Anda di halaman 1dari 10

MODUL PERKULIAHAN

Audit Energi

Regulasi dan Standar Acuan


Audit Energi

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Teknik Teknik Elektro W141700019 Eko Ramadhan, ST., MT.

2
Abstract Kompetensi
Materi dalam pertemuan ke-2 ini Mahasiswa mampu menjelaskan
menjelaskan regulasi dan dan memahami Regulasi dan
standarisasi acuan audit energy standarisasi acuan audit energi
listrik
listrik.
Dasar Regulasi Audit Energi
November, tanggal 19 tahun 2009, pemerintah menetapkan dan mengundangkan sebuah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (RI) – lazim disingkat dengan PP - Nomor 70
Tahun 2009 tentang Konservasi Energi.

Peraturan Pemerintah ini merupakan turunan atau penjabaran Undang-Undang Republik


Indonesia – lazim disingkat dengan UU - Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang
disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2007. Ditetapkannya PP
Nomor 70 Tahun 2009 sekaligus mengakhiri perjalanan Keputusan Presiden RI – lazim
disingkat dengan Keppres - Nomor 43 Tahun 1991 tentang Konservasi Energi yang
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 September 1991.

Pada rentang waktu antara 25 September 1991 hingga 18 November 2009 – saat
berlakunya Keppres Nomor 43 Tahun 1991 – kegiatan konservasi energi di negara kita
didorong untuk dilaksanakan dengan semangat “wajib namun tidak mengikat”. Setiap
pengguna energi, khususnya industri, diharapkan dapat menggunakan energinya secara
efisien. Bagi industri, baik industri yang menghasilkan barang maupun jasa, konsumsi energi
dalam proses produksi atau kegiatan rutinnya diharapkan turun dari waktu ke waktu namun
tingkat produktivitasnya tetap. Dengan demikian akan terjadi penurunan biaya energi yang
berarti juga penurunan biaya produksi. Salah satu hasil akhirnya adalah meningkatnya daya
saing industri di percaturan nasional dan/atau internasional. Disebut tidak mengikat karena
bagi yang tidak melaksanakan konservasi energi tidak diberikan sanksi atau hukuman.

Kurang memperhatikan program konservasi energi tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan
tidak kunjung turunnya konsumsi energi per satuan produk per satuan waktu di negara kita.
Atau dengan kata lain, konsumsi energi di negara kita tetap boros. Ukuran-ukuran
keenergian di negara kita, misalnya intensitas energi dan elastisitas energi tetap
menunjukkan posisi “juara” bila dibandingkan dengan di negara-negara maju yang telah
konsekuen dan konsisten menerapkan program konservasi energi.

Kondisi boros energi seperti ini tentu saja tidak dapat dibiarkan terus berlarutlarut. Sebuah
sikap atau tindakan lain mesti diterapkan agar tujuan program konservasi energi dapat
diwujudkan. Boleh jadi dasar pemikiran seperti ini yang mendorong ditetapkannya UU
Nomor 30 Tahun 2007 dan dilanjutkan dengan PP Nomor 70 Tahun 2009. Sebagaimana
diketahui bahwa di dalam PP Nomor 70 Tahun 2009 telah dimuat ketentuan “hukuman” atau

‘21 Audit Energi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Eko Ramadhan, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
sanksi bagi para pengguna energi dalam jumlah tertentu yang tidak melaksanakan
konservasi energi. Ketentuan sanksi ini yang membedakan Keppres Nomor 43 Tahun 1991
dengan PP Nomor 70 Tahun 2009.

Pemerintah “dengan terpaksa” memuat ketentuan sanksi di dalam peraturannya karena


program konservasi energi seakan dipandang sebelah mata. Padahal apabila konservasi
energi dilaksanakan oleh para pengguna energi pada tingkat apapun, maka hasilnya akan
dinikmati oleh si pengguna energi sendiri. Konsumsi energinya menjadi turun dengan
demikian uang yang dikeluarkan per satuan waktu untuk belanja bahan bakar atau energi
menjadi turun. Di sisi lain barang yang dihasilkan atau tingkat kenyamanannya dalam
beraktivitas tidak mengalami penurunan.

