Anda di halaman 1dari 29

Pengertian Diagnosis Keperawatan

Diagnosis Keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial.

Diagnosis keperawatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,


keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.

Nah, sebagai seorang perawat, kita diharapkan untuk memiliki rentang perhatian yang
luas terhadap berbagai respon yang dilakukan oleh klien, baik pada saat klien sakit
maupun sehat.

Respon-respon tersebut merupakan reaksi terhadap masalah kesehatan dan proses


kehidupan yang dialami klien. Sehingga, diharapkan perawat mampu menangkap dan
berfikir kritis dalam merespon perilaku tersebut.

Baca Juga : Panduan Lengkap Membuat Asuhan Keperawatan yang Berkualitas

Masalah kesehatan mengacu pada kepada respon klien terhadap kondisi sehat-sakit,
sedangkan proses kehidupan mengacu kepada respon klien terhadap kondisi yang
terjadi selama rentang kehidupannya dimulai dari fase pembuahan hingga menjelang
ajal dan meninggal yang membutuhkan diagnosis keperawatan dan dapat diatasi atau
diubah dengan intervensi keperawatan . (Referensi : Christensen & Kenney, 2009;
McFarland & McFarlane, 1997; Seaback, 2006).

Klasifikasi Diagnosis Keperawatan

International Council of Nurses (ICN) sejak tahun 1991 telah mengembangkan suatu
sistem klasifikasi yang disebut dengan International Classification for Nursing
Practice (ICNP).

Baca Juga : Proses Keperawatan: Optimalisasi Asuhan Keperawatan

Sistem klasifikasi ini tidak hanya mencakup klasifikasi intervensi dan tujuan
(outcome) keperawatan saja.
Lebih dari itu, sistem klasifikasi ini disusun untuk mengharmonisasikan terminologi-
terminologi keperawatan yang digunakan diberbagai negara diantaranya seperti ;

 Clinical Care Classification (CCC), 


 North American Nursing Diagnosis Association (NANDA), 
 Home Health Care Classification (HHCC), 
 Systematized Nomenclature of Medicine Clinical Terms (SNOMED CT), 
 International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF), 
 Nursing Diagnosis System of the Centre for Nursing Development and
Research (ZEFP)  
 Omaha System. 
(Referensi : Hardiker et al, 2011, Muller-Staub et al, 2007; Wake & Coenen, 1998)

ICNP membagi diagnosis keperawatan menjadi 5 kategori, yaitu Fisiologis,


Psikologis, Perilaku, Relasional dan Lingkungan (Wake & Coenen, 1998).

Kategori dan subkategori tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Jenis Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Diagnosis Negatif dan Diagnosis
Positif.

1. Diagnosis Negatif
Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga
penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang
bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan.

Diagnosis ini terdiri dari Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko.

2. Diagnosis Positif
Menunjukan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih
sehat atau optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan istilah Diagnosis Promosi
Kesehatan (ICNP, 2015; Standar Praktik Keperawatan Indonesia – PPNI, 2005).

Berikut penjabaran lengkap mengenai macam-macam diagnosis tersebut diatas


(Carpenito, 2013; Potter & Perry, 2013).

A. Diagnosis Aktual
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupan yang menyebabkan klien mengalami masalah kesehatan.

Tanda atau gejala mayor dan minor dapat ditemukan dan divalidasi pada klien secara
langsung.

B. Diagnosis Resiko
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses
kehidupannya yang dapat menyebabkan klien beresiko mengalami masalah kesehatan.

Dalam penegakan diagnosis ini, tidak akan ditemukan tanda/gejala mayor ataupun
minor pada klien, namun klien akan memiliki faktor resiko terkait masalah kesehatan
yang mungkin akan dialaminya dikemudian hari.

C. Diagnosis Promosi Kesehatan


Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi klien untuk
meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang lebih baik atau optimal.

Komponen Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan memiliki 2 kompinen utama, yaitu Masalah (Problem) atau


Label Diagnosis dan Indikator Diagnostik.

1. Masalah (Problem)
Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari
respon klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya.

Label diagnosis ini terdiri dari Deskriptor atau penjelas dan Fokus Diagnostik.

Deskriptor merupakan pernyataan yang menjelaskan bagaimana suatu fokus diagnosis


terjadi. Beberapa deskriptor yang digunakan dalam diagnosis keperawatan diuraikan
melalui gambar dibawah ini.

2. Indikator Diagnostik
Indikator diagnostik terdiri dari penyebab, tanda/gejala, dan faktor resiko dengan
uraian sebagai berikut.

a. Penyebab (Etiology)
Merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan. Etiologi ini
dapat mencakup 4 kategori, yaitu;

 Fisiologis, Biologis atau Psikologis,


 Efek Terapi/Tindakan,
 Situasional (lingkungan atau personal)
 Maturasional

b. Tanda (Sign) dan Gejala (Symptom)


Tanda merupakan data objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan prosedur diagnostik.
Sedangkan gejala merupakan data subjektif yang diperoleh dari hasil anamnesis atau
pengkajian.

Tanda/gejala ini dikelompokan menjadi 2 kategori, yaitu:

 Tanda/Gejala Mayor: Ditemukan sekitar 80% – 100% untuk validasi diagnosis.


 Tanda/Gejala Minor: Tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat
mendukung penegakan diagnosis.

c. Faktor Resiko (Risk Factor)


Merupakan kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan klien dalam
mengalami masalah kesehatan atau proses kehidupannya. Indikator diagnosis ini akan
berbeda-beda pada masing-masing macam jenis diagnosis.

 Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri dari penyebab dan


tanda/gejala.
 Pada diagnosis resiko, tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala, melainkan
hanya faktor resiko saja.
 Pada diagnosis promosi kesehatan, hanya memiliki tanda/gejala yang
menunjukan kesiapan klien untuk mencapai kondisi yang lebih optimal.

