Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan,
serta bertambahnya penduduk dan masyarakat, maka perlu adanya perawat
kesehatan komunitas yang dapat melayani masyarakat dalam hal pencegahan,
pemeliharaan, promosi kesehatan dan pemulihan penyakit, yang bukan saja
ditujukan kepada individu, keluarga, tetapi juga dengan masyarakat dan inilah
yang disebut dengan keperawatan komunitas (Mubarak, 2009).
Keperawatan Kesehatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan
profesional yang ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada
kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang
optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan, dengan
menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dan
melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi
pelayanan keperawatan. (Pradley, 1985; Logan dan Dawkin, 1987).
Peran serta komunitas tersebut diartikan sebagai suatu proses di mana
individu, keluraga, dan komunitas bertanggung jawab atas kesehatannya
sendiri dengan berperan sebagai pelaku kegiatan upaya peningkatan
kesehatan berdasarkan asas kebersamaan dan kemandirian. Bantuan diberikan
oleh perawat komunitas karena ketidak mampuan, ketidak tahuan, dan
ketidak mauan masyarakat dalam mengenal masalah kesehatan serta dengan
menggunakan potensi lingkungan berusaha memandirikan masyarakat.
Namun pada kenyataannya belum semua tenaga keperawatan komunitas
mampu memerikan pelayanan sesuai dengan konsep. Hal ini dapat
disebabkan oleh pemahaman perawat komunitas yang belum sama mengenai
konsep dasar keperawatan komunitas dan peranannya dalam keperawatan
komunitas (Mubarak, 2011).

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep Sejarah perkembangan
keperawatan komunitas
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi Keperawatan Komunitas
2. Untuk mengetahui dan memahami sejarah perkembangan keperawatan
komunitas.
3. Untuk mengerti dan memahani Periode Perkembangan Kesehatan
Masyarakat.
4. Untuk mengerti dan memahani Perkembangan Kesehatan Masyarakat
Indonesia.
5. Untuk mengerti dan memahami Puskesmas Menjadi Ujung Tombak
Pelayanan.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Keperawatan Komunitas


Menurut American Nurses Association (1973), Keperawatan komunitas
merupakan suatu sintesis dari praktik keperawatan dan praktik kesehatan
masyarakat yang diterapkan untuk meningkatkan serta memelihara kesehatan
penduduk. WHO (1974) Keperawatan komunitas mencakup perawatan
kesehatan keluarga (nurse health family) juga kesehatan dan kesejahtraan
masyarakat luas, membantu masyarakat mengidentifikasi masalah
kesehatannya sendiri, serta memecahkan masalah kesehatan tersebut sesuai
dengan kemampuan yang ada pada mereka sebelum mereka meminta bantuan
kepada orang lain (Mubarak, 2011).
Keperawatan kesehatan komunitas adalah praktik keperawatan dalam
komunitas, dengan fokus primer pada pelayanan kesehatan individu, keluarga,
dan kelompok dalam komunitas. Tujuannya adalah untuk menjaga,
melindungi, memajukan, atau memelihara kesehatan. Fokus pelayanan
keperawatan adalah memperbaiki kualitas kesehatan dan hidup dalam
komunitas tersebut. Selain itu perawat kesehatan komunitas menyediakan
langsung fasilitas pelayanan untuk subpopulasi dalam suatu komunitas (Potter
& Perry, 2010).

2.2 Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas


Perkembangan keperawatan komunitas tidak terlepas dari tokoh metologi
yunani, yaitu Asclepius dan Hegeia. Berdasarkan mitos yunani, Asclepius
adalah seorang dokter yang tampan dan pandai meski tidak disebutkan skolah
atau pendidikan apa yang telah ditempuhnya. Beliau dapat mengobati
penyakit bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu
(surgical procedure) dengan baik. Sementara Hegeia adalah asisten Asclepius
yang juga merupakan istrinya, beliau ahli dalam melakukan upaya-upaya

