Anda di halaman 1dari 27

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah
2.1.1 Penertian Tanah
Pengertian tanah sangat umum dan luas. dalam lingkup teknik sipil dapat
diartikan bahwa tanah merupakan material yang terdiri dari beberapa zat alam yang
terbentuk dari pelapukan. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh bapak tanah dunia
Terzaghi yang mengemukakan pengertian tanah sebagai susunan butiran-butiran hasil
pelapukan massa batuan massive, dimana ukuran setiap butirnya dapat sebesar kerikil-
pasir-lanau-lempung dan kotak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan organik.
Salah satu kegunaan tanah yaitu sebagai pendukung struktur bengunan atas sehingga
tanah harus tetap stabil dan tidak mengalami penurunan yang mengakibatkan kerusakan
konstruksi, istilah penurunan menunjukkan tenggelamnya suatu bangunan akibat
komprensi dan deformasi lapisan tanah di bawah bangunan.
Menurut Bowles, tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah
satu atau seluruh jenis berikut:
1. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar
dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm,
fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).
2. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai dengan berukuran
150 mm.
3. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm, berkisar dari
kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).
4. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. Lanau dan
lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke
dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai.
5. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi paada tanah yang
kohesif.
6. Koloid (colloids), pertikel mineral yang diam yang berukuran lebih kecil dari 0,001
mm.
11

Gambar 2.1 komposisi tanah


Sumber: Bowles 1989
Dari gambar dapat dilihat bahwa tanah merupakan campuran beberapa partikel.
Partikel yang tersusun tersebut adalah partikel padat, air, dan udara. Dari ketiga unsur
penyusun tanah tersebut yang paling berpengaruh terhadap sifat-sifat teknis tanah
adalah air dan partikel padat. Angin hanya mengisi rongga yang terdapat dalam di
dalam tanah. Jika rongga tersebut seluruhnya diisi oleh air maka tanah tersebut
mencapai kondisi jenuh. Dalam kondisi jenuh jika tanah diberikan beban maka takanan
air yang pertama kali bekerja. Dalam kondisi ini butiran-butiran tanah lempung tidak
dapat mendekat satu sama lain untuk meningkatkan gaya gesernya. Untuk
mengeluarkan air dari dalam tanah, membutuhkan waktu yang lama. Namun, setelah
waktu yang lama sampai air tanah keluar maka butiran-butiran tanah lempung akan
dapat mendekat sehingga kuat geser tanah meningkat.
Menurut Bowles (1989) beberapa tindakan yang dilakukan untuk
menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kerapatan tanah.
2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi atau tahanan
gesek yang timbul.
3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawa dan atau
fisis pada tanah.
4. Menurunkan muka air tanah ( drainase tanah ).
5. Mengganti tanah yang buruk.
12

Pada umumnya cara yang digunakan untuk menstabilkan tanah terdiri dari salah
satu atau kombinasi dari pekerjaan- pekerjaan berikut (Bowles, 1989) :

1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti mesin
gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis,
tekstur,pembekuan, pemanasan dan sebagainya.
2. Bahan pencampur (Additive), yaitu penambahan kerikil untuk tanah kohesif,
lempung untuk tanah berbut, dan pencampuran kimiawi seperti semen, gamping,
abu vulkanik/batubara, semen atau aspal, sodium dan kalsium klorida, limbah
pabrik kertas dan lain-lainya.

2.1.2 Klasifikasi Tanah


Sistem Klasifikasi Tanah adalah suatu sistem penggolongan yang sistematis dari
jenis–jenis tanah yang mempunyai sifat–sifat yang sama ke dalam kelompok–kelompok
dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,1995). Pada sebagian besar kasus,
tanah digunakan dalam keadaan aslinya di alam, tidak sebagaimana halnya dengan
bahan bangunan lain. Pada disain bangunan beton dan baja, seorang dapat menetapkan
jenis bahan yang harus digunakan.dalam hal tersebut, pertama-tama dia dapat memilih
bahan dan kemudian menetapkan kekuatan ijin bahan tersebut, atau sebaliknya. Cara
tersebut tidak mungkin dilakukan terhadap tanah, karena seorang harus
mengidentifikasi tanah dan kemudian, jika memungkinkan, menarik kesimpulan tentang
data yang diperlukan untuk disain agar hal tersebut dapat dilakukan oleh setiap orang,
maka tanah harus dideskripsikan secara rinci sesuai dengan sistem klasifikasi standar.
Pengklasifikasian tanah yang tepat harus mendasar dan menunjukkan potensi
penggunaan tanah serta harus memenuhi beberapa ketentuan minimum.
Secara umum dari jenis tanahnya maka sifat dari tanah dapat diketahui. Tanah
yang berjenis lempung akan cenderung memiliki sifat kedap air, kohesivitas yang
tinggi dan nilai kuat geser yang rendah. Sedangkan tanah pasir akan mempunyai nilai
kuat geser yang tinggi sedangkan gaya tarik menarik antar partikel akan cenderung
kecil. Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai
keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis
tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi dan sebagainya (Bowles,
1989).
13

Beberpa sistem pengkelasifikasian tanah yang sering digunakan adalah :


a. Sistem USCS
Sistem USCS (unified sistem clasification sistem) adalah sistem yang membagi
tanah ke dalam dua kelompok berdasarkan ukuran butirannya. Tanah berbutir
kasar yaitu tanah yang tertahan di saringan dengan no. 200 dan tanah berbutir
halus adalah tanah yang lolos melalui saringan 200.
(USCS) diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan
oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of
Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials
(ASTM) memakai USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah.
Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan dalam berbagai
pekerjaan geoteknik. Sifat-sifat tanah yang menjadi dasar Klasifikasi Unified
adalah sebagai berikut:
a. Persentase kerikil, pasir dan butir halus (fraksi lolos sringan 200).
b. Bentuk kurva gradasi.
c. Karakteristik plastisitas dan kompresibilitas.

