Audit Energi
2
Abstract Kompetensi
Materi dalam pertemuan ke-2 ini Mahasiswa mampu menjelaskan
menjelaskan regulasi dan dan memahami Regulasi dan
standarisasi acuan audit energy standarisasi acuan audit energi
listrik
listrik.
Dasar Regulasi Audit Energi
November, tanggal 19 tahun 2009, pemerintah menetapkan dan mengundangkan sebuah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (RI) – lazim disingkat dengan PP - Nomor 70
Tahun 2009 tentang Konservasi Energi.
Pada rentang waktu antara 25 September 1991 hingga 18 November 2009 – saat
berlakunya Keppres Nomor 43 Tahun 1991 – kegiatan konservasi energi di negara kita
didorong untuk dilaksanakan dengan semangat “wajib namun tidak mengikat”. Setiap
pengguna energi, khususnya industri, diharapkan dapat menggunakan energinya secara
efisien. Bagi industri, baik industri yang menghasilkan barang maupun jasa, konsumsi energi
dalam proses produksi atau kegiatan rutinnya diharapkan turun dari waktu ke waktu namun
tingkat produktivitasnya tetap. Dengan demikian akan terjadi penurunan biaya energi yang
berarti juga penurunan biaya produksi. Salah satu hasil akhirnya adalah meningkatnya daya
saing industri di percaturan nasional dan/atau internasional. Disebut tidak mengikat karena
bagi yang tidak melaksanakan konservasi energi tidak diberikan sanksi atau hukuman.
Kurang memperhatikan program konservasi energi tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan
tidak kunjung turunnya konsumsi energi per satuan produk per satuan waktu di negara kita.
Atau dengan kata lain, konsumsi energi di negara kita tetap boros. Ukuran-ukuran
keenergian di negara kita, misalnya intensitas energi dan elastisitas energi tetap
menunjukkan posisi “juara” bila dibandingkan dengan di negara-negara maju yang telah
konsekuen dan konsisten menerapkan program konservasi energi.
Kondisi boros energi seperti ini tentu saja tidak dapat dibiarkan terus berlarutlarut. Sebuah
sikap atau tindakan lain mesti diterapkan agar tujuan program konservasi energi dapat
diwujudkan. Boleh jadi dasar pemikiran seperti ini yang mendorong ditetapkannya UU
Nomor 30 Tahun 2007 dan dilanjutkan dengan PP Nomor 70 Tahun 2009. Sebagaimana
diketahui bahwa di dalam PP Nomor 70 Tahun 2009 telah dimuat ketentuan “hukuman” atau
Di dalam PP tersebut terdapat 2 buah pasal yang terkait dengan audit energi, yakni Pasal 12
dan 13. Pasal-pasal ini menarik untuk diperhatikan. Isi pasal-pasal pada PP No. 70 Tahun
2009 sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai berikut:
a). Pasal 12
(1) Pemanfaatan energi oleh pengguna sumber energi dan pengguna energy wajib
dilakukan secara hemat dan efisien.
(2) Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber
energi dan/atau energi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu) setara
ton minyak per tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen
energi.
(3) Manajemen energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan:
a. menunjuk manajer energi;
b. menyusun program konservasi energi;
c. melaksanakan audit energi secara berkala;
d. melaksanakan rekomendasi hasil audit energi; dan
e. melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun kepada menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya masing-
masing.
b). Pasal 13
(1) Audit energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf c dilakukan
oleh auditor energi internal dan/atau lembaga yang telah terakreditasi.
(2) Manajer energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a dan
auditor energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memiliki sertifikat
kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Ketentuan pada pasal-pasal tersebut di atas, khususnya Pasal 12, ayat (3), huruf c serta
Pasal 13, ayat (1) dan (2) memberikan konsekuensi kepada pemilik atau pengelola industri –
dalam hal ini industri yang penggunaan sumber energi dan/atau energinya lebih besar atau
sama dengan 6.000 setara ton minyak per tahun – melakukan audit energi secara berkala.