Proses Penegakan Diagnosis Keperawatan

Proses penegakan diagnosis (diagnostic process) adalah suatu proses yang sistematis
yang terdiri dari 3 tahap yaitu, analisis data, identifikasi masalah dan perumusan
diagnosis.

Untuk perawat profesional yang telah berpengalaman, proses ini dapat dilakukan
secara simultan. Namun untuk perawat yang belum memiliki pengalaman yang
memadai, setidaknya diperlukan latihan dan pembiasaan untuk melakukan proses
penegakan diagnosis secara sistematis.

Proses penegakan diagnosis keperawatan diuraikan sebagai berikut;

1. Analisis Data
Tahap pertama dalam proses penegakan diagnosis keperawatan adalah Analisis data
yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut ini.
a. Bandingkan data dengan nilai normal/rujukan
Data-data yang didapatkan dari pengkajian, bandingkan dengan nilai-nilai normal dan
identifikasi tanda/gejala yang bermakna, baik tanda/gejala mayor ataupun tanda/gejala
minor.

b. Kelompokkan data
Tanda/gejala yang dianggap bermakna, dikelompokan berdasarkan pola kebutuhan
dasar yang meliputi;

1. respirasi,
2. sirkulasi,
3. nutri/cairan,
4. eliminasi,
5. aktivitas/istirahat,
6. neurosensori,
7. reproduksi/seksualitas,
8. nyeri/kenyamanan,
9. integritas ego,
10. pertumbuhan/perkembangan,
11. kebersihan diri,
12. penyuluhan/pembelajaran
13. interaksi sosial, dan
14. keamanan/proteksi.
Proses pengelompokan data ini dapat dilakukan baik secara induktif, dengan memilah
dara sehingga membentuk sebuah pola, atau secara deduktif, menggunakan kategori
pola kemudian mengelompokan data sesuai kategorinya.

2. Identifikasi Masalah
Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama mengidentifikasi masalah,
mana masalah yang aktual, resiko dan /atau promosi kesehatan.

Pernyataan masalah kesehatan ini merujuk pada label diagnosis keperawatan yang
sebelumnya telah dibahas diatas.
3. Perumusan Diagnosis Keperawatan
Perumusan atau penulisan diagnosis disesuaikan dengan jenis diagnosis
keperawatannya. Terdapat 2 metode perumusan diagnosis, yaitu;

a. Penulisan 3 Bagian (3 Parts Format)


Metode penulisan ini terdiri dari Masalah, Penyebab dan Tanda/Gejala dan hanya
dilakukan pada diagnosis aktual saja.

Formulasi diagnosis keperawatan penulisan 3 bagian adalah sebagai berikut:

Masalah berhubungan dengan Penyebab dibuktikan dengan Tanda/Gejala


Frase ‘berhubungan dengan’ dapat disingkat b.d dan frase ‘dibuktikan dengan’ dapat
disingkat d.d.

Contoh Penulisan:

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d batuk tidak efektif,


sputum berlebih, mengi, dispnea dan gelisah.

b. Penulisan 2 Bagian (2 Parts Format)


Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis resiko dan diagnosis promosi
kesehatan, dengan formulasi sebagai berikut:

(1) Diagnosis Resiko

Masalah dibuktikan dengan Faktor Resiko


Contoh Penulisan:

Resiko aspirasi dibuktikan dengan tingkat kesadaran menurun.

(2) Diagnosis Promosi Kesehatan

Masalah dibuktikan dengan Tanda/Gejala
Contoh Penulisan:

Kesiapan peningkatan eliminasi urin dibuktikan dengan pasien mengatakan ingin


meningkatkan eliminasi urin, jumlah dan karakteristik urin normal.
Daftar Diagnosis Keperawatan sesuai Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia

1. Ansietas : Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek


yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
2. Berat Badan Lebih : Akumulasi lemak berlebih atau abnormal yang tidak
sesuai dengan usia dan jenis kelamin.
3. Berduka : Respon psikososial yang ditunjukan oleh klien sebagai akibat dari
kehilangan, baik kehilangan orang, objek, fungsi, bagian tubuh atau hubungan.
4. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif : Ketidakmampuan membersihkan sekret
atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
5. Defisit Kesehatan Komunitas : Terdapat masalah kesehatan atau faktor risiko
yang dapat menganggu kesejahteraan pada suatu kelompok.
6. Defisit Nutrisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhikebutuhan
metabolisme.
7. Defisit Pengetahuan : Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik tertentu.
8. Defisit Perawatan Diri : Ketidakmampuan melakukan atau menyelesaikan
aktivitas perawatan diri.
9. Diare : Pengeluaran feses yang sering. Lunak dan tidak berbentuk.
10. Disfungsi Motilitas Gastrointestinal
11. Disfungsi Seksual
12. Disorganisasi Perilaku Bayi
13. Disrefleksia Otonom
14. Distres Spiritual
15. Gangguan Eliminasi Urin
16. Gangguan Citra Tubuh
17. Gangguan Identitas
18. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
19. Gangguan Interaksi Sosial
20. Gangguan Komunikasi Verbal
21. Gangguan Memori
22. Gangguan Menelan
23. Gangguan Mobilitas Fisik
24. Gangguan Persepsi Sensori
25. Gangguan penyapihan Ventilator
26. Gangguan Pertukaran Gas
27. Gangguan Pola Tidur
28. Gangguan Proses Keluarga
29. Gangguan Rasa Nyaman
30. Gangguan Sirkulasi Spontan
31. Gangguan Tumbuh Kembang
32. Gangguan Ventilasi Spontan
33. Harga Diri Rendah Kronis
34. Harga Diri Rendah Situasional
35. Hipervolemia
36. Hipovolemia
37. Hipertermia
38. Hipotermia
39. Ikterik Neonatus
40. Inkontinensia Fekal
41. Inkontinensia Urin Berlanjut
42. Inkontinensia Urin Berlebih
43. Inkontinensia Urin Fungsional
44. Inkontinensia Urin Refleks
45. Inkontinensia Urin Stres
46. Inkontinensia Urin Urgensi
47. Intoleransi Aktivitas
48. Isolasi Sosial
49. Keletihan
50. Keputusasaan
51. Ketegangan Peran Pemberi Asuhan
52. Ketidakberdayaan
53. Ketidakmampuan Koping Keluarga
54. Ketidaknyamanan Pasca Partum
55. Ketidakpatuhan
56. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
57. Kesiapan Peningkatan Eliminasi Urin
58. Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan
59. Kesiapan Peningkatan Konsep Diri
60. Kesiapan Peningkatan Koping Keluarga
61. Kesiapan Peningkatan Koping Komunitas
62. Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan
63. Kesiapan Peningkatan Menjadi Orang Tua
64. Kesiapan Peningkatan Nutrisi
65. Kesiapan Peningkatan Pengetahuan
66. Kesiapan Peningkatan Proses Keluarga
67. Kesiapan Peningkatan Tidur
68. Kesiapan Persalinan
69. Konfusi Akut
70. Konfusi Kronis
71. Konstipasi
72. Koping Defensif
73. Koping Komunitas Tidak Efektif
74. Koping Tidak Efektif
75. Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif
76. Menyusui Efektif
77. Menyusui Tidak Efektif
78. Nausea
79. Nyeri Akut
80. Nyeri Kronis
81. Nyeri Melahirkan
82. Obesitas
83. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif
84. Penampilan Peran Tidak Efektif
85. Pencapaian Peran Menjadi Orang Tua
86. Penurunan Curah Jantung
87. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
88. Penurunan Koping Keluarga
89. Penyangkalan Tidak Efektif
90. Perfusi Perifer Tidak Efektif
91. Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko
92. Perilaku Kekerasan
93. Perlambatan Pemulihan Pasca Bedah
94. Pola Nafas Tidak Efektif
95. Pola Seksual Tidak Efektif
96. Resiko Alergi
97. Resiko Aspirasi
98. Resiko Berat Badan Lebih
99. Resiko Bunuh Diri
100. Resiko Cedera
101. Resiko Cedera Pada Ibu
102. Resiko Cedera Pada Janin
103. Resiko Defisit Nutrisi
104. Resiko Disfungsi Motilitas Gastroontestinal
105. Resiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer
106. Resiko Disfungsi Seksual
107. Resiko Disorganisasi Perilaku Bayi
108. Resiko Distres Spiritual
109. Resiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
110. Resiko Gangguan Perkembangan
111. Resiko Gangguan Perlekatan
112. Resiko Gangguan Pertumbuhan
113. Resiko Gangguan Sirkulasi Spontan
114. Resiko Harga Diri Rendah Kronis
115. Resiko Harga Diri Rendah Situasional
116. Resiko Hipotermia Perioperatif
117. Resiko Hipovolemia
118. Resiko Hipovolemia
119. Resiko Ikterik Neonatus
120. Resiko Infeksi
121. Resiko Intoleransi Aktivitas
122. Resiko Inkontinensia Urin Urgensi
123. Resiko Jatuh
124. Resiko Kehamilan Tidak Dikehendaki
125. Resiko Ketidakberdayaan
126. Resiko Ketidakseimbangan Cairan
127. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit
128. Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
129. Resiko Konfusi Akut
130. Resiko Konstipasi
131. Resiko Luka Tekan
132. Resiko Mutilasi Diri
133. Resiko Penurunan Curah Jantung
134. Resiko Perdarahan
135. Resiko Perfusi Gastrointestinal Tidak Efektif
136. Resiko Perfusi Miokard Tidak Efektif
137. Resiko Perfusi Perifer Tidak Efektif
138. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
139. Resiko Perilaku Kekerasan
140. Resiko Perlambatan Pemulihan Pasca Bedah
141. Resiko Proses Pengasuhan Tidak Efektif
142. Resiko Syok
143. Resiko Termoregulasi Tidak Efektif
144. Retensi Urin
145. Sindrom Pasca Trauma
146. Termoregulasi Tidak Efektif
147. Waham
Salah satu metode uji kompetensi jabatan fungsional bidang kesehatan adalah uji portofolio
yaitu merupakan satu metode wajib dalam pelaksanaan uji kompetensi.
Portofolio merupakan laporan lengkap segala aktifitas seseorang yang dilakukannya yang
menunjukan kecakapan pejabat fungsional kesehatan dalam bidangnya masing masing.
Penilaian portofolio merupakan suatu metode penilaian yang berkesinambungan dengan
mengumpulkan informasi atau data secara sistematik atas hasil pekerjaan seseorang.
Portofolio digunakan sebagai salah satu cara penilaian yang mampu mengungkap pencapaian
standar kompetensi dan kompetensi dasar setiap pejabat fungsional kesehatan. 
Pentingnya portofolio memungkinkan pejabat fungsional untuk merefleksi pelayanan yang
diberikan, dapat menunjukan kemampuan, memberi gambaran atas apa yang dilakukan
pejabat fungsional kesehatan dan sebagai bukti otentik. 
1.Penilaian portofolio 
Penilaian portofolio dalam konteks sebagai salah satu metode uji kompetensi jabatan
fungsional kesehatan untuk memperoleh sertifikat lulus uji kompetensi sebagai syarat dalam
kenaikan jenjang/level. Penilaian portofolio jabatan fungsional kesehatan dapat dilihat dari
beberapa komponen, yaitu:
a) Komponen Utama 
 Bukti Pelayanan/asuhan : Penilaian komponen pelayanan/asuhan ini mengacu dari butir
kegiatan jabatan fungsional dengan kriteria: 
(1) 75% - 80% komponen pelayanan/asuhan berasal dari kompetensi pada jenjang yang
sedang dipangkunya; dan 
(2) 20% - 25% komponen pelayanan/asuhan berasal dari kompetensi yang akan dipangkunya.