3
kesehatan. Jika diperhatikan, terdapat perbedaan dalam metode penanganan
masalah keshatan yang dilakukan oleh suami istri tersebut.
Perbedaan penanganan masalah kesehatan antara Asclepius dan Hegeia :
dimana Asclepius penangananya dilakukan setelah penyakit terjadi pada
seseorang, sedangkan Hegeia penanganan masalah melalui hidup seimbang,
menghindari makanan atau minuman beracun, memakan makanan yang
bergizi (cukup), istirahat yang cukup, olahraga. Dari perbedaan pendekatan
penanganan masalah kesehatan anatara Asclepius dan Hegeia tersebut,
akhirnya muncul dua aliran/pendekatan dalam penanganan masala-masalah
keshatan pada masyarakat, yaitu sbagai berikut (Mubarak, 2011) :
1. Kelompok/aliran 1
Aliran ini cenderung menunggu terjadinya penyakit atau setelah orang
jatuh sakit. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan kuratif. Kelompok
tersbut terdiri atas dokter, psikiater, dan praktisi-praktisi lain yang
melakukan perawatan atau pengobatan penyakit baik, fisik maupun
psikologis.
2. Kelompok/aliran 2
Aliran ini cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit
sebelum terjadinya penyakit. Kelompok ini antara lain perawat komunitas.
Dari uraian di atas, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin maju, maka dalam masyarakat yang luas dapat
kita amati seolah-olah timbul garis pemisah antara kedua kelompok
profesi tersebut, yaitu pelayanan kesehatan kuratif dan pelayan
pencegahan.
Perbedaan pelayanan kesehatan kuratif dan pelayanan pencegahan
(Mubarak, 2009) :

4
Pelayanan kesehatan kuratif Pelayanan pencegahan
Cara 1. Sasarannya bersifat 1. Sasarannya adalah masyarakat
penanganan individual. 2. Masalah yang ditangani adalah
masalah 2. Kontak pada klien hanya satu masalah yang dirasakan oleh
kesehatan kali. masyarakat, bukan masalah
individual
3. Jarak petugas kesehatan 3. Hubungan petugas kesehatan
dengan klien jauh dan masyarakat bersifat
kemitraan
4. Cara pendekatan : 4. Cara pendekatan :
a. Bersifat proaktif, artinya
a. Bersifat reaktif, artinya tidak menunggu adanya
bersifat hanya menunggu masalah, tetapi mencari apa
masalah penyebab masalah. Petugas
kesehatan/penyakit kesehatan masyarakat tidak
datang. Di sini petugas hanya menunggu
kesehatan hanya datangnya klien, tetapi
menunggu masalah harus turun ke masyarakat
kesehatan/penyakit untuk mencari dan
datang. Di sini petugas mengidentifikasi masalah
kesehatan hanya yang ada pada masyarakat,
menunggu klien datang. dan selanjutnya melakukan
tindakan.

b. Cenderung melihat dan b. Melihat klien sebagai


menangani masalah klien makhluk yang utuh melalui
pada system biologis. pendekatan yang holistic,
bahwa terjadinya penyakit
tidak semata-mata karena
terganggunya salah satu

5
aspek, baik aspek biologis
maupun aspek yang lain.
Pendekatan yang
digunakan adalah
pendekatan yang utuh pada
semua aspek, baik biologis,
psikologis, sosiologis
c. Manusia sebagai klien maupun spiritual dan
hanya di lihat secara sosial.
parsial. Padahal manusia
terdiri atas aspek bio-
psiko-sosio dan spiritual.

2.3 Periode Perkembangan Kesehatan Masyarakat


Periode perkembangan kesehatan masyarakat terdiri atas periode sebelum
ilmu pengetahuan dan periode ilmu pengetahuan (Mubarak, 2011).
1. Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan (Prescientific Period)
Perkembangan kesehatan masyarakat sebelum ilmu pengetahuan
tidak dapat dipisahkan dari sejarah kebudayaan yang ada di dunia, di
antaranya adalah budaya dari bangsa Babilonia, Mesir, Yunani, dan
Romawi. Bangsa-bangsa tersebut menunjukkan bahwa manusia telah
melakukan usaha untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan
masyarakat dan penyakit. Pada zaman tersebut diperoleh catatan bahwa
telah dibangun tempat pembuangan kotoran umum yang menanpung tinja
atau kotoran manusia serta digalinya susia. Saat itu latrin dibangun dengan
tujuan agar tinja tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan pandangan
yang tidak menyenangkan belum ada pemikiran bahwa latrin dibangun
dengan alasan kesehatan karena tinja atau kotoran manusia dapat
menularkan penyakit. Pembuatan susia oleh masyarakat pada masa itu
juga karena air sungai yang biasa mereka minum sudah kotor dan tidak
terasa enak, bukan karena minum air sungai dapat menyebabkan penyakit
(Greene, 1984). Dari dokumen lain juga tercatat bahwa pada zaman

