Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AKUNTANSI PERBANKAN

BANK SYARIAH DI INDONESIA

TITIN AISYAH HUTAGALUNG

1905170341

KELAS 4A/AKUNTANSI SIANG

DOSEN PEMBIMBING:

IRFAN,Dr.,SE.,MM.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah
melimpahkan rahmat,taufik, hidayah, dan inayah- ya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
Makalah Akuntansi Aktiva dengan judul “ BANK SYARIAH DI INDONESIA”. Penyusunan
makalah ini dimaksudkan untuk menambah wawasan mahasiswa mengenai materi ini. Makalah
Akuntansi Perbankan ini berisi mengenai Bank Syariah di Indonesia. Makalah ilmiah ini telah
Saya susun dengan maksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
perbaikan pembuatan makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat
bagi para pembaca.Amiin

Medan,17 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………..

Daftar Isi…………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………


B. Rumusan Masalah………………………………………………..
C. Tujuan Masalah…………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Syariah………………………………………..


B. Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia……………………

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bank Bagi Hasil sering disebut Bank Syariah (Bank Islam) merupakan lembaga
perbankan yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan prinsip‐prinsip hukum atau
syariah Islam, seperti diatur dalam Al Qurʹan dan Al Hadist. Perbankan Syariah merupakan
suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan sistem syariah (hukum
islam).Usaha pembentukkan sistem ini berangkat dari larangan islam untuk memungut dan
meminjam bedasarkan bunga yang termasuk dalam riba dan investasi untuk usaha yang
dikategorikan haram,misalnya dalam makanan,minuman,dan usaha-usaha lain yang tidak
islami,yang hal tersebut tidak diatur dalam Bank Konvensional.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri
tahun1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta
dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha
muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga
ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan
dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU
No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Adanya Perbankan syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi penduduk di Negara
Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Islam.Dengan adanya bank tersebut
diharapkan tidak adanya kerancuan dalam proses muamalah bagi para pemeluk agama
islam,sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat tidak adanya suatu wadah yang
melayani mereka dalam bidang muamalah yang bersifat islami. Namun realitas yang
ada,dari 80% penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak lebih dari 10% di antara
mereka yang bertransaksi secara syar’I lebih-lebih dalam hal perbankan.Sampai saat ini
perbankan syariah di Indonesia belum mampu menunjukan eksistensinya,banyak masyarakat
yang tidak menaruh kepercayaan terhadap perbankkan syariah.
Bahkan para ulama-ulama di negeri ini pun sebagian besar masih menyimpan uangnya di
bank konvensional.Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai sisitem
operasi perbankan syariah Sistem dalam bank syariah di anggap sama dengan sistem operasi
yang ada dalam bank konvensional.
Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap bank syariah dan
berakibat kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Hal tersebut menjadi
landasan untuk menyadarkan masyarakat akan keurgenan perbankkan islam di Negara ini.
Khusunya bagi mereka yang beragama islam.Upaya-upaya pensosialisaian mekanisme dan
syariah di rasa perlu,sehingga masyarakat tidak lagi terjebak dalam transaksi-transaksi yang
tidak islami dan masyarakat kembali manaruh kepercayaan terhadap transaksi syariah.
B. Rumusan Masalah

Makalah ini dijabarkan dari Rumusan Masalah sebagai berikut :

a. Apa yang dimaksud dengan Perbankan Syariah?


b. Bagaimana Perkembangan Bank Syariah Indonesia?

C. Tujuan Masalah

Adapun Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :

a. Memahami dan Mengetahui apa itu Perbankan Syariah


b. Menjelaskan dan Memahami Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Syariah

Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal.
Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke
masyarakat, dalam literature Islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil.
Isitilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Secara
akademik, istilah Islam dan Syariah memang mempunyai pengertian berbeda.