Di dalam PP tersebut terdapat 2 buah pasal yang terkait dengan audit energi, yakni Pasal 12
dan 13. Pasal-pasal ini menarik untuk diperhatikan. Isi pasal-pasal pada PP No. 70 Tahun
2009 sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai berikut:
a). Pasal 12
(1) Pemanfaatan energi oleh pengguna sumber energi dan pengguna energy wajib
dilakukan secara hemat dan efisien.
(2) Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber
energi dan/atau energi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu) setara
ton minyak per tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen
energi.
(3) Manajemen energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan:
a. menunjuk manajer energi;
b. menyusun program konservasi energi;
c. melaksanakan audit energi secara berkala;
d. melaksanakan rekomendasi hasil audit energi; dan
e. melaporkan pelaksanaan konservasi energi setiap tahun kepada menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya masing-
masing.
b). Pasal 13
(1) Audit energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf c dilakukan
oleh auditor energi internal dan/atau lembaga yang telah terakreditasi.
(2) Manajer energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a dan
auditor energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memiliki sertifikat
kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

‘21 Audit Energi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Eko Ramadhan, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
(3) Program konservasi energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3)
huruf b disusun oleh pengguna sumber energi dan/atau pengguna energi, paling
sedikit memuat informasi mengenai:
a. rencana yang akan dilakukan;
b. jenis dan konsumsi energi;
c. penggunaan peralatan hemat energi;
d. langkah-langkah konservasi energi; dan
e. jumlah produk yang dihasilkan atau jasa yang diberikan.
(4) Laporan pelaksanaan konservasi energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (3) huruf e disusun berdasarkan program konservasi energy
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan program dan pelaporan
hasil pelaksanaan konservasi energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.

Ketentuan pada pasal-pasal tersebut di atas, khususnya Pasal 12, ayat (3), huruf c serta
Pasal 13, ayat (1) dan (2) memberikan konsekuensi kepada pemilik atau pengelola industri –
dalam hal ini industri yang penggunaan sumber energi dan/atau energinya lebih besar atau
sama dengan 6.000 setara ton minyak per tahun – melakukan audit energi secara berkala.
Audit energi ini dapat dilakukan oleh auditor energi internal. Bila tidak memungkinkan, audit
energi dilakukan oleh auditor energy eksternal. Berdasarkan ketentuan di dalam PP tersebut
di atas, auditor energi yang melakukannya adalah auditor energi yang memiliki sertifikat
kompetensi.

Selanjutnya, bagaimana cara mengetahui atau menghitung bahwa suatu industry sudah
sama dengan atau melampaui angka 6.000 setara ton minyak per tahun dalam penggunaan
sumber energi dan/atau energinya? PP No. 70 Tahun 2009 di dalam penjelasannya
menyertakan faktor konversi, sebagai berikut:

Setara 1 ton minyak = 41,9 Giga Joule (GJ)


= 1,15 kilo-liter minyak bumi (kl minyak bumi)
= 39,68 million British Thermal Unit (MMBTU)
= 11,63 Megawatt-hour (MWh)

dengan demikian, maka:


Setara 6.000 ton minyak = 251.400 GJ

‘21 Audit Energi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Eko Ramadhan, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
= 6.900 kl minyak bumi
= 238.080 MMBTU
= 69.780 MWh
Dengan berbekal faktor konversi tersebut maka pihak industri dapat dengan cepat dan
mudah menghitung serta mengubah satuan energi total yang dikonsumsinya per tahun
dalam satuan setara ton minyak. Masing-masing jenis sumber energi dan/atau energi yang
digunakan dalam 1 tahun dikonversikan menjadi salah satu satuan energy tersebut di atas
(GJ, kl minyak bumi, MMBTU, atau MWh). Kemudian hasilnya dijumlahkan dan
dikonversikan dalam satuan setara ton minyak.
Sebagai contoh, sebuah industri dalam 1 tahun mengkonsumsi 10.000 ton batubara bernilai
kalori 5.700 kcal/kg, IDO (industrial diesel oil) 100 kilo-liter, dan listrik dari PT PLN (Persero)
20.000 MWh. Apakah konsumsi energi total industri ini sudah sama dengan atau melampaui
angka 6.000 setara ton minyak?
Untuk mengetahuinya, masing-masing satuan sumber energi diubah, misalnya menjadi GJ
(lihat daftar konversi energi pada Lampiran-2). Maka 10.000 ton batubara bernilai-kalori
5.700 kcal/kg setara dengan 238.647,60 GJ. Kemudian 100 kilo-liter IDO setara dengan
3.696 GJ. Dan, 20.000 MWh listrik setara dengan 72.055,03 GJ.