b). Komponen tambahan, 
Komponen tambahan menjadi suatu pilihan penilaian dan bukan menjadi persyaratan wajib
bukti portofolio. Komponen tambahan dapat berupa:
(1).Sertifikat Pelatihan 
Adalah kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang pernah diikuti oleh pejabat fungsional
dalam rangka pengembangan dan/atau peningkatan kompetensi selama melaksanakan tugas
pelayanan kesehatan di seluruh instansi atau fasilitas pelayanan kesehatan. Bukti fisik
komponen pedidikan dan pelatihan ini berupa sertifikat atau piagam asli yang dikeluarkan oleh
lembaga penyelenggara yang syah. Pendidikan dan pelatihan harus dilengkapi dengan laporan
singkat hasil diklat yang meliputi tujuan diklat, materi diklat dan manfaat diklat untuk
perbaikan pelayanan kesehatan
Sertifikat/piagam pendidikan dan pelatihan dapat dinilai apabila:
(a) Materi diklat memiliki relevansi dengan jabatan fungsional yang dipangkunya. 
Dapat dikategorikan menjadi relevan (R) dan tidak relevan (TR). Relevan (R) apabila materi
diklat secara langsung dapat menunjang peningkatan kompetensi teknis di jenjang yang akan
dipangkunya. Tidak Relevan (TR) apabila materi diklat tidak menunjang peningkatan
kinerja/kompetensi jabatan fungsional kesehatan tertentu dan diklat tidak relevan tidak akan
dinilai.
(b). Durasi diklat sekurang kurangnya 30 JPL. Jumlah sertifikat/piagam diklat yang dapat
dinilai sebanyak 3 (tiga) sertifikat /piagam per tahun, apabila dalam satu tahun ditemukan lebih
dari tiga sertifikat/piagam maka yang dinilai hanya 3 (tiga) sertifikat/piagam.
(2)Karya Pengembangan Profesi 
(3) Penghargaan yang relevan di bidang kesehatan.
Nutrisi Enteral
  kamelia

  February 8, 2018

 0

Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan melalui tube ke
dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau jejunum dapat secara
manual maupun dengan bantuan pompa mesin. 
 

Enteral Feeding (Dreamstime.com, 2018)


 
Tujuan dari pemberian nutrisi secara enteral adalah untuk memberikan asupan nutrisi yang
adekuat pada pasien yang belum mampu menelan atau absorbsi fungsi nutrisinya terganggu.
Pemberian nutrisi secara enteral juga berperan menunjang pasien sebagai respons selama
mengalami keradangan, trauma, proses infeksi, pada sakit kritis dalam waktu yang lama.
Kontraindikasi pemberian nutrisi secara enteral diantaranya keadaan dimana saluran cerna
tidak berjalan sesuai mestinya, kelainan anatomi saluran cerna, iskemia saluran cerna, dan
peritonitis berat. Pemberian nutrsi enteral terkadang mengalami hambatan. Beberapa
hambatan yang terjadi diantaranya adalah (Lochs, 2005):

• Gagalnya pengosongan lambung

• Aspirasi dari isi lambung

• Sinusitis

• Esophagitis

• Salah meletakkan pipa


Pada prinsipnya, pemberian formula enteral dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan
bertahap hingga mencapai dosis maksimum dalam waktu seminggu (Lochs, 2005).

Rute pemberian nutrisi enteral

Feeding tube  dapat memasuki tubuh lewat beberapa lokasi. Pemilihan rute pemberian nutrisi
enteral tergantung pada beberapa faktor, seperti durasi pemberian, kondisi pasien, dan hal-hal
yang membatasi pemberian nutrisi enteral (trauma atau obstruksi).

Beberapa Akses Nutrisi Enteral (Dipiro, 2008)

Algoritma pemberian nutrisi enteral (Dietitians


Association of Australia, 2011)
 

Pemilihan formula nutrisi enteral

Banyak formula nutrisi enteral yang tersedia di pasaran untuk memenuhi kebutuhan pasien
dan meningkatkan toleransi. Contohnya, formula enteral yang diubah isi asam aminonya atau
menambahkan RNA untuk meningkatkan fungsi imun. Isi makronutrien dari formula enteral
beragam sesuai dengan kompleksitas nutrien. Kontribusi kalori tiap makronutrien adalah
sebagai berikut: karbohidrat sebesar 4 kkal/g, protein 4 kkal/g, dan lemak sebesar 9 kkal/g.
Mikronutrien seperti elektrolit, vitamin, dan air tidak berkontribusi pada besar kalori (Dipiro,
2008).

 
Faktor-faktor yang dapat diperhatikan dalam pemilihan formula:

• Komposisi protein

Kandungan asam amino esensial dari sumber protein menentukan kualitas protein, dan
formula enteral di pasaran umumnya mengandung protein dengan kualitas tinggi.

Glutamin dan arginin merupakan asam amino non esensial. Pada pasien dengan keadaan
stress fisiologis, terjadi defisiensi kedua protein ini, sehingga pada pasien dengan sakit kritis
dapat diberikan nutrisi enteral kaya glutamin dan/atau arginin. Glutamin merupakan “bahan
bakar” pembelahan sel, termasuk di dalamnya enterosit, sel endotel, limfosit, dan fibroblast.
Lokasi utama pembentukan glutamin adalah otot rangka. Pada penyakit kritis, katabolisme
otot rangka menyebabkan peningkatan persediaan glutamin, namun jumlah ini tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan glutamin untuk sistem imun dan sel lain dalam rangka perbaikan
dan pemulihan.

• Komposisi lemak

• Komposisi karbohidrat

Komponen karbohidrat pada formula enteral umumnya berperan sebagai sumber utama
kalori. Polimer glukosa banyak digunakan dikarenakan umumnya dapat ditoleransi pasien.