Namun secara teknis untuk penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian
yang sama. Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum
merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syari’ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, pengertian
Bank Syariah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang
mengacu kepada ketentuan Al-Quran dan Al Hadis

Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS). Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan
investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin
oleh sistem perbankan konvensional. Persaingan usaha antar bank yang semakin tajam
dewasa ini telah mendorong munculnya berbagai jenis produk dan sistem usaha dalam
berbagai keunggulan kompetitif. Dalam situasi seperti ini Bank Umum (konvensional) akan
menghadapi persaingan baru dengan kehadiran lembaga keuangan ataupun bank non-
konvensional. Fenomena ini ditandai dengan pertumbuhan lembaga keuangan dan bank
dengan sistem syariah
B. Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia

Abdul Gani Abdullah mengemukakan dalam analisis dan evaluasi hukum yang
dilakukannya terhadap perbankan syariah, menemukan sedikitnya empat hal yang menjadi
tujuan pengembangan perbankan berdasarkan prinsip syariah, yaitu :

a) Untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima
konsep bunga.
b)   Terciptanya dual banking sistem di Indonesia yang mengakomodasi terlaksananya sistem
perbankan konvensional dan perbankan syariah dengan baik dalam proses kompetisi yang
sehat, dimana didukung oleh pola perilaku bisnis yang bernilai dan bermoral.
c)  Mengurangi risiko kegagalan sistem keuangan Indonesia.
d)   Mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sector riil dan membatasi segala
bentuk eksploitasi yang tidak produktif serta mengabaikan nilai-nilai moral.

Sebagai langkah awal perkembangan bank syariah di Indonesia, pada pertengahan tahun
1970-an diadakan pembicaraan mengenai bank syariah pada seminar Hubungan Indonesia-
Timur Tengah yang diadakan pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang
diadakan Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika.
Perkembangan pemikiran secara luas mengenai perlunya umat Islam Indonesia memiliki
perbankan Islam sendiri mulai berhembus sejak saat itu. Namun, usaha untuk merealisasikan ide
perbankan syariah tersebut terhambat oleh beberapa alasan, yaitu :
a) Operasi Bank Syariah yang berdasarkan prinsip bagi hasil belum diatur, oleh karena itu
tidak sejalan dengan Undang-undang Pokok Perbankan yang berlaku, yaitu Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1967.
b)  Konsep banksyariah dari segi politis dinilai bermuatan ideologis, merupakan bagian atau
berkaitan dengan pembentukan negara Islam, oleh karena itu tidak dikehendaki
pemerintah.
c)  Belum ada yang bersedia menaruh modal pada ventura semacam itu, sementara pendirian
bank baru dari negara Timur Tengah masih dicegah,antara lain oleh kebijakan pembatasan
bank asing untuk membuka cabangnya di Indonesia.
Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam
mulai dilakukan dengan pihak yang terlibat dalam pengkajiannya adalah Karnaen A.
Perwaatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M Saefudin, M. Amien Azis, dan lain-lain. Uji coba