Dengan demikian energi total yang digunakan selama 1 tahun adalah penjumlahan
238.647,60 GJ dengan 3.696 GJ dan 72.055,03 GJ atau sama dengan 314.398,63 GJ atau
7.504 setara ton minyak. Dari hasil perhitungan ini diperoleh angka bahwa penggunaan
energi per tahun di industri tersebut sebesar 7.504 setara ton minyak atau sudah melampaui
batas 6.000 setara ton minyak sebagaimana ditetapkan oleh PP No. 70 Tahun 2009.
Sebagai konsekuensinya industri tersebut wajib melakukan konservasi energi melalui
manajemen energi.

Penetapan batasan angka 6.000 setara ton minyak dilakukan berdasarkan pertimbangan
bahwa pengguna energi dengan konsumsi lebih besar atau sama dengan 6.000 (enam ribu)
setara ton minyak per tahun tidak terlalu banyak, tetapi total konsumsi energinya mencapai
sekitar 60% (enam puluh persen) dari penggunaan energi nasional. Dengan kata lain,
apabila langkah-langkah konservasi energi berhasil dilakukan pada kelompok tersebut,
maka dampak penghematan secara nasional akan signifikan. Demikian dituliskan di dalam
Penjelasan PP No. 70 Tahun 2009.

Dari penjelasan di atas diperoleh informasi bahwa (lebih) banyak pengguna energy dengan
konsumsi di bawah 6.000 setara ton minyak per tahun. Dan kelompok ini mengkonsumsi
sekitar 40% (empat puluh persen) dari penggunaan energi nasional. Sekali pun pelaksanaan

‘21 Audit Energi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Eko Ramadhan, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
manajemen energi hanya diwajibkan bagi pengguna energy dengan konsumsi sama dengan
atau lebih besar dari 6.000 setara ton minyak, namun patut untuk dipertimbangkan bagi
pengguna energi yang konsumsinya di bawah batas 6.000 setara ton minyak untuk
melakukan pula aktivitas manajemen energi. Di samping ikut menunjang program
konservasi energi nasional, hasilnya pun langsung dapat dinikmati oleh pihak pengguna
energi atau industri. Hasil yang dimaksudkan di sini adalah hemat dan efisien dalam
penggunaan energi tanpa menurunkan produktivitas. Ini dapat berdampak pada potensi
penurunan biaya produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan daya saing produk di
pasaran.
Penghematan energi yang terus diupayakan di negara kita memiliki alasan yang sangat
kuat. Fakta menunjukkan bahwa pemanfaatan energi di negara kita masih tergolong tidak
efisien atau boros. Program konservasi energi yang mulai dijalankan sejak tahun 1980
tampaknya belum menunjukkan hasil yang menggembirakan hingga saat ini.

Ketentuan di bidang keenergian, khususnya menyangkut konservasi energi, yang diatur di


dalam UU No. 30 Tahun 2007 dan PP No. 79 Tahun 2009 dapat dikatakan merupakan
sebuah produk dari suatu perjalanan panjang di bidang energi nasional.
Produk terbaru adalah PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang
ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014. Kenyataan bahwa pemanfaatan
energi di negara kita dari tahun ke tahun masih dalam status boros menjadi perhatian dan
keprihatinan bersama. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menuju kondisi efisien. Upaya-
upaya ini di samping untuk memberikan jaminan penyediaan energi bagi generasi
mendatang juga dalam rangka peningkatan daya saing produk nasional di kancah
internasional. Selain itu secara berbarengan juga dalam misi penyelamatan/pelestarian
lingkungan.