• Osmolalitas

Osmolalitas dapat mempengaruhi toleransi pasien terhadap formula enteral. Osmolalitas pada
nutrisi enteral merupakan fungsi dari jumlah dan ukuran partikel ionik dan molekul. Satuan
osmolalitas adalah miliosmol per kilogram (mOsm/kg). Iso-osmolar dianggap sebesar sekitar
300 mOsm/kg. Iso-osmolar berarti formula enteral memiliki konsentrasi yang sama dengan
darah. Formulasi yang berisi sukrosa atau glukosa, dipeptida atau tripeptida, dan asam amino
umumnya hiperosmolar. Peningkatan densitas kalori juga meningkatkan osmolaritas formula
enteral (Dipiro, 2008).

• Kandungan serat

Serat, dalam bentuk polisakarida kedelai, sering ditambahkan ke beberapa formula enteral
baik untuk dewasa maupun anak-anak dalam rentang 5,9-24 g/L. Suplementasi serat adalah
hal yang umum dalam praktek klinis, dikarenakan formula enteral yang bebas serat
diimplikasikan sebagai faktor pendukung diare dan konstipasi.

Metode administrasi

Nutrisi enteral dapat diadministrasikan secara continous, cyclic, bolus,


dan intermittent. Metode administrasi didasarkan pada lokasi ujung feeding tube,  kondisi
klinis pasien, keadaan pencernaan pasien, lingkungan pasien dirawat, dan toleransi pasien
terhadap feeding tube.

• Metode continuous

Pada pasien rawat inap, adminitrasi secara kontinu adalah yang paling sering digunakan, dan
umumnya lebih dipilih untuk pasien dengan keadaan kritis. Keadaan lain dimana metode ini
sering digunakan adalah pada pasien yang memiliki kemampuan menyerap nutrisi terbatas
karena waktu pengosongan lambung yang cepat atau saluran pencernaan yang rusak parah.
Metode ini jarang menimbulkan distensi abdomen, muntah, dan diare dibandingkan
metode intermittent bolus. Jika nutrisi enteral ditujukan ke daerah usus halus, metode kontinu
lebih dipilih dikarenakan pada banyak kasus toleransi pasien terhadap feeding
tube meningkat. Untuk pasien dewasa, laju infusi nutrisi enteral berkisar dari 50 hingga 125
mL/jam, meskipun laju yang lebih tinggi juga sering digunakan tanpa menimbulkan
komplikasi. Pada anak-anak, laju infusi berkisar 1-2 mL/kg/jam digunakan pada 4-8 jam
pertama hingga kebutuhan kalori tercapai dengan toleransi saluran pencernaan yang baik
(Dipiro, 2008).

• Metode cyclic

Pasien yang makan dengan tidak nyaman pada siang hari dikarenakan merasa penuh dan
nafsu makan kurang dapat memilih metode cyclic dimana enteral feeding dilakukan pada
siang hari dan infusi dilakukan pada malam hari. Infusi enteral pada malam hari
menyebabkan mobilitas pasien lebih meningkat dikarenakan nutrisi enteral dipompa pada
siang hari. Pompa digunakan untuk mengontrol laju infusi, sehingga metode ini dapat
digunakan untuk pasien dengan fungsi lambung atau usus halus yang baik (Dipiro, 2008).

• Metode bolus

Metode ini umum digunakan pada pasien yang memiliki gastrostomi. Nutrisi enteral
diberikan sekitar 5-10 menit. 240-500 mL nutrisi enteral umumnya dimasukkan ke feeding
tube dan diulangi 4-6 kali sehari. Volume yang diberikan kepada anak-anak berkisar 20-25
mL/kg tiap pemberian hingga kebutuhan kalorinya tercapai. Walaupun banyak pasien
menoleransi metode ini, metode bolus dapat menyebabkan kram, mual, muntah, aspirasi, dan
diare. Metode ini sebaiknya dihindari pada pasien dengan waktu pengosongan lambung yang
terhambat dan pada pasien dengan risiko tinggi aspirasi (Dipiro, 2008).

•  Metode intermittent

Jika pasien tidak toleran dengan administrasi metode bolus selama 5-10 menit, mungkin lebih
baik mengadministrasikan nutrisi dalam waktu lebih lama, umumnya 20-60 menit. Pada
pasien yang membutuhkan nutrisi enteral pada jangka panjang, khususnya pada anak-anak,
dapat dipilih metode ini dikarenakan dapat menurunkan pembentukan penyakit liver
kolestasis (Dipiro, 2008).
NUTRISI PPARENTRAL
Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui
pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan.Para peneliti sebelumnya menggunakan
istilah hiperalimentasi sebagai pengganti pemberian makanan melalui intravena, dan akhirnya
diganti dengan istilah yang lebih tepat yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara
umum dipakai istilah Nutrisi Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan
melalui pembuluh darah.Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada penderita dengan
gangguan proses menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi (Bozzetti, 1989; Baron, 2005;
Shike 1996;Mahon, 2004; Trujillo, 2005).
Pemberian nutrisi parenteral hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan untuk
penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit memegang peranan
penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai contoh
pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini
dibandingkan dengan orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi.

Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan fistula juga sangat
rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal
dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan nutrisinya normal.Secara umum, pasien-
pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan dukungan nutrisi 7 sampai dengan 14 hari setelah
tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian
dukungan nutrisi harus dilakukan dalam kurun waktu 5 sampai dengan 10 hari (ASPEN, 2002).
Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi atas (ASPEN, 1995):

1. Nutrisi Parenteral Sentral.


a)    Diberikan melalui central venous,bila konsentrasi > 10% glukosa.

b)    Subclavian atau internal vena jugularis digunakan dalam waktu singkat sampai < 4minggu.

c)    jika > 4 minggu,diperlukan permanent cateter seperti implanted vascular access device.

