Anda di halaman 1dari 14

Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 951

BAB 34
PENGELOLAAN SISI BAYANGAN ORGANISASI

PENDAHULUAN
Sisi bayangan suatu organisasi adalah faktor-faktor yang berdampak—positif atau
negatif—terhadap produktivitas dan kualitas kehidupan kerja organisasi secara
substantif dan sistematik, namun tidak dapat dijumpai di dalam bagan organisasi,
atau di dalam pedoman organisasi, serta tidak dibicarakan dalam forum resmi
organisasi.i
Manajer perlu menguasai sisi bayangan organisasi karena sebagian besar
waktu dan energi manajer digunakan untuk menghadapi realitas yang berkaitan
dengan sisi bayangan organisasi. Berapa lama waktu yang dicurahkan oleh
seorang manajer untuk menghadapi karyawan yang sulit? Berapa jumlah energi
yang dibutuhkan untuk menghadapi sekelompok karyawan yang melanggar
berbagai aturan organisasi, namun menghasilkan tambahan value bagi bisnis?
Buku ini diawali dengan pembahasan tentang rerangka pembentukan mindset
dan berbagai mindsets yang diperlukan untuk SPPM yang pas dengan lingkungan
bisnis yang dimasuki oleh perusahaan. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan
bagaimana pentingnya mindset sebagai landasan untuk membangun berbagai
komponen struktur SPPM dan untuk mendesain berbagai sistem untuk
menjalankan proses SPPM. Dengan memahami secara eksplisit berbagai mindset
yang melandasi SPPM yang dibangun, manajer akan mampu menjalankan
berbagai sistem tersebut secara lebih bijaksana. Sebagus apa pun SPPM yang
dibangun, efektivitasnya sangat tergantung pada kesesuaian mindset personel yang
menjalankan sistem tersebut dengan mindset yang dipakai sebagai landasan
penyusunan sistem tersebut.
SPPM didesain untuk mewujudkan tujuan perusahaan—penciptaan kekayaan,
melalui pembangunan customer yang puas, pelaksanaan proses produktif dan cost
effective, pembangunan modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi,
serta pemerolehan kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. SPPM terdiri
dari dua komponen: struktur sistem dan proses sistem. Struktur sistem merupakan
komponen-komponen yang berkaitan erat satu dengan lainnya, yang secara
bersama-sama digunakan untuk mewujudkan tujuan sistem. Struktur SPPM terdiri
dari tiga komponen: (1) struktur organisasi, (2) jejaring informasi, dan (3) sistem
penghargaan. Proses sistem merupakan tahap-tahap yang harus dilalui untuk
mewujudkan tujuan sistem. Proses SPPM terdiri dari enam tahap utama berikut
ini: (1) sistem perumusan strategi, (2) sistem perencanaan strategik, (3) sistem
penyusunan program, (4) sistem penyusunan anggaran, (5) sistem
pengimplementasian, dan (6) sistem pemantauan. Berbagai sistem yang
membentuk proses SPPM, yang telah dibahas secara mendalam di Bab 10 s.d. Bab
29 merupakan sistem resmi (formal system) yang digunakan oleh perusahaan
dalam mewujudkan tujuannya. Efektivitas berbagai sistem resmi tersebut sangat
ditentukan oleh modal manusia yang menjalankan sistem tersebut. Oleh karena
itu, manajemen perlu memiliki kompetensi untuk mengelola sisi bayangan
organisasi, agar dalam mengimplementasikan sistem resmi yang telah didesain,
aspek positif sisi bayangan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja
sistem dan aspek negatif sisi bayangan organisasi dapat dikurangi atau dicegah.
Bab ini membahas sisi bayangan organisasi dan cara pengelolaannya. Bab ini
digunakan untuk menutup pembahasan tentang SPPM dalam buku ini, dengan
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 952

maksud untuk menyadarkan kembali pentingnya aspek manusia di dalam


pendesainan dan pengimplementasian SPPM.

BENTUK POSITIF DAN NEGATIF ARATIONALITY


Arationality berbeda dengan irrationality. Irrationality adalah tindakan yang tidak
masuk akal sehat. Sebagai contoh, jika seorang manajer menembak mati karyawan
yang tidak kompeten dalam melaksanakan pekerjaannya, tindakan semacam ini
merupakan tindakan irrational, karena tidak dapat diterima oleh akal sehat. Di
lain pihak, arational adalah penyimpangan dari akal orang pada umumnya.
Sebagai contoh, seorang manajer yang mempertahankan stafnya yang kurang
kompeten, tindakan ini merupakan tindakan yang arational, bukan irrational.
Implementasi SPPM tidak pernah dapat dilakukan secara sempurna. Ada
keterbatasan dalam diri setiap orang karena faktor arationality tersebut. Tidaklah
mungkin bagi para manajer merencanakan masa depan perusahaan hanya atas
dasar aturan-aturan formal yang telah ditetapkan dalam total business planning
(strategy formulation, strategic planning dengan rerangka balanced scorecard,
programming, dan activity-based budgeting). Terdapat banyak sekali sisi
bayangan organisasi yang ikut serta di dalam membentuk keputusan-keputusan
yang diambil oleh para manajer.
Arationality tidak selalu berbentuk negatif atau merupakan sisi gelap
organisasi. Emosi pada dasarnya merupakan arationality, yang tidak membuat
orang menjadi irrational atau unreasonable. Bahkan kenyataannya, adalah masuk
akal bila orang menyatakan perasaannya dan emosinya dalam pengambilan
keputusan yang bersifat organisasional.

BIDANG SISI BAYANGAN ORGANISASI


Di dalam organisasi terdapat lima sisi bayangan organisasi:ii
1. Berbagai bentuk ketidakteraturan bisnis, organisasi, dan manajerial.
2. Masalah dan keanehan individu.
3. Organisasi sebagai sistem sosial dan semua perbedaan sistem sosial yang
terdapat di dalamnya.
4. Organisasi sebagai suatu sistem politik dan perjuangan berkelanjutan untuk
memperebutkan sumber daya yang langka.
5. Kultur organisasi merupakan sistem organisasi yang terbesar dan sangat
berpengaruh.