Gambar 2.2 Grafik Plastisitas Untuk Klasifikasi Tanah


(sumber, Asphalt Institute, 1993)

Dasar pengklasifikasian untuk tanah yang mengandung sedikit butiran halus


sehingga kandungan tersebut tidak mempengaruhi kinerja tanah, Sisitem
Klasifikasi Unified didasarkan pada karakteristik tekstur, sedangkan untuk tanah
yang berbutiran halusnya mempengaruhi kinerja tanah, Sisitem Unified
14

didasarkan pada karakteristik pastisitas-kompresibilitas. Karakteristik plastisitas


-kompresibilitas tanah dievaluasi dengan cara mengeplot titik-titik plastis dan
batas cair pada grafik plastisitas standar sebagaimana ditunjukkan pada gambar.
posisi titik dalam grafik akan menginformasikan tentang perkiraan kinerja tanah
sebagai bahan bangunan teknik.
Menurut Bowles, 1991 Kelompok-kelompok tanah utama sistem klasifikasi
Unified dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut ini :
Tabel 2.1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified Berdasarkan Klompok
Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Surfiks
Kerikir G Gradasi baik W
Gradasi Buruk P
Pasir S Berlanau M
Berlempung C
Lanau M
Lempung C wL < 50% L
Organik O wL > 50% H
Gambut Pt
Sumber : Bowles, 1989.

Keterangan :
G = Untuk kerikil (Gravel) atau tanah berkerikil (Gravelly Soil).
S = Untuk pasir (Sand) atau tanah berpasir (Sandy soil).
M = Untuk lanau inorganik (inorganic silt).
C = Untuk lempung inorganik (inorganic clay).
O = Untuk lanau dan lempung organik.
Pt = Untuk gambut (peat) dan kandungan organik tinggi.
W = Untuk gradasi baik (well graded).
P = Gradasi buruk (poorly graded).
L = Plastisitas rendah (low plasticity).
H = Plastisitas tinggi (high plasticity).
Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah sistem Unified adalah sebagai berikut :
a. Menentukan tanah apakah berupa butiran halus atau butiran kasar secara visual atau
dengan cara menyaringnya dengan saringan nomer 200.

b. Jika tanah berupa butiran kasar :


1. Menyaring tanah dan menggambarkan grafik distribusi butirannya.
15

2. Menentukan persen butiran lolos saringan no.4. Bila persentase butiran yang lolos
≤ 50%, merupakan kerikil. Bila persentase yang lolos > 50%, merupakan pasir.
3. Menentukan jumlah butiran yang lolos saringan no.200 jika persentase butiran
yang lolos ≤ 5%, pertimbangkan bentuk grafik distribusi dengan menghitung Cu
dan Cc. Jika termasuk bergradasi baik, maka klasifikasikan sebagai GW (bila
berkerikil) atau SW (bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan
sebagai GP (bila berkerikil) atau SP (bila pasir).
4. Jika persentase butiran tanah yang lolos saringan no.200 di antara 5 - 12%, tanah
akan mempunyai simbol dobel dan mempunyai sifat keplastisan (GW-GM, SW-
SM, dan sebagainya).
5. Jika persentase butiran tanah lolos saringan no.200 > 12%, harus diadakan
pengujian batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang
tertinggal dalam saringan no.40. Kemudian, dengan menggunakan diagram
plastisitas, tentukan klasifikasinya (GM, GC, SM, SC, GM-GC atau SM -SC).
c. Jika tanah berbutir halus :
1. Menguji batas-batas Atterberg dengan tanah yang tinggal dalam saringan no.40.
Jika batas cair > 50%, termasuk H (plastisitas tinggi), jika < 50%, termasuk L
(plastisitas rendah).
2. Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas
di bawah garis A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau anorganik (MH). Jika
plotnya jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai CH.
3. Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas
di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi tanah tersebut sebagai
organik (OL) atau anorganik (ML) berdasar warna, bau, atau perubahan batas cair
dan batas plastisnya dengan mengeringkannya di dalam oven.

Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area yang diarsir, dekat
dengan garis A atau nilai LL sekitar 50%, gunakan simbol dobel.
16

Tabel 2.2 Klasifikasi tanah berdasarkan sistem USCS

Sumber : Hary Christady, 2002.