6
Romawi Kuno telah dikeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan
kepada masyarakat untuk (Hanlon, 1974):
a. Mencatat pembangunan rumah
b. Melaporkan adanya binatang-binatang yang berbahaya
c. Melaporkan binatang peliharaan/ternak yang dapat menimbulkan bau
d. Pemerintah melakukan supervise ke tempat-tempat minuman, warung
makanan, tempat prostitusi, dan lain-lain.
Setelah itu kesehatan masyarakat makin dirasakan perlunya di awal abad
ke-1 sampai ke-7 dengan alas an sebaai berikut :
a. Berbagai penyakit menular mulai menyerang penduduk dan telah
menjadi epidemi, bahkan ada yang menjadi endemis.
b. Di Asia, khususnya Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika muncul
penyakit kolera yang telah tercatat sejak abad ke-7 bahkan penyakit
kolera di India telah menjadi endemis. Penyakit lepra telah menyebar
ke Mesir, Asia kecil, dan Eropa melalui para emigran.
Berbagai upaya telah diupayakan untuk mengatasi kasus epidemic dan
endemis, di antaranya masyarakat mulai memperhatikan masalah :
a. Lingkungan terutama hygiene dan sanitasi lingkungan.
b. Pembuangan kotoran manusia (latrin)
c. Mengusahakan air minum bersih
d. Pembuangan sampah
e. Pembuatan ventilasi yang memenuhu syarat
Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang dasyat di China dan
India. Pada tahun 1340 telah tercatat 13 juta orang meninggal karena
wabah pes. Di India, Mesir, dam Gaza dilaporkan bahwa 13 ribu orang
meninggal tiap hari karena serangan pes. Berdasrkan catatan, jumlah orang
yang meninggal karena wabah penyakit pes di seluruh dunia pada waktu
itu mencapai lebih dari 60 juta orang, sehingga kejadian pada waktu itu
disebut “The Black Death”. Serangan wabah penyakit menular ini
berlangsung sampai abad ke-18. Di samping wabah pes, wabah kolera dan
tifus juga masih berlangsung. Pada tahun 1603 lebih dari 1 dari 6 orang

7
meninggal karena penyakit menular, dan tahun 1665 sekitar 1 dari 5 orang
meninggal. Pada tahun 1759 dilaporkan 70 ribu orang penduduk di
kepulauan Cyprus meninggal karena peyakit menular. Penyakit lain yang
menjadi wabah antara lain dipteri, tifus, disentri, dan lain-lain.
2. Periode Ilmu Pengetahuan (Scientific Period)
Pada akhir abad ke-18 dan di awal abad ke-19, bangkitnya ilmu
pengetahuan mempunyai dampak yang sangat luas dalam segala aspek
kehidupan manusia, termasuk pada aspek kesehatan. Pada abad ini
pendekatan dalam penanganan masalah kesehatan tidak hanya memandang
pada aspek bilogis saja, tetapi sudah komprehensif dan multisektoral.
Selain itu, telah ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan vaksin
sebagai pencegahan penyakit.
Penemu dan hasil penemuan dalam penanggulangan penyakit :

Penemu Hasil temuan


Louis Pasteur Vaksin untuk mencegah penyakit cacar
Joseph Lister Asam carbol untuk sterilisasi ruang operasi
William Marton Ether sebagai anestesi pada waktu operasi

Upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai dilaksanakan di


Inggris. Hal ini terkait dengan wabah pemyakit endemis kolera tahun 1832
yang terjadi masyarakat di perkotaan, terutama yang miskin. Parlemen
Inggris membentuk komisi penanganan pada penyakit ini dan Edwin
Chadwich seorang pakar social ditunjuk sebagai ketua komisi untuk
melakukan penyelidikan mengenai penyebab wabah kolera ini. Hasil
penyelidikan yang dilaporkan di antaranya yaitu masyarakat yang hidup
dalam kondisi sanitasi yang buruk, susia penduduk berdekatan dengan
aliran air kotor dan pembuangan kotoran manusia, adanya aliran air
limbah terbuka yang tidak teratur, makanan yang dijual di pasar tidak
higienis, sebagian besar masyarakat hidup miskin, serta bekerja rata-rata
14 jam per hari sementara gaji yang diperoleh tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hasil laporan Edwin Chadwich tersebut dilengkapi