KETIDAKTERATURAN BISNIS DAN ORGANISASI: SISI


BAYANGAN SPPM
SPPM bukan merupakan model yang diatur oleh hukum fisika, namun tergantung
pada campur tangan manusia, oleh karena itu, sangat rentan oleh kebiasaan dan
kelemahan manusia. Untuk mendapatkan gambaran tentang cara mewujudkan diri
sisi bayangan organisasi dalam kegiatan harian bisnis organisasi, berikut ini
dijelaskan dua bentuk arational: (1) sifat kelonggaran ikatan dalam hampir semua
organisasi, dan (2) kekuatan sistem tidak formal yang terdapat dalam organisasi.iii

Longgarnya ikatan. Jika dunia ini ajaib, maka semua organisasi akan secara
konsisten berjalan sebagaimana yang digambarkan dalam anggaran, program, dan
strategic plan serta dalam bagan organisasi. Berdasarkan program, sumber modal
dicari untuk mengembangkan bisnis, tingkat pinjaman yang diperlukan untuk
keperluan bisnis dipertahankan, strategi memacu inisiatif strategik, organisasi
melayani bisnis, unit-unit organisasional seperti bagian teknik, produksi, dan
pemasaran bekerja sama sangat erat. Masukan diubah, hampir tanpa usaha,
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 953

menjadi keluaran yang membawa hasil yang diharapkan: customer yang puas,
proses yang produktif dan cost effective, karyawan yang produktif dan
berkomitmen, ketersediaan modal informasi, organisasi nirbatas dan
berkapabilitas, serta kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. Di samping
itu, strategi, strategic plan, program, anggaran, struktur organisasi, dan sistem
sumber daya manusia dikoordinasi oleh para manajer yang berfungsi sesuai
dengan perannya, dan sebagian besar dari para manajer tersebut merupakan
leaders. Di atas kertas, hampir semua perusahaan relatif terangkai secara erat.
Namun, keadaan sebagaimana yang diharapkan di atas tidak demikian
adanya. Apa yang di atas kertas terangkai secara erat seringkali kenyataannya
merupakan ikatan yang longgar, mudah tercerai berai. Strategi yang telah
dirumuskan dan kemudian dijabarkan dengan menggunakan pendekatan Balanced
Scorecard seringkali merupakan suatu dokumen yang hanya menghuni laci meja
kerja seseorang atau merupakan suatu rencana yang telah dipublikasikan, namun
hanya sedikit memacu inisiatif strategik dan program organisasi. Organisasi lintas
fungsional yang dijalankan oleh suatu tim lintas fungsional akan tampak kohesif
di atas kertas dalam menyediakan layanan bagi customer, namun organisasi lintas
fungsional mempunyai ikatan yang longgar dalam kenyataannya Begitu juga
jejaring organisasi yang dibangun antara perusahaan dengan para pemasok, di atas
kertas akan tampak terpadu dalam suatu jejaring, namun kenyataannya jejaring
organisasi tersebut memiliki ikatan yang longgar. Ketidaksamaan kepentingan
yang dapat timbul setiap saat di antara anggota jejaring mudah menjadikan
jejaring organisasi tersebut tercerai berai.
Manajer yang bijaksana tidak terkecoh oleh apa yang tertulis di atas kertas
atau digambarkan dalam bagan. Dengan memahami sifat longgarnya ikatan
perusahaan mereka, mereka dapat mengetahui kapan bergerak ke dalam mode
pemeliharaan-perbaikan dan kapan bergerak ke mode penciptaan dan inovasi.

Kuatnya sistem tidak formal. Hampir seluruh sistem yang SPPM merupakan
sistem formal, yaitu serangkaian susunan yang secara resmi diumumkan dan
dinyatakan sah berlaku. Namun, di dalam organisasi terdapat pula sistem tidak
formal, yaitu serangkaian susunan yang kenyataannya ada dalam suatu sistem,
namun tidak secara resmi dinyatakan sah berlaku. Susunan ini seringkali
bertentangan atau lebih diutamakan daripada aturan dan kebijakan formal.
Pengelolaan terhadap sistem tidak resmi biasanya bukan merupakan tugas
manajer. Namun mungkin seharusnya pengelolaan terhadap sistem tidak resmi
termasuk dalam tugas manajer, karena susunan yang dilaksanakan melalui sistem
tidak formal dapat meningkatkan atau membatasi produktivitas organisasi.
Pengelolaan terhadap sistem tidak resmi bermula dari pemahaman tentang
apa yang dimaksud dengan susunan tidak resmi dan kemudian penentuan apakah
susunan tersebut mendorong maju bisnis atau justru membatasinya. Hal ini
biasanya tidak berkaitan dengan penghilangan semua susunan yang melanggar
aturan. Namun juga tidak berarti mencari susunan yang tidak menambah nilai dan
secara membabi buta berpaling ke susunan yang menambah nilai.
Dalam menghadapi sisi bayangan organisasi, pertama kali manajer harus
membangkitkan kesadaran tentang adanya sisi bayangan tersebut, karena dengan
cara demikian manajer menjadi siap untuk menghadapinya. Manajer yang bekerja
dengan menggunakan SPPM dalam mewujudkan tujuan perusahaan perlu
berangkat dengan sekaligus mengelola sifat longgarnya ikatan setiap organisasi
perusahaan dan susunan sistem tidak formal.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 954

SISI BAYANGAN MANUSIA


Sebagian besar arationality perusahaan, institusi, dan masyarakat berasal dari
kompleksitas, keanehan, dan tidak dapat diduganya anggota organisasi tersebut
secara individual. Kompleksitas manusia merupakan sesuatu yang mempesona
dan sekaligus dapat menjadikan kita marah. Jika kita memandang sistem sebagai
sesuatu yang bersifat organik, bukan sebagai sesuatu yang bersifat mekanistik,
maka kita akan mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan
individual, perasaan, sifat defensif individu dan hal-hal lain semacam. Manusia
memiliki sisi baik dan sisi buruk. Oleh karena itu, dalam menghadapi manusia,
kita tidak boleh terlalu optimistik, namun juga tidak boleh terlalu pesimistik. Kita
perlu memandang manusia dari sudut perspektif pengembangan.

Sifat Defensif Di Tempat Kerja


Bila kenyataan menjadi terlalu menyimpang dari kewajaran, orang
mengembangkan strategi untuk menghindarinya. Sebagai contoh, di awal
kehidupan kita, sebagian besar dari kita belajar untuk menyesuaikan diri dengan
cara menyelamatkan muka kita dengan meminta maaf. Orang ingin kinerjanya di-
review dengan hasil baik, terlepas apakah review tersebut dilakukan sendiri atau
oleh orang lain. Kegagalan dan kinerja di bawah standar harus dijelaskan.
Permintaan maaf adalah penjelasan atau tindakan yang digunakan untuk
mengurangi implikasi negatif kinerja seseorang, sehingga citra positif orang
tersebut dan orang lain terpelihara. Oleh karena permintaan maaf diberi
penghargaan—seringkali dapat melepaskan seseorang dari posisi terpojok—cara
ini seringkali digunakan oleh orang pada umumnya. Kenyataannya, kondisi
menjadi sedemikian menyimpang dari kewajaran dan telah menjadi kebiasaan
sehingga orang tidak lagi menyadari perilaku “minta maaf” ini.
Manajer tidak selalu mengatakan apa yang sebenarnya dimaksudkan,
meskipun mereka cenderung tidak mengakui kebiasaan ini. Manajer juga tidak
selalu menguji kembali paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar yang
melandasi sistem yang digunakan untuk menjalankan bisnis. Mereka tidak benar-
benar terbuka sebagaimana yang diharapkan. Beberapa manajer bahkan tidak
menyadari apa yang dikerjakan. Keterampilan komunikasi mereka, yang
dimaksudkan untuk menghindari konflik di tempat kerja, menyebabkan akibat
sampingan yang tidak diharapkan—pesan campur aduk dan kegagalan untuk
mengambil keputusan secara tepat waktu.

Keterampilan yang Diperlukan untuk Mengelola Sisi Bayangan


Orang
Ada beberapa keterampilan yang perlu dimiliki oleh manajer di dalam mengelola
sisi bayangan orang: (1) kesadaran, (2) pemahaman atas motivasi orang, (3)
pengembangan peluang versus penyelesaian masalah, dan (4) keterampilan
komunikasi.iv

Kesadaran. Peningkatan kesadaran merupakan langkah awal dalam mengelola


semua bentuk sisi bayangan orang. Hal ini mencakup kesadaran terhadap bentuk
umum arationality yang terdapat dalam setiap orang. Oleh karena itu, diperlukan
program pelatihan bagi manajer tentang perilaku manusia di tempat kerja sebagai
langkah awal untuk meningkatkan kesadaran manajer tentang adanya sisi
bayangan orang.

Pemahaman atas motivasi orang. Oleh karena hampir semua tindakan manusia
diatur oleh hukum perilaku manusia, seperti: insentif, penghargaan, dan hukuman,
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 955

manajer perlu memahami hukum dasar mengenai hal itu agar dapat memahami
motivasi yang melatarbelakangi setiap tindakan orang. Jika orang secara konsisten
menghindari pekerjaan atau mengerjakan pekerjaan dengan kualitas yang rendah,
kemungkinan besar di dalam organisasi tersebut terdapat lebih banyak insentif
untuk tidak bekerja atau untuk mengerjakan pekerjaan yang jelek dibandingkan
dengan untuk bekerja dan untuk pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, dalam
kondisi seperti itu, masalah lebih berada di tangan manajer daripada di tangan
karyawan.

Pengembangan peluang versus penyelesaian masalah. Beberapa manajer lebih


memfokuskan perhatiannya terhadap masalah daripada peluang. Seringkali hal ini
memang beralasan. Namun, seringkali dengan memfokuskan perhatian manajer ke
peluang, masalah akan menjadi jauh lebih sedikit, bila dibandingkan dengan jika
perhatian manajer lebih ditujukan kepada penyelesaian masalah. Manajer yang
cakap dalam pengembangan peluang dan penyelesaian masalah tidak takut dengan
adanya arationality yang terdapat dalam diri setiap orang yang dijumpainya. Sisi
bayangan merupakan bagian dari tantangan yang dihadapinya.

Keterampilan komunikasi. Manajer dapat mengembangkan keterampilan


komunikasi dan bimbingan yang dapat sangat memudahkan interaksinya dengan
orang lain. Berikut ini adalah keterampilan yang sangat bermanfaat bagi manajer
dan leader.v
1. Keterampilan mendengar (listening skill). Penting bagi manajer untuk
memiliki kemampuan untuk mendengar, baik yang berupa pesan lisan
maupun yang berbentuk nonlisan, tanpa terdistorsi oleh filter pribadi, sistem,
atau kultur. Manajer perlu memiliki keterampilan “mendengar secara total”
yang mencakup mendengar secara kontekstual (contextual listening), yaitu
mendengar perilaku seseorang sebagaimana yang tertanam dalam atau
dipengaruhi oleh tempat kerja dan susunan sosial lain dalam kehidupan
pribadi orang tersebut. Hanya sedikit manajer yang mendengar dengan baik.
Berapa ide bagus tidak terwujud karena kegagalan manajer untuk
mendengarkan itu? Berapa peluang untuk menambah nilai hilang karena
ketidakmampuan manajer dalam mendengarkan?
2. Keterampilan merespons berbasis apa yang didengar (listening-based
responses). Manajer perlu memiliki kemampuan memberikan respons
berbasis yang didengarnya dengan baik dari apa yang dikatakan orang lain.
Respons ini disebut respons dengan empathy, yaitu respons berdasarkan sudut
pandang orang yang diajak berbicara.
3. Keterampilan menantang (challenging skill). Penantangan (challenging)
berarti mengundang orang lain untuk melakukan eksplorasi terhadap
paradigma, keyakinan dasar, nilai dasar sikap yang kemungkinan
menghambat individu atau sistem. Penantangan dapat berbentuk: umpan balik
penegasan (confirmatory feedback) dan umpan balik korektif (corrective
feedback). Umpan balik penegasan adalah penantangan untuk menjaga agar
tetap pada standar tinggi; umpan balik korektif adalah penantangan untuk
mengerjakan yang lebih baik. Penantangan akan bekerja dengan baik jika
tidak merupakan serangan terhadap pribadi dan tidak menempatkan seseorang
pada posisi terpojok.
4. Keterampilan dialog berfokus inovasi (innovation-focused dialogue). Jika
prioritas para manajer ditujukan ke pengembangan peluang, bukannya
penyelesaian masalah, dialog yang berfokus ke inovasi menjadi penting.
Beberapa masalah harus dilampaui dari sekadar diselesaikan atau dikelola.
Jika suatu perusahaan kehilangan pangsa pasarnya karena direbut oleh
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 956

pesaing, “penyelesaian” masalah berarti memenangkan kembali pangsa pasar


tersebut dari pesaing. Pendekatan pengembangan peluang menempuh pindah
ke tempat yang lebih tinggi—menemukan pasar baru (lewat cyber market
misalnya), mencari ceruk pasar baru, mengubah kombinasi produk, dan cara
lain yang serupa. Isu yang dituju bukan lagi memperoleh kembali pangsa
pasar yang telah direbut oleh pesaing, namun bagaimana membuat
perusahaan tetap mampu menghasilkan laba.
5. Keterampilan negosiasi (negotiation skill). Bagi manajer terbaik, dengan
menyadari bahwa terdapat berbagai cara yang berbeda untuk mendekati isu
bisnis dan organisasional serta masalah, ia akan belajar bagaimana
menyeimbangkan berbagai sudut pandang yang berbeda untuk mencapai hasil
bisnis dan kualitas kehidupan kerja. Manajer menggali kemungkinan dan
membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk menemukan kepentingan
bersama. Keterampilan dalam negosiasi merupakan inti kemampuan untuk
menyelesaikan masalah.

SISI BAYANGAN SISTEM SOSIAL


Jika terdapat lebih dari satu orang dalam perusahaan terjadilah sistem sosial.
Sistem sosial adalah masyarakat orang dalam suatu perusahaan, institusi, atau
fungsi atau unit tertentu dan interaksi sosial di antara anggota masyarakat tersebut.
Dengan demikian, suatu organisasi merupakan social matrix yang di dalamnya
orang memenuhi kebutuhan sosial mereka. Sosiologi suatu sistem mencakup
struktur sosial, keberagaman sosial, adat-istiadat sosial, keterpaduan sosial, dan
mode. Information sharing adalah istilah bisnis; rumor adalah istilah sistem sosial.
Work team adalah istilah bisnis; clique adalah istilah sistem sosial. Work team
secara rutin dibahas di dalam forum umum yang diselenggarakan oleh institusi;
clique tidak. Oleh karena peristiwa sosial berdampak terhadap bisnis, pemahaman
dan pengelolaan atas isu sosial merupakan keterampilan manajemen yang sangat
menentukan.

Sociotechnical System
Persahabatan, pengelompokan sosial, dan interaksi yang tidak terencana antara
anggota kelompok dan antarkelompok merupakan bagian dari organisasi tidak
resmi (informal organization). Sebagaimana dengan sisi bayangan yang lain,
pengelompokan ini tidak tampak dalam struktur organisasi resmi. Cara karyawan
memenuhi kebutuhan sosial mereka dapat menimbulkan hambatan atau
mendorong maju organisasi.
Organisasi merupakan sociotechnical system yang di dalamnya karyawan,
baik secara individual maupun secara kolektif, menggunakan dan berinteraksi
dengan teknologi bisnis—komputer, ekuipmen, prosedur, mesin dan teknologi
lain. Ahli sociotechnic membantu perusahaan dalam mencari kesesuaian antara
individu, sistem sosial, dan teknologi atau program kerja yang digunakan dalam
sistem. Tentu saja, yang ideal adalah bagaimana memuasi kebutuhan sosial
semestinya sedemikian rupa sehingga meningkatkan produktivitas organisasi.
Oleh karena kebutuhan sosial sedemikian bervariasi dan karena sebagian besar
interaksi sosial tidak dapat dilihat, pengintegrasian kebutuhan sosial dengan
tuntutan pekerjaan akan senantiasa menimbulkan tantangan.

Cliques
Clique atau subkelompok merupakan bagian dari hampir semua sistem sosial.
Cliques dapat terbentuk berdasarkan ras, agama, ideologi, atau kepentingan yang
lain. Pengelolaan atas kenyataan sosial, seperti halnya dengan clique, sampai
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 957

tingkatan tertentu yang dimungkinkan, dapat menambah nilai bagi bisnis dan
bersamaan dengan itu dapat memberikan kontribusi terhadap kualitas kehidupan
kerja dalam organisasi.

Pengelolaan Sistem Sosial


Dengan semakin meningkatnya keberagaman angkatan kerja, terdapat
kecenderungan kuat dan alami untuk membentuk kelompok sosial berdasarkan
keberagaman tersebut. Kelompok ini menyediakan rasa memiliki, identitas, dan
rasa aman. Kelompok seperti ini dapat menghambat atau meningkatkan bisnis.
Sampai tingkat tertentu bahwa kelompok yang terbentuk memuasi kebutuhan
sosial semestinya dan meningkatkan teamwork, kelompok seperti ini menambah
nilai bagi bisnis. Namun jika kelompok tersebut terbentuk lebih banyak ditujukan
untuk memuasi kepentingan sendiri yang bertentangan dengan yang terbaik bagi
organisasi secara keseluruhan, kelompok seperti ini menimbulkan beban bagi
organisasi.
Di dalam organisasi perusahaan, seringkali terdapat pengelompokan fungsi
primadona dan fungsi pinggiran. Pada waktu bisnis menghadapi masa yang di
dalamnya produser memegang kendali bisnis, orang-orang produksi merupakan
kelompok elit di dalam perusahaan. Orang-orang dari kelompok lain, seperti orang
yang bekerja di fungsi akuntansi, sumber daya manusia, pemasaran, dan
sekretariat merupakan orang yang tergolong kelompok pinggiran. Pada masa
customer memegang kendali bisnis, fungsi pemasaran berubah menjadi fungsi
primadona dan fungsi-fungsi lain menjadi fungsi marginal.
Keterampilan penyelesaian masalah dan keterampilan komunikasi merupakan
alat utama untuk mengelola sisi bayangan sistem sosial. Barangkali istilah
pengelolaan tidak tepat untuk sisi bayangan ini. Penggunaan istilah pengelolaan di
dasarkan pada anggapan bahwa sisi bayangan tidak berbeda dengan sisi bisnis,
seperti strategi dan operasi. Istilah yang tepat untuk menghadapi sisi bayangan
adalah peningkatan kesadaran tentang adanya sisi bayangan. Dalam hubungannya
dengan sistem sosial, manajer perlu meningkatkan kesadarannya tentang interaksi
antarindividu dan antarkelompok.

SISI BAYANGAN POLITIK ORGANISASI


Semua organisasi memiliki suatu bentuk politik. Ada organisasi yang memang
bersifat politik dan ada yang sifat politiknya rendah.

Hakikat Politik dalam Sistem


Kita sudah terbiasa dengan dunia politik organisasi. Politik merupakan sumber
utama arationality. Politik berkaitan dengan kejadian seperti kelompok
kepentingan, koalisi, kekuasaan, pengaruh, konflik, dan negosiasi di antara pihak
yang memiliki kepentingan. Hakikat politik adalah persaingan untuk mendapatkan
kekuasaan, daerah kekuasaan (turf), ideologi yang berlaku, dan sumber daya yang
dipandang atau memang kenyataannya langka. Hal ini tidak berarti bahwa
persaingan, perdebatan, dan pertandingan merupakan hal yang jelek. Pertandingan
dan perdebatan yang diatur merupakan hal penting bagi kehidupan suatu lembaga.
Namun, beberapa macam perdebatan dapat menambah value, sedangkan macam
perdebatan yang lain dapat menambah biaya.

Sumber daya. Jika sumber daya tidak langka, tidak ada alasan untuk bersaing
dalam mendapatkannya. Posisi manajemen merupakan komoditas yang langka,
dan di dalam banyak perusahaan sekarang ini, dengan dilaksanakannya
restrukturisasi dan downsizing, posisi tersebut semakin langka. Di dalam beberapa
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 958

perusahaan, persaingan untuk posisi manajerial adalah kejam. Lebih lagi di dalam
perusahaan yang struktur organisasinya berbentuk piramid, semakin tinggi posisi
manajerial akan semakin langka. Oleh karena itu, perencanaan penggantian posisi
manajemen puncak seringkali lebih banyak diwarnai oleh praktik sumber daya
manusia yang dipolitisasi.
Di dalam organisasi, terdapat banyak sumber daya langka yang lain: ruang,
waktu, jabatan, dan tentu saja, uang. Di dalam proses penyusunan anggaran,
terjadi proses perebutan sumber daya langka di antara para manajer. Semakin
langka suatu sumber daya, semakin tinggi politisasi yang terjadi.

Ideologi. Ideologi—keyakinan, nilai, dan norma sepanjang unsur-unsur tersebut


mempengaruhi cara pendekatan bisnis dan organisasi—terdapat berlimpah di
dalam perusahaan pada umumnya. Terdapat banyak jalan yang berbeda yang
dapat dilakukan oleh perusahaan dan institusi—pendekatan yang berbeda di dalam
perumusan strategi; strategi yang berbeda; prioritas yang berbeda tentang kualitas,
layanan customer, biaya, dan cara untuk mempromosikannya; cara yang berbeda
untuk mengatur pekerjaan; paket wewenang dan tanggung jawab yang berbeda
untuk berbagai pekerjaan; sistem sumber daya manusia yang berbeda-beda
macamnya; pendekatan yang berbeda untuk pengelolaan dan penilaian kinerja—
cara yang berbeda-beda di dalam melaksanakan setiap tugas yang tercantum di
dalam SPPM. Namun, karena ideologi cenderung bersaing satu dengan lainnya,
tidak semuanya dapat diberlakukan. Jika satu visi dipandang merupakan gambaran
terbaik yang mengarahkan perusahaan menuju masa depan dan dinyatakan
berlaku, maka visi saingannya akan tidak berlaku. Suatu perusahaan tidak dapat
dipacu oleh visi yang bertentangan. Keputusan harus dibuat, dan ideologilah yang
memacu keputusan. Pihak yang mendukung ideologi yang berlaku akan
menjalankan bisnis.

Turf. Turf berkaitan dengan perlindungan terhadap daerah dan sumber daya yang
dimiliki oleh kelompok. Perlindungan terhadap daerah dan sumber daya
merupakan bagian dari permainan politik. Pemilik ingin melindungi apa yang
dimilikinya, sehingga apa yang dimiliki tersebut menjadi daerah yang harus
dilindungi. Kerajaan di dalam organisasi memerlukan waktu lama untuk
membangunnya dan semakin lama orang menguasai kerajaan tersebut, akan
semakin menjadi resisten untuk mengubah atau menghancurkannya. Hal inilah
yang biasanya menjadi penghambat usaha untuk memberlakukan cross-functional
approach di dalam layanan kepada customer, karena masing-masing fungsi sudah
nyaman dengan wilayah yang berada di bawah kekuasan mereka. Cross-functional
team sekarang menjadi suatu kebutuhan untuk memenangkan persaingan
(competitive necessity) dan bukan lagi merupakan suatu kemudahan (fasilitas).

Kepentingan Sendiri versus Kepentingan Organisasi


Terdapat dua macam politik di dalam praktik yang perlu kita bedakan, meskipun
kenyataannya satu sama lain bercampur baur: politik untuk kepentingan dan
kemajuan individual atau kelompok dan politik untuk peningkatan institusi. Jika
tidak bercampur dengan yang lain, politik tipe pertama biasanya bersifat negatif,
sedangkan politik tipe kedua sangat positif. Perbedaan antara politik negatif dan
politik positif adalah: politik positif berdampak memajukan, sedangkan politik
negatif menghambat produktivitas dan kualitas kehidupan kerja. Jika seorang
menempatkan “orangnya” pada posisi manajerial tertentu, meskipun ada orang
lain yang lebih baik bagi institusi, manajer tersebut masuk ke dalam politik
kepentingan sendiri (self interest). Di lain pihak, jika seorang manajer mempunyai
calon untuk memegang jabatan tertentu, yang diyakini merupakan orang yang
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 959

sangat cocok untuk pekerjaan tersebut ditinjau dari sisi perusahaan, dan manajer
tersebut berjuang untuk menjadikan calon tersebut dapat memegang posisi
tersebut, maka manajer tersebut memasuki politik peningkatan institusi.

Politik kepentingan sendiri. Motivasi yang mendorong persaingan


memperebutkan sumber daya langka, ditinjau dari sudut individu atau kelompok,
dapat berupa kepentingan diri sendiri. Menurut survai di U.S.A yang dilakukan
oleh Wall Street Journal pada tahun 1991, lebih dari 50% responden menyatakan
bahwa ”ambisi dan motivasi pribadi” merupakan sarana teratas untuk maju.
Hanya 2% yang menyatakan bahwa ”pengabdian kepada organisasi” merupakan
sarana untuk maju. Kita hidup di dalam masyarakat yang semakin individualistik.
Politik, dari satu sudut pandang, merupakan pengejaran kepentingan tetap (vested
interest).

Politik kepentingan organisasi. Untuk sebagian orang, politik berkaitan dengan


kesempatan untuk memberikan layanan. Ini merupakan politik positif, politik
untuk kemajuan institusi. Beberapa individu dan kelompok bersaing untuk sumber
daya langka dan menyisihkan ideologi dan agenda mereka sendiri karena mereka
yakin bahwa hal ini merupakan yang terbaik untuk kepentingan institusi.

Pengelolaan Sistem Politik


Sebagaimana arational yang lain, kesadaran tentang kecenderungan yang bersifat
politik dan cara politik tersebut dimainkan dalam perusahaan merupakan tahap
pertama dalam pengelolaan terhadap politik. Tahap kedua adalah mencari orang
yang menganut politik kepentingan institusi untuk ditempatkan dalam posisi
manajerial. Seringkali manajer dipilih berdasarkan kompetensi umum atau
keterampilan khusus yang dimilikinya, tanpa memperhatikan aliran politik yang
dianutnya. Orang yang tinggi keterampilannya namun sangat dalam masuk ke
politik kepentingan sendiri, sesungguhnya berbahaya. Manajer yang efektif tahu
bahwa ia dapat mengalah dalam beberapa pertempuran politik untuk kepentingan
tujuan jangka panjang.
Berikut ini disajikan contoh politik yang ditempuh oleh seorang manajer
senior di suatu perusahaan:vi
1. Agenda pengembangan institusi. Setiap orang yang menginginkan sesuatu
yang mengonsumsi sumber daya langka—orang, uang, waktu, dan lain
sebagainya—harus menggambarkan bagaimana projek baru tersebut
bermanfaat bagi bisnis. Ini merupakan langkah awal yang tidak dapat ditawar.
2. Falsafah politik. Tim membuat garis besar nilai-nilai dalam politik—
bagaimana aturan main, Tidak boleh bohong, tidak meninggikan angka
anggaran, tidak meminta A karena ingin melakukan B, tidak melakukan
sabotase lawan, tidak bekerja bawah tanah. Politik dicapai dengan sopan
santun.
3. Audit pihak berkepentingan. Semua yang akan terpengaruh oleh projek atau
usulan projek harus diidentifikasi.
4. Pihak berkepentingan yang menjadi sasaran. Pihak berkepentingan utama,
terutama yang dapat mempengaruhi pihak berkepentingan yang lain, harus
diidentifikasi, termasuk jenis kepentingan mereka.
5. Audit terhadap strategi. Strategi untuk mempengaruhi pihak berkepentingan
utama harus di-review. Review ini mencakup daya tarik alasan yang dipakai
sebagai dasar timbulnya projek baru, trade-offs, pembentukan koalisi, daya
tarik emosional—kesemuanya ini merupakan hal yang dicari oleh politisi
untuk menjadikan orang lain bergabung dalam melaksanakan projek.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 960

6. Rencana. Suatu paket strategi yang mempunyai kemungkinan tertinggi untuk


berhasil dicantumkan dalam rencana. Strategi yang gagal dalam memenuhi
tes nilai dihapuskan.
7. Kampanye. Rencana dilaksanakan. Pihak berkepentingan utama dihubungi
dan di lobi. Rapat diselenggarakan untuk membicarakan apa yang dapat
dilaksanakan dan apa yang tidak dapat dilaksanakan. Perubahan taktis dalam
rencana dibicarakan dan diimplementasikan.

KULTUR ORGANISASI
Kultur perusahaan atau institusi merupakan sisi bayangan kelima. Dalam beberapa
hal, kultur perusahaan lebih penting dari gabungan sisi bayangan yang lain. Kultur
institusi (”cara kami bekerja di sini”) merupakan bagian terbesar dan paling
berpengaruh terhadap sistem. Kultur ini merembes ke semua aktivitas perusahaan,
yang memberikan kekhususan dan warna bagi perusahaan. Kultur institusi ini
disebut “paling berpengaruh terhadap sistem” karena kultur ini menentukan norma
dalam mengerjakan segalanya—semua bisnis, tugas-tugas organisasional,
manajerial, dan kepemimpinan.
Kultur meletakkan dasar bagi sistem sosial. Dalam beberapa perusahaan,
orang harus bergelar insinyur untuk menuju ke jenjang organisasi teratas. Tentu
saja tidak ada aturan tertulis mengenai hal ini, namun begitulah aturan main yang
berlaku. Kultur mengatakan politik macam apa yang boleh dimainkan dalam
organisasi dan bagaimana anggota organisasi bermain politik tersebut.

Shared Beliefs, Values, and Norms yang Memacu Perilaku


Kultur dapat difahami dan akhirnya dapat dikelola melalui tiga kelompok berikut
ini:vii
1. Shared pattern of behavior—“cara kami mengerjakan sesuatu”
2. Shared beliefs, values, norms—“cara kami berpikir”
3. Organizational underpinnings—“apa yang kami beri penghargaan dan
hukuman di sini.”

Penggolongan tersebut di atas saling terkait satu dengan lainnya dan bersifat
interaktif; keyakinan, values, dan norma adalah yang memacu perilaku berpola
yang diterima secara umum (shared pattern of behavior), yang diberlakukan
melalui organizational underpinnings. Meskipun setiap kelompok penting, awal
terbaik adalah “cara institusi melakukan sesuatu.”
Dasar suatu kultur adalah cara yang sudah menjadi kebiasaan di dalam
menjalankan kegiatan dan tugas bisnis, organisasional, manajerial, supervisi, dan
leadership. Seorang manajer berkata demikian: “Meskipun tidak ada aturan kuat
tentang promosi, kami selalu mempromosikan orang atas dasar prestasi daripada
senioritas.” Manajer lain berkata demikian: “Strategi adalah raja di sini. Jika Anda
menghasilkan uang dalam unit bisnis namun Anda melanggar strategi, Anda akan
dipanggil karena hal itu. Jika Anda tidak jelas bagaimana menerjemahkan strategi
ke dalam serangkaian operasi, Anda harus dengan segera meminta penjelasan
tentang hal ini.” Para manajer dalam contoh ini berbicara tentang pola perilaku.
Kultur berhubungan dengan pola, bukan perilaku yang terisolasi.

SPPM dan “Cara Kami Mengerjakan Sesuatu Di Sini”


Kultur merembes ke semua dimensi suatu perusahaan atau institusi. Setiap
institusi memiliki suatu kultur bisnis (“cara kami melaksanakan strategi di sini”
atau “cara kami mencapai kualitas di sini”); suatu kultur organisasi ·“cara kami
membuat keputusan di sini” atau “cara kami merekrut personel di sini”); suatu
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 961

kultur manajerial (“cara para manajer mengonsumsi waktu di sini”); suatu kultur
supervisi (“cara supervisor berhubungan dengan karyawan di sini”); suatu kultur
leadership (“cara kami melakukan perubahan untuk memajukan bisnis di sini”).
Dengan kata lain, kultur merembes ke setiap aktivitas di dalam perusahaan atau
institusi.
Kultur dapat digolongkan menjadi dua kelompok: kultur sebagai pembatas
institusi dan kultur sebagai pendorong maju institusi.

Kultur sebagai pembatas institusi. Berikut ini disajikan contoh-contoh kultur


yang menghambat langkah maju institusi, yang diambilkan dari enam tahap dalam
proses SPPM.
1. Strategi. “Kami merumuskan strategi di sini, namun kemudian kami tidak
melaksanakan strategi tersebut. Strategi hanya melayang di tingkat atas.”
2. Strategic plan. “Kami hanya di bibir saja di dalam merumuskan strategic
initiatives untuk meningkatkan value bagi customer. Kenyataannya kami
tidak pernah serius tentang layanan kepada customer. Kami tidak lebih baik
dari perusahaan yang lain.”
3. Program. “Kami menyusun rencana jangka panjang lima tahun, namun
anggaran kami tidak pernah kami susun berdasarkan rencana jangka panjang
tersebut.”
4. Anggaran. “Kami tidak pernah menganggap anggaran sebagai role setting
dan role sending device. Kami tidak pernah bertanggung jawab atas apa yang
telah ditetapkan dalam anggaran, karena semua keputusan anggaran berada di
tangan Direktur Utama.”
5. Implementasi.“ Anggaran dan implementasi tidak mempunyai kaitan sama
sekali, karena keikutsertaan kami dalam proses penyusunan anggaran sangat
minimum.”
6. Pemantauan. “Buatlah angka realisasi tidak berbeda jauh dari angka
anggaran, dengan cara apa saja agar boss Anda senang.”

Kultur sebagai pendorong maju institusi. Berikut ini disajikan contoh-contoh


kultur yang mendorong maju langkah institusi, yang diambilkan dari enam tahap
dalam proses SPPM.
1. Strategi. “Kami memberi kesempatan kepada manajer bawah dan karyawan
di dalam perumusan strategi, karena merekalah yang akan bertanggung jawab
untuk mengimplementasikannya. Ide mereka sepenting ide eksekutif yang
memutuskan berlakunya strategi tersebut”
2. Strategic plan. “Setiap orang di sini bertanggung jawab untuk merumuskan
strategic initiative untuk mewujudkan sasaran-sasaran strategik yang telah
ditetapkan.”
3. Program. “Kami menjabarkan strategic initiatives ke dalam berbagai
program jangka panjang, karena kami yakin bahwa masa depan perusahaan
hanya dapat terwujud melalui usaha terencana.”
4. Anggaran. “Pelibatan dan pengikutsertaan budgetees secara intensif dalam
proses negosiasi usulan anggaran menjadikan anggaran kami merupakan role
setting dan role sending device yang efektif.”
5. Implementasi. “Hampir semua manajer kami pintar, beberapa di antaranya
juga bijaksana dalam memantau implementasi anggaran dan program dengan
memperhatikan dan memahami sisi bayangan yang ada dan mengelolanya
untuk membantu pencapaian tujuan organisasi.”
6. Pemantauan. “Setiap orang di sini berusaha untuk melakukan self-imposed
control melalui internalisasi misi, visi, keyakinan dasar, dan nilai dasar
organisasi.”
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 962

Keyakinan, Nilai, dan Norma yang Memacu Cara Bertindak


Keyakinan, nilai, dan norma—“cara kami berpikir di sini”—merupakan bagian
kognitif kultur, sedangkan pola perilaku yang berterima—“cara kami mengerjakan
sesuatu di sini”—merupakan bagian perilaku atau tindakan. Keyakinan dan
asumsi berinteraksi dengan nilai dan melembaga dalam suatu kultur sebagai
norma, karakteristik pola perilaku dalam organisasi. Berikut ini disajikan contoh
apa yang terjadi di suatu perusahaan.
1. Keyakinan. Keyakinan yang tumbuh di suatu organisasi, barangkali
berdasarkan pengalaman, bahwa boss tidak ingin mendengarkan berita buruk
dan cenderung menghukum siapa saja yang membawa berita buruk.
2. Nilai. Satu di antara nilai utama dalam organisasi adalah keamanan.
3. Norma. Norma yang berlaku adalah “Jika kesalahan terjadi, lihatlah ke
seberang sana. Jika Anda tidak dapat melihat ke seberang sana, jangan
mengatakan kesalahan tersebut kepada orang lain.”
Tentu saja contoh-contoh norma tersebut di atas menghambat komunikasi dan
berdampak negatif terhadap produktivitas.

Penopang: Mempertahankan Keberadaan Kultur


Sekali berakar di dalam sistem, kultur tersebut akan bertahan di situ. Meskipun
tidak lagi dapat menopang dengan baik sistem tersebut. Dengan kata lain,
keyakinan, nilai, dan norma yang memacu perilaku cenderung stabil sepanjang
waktu. Oleh karena dimensi kognitif kultur—keyakinan, nilai, dan norma—
seringkali tersembunyi, keyakinan, nilai, dan norma tersebut tidak terjangkau oleh
perubahan. Beberapa faktor dapat menyebabkan kultur tetap berada di tempatnya,
terlepas apakah kultur tersebut masih bermanfaat bagi institusi atau tidak:
adaptasi, tidak adanya kesadaran terhadap kultur, kelambanan, sistem insentif dan
penghargaan, kepentingan pribadi pihak yang mengambil manfaat dari status quo,
dan berbagai proses pengendalian dan prosedur. Tidak ada gunanya berceramah
tentang kultur keberanian untuk mengambil risiko di dalam organisasi yang
keberanian tersebut tidak diberi penghargaan, bahkan orang dapat dihukum dan
dianggap salah jika berani mengambil risiko. Jika perusahaan mengalami
kesulitan untuk menciptakan kultur baru yang bermanfaat bagi bisnis, dua
pertanyaan harus dijawab: (1) Apa yang menyebabkan kultur lama tetap bertahan?
(2) Apa penghargaan yang diberikan atas perilaku yang dituntut oleh kultur baru?

Dimensi Kultur
Kultur organisasional memiliki beberapa dimensi yang membantu manajer untuk
memahaminya dan mengelolanya, yaitu membantu manajer untuk menjadikan
kultur tersebut bermanfaat untuk bisnis dan kualitas kehidupan kerja.

Kultur terbuka dan tersembunyi. Kultur terbuka adalah keyakinan, nilai, dan
norma yang diumumkan secara terbuka oleh institusi. Kultur tersembunyi adalah
keyakinan, nilai, dan norma yang merupakan sisi bayangan suatu kultur.