17

b. Sistem AASHTO
Sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Official) ini dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai Public Road
Administrasion Classification System. Sistem ini berguna untuk menentukan
kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar
(subgrade).
Sistem klasifikasi menurut AASHTO dikembangkan berdasarkan hasil
pengamatan kinerja tanah di bawah perkerasan serta merupakan sistem yang
dikenal secara luas dan sering digunakan oleh insinyur jalan raya. pada aawal
perkembangan sistem dikembangkan sekitar tahun 1928 oleh the U.S. Bereau of
Public Roads dan kemudian direvisi beberapa kali. Hasil revisi paling mutakhir
yang dilakukan oleh Bereau of Public Roads dipublikasikan pertama kali pada
tahun 1942 dimana pada versi tersebut tanah dibagi menjadi delapan kelompok.
Revisi lain yang ekstensif dilakukan pada tahun 1945 oleh suatu kelompok
insinyur jalan raya yang bekerja bagi the Highway Research Board. Versi tahun
1945 tersebut merupakan bentuk dasar daripada sistem klasifikasi AASHTO.
Menurut versi tahun 1945 di atas, tanah dibagi menjadi tuju kelompok
dimana tanah yang memiliki daya dukung dan karakteristik pelayanan hampir
sama dimasukkan dalam satu kelompok . ketuju kelompok tersebut dinyatakan
dengan A-1, A-2, A-3, A-4, A-5, A-6 dan A-7 sebagaimana ditunjukkan pada
tabel, secara umum, tanah yang paling baik untuk tanah dasar adalah A-1,
sedangkan yang paling buruk adalah A-7 dengan demikian, maka tebal perkerasan
yang diperlukan akan makin meningkat sesuai dengan nomer kelas yang makin
besar.
Berdasarkan sifat tanahnya terhadap beban roda dan dikelompokkan
menjadi 2 kelompok besar yaitu :
18

1. Kelompok tanah berbutir kasar (< 35% lolos saringan no.200).


Tabel 2.3. Kelompok Tanah Berbutir Kasar
Kode Karakteristik Tanah
Tanah yang terdiri dari kerikil dan pasir kasar
A-1 dengan sedikit atau tanpa butir halus, dengan
atau tanpa sifat plastis.
A-2 Terdiri dari Pasir halus dengan sedikit sekali
butir halus lolos saringan no. 200 dan tidak
plastis.
Kelompok batas tanah berbutir kasar dan halus
A-3 dan merupakan campuran kerikil/pasir dengan
tanah berbutir halus cukup banyak (<35%).
Sumber :Bowles,1991
2. Kelompok tanah berbutir halus (> 35% lolos saringan no. 200)
Tabel 2.4. Kelompok Tanah Berbutir Halus
Kode Karakteristik Tanah
A-4 Tanah lanau dengan sifat plastis rendah.
A-5 Tanah lanau yang mengandung lebih banyak
butir-butir plastis, sehingga sifat plastisnya
lebih besar.
Tanah lempung yang masih mengandung
A-6 butiran pasir dan kerikil, tetapi sifat perubahan
volumenya cukup besar.
A–7 Tanah lempung yang lebih bersifat plastis dan
mempunyai sifat perubahan yang cukup besar.
Sumber :Bowles,1991
Adapun sistem klasifikasi AASHTO ini didasarkan pada kriteria pada tabel
berikut :
19

Tabel 2.5. Ukuran Butir Sistem Klasifikasi AASHTO

Tanah yang lolos ayakan diameter 75


Kerikil mm (3 in) dan yang tertahan pada
ayakan No. 10 (2 mm).
Tanah yang lolos ayakan No. 10 (2
Pasir mm) dan yang tertahan pada ayakan
No. 200 (0,075 mm).
Lanau dan Tanah yang lolos ayakan No. 200.
Lempung

Sumber :Bowles,1991

Tabel 2.6 Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO

Sumber : Bowles, 1991


20

2.2 Karakteristik Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan


submikroskopis yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusus batuan,
dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai luas. Dalam keadaan kering
sangant keras, tidak mudah terkupas hanya dengan jari tangan.
Menurut Bowles (1998), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki
sifat-sifat sebagai berikut :
1. Hidrasi
Partikel-partikel lempung dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yangdisebut
sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya mempunyai tebal dua molekul karena
itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.
2. Aktifitas
Tepi-tepi mineral lempung mempunyai muatan negatif netto. Ini mengakibatkan
terjadinya usaha untuk menyeimbangkan muatan ini dengan tarikan kation. Tarikan
ini akan sebanding dengan kekurangan muatan netto dan dapat juga dihubungkan
dengan aktifitas lempung tersebut. Aktifitas ini didefinisikan sebagai :

Dimana persentase lempung diambil dari fraksi tanah yang < 2 μm. Aktivitas juga
berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-nilai khas dari aktifitas dapat
dilihat pada tabel 6 berikut ini:

Tabel 2.7 Nilai-nilai khas dari aktifitas mineral lempung.