8
dengan analisis data yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Akhirnya, parlemen Inggris mengeluarkan undang-undang
yang mengatur upaya-upaya peningkatan kesehatan penduduk dan
berbagai peraturan tentang sanitasi lingkungan, sanitasi tempat-tempat
kerja, pabrik, dan lain-lain.
Berawal dari penelitiannya, Edwin Chadwich tertarik untuk lebih jauh
mempelajari kesehatan masyarakat, sehingga saat itu ia menjadi pioneer
dalam ilmu kesehatan masyarakat. Generasi setelah Chadwich adalah
Winslow muridnya yang kemudian dikenal sebagai pembina kesehatan
masyarakat modern. Winslow merumuskan definisi kesehatan masyarakat
yang kemudian diterima oleh WHO. Sejak saat itu, lahirlah berbagai
macam definisi sehat. John Snow, adalah seorang tokoh yang tidak asing
dalam dunia kesehatn masyarakat dalam upaya susksenya mengatasi
penyakit kolera yang melanda kota London. Hal yang perlu dicatat di sini
adalah bahwa John Snow mempergunakan pendekatan epidemiologi dalam
menganalisis wabah penyakit kolera, yaitu dengan menganalisis tempat,
orang, dan waktu sehingga dianggap sebagai The Father of Epidemiology.
Pada akhir abad ke-19 dan di awal abad ke-20, pendidikan untuk tenaga
kesehatan yang professional mulai dikembangkan. Tahun 1893, John
Hopkins seorang pengusaha wiski dari Amerika memelopori berdirinya
universitas yang di dalamnya terdapat Fakultas Kedokteran. Pada tahun
1908 sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa, Kanada, dan negara-
negara lain. Dalam perkembangannya, kurikulum sekolah kedokteran
mulai memperhatikan masalah kesehatan masyarakat dan sudah
didasarkan pada suatu asumsi bahwa penyakit dan kesehatan merupakan
hasil interaksi yang dinamis antara faktor genetik, lingkungan fisik,
lingkungan social, kebiasaab perorangan, dan pelayanan kesehatan. Dari
segi pelayanan kesehatan masyarakat, pada tahun 1855 pemerintaah
Amerika membentuk Departemen Kesehatan yang pertama kali dengan
tujuan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk,
termasuk perbaikan dan pengawasan sanitasi lingkungan.

9
2.4 Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Perkembangam kesehatan masyarakat di Indonesia di mulai pada
abad ke-16, yaitu di mulai dengan adanya upaya pemberantasan penyakit
cacar dan kolera yang sangat ditakuti oleh masyarakat saat itu. Penyakit
kolera masuk ke Indonesia tahun 1927, dan pada tahun 1937 terjadi wabah
kolera eltor. Selanjutnya tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui
Singapura dan mulai berkembang di Indonesia, sehingga berawal dari
wabah kolera tersebut pemerintah Belanda melakukan upaya-upaya
kesehatan masyarakat.
Gubernur Jenderal Deandels pada tahun 1807 telah melakukan upaya
pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinnan. Upaya ini dilakukan
dalam rangka menurunkan angka kematian bayi yang tinggi. Namun,
upaya ini tidak bertahan lam, akibat langkanya tenaga pelatih kebidanan.
Baru kemudian di tahun 1930, program ini di mulai lagi dengan
didaftarkannya para dukun bayi sebagai penolong dan perawat persalinan.
Pada tahun 1851 berdiri sekolah dokter jawa oleh dr. Bosch dan dr.
Bleeker Kepala Pelayanan Kesehatan Sipil dan Militer Indonesia.
Perkembangan kesehatan masyarakat Indonesia di mulai pada abad
ke-16. yaitu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan penyakit cacar
dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada saat itu. penyakit kolera
masuk ke Indonesia tahun 1927, dan pada 1937 terjadi wabah korela etor,
tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui ASsingapura dan mulai
berkembang di Indonesia, sehingga berawal dari wabahkolera tersebut
maka pemerintah Belanda (pada waktu itu dalam penjajahan Belanda)
melakukan upaya-upaya kesehatan msyarakat.
Tahun 1807 saat pemerintah Gubernur Jenderal Deandels, telah
dilakukan upaya pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini
dilakukan dalam rangka : menurunkan angka kematian bayi (infan
mortality rate) yang tinggi pada waktu itu. Namun upaya itu tidak bertahan
lama, dikarenakan : langkanya tenaga pelatih kebidanan. Dan baru pada