‘21 Audit Energi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Eko Ramadhan, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
Bagaimana untuk audit energy pada bangunan
gedung/kantor atau rumah tinggal?
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.13 Tahun 2012 tentang Penghematan
Pemakaian Energi Listrik. Penghematan pemakaian tenaga listrik sebesar 20% (dua puluh
persen) dihitung dengan membandingkan pemakaian tenaga listrik rata-rata 6 (enam) bulan
sebelum berlakunya permen ini. Pelaksanaan penghematan pemakaian tenaga listrik pada
Bangunan Gedung Negara dan Bangunan gedung BUMN,BUMD dan BHMN dilakukan
melalui:
a. Sistem tata udara;
b. Sistem tata cahaya; dan
c. Peralatan pendukung

Sistem Tata Udara


A. Untuk bangunan gedung apabila menggunakan AC dilakukan dengan cara:
1. Menggunakan AC hemat energy (berteknologi inverter) dengan daya sesuai dengan
besarnya ruangan;
2. Menggunakan refrigerant jenis hidrokarbon;
3. Menempatkan unit kompresor AC pada lokasi yang tidak terkena langsung sinar
matahari;
4. Mematikan AC jika ruangan tidak digunakan;
5. Memasang thermometer ruangan untuk memantau suhu ruangan;
6. Mengatur suhu dan kelembaban relative sesuai Standar Nasiona Indonesia (SNI)
yaitu:
a. Ruang kerja dengan suhu berkisar antara 24 0C hingga 27oC dengan kelembaban
relative antara 55% (lima puluh lima persen) sampai dengan 65% (enam puluh
lima persen);
b. Ruang transit (lobby, koridor) dengan suu berkisar antara 27 oC hingga 30oC
dengan kelembaban relative antara 50% (lima puluh persen) sampai dengan
70% (tujuh puluh persen).
7. Mengoperasikan AC central:
a. 30 (tiga puluh) menit sebelum jam kerja unit fan AC dinyalakan, satu jam
kemudian unit kompresor AC dinyalakan;
b. 30 (tiga puluh) menit sebelum jam kerja berakhir unit kompresor AC dimatikan,
pada saat jam kerja berakhir unit fan AC dimatikan;

‘21 Audit Energi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Eko Ramadhan, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
8. Memastikan tidak adanya udara luar yang masuk ke dalam ruangan ber AC yang
mengakibatkan efek pendingin berkurang;
9. Melakukan perawatan secara berkala sesuai panduan pabrikan;
B. Menggunakan jenis kaca tertentu yang dapat mengurangi panas matahari yang masuk
ke dalam ruangan namun tidak mengurangi pencahayaan alami;
C. Mengurangi suhu udara pada atau sekitar gedung dengan cara penanaman tumbuhan
dan/atau pembuatan kolam air.

Sistem tata cahaya

A. Menggunakan lampu hemat energy sesuai dengan peruntukannya;


B. Mengurangi penggunaan lampu hias (accessories);
C. Menggunakan ballast elektronik pada lampu TL (neon);
D. Mengatur daya listrik maksimum untuk pencahayaan (termasuk rugi-rugi ballast) sesuai
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk:
1. Ruang resepsionis 13 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 300 lux;
2. Ruang kerja 12 Watt/m2 dengan tingkat pencahyaan paling rendah 350 lux;
3. Ruang rapat, ruang arsip aktif 12 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling
rendah 300 lux;
4. Gudang arsip 6 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 150 lux;
5. Ruang tangga darurat 4 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 150
lux;
6. Tempat parkir 4 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 100 lux;
E. Menggunakan rumah lampu (armature) reflector yang memiliki pantulan cahaya tinggi;
F. Mengatur saklar berdasarkan kelompok area, sehingga sesuai dengan pemanfaatan
ruang;
G. Menggunakan scalar otomatis dengan menggunakan pengatur waktu (timer) dan/atau
sensor cahaya (photocell) untuk lampu taman, koridor, dan teras;
H. Mematikan lampu ruangan di Bangunan Gedung jika tidak dipergunakan;
I. Memnfaatkan cahaya alami (matahari) pada siang hari dengan membuka tirai jendela
secukupnya sehingga cahaya memadai untuk melakukan kegiatan pekerjaan;
J. Membersihkan lampu dan rumah lampu (armature) jika kotor dan berdebu agar tidak
menghalangi cahaya lampu.