Mineral Nilai Aktifitas

Kaolinite 0,4 – 0,5

Illite 0,5 – 1,0

Montmorillonite 1,0 – 7,0


Sumber : Craig,(1991)
21

3. Flokulasi dan dipersi


Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan mineral lempung didalam larutan air
akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7 dan bersifat alkali tertarik
oleh ion-ion H+dari air, gaya Van der Waal. Untuk menghindari flokulasi larutan
air dapat ditambahkan zat asam.
4. Pengaruh air
Kadar air adalah perbandingan antara berar air yang terkandung dalam tanah
dengan berat kering tanah yang biasa dinyatakan dalam persen. Air pada mineral
-mineral lempung mempengaruhi pada flokulasi dan disperse yang terjadi pada
partikel lempung. Untuk meninjau karakteristik tanah lempung maka perlu
diketahui sifat fisik atau Index Properties dari tanah lempung tersebut, yaitu:

a. Batas-batas Atterberg (Atterberg Limits)


Atterberg telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada kadar air,
bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, plastis, dan batas susut. Batas
Atteberg dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut ini :
Tabel 2.8 Batas-Batas Atterberg Untuk Mineral Lempung.
Mineral Batas Cair Batas plastis Batas Susut

Montmorillonite 100 -900 50-100 8,5-15

Illite 60-120 35-60 15-17

Kaolinite 30-110 25-40 25-29

Sumber : Craig,(1991)

Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat pada grafik 2.1, tanah lempung
dapat dikategorikan ke dalam kelompok MH atau OH.
22

Grafik 2.1 Grafik Plastisitas.

Sumber : Craig,(1991)

b. Berat jenis (Gs)


Nilai berat jenis yang didasarkan pada tiap-tiap mineral pada tanah lempung
lunak dapat dilihat pada tabel 2.9.
Tabel 2.9. Nilai Berat Jenis Untuk Tiap Mineral Tanah Lempung Lunak

Mineral Lempung Lunak Berat Jenis ( Gs )

Kaolinite 2,6 – 2,63

Illite 2,8

Montmorillonite 2,4

Sumber : Craig,(1991)
c. Komposisi Tanah
Kadar air, berat jenis, berat isi, angka pori, porositas dan derajat kejenuhan
merupakan parameter yang biasa digunakan untuk menunjukkan hubungan
antara berat dengan volume komponen-komponen tanah. Angka pori, kadar air,
23

dan berat volum kering pada beberapa tipe tanah lempung dapat dilihat pada
tabel 2.10.

Tabel 2.10. Nilai Angka Pori, Kadar Air, dan Berat Volume Kering pada Tanah
lempung.

Kadar Air Berat


Tipe Tanah Angka pori, Dalam Volume
e Keadaan Jenuh Kering,
(kN/m3 )

Lempung kaku 0,6 21 17

Lempung lunak 0,9 – 1,4 30 – 50 11,5 – 14,5

Lempung organik
lembek 2,5 – 3,2 30 – 120 6–8

Sumber : Craig,(1991)

Kesimpulannya adalah tanah kohesif seperti lempung memiliki perbedaan yang


cukup mencolok terhadap tanah non kohesif seperti pasir. Perbedaan tersebut
adalah :

1. Tahanan friksi tanah kohesif < tanah nonkohesif


2. Kohesi lempung > tanah granular
3. Permeabilitas lempung < tanah berpasir
4. Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir.
5. Perubahan volume pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah
granular.
24

2.3 Pemadatan

Pemadatan adalah usaha secara mekanik untuk merapatkan butir-butir tanah.


Pemadatan dilakukan untuk mengurangi volume tanah, mengurangi volume pori namun
tidak mengurangi volume butir tanah.

Tujuan dari pemadatan ini adalah :

a. Memperbaiki kuat geser tanah


b. Mengurangi kompresibilitas tanah.
c. Mengurangi permeabilitas tanah.
d. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air.

Pemadatan ini bermaksut untuk mengurangi volume tanah. Akibat dari


pengurangan volume tanah tersebut adalah volume tanah yang berubah. Volume tanah
akan berkurang dari volume awalnya, nilai C (kohesif tanah) berkurang dan nilai e
(angka pori tanah) juga ikut berkurang.

Kadar air dalam tanah setelah pemadatan juga berkurang setelah dilakukan
pemadatan. Proctor telah mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air
dan berat volume kering supaya tanah padat.

Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnya. Hubungan berat
volume kering (d) dengan berat volume basah (b) dan kadar air ( dinyatakan dalam
persamaan :

d = b / (1 + 

Berat volume maksimum yaitu berat volume dengan tanpa rongga udara atau berat
volume tanah maksimum pada saat kondisi jenuh. Berat volume maksimum dapat
dihitung dengan persamaan:

d = Gs w / (1 + Gs

Sedangkan untuk menghitung volume kering setelah pemadatan pada kadar air w
dengan kadar udara A dapat dihitung dengan persamaan :

d = Gs (1-A) w / (1 + Gs

Gs = 2.65
25

Berat volume tanah kering setelah pemadatan bergantung pada jenis tanah, kadar
air, dan usaha yang diberikan oleh pemadatnya. Dalam uji pemadatan tanah
karakteristik tanahnya dapat dinilai dari pengujian standar laboratorium yang disebut
dengan pengujian Proctor.

Proctor merupakan suatu alat yang digunakan dalam memadatkan tanah. Alat
pemadat proctor ini berupa silinder mould. Silinder mould mempunyai volume 9,44 x
10-4 m3. Tanah yang terdapat dalam silinder dipadatkan dengan menggunakan
penumbuk. Tujuan dari pemadatan ini adalah untuk mendapatkan nilai KOA dan MDD
yang diperoleh dari grafik hubungan antara kadar air ( dan k hasil pemadatan.