10
tahun 1930 dimulai lagi program ini dengan didaftarkannya para dukun
bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan.
Sekolah ini dikenal dengan nama STOVIA atau sekolah pendidikan
dokter pribumi. Pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter ke-2 di
Surabaya dengan nama NIAS. Pada tahun 1947, STOVIA berubah menjadi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Selain itu, perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia juga ditandai
dengan berdirinya. Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung tahun
1888, tahun 1938 pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga
Eykman. Selanjutnya, laboratorium-laboratorium lain juga didirikan di
kota-kota seperti Medan, Semarang, Makasar, Surabaya, dan Yogyakarta
dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit malaria, lepra, cacar
serta penyakit lainnya, bahkan lembaga gizi dan sanitasi juga didirikan.
Pada tahun 1922, penyakit pes masuk ke Indonesia dan tahun 1933-
1935 penyakit ini menjadi epidemis di beberapa tempat, terutama di Pulau
Jawa. Pada tahun 1935 dilakukan program pemberantasan penyakit pes
dengan cara melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah
penduduk dan vaksinasi massal. Tercatat sampai tahun 1941, 15 juta orang
telah divaksinasi. Pada tahun 1925, Hydrich seorang petugas kesehatan
pemerintah Belanda melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya
angka kematian dan kesakitan di Banyumas Purwokerto.
Dari hasil pengamatan dan analisisnya, disimpulkan bahwa tingginya
angka kematian dan kesakitan di kedua daerah tersebut dikarenakan
buruknya kondisi sanitasi lingkungan, masyarakat buang air besar di
sembarang tempat, dan penggunaan air minum dari sungai yang telah
tercemar. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa rendahnya sanitasi
lingkungan dikarenakan perilaku penduduk yang kurang baik, sehingga
Hydrich memulai upaya kesehatan masyarakat dengan mengembangkan
daerah percontohan, yaitu dengan cara melakukan promosi dengan
mengenai pendidikan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini
dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.

11
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak perkembangan
kesehatan masyarakat di Indonesia adalah saat diperkenalkan konsep
Bandung pada tahun 1951 oleh dr.Y. Leimena dan dr. Patah, yang
selanjutnya dikenalkan dengan nama Patah-Leimena. Dalam konsep ini,
diperkenalkan bahwa dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat, aspek
prevetif dan kuratif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam
mengembangkan system pelayan kesehatan, kedua aspek in I tidak boleh
dipisahkan, baik di rumah sakit atau di puskesmas. Selanjutnya, pada
tahun pada tahun1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan
masyarakat oleh dr.Y. Sulianti dengan berdirinya Proyek Bekasi sebagai
proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan
masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga
kesehatan. Proyek ini juga menekankan pada pendekatan tim dalam
pengelolaan program kesehatan. Untuk melancarkan penerapan konsep
pelayanan terpadu ini, terpilih delapan desa wilayah pengembangan
masyarakat.
1. Sumatera Utara : Indrapura
2. Lampung
3. Jawa Barat : Bojong Loa
4. Jawa Tengah : Sleman
5. Yogyakarta : Godean
6. Jawa Timur : Mojosari
7. Bali : Kesiman
8. Kalimantan Selatan : Barabai
Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal system puskesmas
sekarang ini. Pada bualan November 1967, dilakuka seminar yang
membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai
dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia, yaitu mengenai konsep
puskesmas yang dipaparkan oleh dr. Achmad Dipodiligo yang mengacu
pada Konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Dalam seminar ini telah
disimpulkan dan disepakati meneganai system puskesmas yang terdiri dari

12
tipe A, B, dan C. akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan
nasional, dicetuskan bahwa puskesmas merupakan suatu system pelayanan
kesehatan terpadu, yang kemudiandikembangkan oleh pemerintah
DEPKES menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Puskesmas disepakati sebagai unit pelayanan kesehatan yang
memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh,
dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian
kecamatan di kotamadya atau kabupaten. Sebagai lini terdepan
pembangunan kesehatan, puskesmas diharapkan selalu tegar. Untuk itu,
diprkenalkanlah program untuk selalu menguatkan puskesmas. Di Negara
berkembang seperti Indonesia, fasilitas kesehatan berlandaskan
masyarakat dirasakna lebih efektif dan penting.
Departemen kesehatan telah membuat usaha intensif untuk
membangun puskesmas yang kemudian dimasukkan kedalam master plan
untuk operasi penguatan pelayanan kesehatan nasional. Kegiatan pokok
dalam program dasar dan utama puskesmas mencakup 18 kegiatan, yaitu:
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2. Keluarga Berencana (KB)
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta imunisasi
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Perawatan kesehatan masyarakat
10. Kesehatan gigi dan mulut
11. Usaha kesehatan jiwa
12. Optometri
13. Kesehatan geriatric
14. Latihan dan olahraga
15. Pengembangan obat-obat tradisional

