Anda di halaman 1dari 3

TUGAS RUTIN

MANAJEMEN RESIKO

PERTEMUAN 3

NAMA : Arif Andri Panjaitan

NIM : 7193210004

1. Jelaskan Mengapa organisasi perlu memahami maturitas manajemen risiko?

Suatu organisasi dalam menciptakan dan melindungi nilai organisasinya perlu


memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan mengeksploitasi risiko sisi atas, yang sering
dikaitkan dengan kesempatan, dan memitigasi risiko sisi bawah, yang sering dikaitkan dengan
ancaman.

Bagi organisasi yang baru memulai program manajemen risiko, sangat umum bahwa
mereka terlibat intens dalam berbagai hal pengelolaan risiko sisi bawah terutama ‘risiko
kepatuhan’ dan ‘risiko operasional’. Dalam hal ini, sumber daya, kapasitas, dan kapabilitas
manajemen risiko organisasi masih dalam tahap awal maturitas, dan akan tercermin dalam
penanganan berbagai fenomena yang terkonsentrasi dan bersifat ‘ad-hoc’, parsial, dan non-
strategis.

Sementara organisasi masih berkutat dalam berbagai fenomena di atas, pimpinan perlu
memahami peta kematangan manajemen risiko organisasi secara keseluruhan.

Jadi organisasi memahami maturitas manjemen resiko adalah agar pimpinan mengetahui apa
saja kapasitas dan kapabilitas manajemen risiko yang sudah dimiliki oleh organisasi, dan langkah
apa saja yang masih perlu diambil dalam rangka peningkatan maturitas yang diperlukan
sehingga organisasi akan lebih mampu lagi dalam penciptaan nilai baik di saat ini maupun di
masa mendatang

2. Beri contoh di Indonesia bagaimana perusahaan gagal mengelola risiko sehingga

mengakibatkan kerugian yang signifikan !

PT Asuransi Jiwasraya – Kegagalan Pengelolaan Risiko Investasi

Perusahaan yang berdiri sejak zaman kolonial Belanda dan memiliki sekitar 7 juta nasabah ini harus
menunda pembayaran klaim asuransi dari nasabah JS Saving Plan mereka senilai Rp 802 miliar.
Apa sebetulnya yang terjadi, dan apa pembelajaran yang yang dapat dipetik bagi para praktisi
manajemen risiko?

Produk asuransi JS Saving Plan diluncurkan lima tahun lalu oleh PT Asuransi Jiwasraya dikaitkan
dengan investasi. Nasabah cukup membayar Rp. 100 juta di awal dan mereka bisa menarik imbal
hasil dengan persentasi tinggi setelah investasi mengendap satu tahun. Selain itu, nasabah juga
memperoleh perlindungan asuransi selama lima tahun penuh.

Ribuan nasabah ikut dalam program tersebut sehingga premi asurani yang diperoleh perusahaan
melonjak dalam waktu singkat. Akan tetapi, produk JS Saving Plan menimbulkan permasalahan besar
ketika klaim-nya mulai jatuh tempo dan perusahan gagal bayar klaim di bulan Oktober 2018.
Disinyalir, gagal bayar klaim terjadi karena perusahaan tidak memperoleh imbal hasi investasi aset
mereka sesuai harapan. Sementara itu, klaim yang jatuh tempo semakin banyak sehingga
membengkak sampai ratusan miliar Rupiah.

Kisruh PT Asuransi Jiwasraya pun terungkap ke publik karena laporan keuangan perusahaan
‘unaudited’ tahun 2017 yang awalnya mencatat laba bersih Rp. 2,4 triliun harus direvisi. Dalam hal
ini, kantor akuntan publik PricewaterhouseCoopers (PwC) merevisi auditnya sehingga laba bersih
perusahaan menciut menjadi Rp. 360 miliar saja.

Hasil audit PwC keluar setelah tiga anggota direksi sebelumnya, yakni Direktur Utama Hendrisman
Rahim, Direktur Keuangan Hary Prasetyo, serta Direktur Investasi dan Teknologi De Yong Adrian,
lengser per akhir Januari 2018. Trio ini menjabat dua periode sejak 2008.

Direktur utama PT Asuransi Jiwasraya sekarang, Hexana Tri Sasongko, menerima bom waktu. Ia baru
diangkat OJK Oktober 2018 menggantikan Asmawi Syam yang belum belum sampai setahun
memimpin PT Asuransi Jiwasraya.

Saat peralihan manajemen, kabar mengenai keuangan PT Asuransi Jiwasraya belum merebak. Baru
setelah Asmawi dan Hexana menerima laporan PwC, kejanggalan laba perusahaan yang tercantum
dalam laporan keuangan perusahaan 2017 mulai terkuak. Laba yang tadinya sekitar Rp 2,5 triliun
menciut menjadi sekitar Rp 360 miliar karena ada kenaikan cadangan premi.

Menurut Hexana, perubahan laba itu terjadi karena portofolio keuangan manajemen lama dikelola
dengan risiko tinggi untuk mendapatkan imbal hasil yang tinggi. Sedangkan aset perusahaan yang
besar belum tentu menjanjikan profitabilitas tinggi. “Sehingga dia akan memompa risiko,” ujar
Hexana.
Hexana tidak menampik adanya temuan BPK dan OJK serta semua permasalahan PT Asuransi
Jiwasraya yang terungkap. Namun, beliau enggan berkomentar dengan alasan masalah itu sedang
dalam proses audit investigatif BPK. “Lebih baik menunggu hasil audit,” ujar beliau dalam wawancara
yang dilakukan oleh majalah Tempo (Tempo, 17 Februari 2019).

Saat ini, Hexana tengah sibuk menata kembali Jiwasraya, memilih berkonsentrasi ke depan sembari
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi perusahaan. Beliau memutar ulang strategi perusahaan,
merestrukturisasi pertumbuhan organik dengan mengubah model bisnis, dan memperbaiki
transformasi bisnis korporasi hingga keagenan. “Perusahaan ini perlu penyesuaian yang fundamental
supaya solusinya berkelanjutan,” katanya.

Apa yang bisa dipetik dari kasus di atas sebagai pembelajaran bagi praktisi manajemen risiko di
Indonesia?

Oleh karena itu, penerapan manajemen risiko bagi perusahaan asuransi tidak dapat sepotong-
sepotong dan perlu dibangun secara sistematis dan terintegrasi sampai menjadi budaya perusahaan
yang sehat sehingga pengelolaan risiko menjadi efektif. Hal ini hanya dapat terwujud bila penerapan
manajemen risiko dijalankan oleh sumber daya manusia yang kompeten dalam bidang manajemen
risiko dan berintegritas tinggi.

Anda mungkin juga menyukai