padsa skala yang relative terbatas telah diwujudkan pada masa itu yaitu dengan pembentukan
Baitut Tamwil-Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta, yang kedua lembaga
keuangan syariah tersebut berbadan hukum koperasi. Pembentukan ini juga didorong oleh
keluarnya Deregulasi Perbankan Paket 1 Juni Tahun 1983, yang telah membuka belenggu
penetapan bunga perbankan oleh pemerintah. Dengan dibebaskannya penetapan besar bunga
kepada masing-masing bank, maka suatu bank dapat menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen)
yang memungkinkan beroperasinya bank tanpa bunga yang berdasarkan bagi hasil keuntungan.
Namun, karena belum dimungkinkannya pendirian bank baru pada masa itu, sedangkan bank-
bank yang telah ada belum tertarik untuk mengaplikasikan sistem bank tanpa bunga yang dinilai
kurang mengntungkan, maka bank syariah belum dapat berdiri di Indonesia, sehingga
dibentuklah badan hukum koperasi sebagai bentuk badan hukumnya.
Pada tahun 1988, gagasan mengenai bank syariah kembali muncul yang dilatarbelakangi
dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober (PAKTO) yang berisi liberalisasi perbankan.
Liberalisasi perbankan tersebut memungkinkan didirikannya bank-bank baru selain yang telah
ada. Maka dari itu didirikanlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah dibeberapa daerah di Indonesia,
yaitu Badan Perkreditan Syariah (BPRS) Berkah Amal Sejahtera, BPRS Dana Mardhatillah, dan
BPRS Amanah Rabaniah, yang beroperasi di Bandung, dan BPRS Hareukat di Aceh.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut lahirlah Bank Muamalat Indonesia pada
1 November 1991. Pada saat penandatanganan Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia
terkumpul komitmen pembelian saham sebesar Rp 84 Miliar. Kemudian pada tanggal 3
November 1991 dalam acara silaturahmi presiden di Istana Bogor dapat dipenuhi dengan total
komitmen awal sebesar Rp. Sebelumnya, pada 18-20 Agustus 1990 diadakan lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan yang diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Cisarua, Bogor,
Jawa barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam dalam Musyawarah Nasional IV
MUI pada 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan Amanat Munas IV MUI tersebut dibentuklah
kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia kelompok kerja yang disebut Tim
Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.
Dalam menjalankan operasinya sebagai bank yang berdasarkan prinsip syariah, Bank
Muamalat Indonesia mengalami banyak hambatan. Selain karena peraturan hukum tentang bank
syariah belum spesifik mengatur dan memberi ruang dalam pengembangan perbankan syariah,
juga ketidakmampuan BMI untuk bersaing dengan bank konvensional yang telah memiliki
jaringan yang kuat hingga ke pelosok-pelosok daerah. Selain itu, untuk menjaga likuiditas bank
dan mempertahankan eksistensinya, yaitu melalui usaha-usaha mendapatkan keuntungan yang
sewajarnya melalui bagi hasil, maka BMI tidak bisa mengelak untuk tidak menggarap kalangan
menengah keatas sebagai nasabah dan debitur yang paling potensial. Hal ini yang kemudian
menyebabkan banyak umat Islam masih belum merasakan kehadiran BMI memberikan sentuhan
yang berarti pada mereka sebagai bank yang mengusung nilai-nilai Islam.

Era reformasi kemudian juga memberikan perkembangan baru dalam perbankan syariah
di Indonesia. Para pelaku perbankan dan pemerintah telah mendapatkan paradigma baru dalam
memandang perbankan Islam di Indonesia. Krisis moneter yang dialami sebelumnya ternyata
memberikan implikasi positif dalam sejarah perkembangan bank syariah di Indonesia. Bentuk
perkembangan paling besar bank syariah pada masa itu ditandai dengan disetujuinya Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan, yang merupakan regulasi mengenai perbankanuntuk bangkit dari krisis
ekonomi yang melanda pada waktu itu.
Dalam Undang-undang tersebut memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk
membuka cabang syariah atau mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Hal tersebut
disambut antusias oleh kalangan perbankan konvensional yang ingin mulai memasuki usaha
bisnis perbankan syariah, untuk itu Bank Indonesia mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah”
bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan langsung
dengan DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengembangan Perbankan), kredit , pengawasan,
akuntansi, riset dan moneter. Beberapa lembaga perbankan konvensional yang membuka cabang
syariah pada masa-masa awal reformasi adalah Bank IFI cabang syariah, Bank Syariah Mandiri,
dan Bank BNI Divisi Syariah.
Pada masa ini, ada beberapa permasalahan yang belum terselesaikan dari sistem hukum
maupun dari sistem ekonomi mengenai perbankan syariah. Hal ini sebagaimana digambarkan
Umar Chappra dan ditidaklanjuti oleh Muhammad Syafi’i Antonio dalam kajian Tazkia Institute.
Persoalan-persoalan itu adalah sebagai berikut:
a) Pada umumnya produk produk perbankan syariah, belum memiliki standar peraturan yang
baku dan seragam. Ketika MUI/ DSN bersama Bank Indonesia tengah mempersiapkan
pembakuan Akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah, tetapi untuk akad-akad
lainnya belum disiapkan.
b)   Perbankan syariah dalam perkembangannya cukup pesat, tetapi memiliki asset dan akses
pasar yang masih kecil. Baru mencapai lebih dari satu persen dari total asset perbankan
nasional sehingga mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan ekspansi dan
diverifikasi usaha.
c)  Dalam kondisi demikian, tentunya tingkat persaingan dengan sistem ekonomi
konvensional belum berimbang karena terbatasnya jaringan kantor dan lembaga
penunjang lainnya. Juga belum memadai untuk keperluan likuiditas dan pengelolaan
risiko.
d)  Belum ada keseragaman dalam praktek akuntansi dan sistem audit perbankan syariah,
termasuk didalamnya keseragaman laporan keungan sehingga otoritas pengatur maupun
investor mengalami kesulitan untuk melakukan perbandingan dalam menilai kinerja
perbankan syariah. Peran Accounting Organization for Islamic Institution di Bahrain
belum sepenuhnya dapat mengantisipasi kekurangan ini. Perkembangan terakhir
menunjukkan semakin membaiknya kinerja lembaga ini dalam memjalankan tugas-
tugasnya.
e) Pada umumnya produk produk perbankan syariah, belum memiliki standar peraturan yang
baku dan seragam. Ketika MUI/ DSN bersama Bank Indonesia tengah mempersiapkan
pembakuan Akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah, tetapi untuk akad-akad
lainnya belum disiapkan.
f)     Perlakuan oleh pihak perbankan syariah disatu sisi dengan nasabah pada sisi lainnya
belum berlangsung sesuai prinsip kesetaraan. Masih seperti yang diperaktikkan dalam
perbankan konvensional, dimana posisi pihak perbankan masih jauh lebih kuat dibanding
nasabahnya. Idealnya, perbankan syariah memperlakukan nasabah sebagai mitranya yang
sejajar sehigga tidak terkesan sebagai hubungan kemitraan yang berdasarkan hubungan
keyakinan semata, melainkan juga harus rasional dan objektif.
Pada perkembangan selanjutnya hingga saat ini, dengan dikeluarkannya peraturan perundang-
undangan khusus yang mengatur mengenai bank syariah, serta dibentuknya badan-badan
khusus yang bertugas membenahi sistem perbankan syariah di Indonesia. Sepanjang tahun
2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha yang tinggi yaitu sebesar 43,99%
meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 26,55% dengan pertumbuhan dana yang dihimpun
maupun pembiayaan yang relative tinggi, serta penyediaan penyediaan akses jaringan yang
meningkat dan menjangkau kebutuhan masyarakat secara luas sehingga masih cukup kuat
untuk memanfaatkan potensi membaiknya perekonomian nasional.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian kita sepakati bersama bahwa perbankan islam adalah lembaga keuangan yang
menjalankan aktivitas perbankan konvensional murni yang tidak sama sekali ada kaitannya
dengan kegiatan keagamaan yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi sebuah
kesalahan, maka agama islam termasuk di dalamnya umat islam itu akan tersalahkan.
Namun dalam kegiatannnya perbankan islam tidak boleh menyimpang dari landasan dan
prinsip-prinsip islam itu sendiri, karena timbulnya perbankan islam adalah untuk
menyempurnakan dari sistem sosialis dan konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada
profitabilitas tapi juga bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan etika dan moral
dalam berbisnis di dunia perbankan yang dapat menciptakan sebuah kegiatan perbankan yang
efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar, Maysir, dll) sehingga dapat berimplikasi pada
pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menciptakan pasar ekonomi yang sehat dan
menghilangkan paradigma dzalim.
DAFTAR PUSTAKA

http://kitalagini.blogspot.com/2015/05/bab-i-pendahuluan-1.html

https://www.coursehero.com/file/16208455/makalah-bank-syariah-topik-10/

https://tipsserbaserbi.blogspot.com/2014/03/contoh-makalah-perbankan-
syariah.html

http://eprints.ums.ac.id/15767/2/03._BAB_I.pdf

Anda mungkin juga menyukai