Audit energi ini dapat dilakukan oleh auditor energi internal. Bila tidak memungkinkan, audit
energi dilakukan oleh auditor energy eksternal. Berdasarkan ketentuan di dalam PP tersebut
di atas, auditor energi yang melakukannya adalah auditor energi yang memiliki sertifikat
kompetensi.
Selanjutnya, bagaimana cara mengetahui atau menghitung bahwa suatu industry sudah
sama dengan atau melampaui angka 6.000 setara ton minyak per tahun dalam penggunaan
sumber energi dan/atau energinya? PP No. 70 Tahun 2009 di dalam penjelasannya
menyertakan faktor konversi, sebagai berikut:
Dengan demikian energi total yang digunakan selama 1 tahun adalah penjumlahan
238.647,60 GJ dengan 3.696 GJ dan 72.055,03 GJ atau sama dengan 314.398,63 GJ atau
7.504 setara ton minyak. Dari hasil perhitungan ini diperoleh angka bahwa penggunaan
energi per tahun di industri tersebut sebesar 7.504 setara ton minyak atau sudah melampaui
batas 6.000 setara ton minyak sebagaimana ditetapkan oleh PP No. 70 Tahun 2009.
Sebagai konsekuensinya industri tersebut wajib melakukan konservasi energi melalui
manajemen energi.
Penetapan batasan angka 6.000 setara ton minyak dilakukan berdasarkan pertimbangan
bahwa pengguna energi dengan konsumsi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu)
setara ton minyak per tahun tidak terlalu banyak, tetapi total konsumsi energinya mencapai
sekitar 60% (enam puluh persen) dari penggunaan energi nasional. Dengan kata lain,
apabila langkah-langkah konservasi energi berhasil dilakukan pada kelompok tersebut,
maka dampak penghematan secara nasional akan signifikan. Demikian dituliskan di dalam
Penjelasan PP No. 70 Tahun 2009.
Dari penjelasan di atas diperoleh informasi bahwa (lebih) banyak pengguna energy dengan
konsumsi di bawah 6.000 setara ton minyak per tahun. Dan kelompok ini mengkonsumsi
sekitar 40% (empat puluh persen) dari penggunaan energi nasional. Sekali pun pelaksanaan
Peralatan Pendukung
Rumah Tinggal
Pelaksanaan penghematan pemakaian tenaga listrik pada Rumah Tinggal dilakukan dengan
cara:
a. Untuk rumah tinggal, apabila menggunakan AC dilakukan dengan cara:
1. Menggunakan AC hemat energy (berteknologi inverter) dengan daya sesuai
dengan besarnya ruangan;
2. Mematikan AC jika ruangan tidak digunakan;
3. Mengatur suhu ruangan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) berkisar antara
24oC hingga 27oC;
4. Memastikan tidak adanya udara luar yang masuk ke dalam ruangan ber AC yang
mengakibatkan efek pendinginan berkurang;
5. Memakai timer switch untuk mengatiur waktu pengoperasian AC;
b. Menggunakan lampu hemat energy sesuai dengan peruntukannya;
c. Mengatur daya listrik maksimum untuk pencahayaan (termasuk rugi-rugi ballast)
sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk:
1. Ruang tamu 5 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 150 lux;
2. Ruang kerja 7 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 300 lux;
3. Ruang makan, kamar tidur, kamar mandi dan dapur 7 Watt/m2 dengan tingkat
pencahayaan paling rendah 250 lux;
Pelaksanaan penghematan pemakaian tenaga listrik pada penerangan jalan umum (pju),
lampu hias, dan papan reklame dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Lampu penerangan jalan umum pada jala protocol/jalan arteri:
1. Jam 18.00 – 24.00 lampu penerangan jalan umum menyala 100% (seratus
persen) dari daya total;
2. Jam 24.00 – 05.30 lampu penerangan jalan iumum menyala 50% (lima puluh
persen) dari daya total.
b. Lampu hias dinyalakan dari pukul 18.00 – 24.00 kecuali pada event tertentu sampai
pada pukul 05.30; dan
c. Lampu papan reklame dinyalakan dari pukul 18.00 – 24.00.