Dalam pengujian pemadatan, percobaan dilakukan sebanyak 5 kali dengan kadar


air tiap percobaan divariasikan. Hasil dari percobaan digambarkan ke sebuah grafik.
Dari grafik akan didapatkan kadar air terbaik untuk mendapatkan berat volume kering
terbesar atau kepadatan maksimum yang disebut dengan kadar air optimum.
Pemadatan dapat dilakukan dengan dua cara berdasarkan besar tenaga pemadatnya,
yaitu :
a. Cara standar yaitu cara pemadatan dengan menggunakan penumbuk standar dengan
berat 2.5 kg dengan tinggi jatuh sebesar 30 cm.
b. Cara berat (modified) yaitu pemadatan dengan menggunakan penumbuk dengan
berat 4.5 kg dengan tinggi jatuh sebesar 45 cm.
Pemadatan tanah yang dipadatkan sifatnya akan tergantug pada cara atau usaha
pemadatan, macam tanah, dan kadar airnya. Pemadatan dengan usaha yang lebih besar
akan mendapatkan tanah yang lebih padat. Kadar air tanah yang dipadatkan biasanya
berdasarkan pada posos-posisi kadas air sisi kering optimum, dekat optimum atau
optimum, dan sisi basah optimum.

Pemadatan dilapangan dilakukan dengan penggilas. Jenis penggilas yang umum


digunakan adalah:

a. Penggilas besi berpermukaan halus


Penggilas besi berpermukaan halus cocok untuk meratakan permukaan tanah dasar
dan untuk pekerjaan penggilasa akhir pada timbunann pasir atau lempung.
26

b. Penggilas ban-karet (angin)


Penggilas ban-karet dalam banyak hal lebih baik dari pada penggilas besi
bermukaan halus. Penggilas ban-karet pada dasarnya merupakan sebuah kereta
bermuatan berat dan beroda karet yang tersusun dalam beberapa baris yang berjarak
dekat.
c. Penggilas kaki kambing
Penggilas kaki kambing adalah berupa selinder yang mempunyai banyak kaki-kaki
yang menjulur ke luar dari drum. Alat ini sangat efektif untuk memadatkan tanah
lempung.
d. Penggilas getar
Penggilas getar sangat bermanfaat untuk pemadatan tanah berbutir pasir, kerikil,
dan sebagainya) alat getas apa saja dipasangkan pada penggilas besi permukaan
halus, penggilas ban karet, atau pada penggilas kaki kambing untuk menghasilkan
getaran pada tanah.

2.4 Hukum Darcy

Hukum Darcy (1856) menjelaskan tentang kemampuan air mengalir pada rongga
-rongga (pori-pori) dalam tanah dan sifat-sifat yang mempengaruhinya. Ada dua asumsi
utama yang digunakan dalam penetapan Hukum Darcy ini. Asusmsi pertama
menyatakan bahwa aliran fluida/cairan dalam tanah bersifat laminar. Sedangkan asumsi
kedua menyatakan bahwa tanah berada dalam keadaan jenuh
(http://www.anneahira.com/permeabilitas-tanah.htm).

Menurut Darcy (1856), kecepatan aliran air di dalam tanah dinyatakan dengan
persamaan :

v=k.i
dengan : v = kecepatan aliran (m/s atau cm/s)
k = koefisien permeabilitas
i = gradient hidraulik

Lalu telah diketahui bahwa:

dengan : Q = debit konstan, air yang dituangkan ke dalam sumur uji


(cm3/dt)
A = luas penampang aliran (m² atau cm²)
t = waktu tempuh fluida sepanjang L (s/detik)
∆h = selisih ketinggian (m atau cm)
L = panjang daerah yang dilewati aliran (m atau cm).
27

2.5 Permeabilitas

Dalam teknik sipil, permeabilitas biasanya menunjukkan kemampuan


(tingkat kemudahan atau kesulitan) air untuk mengalir dalam pori-pori tanah, baik
sebagai akibat pengaruh gaya gravitasi maupun kekuatan lain. Peremabilitas dapat
diartikan sebagai kemampuan fluida atau zat cair untuk mengalir melalui zat lain yang
berpori dan bisa juga dikatakan bahwa permeabilitas merupakan kemampuan sutu zat
untuk meloloskan air melalui pori yang dimilikinya. Bowels (1989) mengatakan bahwa
kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori adalah suatu sifat teknis
yang disebut permeabilitas. sedangkan Hardiyatmo (1992) berpendapat bahwa
permeabilitas dapat didefinisikan sebagai sifat bahan yang memungkinkan aliran
rembesan zat cair mengalir melalui rongga pori.

Satuan permeabilitas adalah m². Pada umumnya pada reservoir panas bumi,
permeabilitas vertikal berkisar antara 10 - 14 m², dengan permeabilitas horizontal dapat
mencapai 10 kali lebih besar dari permeabilitas vertikalnya (sekitar 10 - 13 m²). Satuan
permeabilitas yang umum digunakan di dunia perminyakan adalah Darcy ( 1 Darcy = 10
sampai dengan 12m2).