Peralatan Pendukung

‘21 Audit Energi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Eko Ramadhan, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
Penghematan pemakaian tenaga listrik pada peralatan pendukung dilakukan dengan cara:
a. Mengoperasikan lift dengan pemberhentian setiap 2 (dua) lantai;
b. Menggunakan alat pengatur kecepatan dan sensor gerak pada escalator;
c. Mematikan komputer jika akan meninggalkan ruang kerja lebih dari 30 (tiga puluh)
menit;
d. Mematikan printer jika tidak digunakan dan hanya menyalakan sesaat sebelum akan
mencetak;
e. Menggunakan mesin fotokopi yang memiliki mode standby dengan konsumsi tenaga
listrik rendah;
f. Mengoperasikan peralatan audio-video sesuai keperluan;
g. Menyalakan peralatan water heater dan dispenser beberapa menit sebelum
digunakan dan dimatikan setelah selesai digunakan;
h. Meningkatkan factor daya jaringan tenaga listrik dengan memasang kapasitor bank;
i. Mengupayakan diversifikasi energy seperti penggunaan surya dan angin.

Rumah Tinggal

Pelaksanaan penghematan pemakaian tenaga listrik pada Rumah Tinggal dilakukan dengan
cara:
a. Untuk rumah tinggal, apabila menggunakan AC dilakukan dengan cara:
1. Menggunakan AC hemat energy (berteknologi inverter) dengan daya sesuai
dengan besarnya ruangan;
2. Mematikan AC jika ruangan tidak digunakan;
3. Mengatur suhu ruangan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) berkisar antara
24oC hingga 27oC;
4. Memastikan tidak adanya udara luar yang masuk ke dalam ruangan ber AC yang
mengakibatkan efek pendinginan berkurang;
5. Memakai timer switch untuk mengatiur waktu pengoperasian AC;
b. Menggunakan lampu hemat energy sesuai dengan peruntukannya;
c. Mengatur daya listrik maksimum untuk pencahayaan (termasuk rugi-rugi ballast)
sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk:
1. Ruang tamu 5 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 150 lux;
2. Ruang kerja 7 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah 300 lux;
3. Ruang makan, kamar tidur, kamar mandi dan dapur 7 Watt/m2 dengan tingkat
pencahayaan paling rendah 250 lux;

‘21 Audit Energi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Eko Ramadhan, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
4. Ruang garasi dan teras 3 Watt/m2 dengan tingkat pencahayaan paling rendah
60 lux;
d. Memanfaatkan cahaya alami (matahari) pada siang hari dengan membuka tirai
jendela secukupnnya sehingga tingkat cahaya memadai;
e. Mengoperasikan peralatan pemanfaatan tenaga listrik untuk rumah tangga seperti:
TV, radio, kulkas, dispenser, mesin cuci, pompa air, dan paeralatan memasak sesuai
keperluan.

Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum (Fasos Fasum)

Pelaksanaan penghematan pemakaian tenaga listrik pada penerangan jalan umum (pju),
lampu hias, dan papan reklame dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Lampu penerangan jalan umum pada jala protocol/jalan arteri:
1. Jam 18.00 – 24.00 lampu penerangan jalan umum menyala 100% (seratus
persen) dari daya total;
2. Jam 24.00 – 05.30 lampu penerangan jalan iumum menyala 50% (lima puluh
persen) dari daya total.
b. Lampu hias dinyalakan dari pukul 18.00 – 24.00 kecuali pada event tertentu sampai
pada pukul 05.30; dan
c. Lampu papan reklame dinyalakan dari pukul 18.00 – 24.00.

‘21 Audit Energi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Eko Ramadhan, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai