari lawan
jenis untuk melakukan pelecehan seksual.
3. Keberanian
Para remaja harus berani untuk melawan setiap bentuk pelecehan
seksual yang terjadi dalam dirinya. Kelemahan para remaja, terutama
para remaja puteri adalah mereka ketakutan untuk melawan atau
mengungkapkan pelecehan seksual yang terjadi pada dirinya. Hal ini
dikarenakan oleh beberapa hal, misalkan ancaman atau karena malu.
Namun yang patut diperhatikan bahwa hal tersebut akan membuat
mereka yang melakukan kekerasan seksual akan merasa aman karena
sikap tertutup tadi.
4. Ketegasan
41

Setiap remaja berhak dan harus berani menyatakan ‘tidak’ atau menolak
dengan tegas setiap faktor yang berpotensi untuk menimbulkan
pelecehan seksual terhadap mereka. Patut diketahui, bahwa hanya
dengan keberanian dan ketegasan, mereka akan terhindar dari
kemungkinan menjadi korban pelecehan seksual.
5. Kemampuan Membela Diri
Tidak ada salahnya para remaja untuk memperlengkapi diri mereka
dengan kemampuan membela diri, baik secara fisiologis maupun secara
fisiologis. Dengan demikian mereka mampu membela diri dari bujuk rayu
maupun kekerasan fisik dari orang lain yang ingin melecehkan mereka.
Kemampuan membela diri juga akan meningkatkan rasa percaya diri
mereka untuk menghadapi berbagai serangan dan godaan, baik dari
dalam maupun dari luar diri mereka.
6. Hindari Berduaan dengan Lawan Jenis
Salah satu kesempatan untuk melakukan pelecehan seksual adalah
pada saat berdua-duaan. Dorongan seks para remaja yang kuat
menyebabkan remaja acap kali tidak mampu mengendalikan diri
sehingga terjadi pelecehan seksual.
7. Menghindari Daerah/Jalan Yang Gelap/ Sepi
Pelecehan seksual atau kejahatan pada umumnya terjadi karena terbuka
kesempatan untuk melakukannya. Misalkan daerah yang gelap, sepi,
atau jauh dari pusat perhatian orang lain sehingga pelaku merasa aman
dan nyaman ketika melakukannya. Oleh karena itu, para remaja
sebaiknya menghindari wilayah yang gelap atau jauh dari perhatian
orang tersebut terutama ketika sendirian.
8. Menghindari Tontonan Yang Berpotensi Menimbulkan Hasrat Seksual
Salah satu faktor yang mendorong terjadinya pelecehan seksual di
kalangan remaja adalah tontonan atau bacaan yang membangkitkan
gairah, nafsu maupun hasrat seksual mereka. Oleh karena itu hindari
tontonan atu bacaan yang tidak mendidik dan tidak bermoral tersebut.
7. Hak-hak reproduksi
Hak Reproduksi adalah hak semua pasangan dan individu (tanpa
memandang perbedaan kelas sosial, suku, agama, dll) untuk menentukan
secara bebas dan bertanggung jawab jumlah anak dan waktu kelahiran
anak. Hak reproduksi didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia,
42

sehingga pengekangan hak reproduksi sama dengan pengekangan hak


asasi manusia (BKKBN 2018). Berdasarkan ICPD 1994, terdapat 12 hak
reproduksi yakni :
1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi
2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
3. Hak untuk kebebasan berpikir dan membuat keputusan tentang
kesehatan reproduksinya
4. Hak untuk memutuskan jumlah anak dan jarak kelahiran anak
5. Hak untuk hidup dan dan dilindungi dari risiko kematian karena
kehamilan dan proses melahirkan
6. Hak atas kebebasan dan keamanan dalam kehidupan reproduksi
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk, termasuk
perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan
seksual
8. Hak mendapatkan manfaat dan kemajuan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan reproduksi
9. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan
reproduksi
10. Hak membangun dan merencanakan keluarga
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi
12. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan.
Dalam mengenalkan beberapa poin-poin penting diatas
kepada remaja berkaitan dengan pengetahuan terkait kesehatan
reproduksi yaitu dengan menggunakan salah satu teknik yaitu pojok
remaja seperti dijelaskan pada bagian filosofi remaja. Dalam
pelaksanaan kegiatan Pojok Remaja yang dimaksud adalah dengan
membentuk Peer Group (kelompok teman sebaya). Dimana Peer
Group ini berperan sebagai kader yang mempunyai kemampuan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dan mempunyai
kemampuan menjadi sumber informasi bagi teman sebayanya. Yang
berperan sebagai kader disini juga adalah remaja itu sendiri yang
mempunyai kemampuan seperti yang dijelaskan di atas.
Pada pelaksanaan kegiatan pengenalan reproduksi remaja
biasanya tim yang bergabung dalam Peer Group menyediakan
43

sumber Informasi berupa poster, lembar balik, atau leaflet. Sumber


informasi ini bisa digunakan untuk diskusi dan tanya jawab mengenai
pojok remaja dalam pengenalan reproduksi remaja, dan juga sebagai
bentuk sosialisasi keberadaan pojok remaja. Untuk pelaksanaan
diskusi sendiri secara khusus, tidak harus menggunakan ruangan.
Kegiatan bisa dilakukan ditempat apapun yang penting dapat
memberikan rasa aman kepada semua anggota.
Penyusunan intervensi program Peer Group dalam hal ini
adalah pojok remaja dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi
juga disesuaikan dengan tata nilai budaya masyarakat setempat
dengan penekanan pada mempertahankan budaya, negosiasi
budaya, dan rekontruksi budaya (Pengabdian et al., 2020).
D. Manfaat Pojok Remaja
Dalam menerapkan konsep Pojok Remaja terdapat beberapa manfaat
antara lain :
1. Remaja lebih bebas menceritakan tentang masalah kesehatan
reproduksi dengan teman sebayanya.
2. Remaja lebih bebas berinteraksi dengan teman sebaya mencari
pengetahuan atau informasi seputar kesehatan reproduksi.
3. Remaja yang menjadi leader mampu mengembangkan
kemampuannya dalam memimpin groupnya.
4. Memfasilitasi dan memberi kesempatan untuk melihat dan
mengetahui dan memperkaya wawasan tentang KRR (Kesehatan
Reproduksi Remaja).
5. Sebagai program percontohan untuk bisa dilakukan oleh
kelompok remaja yang lain sebagai sumber/pengetahuan remaja
tentang KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja).
E. Gambaran Web Pensi Momire
Saat ini dunia digital dan revolusi industri di Indonesia sudah
memasuki era 4.0, dimana pada revolusi ini menggabungkan teknologi
otomatis dengan teknologi cyber sehingga bisa mengubah banyak bidang
kehidupan manusia, termasuk ekonomi di dunia kerja bahkan gaya hidup
manusia itu sendiri. Beberapa jenis model bisnis dan pekerjaan di
Indonesia sudah terkena dampak dari arus era digitalisasi salah satunya
taksi atau ojek tradisional sudah mulai dengan moda-moda berbasis
online, oleh karena itu tantangan skill serta strategi menghadapi era
44

digital harus komitmen dalam peningkatan investasi, learn by doing,


peningkatan digital skill bagi era digital di masa depan dan menyusun
kurikulum pendidikan yang telah memasukan materi terkait human-digital
skills (Sosial, Poluakan, Dikayuana, Padjadjaran, & Sosial, 2019).
Melihat fenomena tersebut generasi milenial harus sudah di
siapkan dalam menyambut revolusi industri 4.0 yang serba digital, maka
kelompok melakukan inovasi pendidikan kesehatan kepada remaja terkait
dengan kesehatan reproduksi remaja di era milenial dengan metode
pojok remaja yang kami sebut dengan “Momire (Mojok Milenial Remaja)”
yang dapat di akses secara online, gratis, dan tanpa batas melalui blog
atau web yang sudah kami rancang. Remaja tetap mendapatkan
pendidikan kesehatan terkait dengan kesehatan reproduksi pada usia
remaja walapun tidak haru datang secara langsung namun dapat di akses
di rumah secara online.
Pada blogspot yang kami rancang tidak hanya terdapat sebuah
modul yang menjelaskan terkait dengan kesehatan reproduksi remaja,
namun pada web tersebut juga terdapat beberapa video edukasi terkait
dengan KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja). Remaja dapat mengakses
modul dan video tersebut kapanpun dan di manapun tanpa batas
pengulangan dan waktu, jadi remaja dapat memutar video tersebut
berkali-kali sampai ia paham.
Diharapkan dengan hadirnya “Momire (Mojok Milenial Remaja)” di
kalangan masyarakat khususnya pada remaja dapat meningkatkan
pengetahuan terkait dengan KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja)
sehingga remaja dapat mencegah terjadinya masalah kesehatan
reproduksi dan sexs bebas di kalangan remaja.
45

PENSI MOJOK BERSAMA REMAJA MILENIAL


Dalam web kami terdapat beberapa topik terkait dengan kesehatan reproduksi
pada remaja, tidak hanya teori yang bisa di baca namun kami juga menyimpan
beberapa video edukasi yang dapat meningkatkan pengetahuan terkait dengan
dengan kesehatan reproduksi pada usia remaja. Web ini Gratis dan bisa di akses
kapapun dan dimanapun tanpa batas waktu tertentu, semoga web ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan khususnya bagi remaja untuk meningkatkan
pengetahuan tentang reproduksi.
Tampilan Halaman pertama :

Pada halaman pertama dapat di akses dan dibaca terkait dengan konsep remaja,
dimana secara teori remaja melewati beberharap tahap pertumbuhan dan
perkembangan.
46

Tampilan Pada halaman kedua :

Pada halaman kedua terdapat informasi seputar kesehatan reproduksi remaja


secara teori, terdapat penjelasan juga terkait masalah-masalah kesehatan
reproduksi remaja dan bagaimana mencegah terjadinya masalahkesehtan
reproduksi.
47

Tampilan Halaman ketiga :

Pada halaman ini pembaca dapat mengakses video edukasi terkait kesehatan
reproduksi, tidak hanya itu video dan informasi ini dapat dengan mudah di share
ke teman, saudara , dan masyarakat secara gratis melalui link :
https://pensimojokremaja.blogspot.com/ .
48

TERIMAKASIH TELAH MEMBACA SOBAT MILENIAL’S

SEMOGA BUKU INI DAPAT BERMANFAAT UNTUK SOBAT YA!


49

DAFTAR PUSTAKA
Fitriana, H., Siswantara, P., Masyarakat, F. K., & Airlangga, U. (2018).
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja di smpn 52 surabaya. (July), 107–
118. https://doi.org/10.20473/ijph.vl13il.2018.107-118
Kusumawati, P. D., Ragilia, S., Trisnawati, N. W., & Larasati, N. C. (2018).
Edukasi Masa Pubertas pada Remaja. 1(1), 1–3.
https://doi.org/10.30994/10.30994/vol1iss1pp16
Pengabdian, J., Kebidanan, M., Kencana, U. B., & Group, P. (2020). Universitas
Bhakti Kencana. 2(2), 30–43.
Ract, A. B. S. T. (2014). Pengembangan Edukasi Kesehatan Reproduksi dan
Seksualitas Remaja dengan Metode Game Kognitif Proaktif. 3(2), 123–132.
Rifayanti, R., Pulunggono, G. P., Azyza, Z. F., & Setiani, R. (2017). PENERAPAN
KONSELING DAN PENENTUAN KEINGINAN BUNUH DIRI MELALUI
ALAT PROYEKSI ( SUICIDIE DESIRE PROJECTIVE ). 6(1).
Sosial, P., Poluakan, M. V., Dikayuana, D., Padjadjaran, U., & Sosial, K. (2019).
Potret generasi milenial pada era revolusi industri 4.0. 2, 187–197.
Studi, P., Keperawatan, I., & Jember, U. (n.d.). Pojok remaja : upaya peningkatan
ketrampilan kesehatan reproduksi. 246–255.
Theresia, F., Tjhay, F., & Widjaja, N. T. (2020). FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERILAKU SEKSUAL SISWA SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA DI JAKARTA BARAT Factors Affecting Sexual Behavior of
Junior High School Students in West Jakarta E-mail :
francisca.tjhay@atmajaya.ac.id / frnsc.theresia@gmail.com.
Atmasari, L. (2019). Rancangan Intervensi pada Remaja Berisiko sebagai Upaya
Meningkatkan Kesadaran Kesehatan Reproduksi. Happiness, 3, 77–86.

Ernawati, H. (2018). Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Di Daerah


Pedesaan. Indonesian Journal for Health Sciences, 2(1), 58.
https://doi.org/10.24269/ijhs.v2i1.820

Jannah, R. (2014). Strategi Pendidikan Sebaya Meningkatkan Kesehatan


Reproduksi Remaja Di Pesantren. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan,
2(1), 79–90.
http://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/jitek/article/view/127

Mediastuti, F., & Revika, E. (2019). Pengaruh Parenting Class Kesehatan


Reproduksi Remaja terhadap Pengetahuan dan Sikap Orangtua dalam
50

Pencegahan Kehamilan Remaja. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 30(3), 223.


https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2019.030.03.11

Melalui, R., Jacare, P., & Care, R. (2021). Pkm panti asuhan as-salam
“optimalisasi kesehatan reproduksi remaja melalui pendampingan jacare
(remaja care)” tahun 2021. 4(3), 171–182.

Susanto, T., Rahmawati, I., & Sulistyorini, L. (2015). Pojok Remaja : Upaya
Peningkatan Ketrampilan Kesehatan Reproduksi. Jurnal Keperawatan, 3(2),
246–255. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2601

Tinggi, S., Kesehatan, I., Tinggi, S., Kesehatan, I., Senja, A. O., Widiastuti, Y. P.,
Studi, P., Keperawatan, I., Tinggi, S., Kesehatan, I., & Tengah, J. (2015).
Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi. FamilyEdu:
Jurnal Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, 1(2), 85–92.

Yarza, H. N., Maesaroh, & Kartikawati, E. (2019). Pengetahuan Kesehatan


Reproduksi Remaja Dalam Mencegah Penyimpangan Seksual. Sarwahita,
16(01), 75–79. https://doi.org/10.21009/sarwahita.161.08

Yuliani, M., Sutriyawan, A., Valiani, C., & Kurniawati, R. D. (2020).


Pemberdayaan Remaja Dalam Optimalisasi Peningkatan Pengetahuan
Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Melalui Program Pojok Remaja
Dan Peer Group Di Sman I Cileunyi Kabupaten Bandung. 2(2), 30–43.

Pengabdian, J., Kebidanan, M., Kencana, U. B., & Group, P. (2020). Universitas
Bhakti Kencana. 2(2), 30–43.
Sosial, P., Poluakan, M. V., Dikayuana, D., Padjadjaran, U., & Sosial, K. (2019).
Potret generasi milenial pada era revolusi industri 4.0. 2, 187–197.

Anda mungkin juga menyukai