Sifat permeabilitas tanah berbeda antara satu dengan yang lain. sifat permeabilitas
tanah dipengaruhi oleh pori tanah pada setiap jenis tanahnya. Tanah dengan pori yang
lebih besar akan memiliki nilai permeabilitas tanah yang lebih besar. Tanah lempung
dianggap tanah yang tidak lolos air. Hal tersebut karena butiran lempung yang sangat
kecil sehingga sangat sulit meloloskan air. Kemampuan lempung untuk meloloskan air
lebih kecil dibandingkan dengan beton.

Permeabilitas suatu massa tanah penting untuk :

1. Mengevaluasi jumlah rembesan (seepage) yang melalui bendungan dan tanggul


sampai ke sumur air.
2. Mengevaluasi gaya angkat atau gaya rembesan di bawah struktur hidrolik untuk
analisis stabilitas.
3. Menyediakan kontrol terhadap kecepatan rembesan sehingga partikel tanah berbutir
halus tidak tererosi dari massa tanah.
28

4. Studi mengenali laju penurunan (konsolidasi) dimana perubahan volume tanah


terjadi pada saat air tersingkir dari rongga tanah pada saat proses terjadi pada suatu
gradien energi tertentu.
5. Mengendalikan rembesan dari tempat penimbunan bahan-bahan limbah dan cairan
-cairan sisa yang mungkin berbahaya bagi manusia.

2.5.1 Koefisien Permeabilitas

Hukum Darcy menunjukkan bahwa permeabilitas tanah ditentukan oleh koefisien


permeabiitasnya. Koefisien permeabilitas tanah bergantung pada beberapa faktor
(http://www.anneahira.com/permeabilitas-tanah.htm).

Setidaknya ada enam faktor utama yang mempengaruhi permeabilitas tanah, yaitu
:

1. Visikositas cairan, semakin tinggi viskositasnya, koefisien permeabilitas tanahnya


semakin kecil.
2. Distribusi ukuran pori, semakin merata distribusi ukuran porinya, koefisien
permeabilitasnya cenderung semakin kecil.
3. Distribusi ukuran butiran, semakin merata distribusi ukuran butirannya, koefisien
permeabilitasnya cenderung semakin kecil.
4. Rasio kekosongan (void), semakin besar rasio kekosongannya, koefisien
permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.
5. Semakin besar partikel mineralnya, semaik kasar partikel mineralnya, koefisien
permeabilitas tanahnya akan semakin tinggi.

Derajat kejenuhan tanah semakin jenuh tanahnya, koefisien permeabilitas tanahnya akan
semakin tinggi. Faktor-faktor yang di pengaruhi permeabilitas:

1. Infiltrasi
Infiltrasi yaitu kemampuan tanah menghantar partikel. Jika permeabilitas tinngi
maka infiltrasi tinggi.
2. Erosi
Erosi perpindahan massa tanah, jika permeabilitas tinggi maka erosi rendah.
29

3. Drainase
Drainase adalah proses menghilangnya air yang berkelebihan secepat mungkin dari
profil tanah. Mudah atau tidanya hilang dari tanah menentukan kelas drainase
tersebut. Air dapat menghilang dari permukaan tanah melalui peresapan ke dalam
tanah. Pada tanah yang berpori makro proses kehilangan airnya cepat, karena air
dapat bergerak dengan lancar. Dengan demikian, apabila drainase tinggi, maka
permeabilitas juga tinggi.
4. Konduktifitas
Konduktifitas yaitu didapat saat kita menghitung kejenuhan tanah dalam air (satuan
nilai), untuk membuktikan permeabilitas itu cepat atau tidak. Konduktifitas tinggi
maka permeabilitas tinggi.
5. Run off
Run off merupakan air yang mengalir diatas permukaan tanah. Sehingga, apabila run
off tinggi maka permeabilitas rendah.
6. Perkolasi
Perkolasi merupakan pergerakan air di dalam tanah. Apabila perkolasi renda maka
permeabilitasnya punrendah.

Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang


dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara
garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah
koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung
butiran-butiran halus memiliki harga k yang lebih rendah dan pada tanah ini koefisien
permeabilitas merupakan fungsi angka pori.
Beberapa harga koefisien permeabilitas tanah diberikan dalam tabel 2.6. (Sumber
Das, 1998).

Tabel 2.11. Harga-Harga Koefisien Permeabilitas Tanah Pada Umumnya

Sumber Das, 1998


30

Koefisien permeabilitas dapat ditentukan secara langsung di lapangan ataupun


dengan cara lebih dahulu mengambil contoh tanah di lapangan dengan menggunakan
tabung contoh kemudian diuji di laboratorium.

Tabel 2.12 Perkiraan koefisien permeabilitas dan karakteristik drainase

JENIS TANAH KOEF. KARAKTERISTIK


PERMEABILITAS DRAINASE
(cm/detik)
 Kerikil basah 5-10 Baik
 Pasir kasar bersih 0,4-3 Baik
 Pasir medium bersih 0,05-0,15 Baik

 Pasir halus bersih 0,004-0,02 Jelek sampai baik


-5 -4
 Pasir dan kerikil kelanauan 10 -10 Jelek
-6 -5
 Pasir kelanauan 10 – 10 Jelek
10-6 Jelek
 Pasir kelempungan
10-7 Jelek
 Lempung kelanauan
10-8 Jelek
 Lempung
10-9 Jelek
 Lempung koloid

Sumber : Das, 1995.