Kultur yang dinyatakan dan kultur yang sesungguhnya. Hanya karena


organisasi menyatakan keyakinannya secara terbuka tidak berarti organisasi
tersebut mewujudkannya dalam kenyataan. Apa yang sesungguhnya dikerjakan
oleh orang di dalam organisasi mengatakan kepada kita apa yang sesungguhnya
diyakini, dihargai, dan didorong oleh organisasi.
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 963

Kultur kuat dan kultur lemah. Kultur disebut kuat jika keyakinan, nilai, dan
norma perusahaan secara konsisten memacu perilaku. Kultur disebut lemah jika
keyakinan, nilai, dan norma perusahaan yang tidak secara konsisten memacu
perilaku anggotanya. Di dalam organisasi, kultur yang kuat tidak selalu kultur
yang dinyatakan, namun dapat terjadi kultur yang tersembunyi secara konsisten
memacu perilaku anggota organisasi.

Pengelolaan Kultur
Salah satu tugas penting manajer adalah mengelola kultur yaitu menciptakan dan
memelihara kultur yang bermanfaat bagi bisnis. Manajer perlu berusaha untuk
menjamin kultur yang bermanfaat bagi bisnis, termasuk bermanfaat bagi strategi
dan operasi, serta memajukan kualitas kehidupan kerja. Pengelolaan kultur
mencakup tiga tugas utama: mengaudit kultur, mempromosikan kultur pilihan,
dan menantang dan mengubah kultur.

Audit terhadap kultur. Manajer perlu menjadi “ethnographer,” yaitu mereka


perlu mengetahui keyakinan, nilai, dan norma, terutama norma yang tersembunyi
dalam diri anggota organisasi, termasuk dalam diri mereka. Dalam memeriksa
enam tahap dalam proses SPPM, manajer perlu mengaudit kultur yang terdapat
dalam setiap tugas manajerial untuk menentukan apakah kultur tersebut
memberikan kontribusi dalam memajukan bisnis.

Promosi kultur pilihan. Dalam organisasi yang baru, manajer dapat membangun
kultur baru yang memberikan kontribusi dalam memajukan bisnis mulai awal
dengan cara merumuskan dan mengkomunikasikan misi, visi, core beliefs, dan
core values organisasi. Dalam organisasi yang telah lama berdiri, manajer harus
mulai dengan mengidentifikasi kultur pilihan, dan kemudian mempromosikan
kultur tersebut. Jika tidak dijumpai kultur pilihan, manajer perlu merumuskannya
dan kemudian mengkomunikasikannya kepada seluruh anggota organisasi.

Penantangan dan perubahan kultur. Kultur yang tidak lagi memberikan


kontribusi kepada kemajuan bisnis perlu ditantang dan diubah. Dari hasil audit
terhadap kultur, dapat diketahui keyakinan, nilai, dan norma yang tidak
memberikan kontribusi kepada kemajuan bisnis. Kultur tersebut kemudian
ditantang keberadaannya dan kemudian dirumuskan kultur baru pilihan yang
dipandang memajukan bisnis. Langkah berikutnya adalah mencari cara untuk
mempromosikan kultur baru untuk mengubah kultur lama yang sudah tidak
bermanfaat bagi bisnis.

RANGKUMAN
Seperti halnya dengan kematian, sisi bayangan organisasi selalu akan menyertai
kita. Sisi bayangan memperkaya, menjadikan kompleks, dan menjadikan lebih
mendalam pengetahuan kita tentang individu dan kehidupan institusional mereka.
Sementara sisi bayangan menambah SPPM, pemahaman atas sisi bayangan
membantu manajer dalam menggunakan model-model tersebut secara lebih pintar
dan efektif. Meskipun saran untuk mengidentifikasi dan mengelola sisi bayangan
organisasi telah disajikan secara singkat di dalam bab ini, pertanyaan pokok yang
tetap perlu dijawab adalah: “Dapatkah kita mengelola sisi bayangan organisasi
sebagaimana yang diuraikan di atas? Jawaban dari orang yang jujur, tidak dibuat-
buat kemungkinan seperti ini: “Tentu saja dapat, pengelolaan terhadap sisi
bayangan organisasi hanya masalah memberikan alat yang benar bagi manajer
untuk mengelolanya.” Jawaban dari orang yang benar-benar sinis adalah: “Sama
Mulyadi, Universitas Gadjah Mada 964

sekali tidak mungkin! Kita hanya dapat menyaksikan pertunjukan.” Jawaban dari
orang yang realistis kemungkinan akan sebagai berikut: “Ya, kita bisa, paling
tidak sampai pada tingkat tertentu ..... Seberapa banyak yang dapat kita kelola?
Tentu saja yang cukup untuk membuat perbedaan.”

PERTANYAAN
1. Jelaskan beda konsep arationality dengan irrationality. Berikan contohnya
masing-masing
2. Arationality tidak selalu dalam bentuk negatif. Setujukah Saudara dengan
pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban Saudara.
3. Efektivitas SPPM yang telah didesain sangat ditentukan oleh kemampuan
manajer di dalam mengelola sisi bayangan organisasi. Setujukah Saudara
dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban Saudara.
4. Di dalam organisasi terdapat lima bidang sisi bayangan organisasi. Sebutkan
dan berikan penjelasan secara ringkas setiap bidang tersebut.
5. Struktur SPPM dan proses SPPM memiliki dua bentuk arational: sifat
kelonggaran ikatan dalam hampir semua organisasi dan kekuatan sistem tidak
formal yang terdapat dalam organisasi. Jelaskan pengaruh kedua bentuk
arational tersebut dalam pengimplementasian SPPM.
6. Sebut dan jelaskan secara ringkas keterampilan yang diperlukan untuk
mengelola sisi bayangan orang dalam organisasi.
7. Keterampilan komunikasi merupakan satu di antara berbagai keterampilan
penting yang diperlukan untuk mengelola sisi bayangan orang dalam
organisasi. Sebut dan jelaskan secara ringkas keterampilan komunikasi apa
saja yang diperlukan untuk mengelola sisi bayangan orang dalam organisasi?
8. Jelaskan bagaimana mengelola sistem sosial dalam organisasi.
9. Setiap organisasi selalu diwarnai dengan politik yang menimbulkan
arationality.
a. Jelaskan hakikat politik dalam organisasi.
b. Jelaskan bagaimana mengelola sistem politik dalam organisasi.
10. Salah satu bidang sisi bayangan organisasi adalah kultur. Jelaskan bagaimana
memahami dan mengelola kultur organisasi.

END NOTES
i
Gerard Egan, Adding Value: A Systematic Guide to Business-Driven Management and Leadership (San
Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1993), p. 91.
ii
Egan, p. 94.
iii
Egan, p. 95.
iv
Egan, pp. 101-105.
v
Egan, pp. 103-105.
vi
Egan, pp, 118-119.
vii
Egan, p. 121.

Anda mungkin juga menyukai