2. Nutrisi Parenteral Perifer.


a)    PPN diberikan melalui peripheral vena.

b)    PPN digunakan untuk jangka waktu singkat 5 -7 hari dan ketika pasien perlu konsentrasi
kecil dari karbohidrat dan protein.

c)    PPN digunakan untuk mengalirkan isotonic atau mild hypertonic solution.High hypertonic


solution dapat menyebabkan sclerosis,phlebitis dan bengkak.
Tujuan
Adapun tujuan pemberian nutrisi parenteral adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak memungkinkannya saluran
cerna untuk melakukan proses pencernaan makanan.

2. Total Parenteral Nutrition (TPN) digunakan pada pasien dengan luka bakar yang berat,
pancreatitis ,inflammatory bowel syndrome, inflammatory bowel disease,ulcerative colitis,acute
renal failure,hepatic failure,cardiac disease, pembedahan dan cancer.

3. Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk melakukan katabolisme
energy.

4.  Mempertahankan kebutuhan nutrisi


Pemberian dari nutrisi parenteral didasarkan atas beberapa dasar fisiologis, yakni:

1. Apabila di dalam aliran darah tidak tercukupi kebutuhan nutrisinya,kekurangan kalori dan
nitrogen dapat terjadi.

2. Apabila terjadi defisiensi nutrisi,proses glukoneogenesis akan berlangsung dalam tubuh untuk
mengubah protein menjadi karbohidrat.

3. Kebutuhan kalori Kurang lebih 1500 kalori/hari,diperlukan oleh rata-rata dewasa untuk
mencegah protein dalam tubuh untuk digunakan.

4. Kebutuhan kalori menigkat terjadi pada pasien dengan penyakit


hipermetabolisme,fever,injury,membutuhkan kalori sampai dengan 10.000 kalori/hari.

5. Proses ini menyediakan kalori yang dibutuhkan dalam konsentrasi yang langsung ke dalam
system intravena yang secara cepat terdilusi menjadi nutrisi yang tepat sesuai toleransi tubuh.

Indikasi Nutrisi Parenteral :


1. Sebagai pengganti untuk oral nasogastrik,bila ini tidak efektif, tidak memungkinkan dan
berbahaya. TPN digunakan dalam kondisi sebagai berikut: Kronik vomiting, Cancer,
radiotherapy atau chemoteraphy Stroke, Anorexia nervosa

2. Sebagai supplemen untuk pasien yang kehilangan banyak nitrogen ( pasien dengan luka
bakar,kanker metastatic,radiasi dan chemoteraphy.

3.  Mengistirahatkan gastrointestinal :

Gastrointestinal fistula, Extensive inflammatory bowel disease, Intestinal resection, Intestinal


obstruction , multiple gastro intestinal surgery, gastro intestinal trauma, intolerance enteral
feeding yang berat.

1. Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal,


kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.
2. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status
preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri mesenterika, diare
berulang.
3. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-obstruksi dan
skleroderma.
4. Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan makan, muntah
terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis gravidarum.
Dasar Pemberian
Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada kondisi-kondisi klinis
sebagai berikut :

1)  Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan kemoterapi.

2)  Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.

3)  Pankreatitis akut ringan.

4)  Kolitis akut.

5)  AIDS.
6)  Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi.

7)  Luka bakar.

8)  Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness).

Jenis Nutrisi Parenteral


– Lemak
Lipid diberikan sebagai larutan isotonis yang dapat diberikan melalui vena perifer .  Lipid
diberikan untuk mencegah dan mengoreksi defisiensi asam lemak. Sebagian besar berasal dari
minyak kacang kedelai, yang komponen utamanya adalah linoleic, oleic, palmitic, linolenic,dan
stearic acids.

Ketika menggunakan sediaan nutrisi jenis ini Jangan menambah sesuatu ke dalam larutan
emulsi lemak. Lalu periksa botol terhadap emulsi yang terpisah menjadi lapisan lapisan atau
berbuih, jika ditemukan, jangan digunakan, dan kembalikan ke farmasi, jangan menggunakan IV
filter karena partikel di emulsi lemak terlalu besar untuk mampu melewati filter. Tetapi filter 1.2
μm atau lebih besar digunakan untuk memungkinkan emulsi lemak lewat melalui filter.

Gunakan lubang angin karena larutan ini tersedia dalam kemasan botol kaca.  Berikan TPN ini
pada awalnya 1 ml/menit,monitor vital sign setiap 10 menit dan observasi efek samping pada 30
menit pertama pemberian.  Jika ada reaksi yang tidak diharapkan , segera hentikan pemberian
dan beritahu dokter. Tetapi jika tidak ada reaksi yang tidak diharapkan, lanjutkan kecepatan
pemberian sesuai resep.  Monitor serum lipid 4 jam setelah penghentian pemberian, serta
monitor terhadap tes fungsi hati, untuk mengetahui kegagalan fungsi hati dan ketidakmampuan
hati melakukan metabolism lemak.

Preparat emulsi lemak yang beredar ada dua jenis, konsetrasi 10% ( 1 k cal /mlk ) dan 20 % ( 2 k
cal / ml ) dengan osmolalityas 270 -340 m Osmol /L sehingga dapat diberikan  melalui perifer.
Kontra indikasi  absolut infus emulsi lemak adalah trigliserit 500 mr/l ,Kolesterol 400 mg/l .
kontraindikasi rtelatis : Trigeliderit 300 – 500 mg/l. Kolesterol 300 – 400 mg/l ganggguan berat
faal ginjal dan hepar.

Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial (terutama asam linoleat)
juga sebagai subtrat sumber energi pendamping karbohidrat terutama pada kasus stress yang
meningkat. Bila lemak tidak diberikan dalam program nutrisi parenteral total bersama subtrat
lainnya maka defisiensi asam lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira pada hari ketujuh
dengan gejala klinik bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah keadaan ini diberikan 500
ml emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2 kali seminggu.

– Karbohidrat
Beberapa jenis karbohidrat yang lazim menjadi sumber energi dengan perbedaan jalur
metabolismenya adalah : glukosa, fruktosa, sorbitokl, maltose, xylitol.

Tidak seperti glukosa maka, bahwa maltosa ,fruktosa ,sarbitol dan xylitol untuk menembus
dinding sel tidak memerlukan insulin. Maltosa meskipun tidak memerlukan insulin untuk masuk
sel , tetapi proses  intraselluler mutlak masih memerlukannya sehingga maltose masih
memerlukan insulin untuk proses intrasel. Demikian pula pemberian fruktosa yang berlebihan
akan berakibat kurang baik.

Oleh karena itu perlu diketahui dosis aman dari masing-masing karbohidrat :

1)    Glikosa ( Dektrose ) : 6 gram / KgBB /Hari.


2)    Fruktosa / Sarbitol    : 3 gram / Kg BB/hari.

3)    Xylitol / maltose       : 1,5 gram /KgBB /hari.

Campuran GFX ( Glukosa ,Gfruktosa, Xylitol ) yang ideal secara metabolik adalah dengan
perbandingan GEX = 4:2:1

– Protein/ Asam Amino


Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak , tubuh masih memerlukan asam
amino untuk regenerasi sel , enzym dan visceral protein. Pemberian protein / asam amino tidak
untuk menjadi sumber energi Karena itu pemberian protein / asam amino harus dilindungi
kalori yang cukup, agar asam amino yang diberikan ini tidak dibakar menjadi energi
( glukoneogenesis). Jangan memberikan asam amino jika kebutuhan kalori belum dipenuhi.

Diperlukan perlindungan 150 kcal  ( karbohidrat ) untuk setiap gram nitrogen atau 25 kcal untuk
tiap gram asam amino . Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut dalam perhitungan
kebutuhan kalori. Satu gram N ( nitrogen ) setara 6,25 gram asam amino atau protein  jika
diberikan protein 1 gram/ kg = 50 gram / hari maka diperlukan  karbohidrat ( 50:6,25 ) x 150
kcal = 1200 kcal atau 300 gram.

– Mikronutrien dan Immunonutrien


Pemberian calsium, magnesium & fosfat didasarkan kebutuhan setiap hari, masing-masing:

1)  Calcium : 0,2 – 0,3 meq/ kg BB/ hari

2)  Magnesium : 0,35 – 0,45 meq/ kg BB/ hari

3)  Fosfat : 30 – 40 mmol/ hari

4)  Zink  : 3 – 10 mg/ hari

Perkembangan terbaru dalam tunjangan nutrisi diperkenalkannya immunonutrient.


Tiga grup nutrient utama yang termasuk dalam  immunonutrient adalah:

1)  Amino acids (arginine, glutamin, glycin )

2)  Fatty acid.

3)  Nucleotide.

Nutrient – nutrient tersebut diatas adalah ingredients yang memegang peran penting dalam
proses “wound healing” peningkatan sistem immune dan mencegah proses inflamasi
kesemuanya essenstial untuk proses penyembuhan yang pada pasien-pasien critical ill sangat
menurun. Kombinasi dari nutrient-nutrient tersebut diatas, saat ini ditambahkan dalam support
nutrisi dengan nama Immune Monulating Nutrition (IMN ) atau immunonutrition.

Contoh larutan mikronutrien standar:

Elemen dasar Jumlah

zinc 5 mg
copper 1 mg

manganese 0.5 mg

chromium 10 mcg

selenium 60 mcg

iodide 75 mcg
Konsep yang Perlu Disamakan Mengenai Nutrisi Parenteral
1. Menggunakan vena perifer untuk cairan pekat.
Osmolritas plasma  300 mOsmol . Vena perifer dapat menerima sampai maksimal 900 mOsmol .
Makin tinggi osmolaritas (makin hipertonis) maka makin mudah terjadi tromphlebitis, bahkan
tromboembli. Untuk cairan > 900-1000 mOsm, seharusnya digunakan vena setrral (vena cava,
subclavia, jugularis) dimana aliran darah besar dan t cepat dapat mengencerkan tetesan cairan
NPE yang pekat hingga tidak dapat sempat merusak dinding vena. Jika tidak tersedia kanula
vena sentral maka sebaiknya dipilih dosis rendah (larutan encer) lewat vena perifer, dengan
demikian sebaiknya sebelum memberikan cairan NPE harus memeriksa tekanan osmolaritas
cairan tersebut ( tercatat disetiap botol cairan ) Vena kaki tidak boleh dipakai karena sangat
mudah deep vein trombosis  dengan resiko teromboemboli yang tinggi.

1. Memberikan protein tampa kalori karbohidrat yang cukup.


Sumber kalori yang utama dan harus selalu ada adalah dektrose. Otak dan eritrosit mutlak
memerlukan glukosa setiap saat. Jika tidak tersedia terjadi gluneogenesis dari subtrat lain. Kalori
mutlak dicukupi lebih dulu. Diperlukan deksrose 6 gram /kg.hari (300 gr) untuk kebutuhan
energi basal 25 kcal/kg. Asam amino dibutuhkan untuk regenerasi sel, sintesis ensim dan viseral
protein. Tetapi pemberian asam amino harus dilindungi kalori, agar  asam amino  tersebut tidak 
dibakar  menjadi  energi (glukoneogenesis) Tiap gram Nitrogen harus dilindungi 150 kcal berupa
karbohidrat. Satu gram Nitrogen setara 6,25 gram protetin. Protein 50 gr memerlukan ( 50 : 6,25
) x 150 k cal = 1200 kcal atau 300 gram karbohidrat. Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut
dalam perhitungan kebutuhan kalori. Jangan memberikan asam amino jika kebutuhan kalori
belum dipenuhi.
1. Tidak melakukan perawatan aseptik.
Penyulit trombplebitis karena iritasi vena sering diikuti radang/ infeksi. Prevalensi infeksi
berkisar antara 2-30 % Kuman sering ditemukan adalah flora kulit yang terbawa masuk pada
penyulit atau ganti penutup luka infuse.

Contoh sediaan
Nutrisi Parenteral Total
1. Clinimix N9G15E
Larutan steril, non pirogenik untuk infus intravena. Dikemas dalam satu kantong dengan dua
bagian: satu berisi larutan asam amino dengan elektrolit, bagian yang lain berisi glukosa dengan
kalsium.  Tersedia dalam ukuran 1 liter

Composition:
Nitrogen (g) 4.6 Asam Amino (g) 28 Glukosa 75 (g) 75 Total kalori (kkal) 410 Kalori glukosa
(kkal) 300 Natrium (mmol) 35 Kalium (mmol) 30 Magnesium (mmol) 2.5 Kalsium (mmol) 2.3
Asetat (mmol) 50 Klorida (mmol) 40 Fosfat dalam HPO4– (mmol) 15 pH 6 Osmolaritas
(mOsm/l) 845
2. Minofusin Paed
larutan asam amino 5% bebas karbohidrat, mengandung elektrolit dan vitamin, terutama untuk
anak-anak dan bayi. Bagian dari larutan nutrisi parenteral pada prematur dan bayi. Memberi
protein pembangun, elektrolit, vitamin dan air pada kasus di mana pemberian peroral tidak
cukup atau tidak memungkinkan, kasus di mana kebutuhan protein meningkat, defisiensi
protein atau katabolisme protein.

Komposisi:

Tiap 1000 ml mengandung:

L-Isoleusin 2.511 g

L-Leusin 2.790 g

L-Lisin 2.092 g

L-Metionin 0.976 g

L-Fenilalanin 1.813 g

L-Treonin 1.743 g

L-Triptofan 0.558 g

L-Valin 2.092 g

L-Arginin 3.487 g

L-Histidin 0.698 g

L-Alanin 9.254 g

L-Aspartic acid 4.045 g

N-Acetyl-L-cysteine 0.160 g

L-Glutamic acid 9.500 g

Glisin 3.845 g

L-Prolin 4.185 g

N-Acetyl-L-tyrosine 0.344 g

Nicotinamide 0.060 g

Piridoksin hidroklorida 0.040 g


Riboflavin-5′-phosphate sodium salt 0.0025 g

Kalium hidroksida 1.403 g

Natrium hidroksida 1.200 g

Kalsium klorida 0.735 g

Magnesium asetat 0.536 g


Contoh sediaan Nutrisi Parenteral parsial
1. Cernevit
adalah preparat multivitamin yang larut dalam air maupun lemak (kecuali vitamin K)
dikombinasi dengan mixed micelles (glycocholic acid dan lecithin). Mengingat kebutuhan
vitamin tubuh yang mungkin berkurang karena berbagai situasi stress (trauma, bedah, luka
bakar, infeksi) yang dapat memperlambat proses penyembuhan. Composition

Setiap vial mengandung:

Retinol Palmitat Amount corresponding to retinol 3.500 IU, Cholecalciferol 220 IU, DL
alphatocopherol 10.200 mg ,Amount corresponding to alphatocopherol 11.200 IU,Asam
Askorbat 125.000 mg, Cocarboxylase tetrahydrate 5.800 mg ,Amount corresponding to thiamine
3.510 mg ,Riboflavine sodium phosphate dihydrate 5.670 mg ,Amount corresponding to
riboflavine 4.140 mg, Pyridoxine Hydrochloride 5.500 mg ,Amount corresponding to Pyridoxine
4.530 mg, Cyanocobalamine 0.006 mg, Asam Folat 0.414 mg ,Dexpanthenol 16.150 mg, Amount
corresponding to Pantothenic Acid 17.250 mg ,Biotin 0.069 mg, Nicotinamide 46.000 mg, Glisin
250.000 mg ,Glycoholic Acid 140.000 mg Soya Lecithin 112.500 mg, Sodium hydroxide q.s.
pH=5.9.

Metode pemberian Pemberian Nutrisi Parenteral


1. Nutrisi parenteral parsial, pemberian sebagian kebutuhan nutrisi melalui intravena.
Sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien masih dapat di penuhi melalui enteral. Cairan yang
biasanya digunakan dalam bentuk dekstrosa atau cairan asam amino
2. Nutrisi parenteral total, pemberian nutrisi melalui jalur intravena ketika kebutuhan
nutrisi sepenuhnya harus dipenuhi melalui cairan infus. Cairan yang dapat digunakan adalah
cairan yang mengandung karbohidrat seperti Triofusin E1000, cairan yang mengandung asam
amino seperti PanAmin G, dan cairan yang mengandung lemak seperti Intralipid
3. Lokasi pemberian nutrisi secara parenteral melalui vena sentral dapat melalui vena
antikubital pada vena basilika sefalika, vena subklavia, vena jugularis interna dan eksterna, dan
vena femoralis. Nutrisi parenteral melalui perifer dapat dilakukan pada sebagian vena di daerah
tangan dan kaki.
KESIMPULAN
Nutrisi parenteral tidak bertujuan menggantikan kedudukan nutrisi enteral lewat usus yang
normal. Segera jika usus sudah berfungsi kembali, perlu segera dimulai nasogastric feeding,
dengan sediaan nutrisi enteral yang mudah dicerna. Nutrisi parenteral dapat diberikan dengan
aman jika megikuti pedoman diatas. Karena tubuh penderita perlu waktu adapatasi terhadap
perubahan mekanisme baru maka selama penyesuaian tersebut jangan memberi beban yang
berlebihan.
Perbaikan dari komposisi subtrat nutrisi, perbaikan tehnik, pengetahuan, skala prioritas dalam
support metabolik dan bedside monitor, dibutuhkan untuk mencapai recovery yang maksimal.

Anda mungkin juga menyukai