2.5.2 Uji Permeabilitas di Laboratorium


Dalam mekanika tanah, permeabilitas biasa dinyatakan dengan koefisien
permeabilitas, yang sering didefinisikan sebagai kecepata air melalui masa tanah di
bawah pengaruh satu satuan gradien hidrolik. Faktor-faktor yang mempengaruhi
koefisien permeabilitas sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas.
Untuk menentukan koefisien permeabilitas di laboratorium, ada dua macam cara
pengujian yang sering digunakan, yaitu Uji Tinggi Energi Tetap (Constant Head) dan Uji
Tinggi Energi Turun (Falling Head).
Tanah berbutir kasar (misal pasir dan kerikil) mempunyai koefisien permeabilitas
yang besar dan dapat disebut sebagai tanah porus, sedangkan lempung dan tanah berbutir
halus lainnya mempunyai koefisien permeabilitas yang kecil dan dapat dikatakan sebagai
tanah kedap.
31

Uji permeabilitas Constant Head cocok untuk tanah granular yang mempunyai
tinggi air tetap, seperti pasir, kerikil atau beberapa campuran pasir dan lanau.
Uji permeabilitas Falling Head cocok digunakan untuk mengukur permeabilitas
tanah berbutir halus. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode Falling Head, karena contoh tanah yang digunakan adalah tanah
lempung.

Gambar 2.3 Alat untuk pengujian permeabilitas di laboratorium


Sumber, http//wwwgambaralatpermeabilitasblogoo.com
Pada pengujian ini, air dari dalam pipa tegak yang dipasang di atas contoh tanah
mengalir melalui contoh tanah. Ketinggian air pada awal pengujian h1 pada saat waktu t1
= 0 dicatat, kemudian air dibiarkan mengalir melalui contoh tanah hingga perbedaan
tinggi air pada waktu t2 adalah h2.

Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada suatu waktu (t) dapat
dituliskan sebagai berikut:

Dimana:
Q = debit aliran yang mengalir melalui contoh tanah (cm3/dt)
a = luas penmpang melintang pipa pengukur (pipa tegak)
A = luas penampang melintang contoh tanah (m2 atau cm2)
L = panjang contoh tanah (m atau cm)
∆t = waktu tempu fluida sepanjang L (s/detik)
∆h = selisih ketinggian (m atau cm)
32

2.6 Pengujian Kadar Air (Water Content)

Kadar air adalah perbandingan berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat
kering tanah tersebut. Air mempunyai pengarug besar terhadap tanah, yaitu tentang
konsolidasi, stabilitasndan pemadatan, menaruh perhatian terhadap hubungan antara air
dan bahan padat tanah. Kadar air tanah dapat digunakan untuk menghitung parameter
sifat-sifat tanah.

Besarnya kadar air dinyatakan dalam persen dan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus : Kadar Air = 100 %

dimana :

W1 = berat cawan + tanah basah (gram)

W2 = berat cawan + tanah kering (gram)

W3 = berat cawan kosong (gram)

W1 - W2 = berat air (gram)

W1 - W2 = berat air (gram)

W2 - W3 = berat tanah kering (gram)

2.7 Pengujian Berat Jenis (Spesific Gravity)

Berat jenis tanah adalah suatu nilai dari perbandingan antara berat butir tanah dengan
berat isi air suling dengan isi yang sama pada suhu 40 °C. Berat jenis tanah diperoleh
dengan melakukan pengujian di laboratorium dan dihitung dengan menggunakan rumus :

( ) ( )

dimana :
Gs = berat jenis
W1 = berat picnometer (gram)
W2 = berat picnometer tanah kering (gram
W3 = berat picnometer tanah + air (gram)
W4 = berat picnometer air (gram)
33

2.8 Pengujian Batas-Batas Atterberg

Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal pula
sebagai batas-batas konsistensi atau batas-batas Atterberg. Pada kebanyakan tanah di alam,
berada dalam kondisi plastis. Kadar air yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada
setiap kondisi tersebut yang mana bergantung pada interaksi antara partikel mineral
lempung.

Bila kandungan air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang pula
yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel. Sedangkan
jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti
cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke
dalam empat keadaan dasar, yaitu: padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic),
dan cair (liquid) seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.3. apabila kandungan air
bertambah maka akan semakin tinggi pula kadar airnya dan sebaliknya apabila kandungan
air sedikit maka semakin kering dan padat. Adapun batas susut, plastis dan batas cair dapat
dilihat pada gambar 2.3.

gambar 2.4 Batas – batas Atterberg


Sumber: Dokumentasi Pribadi.
34

2.8.1 Pengujian Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair tanah adalah kadar air minimum dimana sifat suatu tanah yang akan
berubah dari keadaan cair menjadi keadaan plastis. Besaran batas cair tanah digunakan
untuk menentukan sifat dan klasifikasi tanah.