13
16. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
17. Laboratorium dasar
18. Pengumpulan informasi dan pelaporan untuk system informasi
kesehatan.
Pada tahun 1969, system puskesmas hanya disepakati dua saja, yaitu
Puskesmas tipe A yang dikelola oleh dokter dan Puskesmas tipe B yang
dikelola oleh seorang paramedic. Dengan adanya perkembangan tenaga
medis, maka pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan Puskesmas tipe A
atau Tipe B, hanya ada satu puskesmas saja, yang dikepalai oleh seorang
dokter. Namun, kebijakan tentang pimpinan puskesmas mulai mengalami
perubahan tahun 2000, yaitu puskesmas tidak arus dipimpin oleh seorang
dokter, tetapi dapat juga dipimpin oleh seorang sarjana Kesehatan
Masyarakat.
Hal ini tentunya diharapkan dapat membawa perubahan yang positif,
dimana tenaga medis lebih diarahkan pada pelayanan langsung pada klien
dan tidak disibukkan dengan urusan administrative/manajerial, sehingga
mutu pelayanan dapat ditingkatkan. Di propinsi jawa timur misalnya,
sudah dijumpai Kepala Puskesmasdari lulusan sarjana Kesehatan
Masyarakat seperti di kabupaten Gresik, Bojonegoro, Bondowoso, dan
lain sebagainya. Pada tahun 1979 dikembangkan satu peranti manajerial
guna penilaian puskesmas, yaitu stratifikasi puskesmas, sehingga
dibedakan adanya:
1. Strata 1, puskesmas dengan pestasi sangat baik
2. Strata 2, puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3, puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata
Peranti manajerial puskesmas yang lain berupa microplanning untuk
perencanaan dan lokakarya mini untuk pengorganisasian kegiatan dan
pengembangan kerja sama tim. Pada tahun 1984, tanggung jawab
puskesmas ditingkatkan lagi dengan berkembangna program paket terpadu
kesehatan dan Keluarga Berencana (posyandu) yang mencakup Keshatan

14
Ibu dan Anak, keluarga berencana, gizi penanggulangan penyakit diare,
dan imunisasi.
Sampai tahun 2002, jumlah puskesmas di Indonesia mencapai 7.309.
hal ini berarti 3,6 puskesmas per 100.000 penduduk atau satu puskesmas
melayani sekitar 28.144 penduduk. Sementara itu, jumlah desa di
Indonesia mencapai 70.921 pada tahun 2003, yang berarti setidaknya satu
puskesmas untuk tiap sepuluh desa – dibandingkan dengan rumash sakit
yang harus melayani 28.000 penduduk. Jumlah puskesmas masih terus
dikembangkan dan diatur lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan yang prima. Jumlah puskesmas masih jauh dari memadai,
terutama di daerah terpencil. Di luar jawa dan sumatera, puskesmas harus
menangani wilayah yang luas, (terkadang beberapa kali lebih luas dari satu
kabupaten di jawa) dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit. Sebuah
puskesmas terkadang hanya melayani 10.000 penduduk. Selain itu, bagi
sebagian penduduk pukesmas terlalu jauh untuk dicapai (Mubaraq, 2011).

2.5 Puskesmas Menjadi Ujung Tombak Pelayanan


Saat ini pemerintah menjadikan puskesmas sebagai ujung tombak
utama pelayanan kesehatan pada masyarakat sekaligus sebagai wadah isu
strategis. Misalnya, isu strategis aksesibilitas layanan dan penyediaan
sumber daya manusia serat sarana dan prasaran. Puskesmas juga mampu
menjadi tempat pelayanan kesehatan pilihan utama masyarakat, karena
dekat dengan tempat tinggal dan murah dari segi biaya pelayanan. Rata-
rata biaya retribusi yang dikenakan berkisar Rp. 1.500,00 sampai Rp.
2.000,00. Bahkan berbagai daerah telah menerapkan program pengobatan
gratis yang difokuskan untuk rawat jalan bagi setiap lapisan masyarakat,
baik kaya maupun miskin. Hal ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah
agar masyarakat menyadari pentingnya berobat ke puskesmas. Dengan
diberlakukannya pengobatan gratis di puskesmas, maka puskesmas tidak
lagi dibebani pemasukan dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD).

15
Sebaliknya, daerah mengalokasikan sejumlah dana untuk mendukung
operasionalisasi di puskesmas, seperti biaya obat-obatan.
Selain menjadikan puskesmas ujung tombak pelayanan, pemerintah
daerah juga mulai mendekatkan layanan dokter spesialis kepada
masyarakat. Umumny ada dua cara yang ditempuh daerah, yaitu
menempatkan dokter spesialis di puskesmas atau menentukan puskesmas
khusus. Kebijakan menempatkan dokter spesialis di puskesmas
dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa dokter spesialis identic dengan
pelayanan pelayanan kesehatan yang mahal atau hanya bisa diperoleh
masarakat apabila berobat ke rumah sakit. Bagi daerah yang belum mampu
menempatkan layanan dokter spesialis di setiap puskesmas, daerah
mengatasinya dengan dokter spesialis keliling. Sampai saaat ni, dokter
spesialis yang banyak ditempatkan di puskesmas adalah dokter spesialis
kandungan, mata, kulit dan penyakit dalam. Sementara itu, kebijakan
menjadikan puskesmas sebagai puskesmas spesifikasi biasanya didasari
oleh kondisi geografis daerah. Puskesmas spesifikasi yang banyak
didirikan, khususnya di jawa timur adalah puskesmas khusus mata,
obstetric-ginekologi, puskesmas bencana dan puskesmas wisata.
1. Konsep Puskesmas
Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi
sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan partisipasi
masyarakat dalam bidang kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan pada suatu masyarakat
yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
2. Definisi Puskesmas
Para ahli mendefinisikan puskesmas sesuai dengan perkembangan
dan tuntutan pelayanan kesehatan. Definisi puskesmas antara lain
sebagai berikut:
a. Azrul Azwar (1980). Puskesmas merupakan suatu kesatuan
organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara

16
menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu
dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok.
b. Departemen Kesehatan RI (1981). Puskesmas merupakan suatu
kesatuan organisasi kesehatan yang langsung memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi kepada
masyarakat di wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kesehatan
pokok.
3. Departemen Kesehatan RI (1987). Puskesmas merupakan pusat
pembangunan kesehatan yang berfungsi mengembangkan dan membina
kesehatan masyarakat, serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan
terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan pokok
yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya.
4. Departemen Kesehatan RI (1991). Puskesmas merupakan suatu
kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupaan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Mubaraq,
2011).

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keperawatan komunitas mencakup perawatan kesehatan keluarga
(nurse health family) juga kesehatan dan kesejahtraan masyarakat luas,
Perkembangan kesehatan masyarakat sebelum ilmu pengetahuan tidak
dapat dipisahkan dari sejarah kebudayaan yang ada di dunia, di antaranya
adalah budaya dari bangsa Babilonia, Mesir, Yunani, dan Romawi.
Bangsa-bangsa tersebut menunjukkan bahwa manusia telah
melakukan usaha untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan
masyarakat dan penyakit. Pada abad 18 – 19 awal, pendekatan dalam
penanganan masalah kesehatan tidak hanya memandang pada aspek
bilogis saja, tetapi sudah komprehensif dan multisektoral. Perkembangam
kesehatan masyarakat di Indonesia di mulai pada abad ke-16, yaitu di
mulai dengan adanya upaya pemberantasan penyakit cacar dan kolera
yang sangat ditakuti oleh masyarakat saat itu
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan
pembaca tentang konsep Sejarah Perkemangan Kepeawatan Komunitas.
Dengan adanya makalah ini diharapakan para penulis bisa membuat
karya baru lagi yang bermanfaat bagi instansi kesehatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, W., I. (2009). Keperawatan Komunitas 1. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak, W., I., & Chayatin., N. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas


Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika.

Potter & Perry. (2010). Fundamental of Nursing. Jakarta: Salemba Medika.

19

Anda mungkin juga menyukai