Batas cair ditentukan dengan terlebih dahulu menghitung kadar air dari masing-
masing sampel tanah sesuai dengan jumlah pukulan yang telah dilakukan , kemudian
menggambarkan jumlah pukulan dan kadar dalam suatu grafik, lalu menarik sebuah garis
lurus melalui titik-titiknya. Besarnya kadar air pada jumlah pukulan ke-31 merupakan
batas cair dari sampel tanah tersebut.

2.8.2 Pengujian Batas Plastis (Plastis Limit)

Batas plastis adalah kadar air dimana suatu tanah berubah sifatnya dari keadaan
plastis menjadi semi padat. Besaran batas palstis tanah biasanya digunakan untuk
menentukan jenis, sifat dan klasifikasi tanah. Hasil pengujian yang dilakukan
menggunakan
Nilai batas plastis meruapakan harga kadar air rata-rata dari sample tanah yang diuji.
Indeks plastis dihitung dengan menggunakan rumus:
PI = LL – PL
dimana:
PI = indeks plastis
LL = batas cair
PL = batas plastis

2.9 Pengujian Analisis Saringan (Sieve Analysis)

Analisis saringan adalah penentuan persentase berat butiran tanah yang lolos dari
satu set saringan. Analisis saringan bertujuan untuk menentukan persentase ukuran butirsn
tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas
saringan no. 200.
35

Analisis saringan digunakan untuk pembagian butir (gradasi) tanah dengan tujuan
untuk memperoleh distribusi besarannya. Hasil dari analisis saringan dapat digunakan
antara lain untuk penyelidikan quarry agregat, untuk perencanaan campuran dan
pengendalian mutu.

2.10 Pengujian Direct Shear Test

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan parameter kuat geser tanah kohesi
(c) dan sudut geser tanah (Ø). Percobaan ini dilakukan pada tanah dengan fraksi tanah
berbutir kasarnya lebih besar. Kekuatan geser tanah diperlukan untuk menghitung daya
dukung tanah (bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan
(earth pressure) dan kestabilan lereng. Kekuatan geser tanah dalam tugas akhir ini pada uji
tanah material random zona 4 sebagai bahan timbunan pada proyek pembangunan
bendungan logung kabupaten kudus menggunakan analisa yaitu Direct Shear Test.
Kekuatan geser tanah terdiri dari dua parameter yaitu:
1. Bagian yang bersifat kohesi c yang tergantung dari macam tanahnya.
2. Bagian yang mempunyai sifat gesekan / frictional yang sebanding dengan tegangan
efektif (σ) yang bekerja pada bidang geser
Kekuatan geser tanah dapat dihitung dengan rumus :
S = c + (σ – u) tan Ø
Dimana:
S = Kekuatan geser
σ = Tegangan total pada bidang geser
u = Tegangan air pori
Ø = Sudut geser

2.11 Trial Embankment


Pekerjaan ini terdiri dari persiapan, penggalian, dan pemadatan dari lapisan bawah
permukaan maupun permukaan tanah eksisting. Tidak ada bayaran terpisah untuk
pekerjaan ini, namun dianggap sebagai pekerjaan tak terduga yang dapat dimasukkan ke
dalam pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ini meliputi penggalian minor, penimbunan,
pembentukan permukaan, pemadatan, dan pengujian tanah maupun material granular, serta
perawatan dari lapisan permukaan yang disiapkan hingga material tersebut dihamparkan di
atas tanah. Semua permukaan timbunan juga harus seragam dan memiliki butiran yang
36

cukup untuk menjaga resapan dan aliran air permukaan. . Sebelum dilakukan penimbunan
di lokasi rencana, harus dilakukan percobaan (trial embankment) untuk mengetahui
kapasitas produksi alat, waktu pengerjaan, dan jumlah lintasan yang dibutuhkan.
Timbunan terbagi menjadi empat, yaitu embankment biasa, embankment pilihan,
embankment pilihan untuk area rawa, dan timbunan struktur granular. Setiap timbunan
embankment digunakan pada kondisi tertentu seperti embankment pilihan untuk slope
stabilitation atau timbunan dimana kekuatannya adalah faktor kritis. Embankment pilihan
pada area rawa menggunakan geogrid dan ditimbun, melintasi tanah rawa. Timbunan
granular sendiri digunakan untuk selimut drainase.
Dalam embankment jalan masih digunakan, hanya dikonstruksi setengahnya, dan
setengahnya tetap dibuka untuk traffic. Kontraktor perlu memperhatikan konstruksi dan
risikonya pada bridge abutment Selain itu, kontraktor juga perlu menjaga kondisi
lingkungan kerja tetap kering dan memiliki tempat untuk drainase jalan. Pemilihan
material tanah timbunan disesuaikan dengan jenis embankment yang akan dibuat, apa itu
embankment biasa, embankment pilihan, embankment pilihan pada area rawa, dan
embankment pada struktur granular.
. Penimbunan dimulai dengan memperhatikan hasil dari Trial Embankment dengan
metode perlayer 50 cm. Untuk memastikan bahwa pemadatan kita memenuhi spesifikasi
yang diminta maka tiap layer dilakukan tes density dan tes permeability dengan metode
falling head. Begitu seterusnya sampai elevasi yang diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai