Anda di halaman 1dari 26

RESUME KELOMPOK 4

Albertus N 142200271

Vicky Fadilla 142200272

Moch S. Akbar 142200273

Ahmad Daffa 142200289

BAB 2

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

A. Pengertian Pengertian dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan


Berikut ini beberapa istilah atau pengertian umum dalam membicarakan perpajakan sesuai
Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 :

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Badan adalah sekumpulan orang / modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha.

4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor/mengekspor barang, dll.

5. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak /
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak.

6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan.

7. Masa Pajak adalah jangka pajak yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yg terutang dalam suatu jangka waktu tertentu.

8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 tahun kalender.


9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian jangka waktu 1 Tahun Pajak.

10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oelh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
pengitungan dan pembayaran pajak.

12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan unutk suatu masa pajak.

13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak.

14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara.

15. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dll.

16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok
pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak.

19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak.

20. Surat Tagihan Pajak adalah surat tuntuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.

21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak.

23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi
dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

24. Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai
keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu
hubungan kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan.

26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan,
atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah
terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untukmendapatkan buka
permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak.

29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan.

30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian
Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran
penulisan dan penghitungannya.

31. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.

34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan
pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib
Pajak.

35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal- hal yang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap
Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan
jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.

40. Tanggal Dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal
disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan
disampaikan secara langsung.

41. Tanggal Diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal
diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima
secara langsung.

B. KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK

Kewajiban Wajib Pajak

Berikut ini kewajiban Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila
telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.

2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.

3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani dan
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan
atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata
uang seiain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

7. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

8.

a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya,
dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

c. memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.

Hak- Hak Wajib Pajak

Berikut ini hak-hak wajib pajak menurut undang-undang Nomor 28 Tahun2007.

1. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 Surat Pemberitahuan Masa.

2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.

3. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk
paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara
lain kepada Direktur Jenderal Pajak.

4. Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan


tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

6. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;

c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;

d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau

e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
7. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.

8. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

9. Memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan
pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang
masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
setelah berlakunya UU No. 28 Tahun 2007.

C. Nomor Pokok Wajib Pajak Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Pengertian dan Fungsi NPWP dan PKP


Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan suatu sarana dalam administrasi pepajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.

Tempat Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP


Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tempat pendaftaran NPWP adalah:

1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi, adalah pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.

2. Bagi Wajib Pajak badan, adalah tempat kedudukan/kegiatan usaha Wajib Pajak.

Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak
Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Tempat pelaporan usaha dan pengukuhan sebagai Pengusaha
Kena Pajak adalah:

1. Bagi Pengusaha orang pribadi, adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.

2. Bagi Pengusaha badan, adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.

3. Bagi Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di
beberapa wilayah kantor Direktorat Jenderal Pajak, adalah baik di Kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha
maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha dilakukan.

4. Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu (yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang
mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang
mempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan), kewajiban melaporkan usahanya di samping
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak
juga pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha Wajib Pajak dilakukan.

5. Bagi Pengusaha Kena Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan kantor
Direktorat Jenderal Pajak sebagai tempat pendaftaran pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
sebagai berikut.

Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP


Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Peyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)
setempat dengan melampirkan ketentuan sebagai berikut.

1. Untuk WP Orang Pribadi Nonusahawan Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi
paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah
atau Kepala Desa bagi orang asing.

2. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan

a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan
tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.

b. Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang
minimal Lurah atau Kepala Desa.

3. Untuk WP Badan

a. Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari
kantor pusat bagi BUT.

b. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan
tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing,
dari salah seorang pengurus aktif.

c. Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa.
4. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong

a. Fotokopi KTP bendaharawan.

b. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.

5. Untuk joint operation sebagai Wajib Pajak Pemotong/pemungut.

a. Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint operation.

b. Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation.

c. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan
tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing,
dari salah seorang pengurus joint operation.

6. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak
pisah harta harus melampirkan fotokopi surat keterangan terdaftar.

7. Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.

Pendaftaran NPWP dan PKP Melalui Elektronik


Berikut langkah- langkah untuk mendapatkan NPWP melalui Internet (electronic registration).

1. Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id.

2. Selanjutnya Anda memilih menu e-reg (electronic registration).

3. Pilih menu "buat account baru" dan isilah kolom sesuai yang diminta.

4. Kemudian Anda akan masuk ke menu "Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi". Isilah
sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Anda.

5. Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara yang berlaku selama 30
(tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT sementara tersebut beserta Formulir
Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai bukti Anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.

6. Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirimkan/sampaikan langsung bersama SKT


sementara serta persyaratan lainnya ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang tertera pada SKT
sementara Anda. Setelah itu, Anda akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.
Wajib Pajak Pindah
Jika WP pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, WP wajib melaporkan diri ke KPP lama
maupun KPP baru dengan ketentuan sebagai berikut.

1. Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan

Pindah tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; adalah surat
keterangan tempat tinggal baru atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari
instansi yang berwenang (Lurah atau Kepala Desa).

2. Wajib Pajak Orang Pribadi Nonusaha

Surat keterangan tempat tinggal baru dari Lurah atau Kepala Desa, atau surat keterangan dari
pimpinan instansi perusahaannya.

3. Wajib Pajak Badan

Pindah tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha adalah surat keterangan tempat
kedudukan atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala Desa.

Penghapusan NPWP
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila:

1. diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/ atau ahli
warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/ atau objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

2. Wajib Pajak badan dilikuidasi karéna penghentian atau penggabungan usaha;

3. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;

4. Wajib Pajak orang pribadi wanita menikah dan tidak melaksanakan kewajiban pajak sendiri;

5. Wajib Pajak yang piutangnya dihapuskan akibat tidak memiliki kekayaan atau meninggal tanpa
warisan;

6. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari
Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/ atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pencabutan Pengukuhan PKP
Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Direktur Pajak apabila:

1. pengusaha kena pajak pindah alamat ke naungan KPP lain;

2. pengusaha kena pajak menyalahgunakan pengukuhan;

3. peredaran bruto pengusaha kena pajak tidak melebihi batasan pengusaha kecil;

4. kewajiban PPN pengusaha kena pajak dipusatkan di tempat lain.

Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan


Pencabutan NPPKP dengan Sistem e-Registration
Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan tata cara Pendaftaran dan Penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta Pengukuhan dan Pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak (NPPKP) (sesuai Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-173/PJ./2004) diatur sebagai berikut.

1. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan kegiatan
usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak melalui sistem e-Registration akan mendapatkan
Formulir Registrasi Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar Sementara dengan cara Wajib Pajak
mencetak sendiri melalui sistem e-Registration.

2. Surat Keterangan Terdaftar Sementara hanya berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran
dilakukan dan hanya berlaku untuk pembayaran, pemotongan, dan pemungutan pajak oleh pihak lain,
serta tidak dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan di luar bidang perpajakan.

3. Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya disampaikan ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan.

4. Apabila Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya belum
diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak permohonan dilakukan, maka proses permohonan akan dibatalkan secara sistem.

5. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar
paling lama 1 (satu) hari sejak Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditarndatangani beserta
persyaratannya diterima secara lengkap.

6. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pendaftaran sekaligus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan
secara bersamaan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Keterangan Terdaftar dan Surat Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja berikutnya setelah Formulir Registrasi Wajib Pajak
beserta persyaratannya diterima secara lengkap.
7. Berdasarkan proses approval melalui sistem e- tempat Wajib Pajak terdaftar akan mengirimkan kartu
Nomor Polkok Wajib Pajak (KP.PDEP4.4-00) dan Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00), dan/atau
Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP4.3-00) melalui pos ke alarnat Wajib Pajak, atau
berdasarkan Notifikasi yang dikirimkan melalui sistem e-Registration, Wajib Pajak atau Kuasanya dapat
mengambil sendiri dokumen tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak. gistration, Kantor Pelayanan Pajak

8. Wajib Pajak yang telah terdaftar dan belum mempunyai akses ke sistem e-Registration, dapat
mengajukan permohonan untuk dapat mengakses sistem e-Registration atas Nomor Pokok Wajib Pajak
yang bersangkutan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat e-l Wajib Pajak terdaftar dengan membawa
bukti pendaftaran yang berlaku

D. PEMBAYARAN, PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, DAN PELAPORAN

Cara Pembayaran Pajak


Pembayaran pajak dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut.

1. Membayar sendiri pajak yang terutang.

a. Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25), yaitu pembayaran pajak penghasilan
secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi
pajak yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak
yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.

b. Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun, yaitu pelunasan pajak penghasilan yang
dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu
tahun pajak lebih besar dari total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau
dipungut pihak lain sebagai kredit pajak.

2. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2). PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22,
dan 23, serta PPh Pasal 26). Pihak lain yang dimaksud adalah pemberi penghasilan, pemberi kerja, dan
pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.

3. Melalui pembayaran pajak di luar negeri (PPh Pasal 24).

4. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah (misalnya,
bendaharawan pemerintah).

5. Pembayaran pajak-pajak lainnya.

a. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangungan (PBB), yaitu pelunasan berdasarkan Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat
dilakukan dengan menggunakan ATM di bank-bank tertentu.
b. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yaitu pelunasan pajak
atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.

c. Pembayaran Bea Meterai, yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan
cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan
cara lain seperti menggunakan mesin teraan.

Tempat dan Sarana Pembayaran Pajak


Pelaksanaan pembayaran/penyetoran pajak dilakukan ke kas negara melalui:

1. Layanan pada loket/teller, dan/atau

2. Layanan dengan menggunakan sistem elektronik lainnya pada Bank Persepsi/Pos


Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing.

Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau
sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. Pembayaran dan penyetöran pajak meliputi PPh,
PPN, PPNBM, Bea Meterai, dan PBB.

Surat Setoran Pajak (SSP)


SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan.

Formulir SSP dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan:

a. Lembar ke-1: untuk arsip Wajib Pajak.

b. Lembar ke-2: untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

c. Lembar ke-3: untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak.

d. Lembar ke-4: untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.

Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran:

a. satu jenis pajak,

b. satu Masa atau Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak,

c. satu Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan PBB, atau Surat Tagihan
Pajak PBB.
Pemotongan/Pemungutan

Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak, ada pembayaran bulanan
yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun
jenis Pajak Penghasilan yang pembayarannya melalui pemotongan/ pemungutan adalah PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPNBM.

1. PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga atas penghasilan yang
diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan
tempat pegawai tersebut bekerja).
2. PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang, impor barang, dan kegiatan usaha di bidang-bidang
tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
3. PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan
penghasilan tertentu seperti deviden, bunga, royalti, sewa, dan jasa yang diterima oleh Wajib
Pajak badan dalam negeri, dan bentuk usaha tetap (BUT).
4. PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan dengan
penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri.
5. PPh Final Pasal 4 ayat (2) merupakan pajak yang sifat pemungutannya final. Yang dimaksud final
bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga, atau dibayar sendiri tidak dapat
dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam
penghitungan pajak penghasilan pada surat pemberitahuan (SPT) Tahunan. Beberapa contoh
penghasilan yang dikenakan PPh final adalah bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan,
persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi, dan sebagainya.
6. PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu
yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau
penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak,
gas, dan panas bumi; perusahaan dagang asing, dan perusahaan yang melakukan investasi
dalam bentuk bangun guna serah.
7. Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas nilai tambah suatu barang dan
jasa.
8. Pajak penjualan atas barang mewah (PPNBM) adalah pajak khusus untuk barang- barang
mewah.

Pelaporan

Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan hal-hal yang
berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf latin dan angka arab, satuan mata uang rupiah dan
menandatangani, serta menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang:
1. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
2. penghasilan yang merupakan Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak;
3. harta dan kewajiban; dan/atau
4. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang
pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak
dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dibedakan sebagai berikut.
1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak
bulanan. SPT Masa terdiri atas:
a. SPT Masa PPh Pasal 21 dan Pasal 26;
b. SPT Masa PPh Pasal 22;
c. SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26;
d. SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2);
e. SPT Masa PPh Pasal 15;
f. SPT Masa PPN dan PPNBM;
g. SPT Masa PPN dan PPNBM bagi Pemungut.
2. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. SPT
Tahunan terdiri atas:
a. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan (1771-Rupiah);
b. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan
dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat (1771-US);
c. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau norma penghitungan
penghasilan neto; dari satu atau lebih pemberi kerja; yang dikenakan PPh final dan/atau
bersifat final; dan dari penghasilan lain (1770);
d. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu atau
lebih pemberi kerja; dalam negeri lainnya; dan yang dikenakan PPh final dan/atau
bersifat final (1770 S);
e. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu
pemberi kerja dan tidak mempunyai penghasilan lainnya kecuali bunga bank dan/atau
bunga koperasi (1770 SS).

Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (antara lain Wajib Pajak usaha kecil) dapat:
1. menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa
Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran seluruh pajak yang wajib dilunasi menurut Surat
Pemberitahuan Masa tersebut dilakukan sekaligus paling lama dalam Masa Pajak yang terakhir;
dan/atau
2. menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selain yang disebut pada nomor 1 untuk beberapa
Masa Pajak sekaligus dengan syarat pembayaran untuk masing-masing Masa Pajak dilakukan
sesuai batas waktu untuk Masa Pajak yang bersangkutan.

Apabila Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan, ternyata tidak dapat menyampaikan
Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan karena luasnya kegiatan usaha dan
masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk
memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah
ditentukan, Wajib Pajak dapat memperpanjang penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain, misalnya
pemberitahuan secara elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak. Jangka waktu tersebut paling lama 2
(dua) bulan. Apabila sampai dengan batas perpanjangan ini, SPT tetap belum disampaikan, dapat
diterbitkan Surat Teguran.

SPT dianggap tidak disampaikan apabila:


1. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani;
2. Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang
ditetapkan;
3. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun
sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah
ditegur secara tertulis; atau
4. Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan
atau menerbitkan surat ketetapan pajak.

Tata Cara Pengisian dan Penyampaian SPT. Tata cara pengisian SPT diatur sebagai berikut.
1. Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,
jelas, dan menandatanganinya.
2. Surat Pemberitahuan Wajib Pajak badan harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
3. Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan
menandatangani Surat Pemberitahuan, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada
Surat Pemberitahuan.
4. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan
pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
5. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik, tetapi tidak dilampirkan pada Surat
Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga Surat
Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan.

E. SURAT KETETAPAN PAJAK

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu
5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut.
1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau
kurang dibayar.
2. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan
dan setelah ditegur secara tertulis tidak disaxnpaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan
dalam Surat Teguran.
3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan
selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen).
4. Apabila kewajiban pembukuan dan pemeriksaan (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau
Pasal 29) tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
5. Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah
pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak akan mungkin diterbitkan sebelum
didahului dengan penerbitan surat ketetapan pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
Apabila masih ditemukan lagi data baru termasuk data yang semula belum terungkap pada saat
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau data baru termasuk data yang
semula belum terungkap yang diketahui kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan masih dapat diterbitkan lagi.

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan
adanya jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang,
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak. Untuk masing-
masing jenis pajak, Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan untuk:

1. Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
2. Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang
terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang
dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung
dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah
pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)


Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:
1. Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak (jumlah pajak yang dibayar) lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang;
2. Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah
pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang
dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang.
Prosedur penerbitan SKPLB sebagai berikut.
1. Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.
Permohonan dapat disampaikan dengan mengisi kolom dalam SPT atau dengan surat tersendiri.
2. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak, harus menerbitkan SKPLB paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak
surat permohonan diterima secara lengkap. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap Wajib Pajak
yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
3. Apabila dalam jangka waktu tersebut (12 bulan sejak surat permohonan diterima), Direktur
Jenderal Pajak tidak memberi suatu surat keputusan, permohonan pengembalian kelebihan
pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan
setelah jangka waktu tersebut berakhir.
4. Apabila SKPLB terlambat diterbitkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah jangka persen)
sebulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu tersebut sampai dengan saat waktu tersebut
berakhir maka Wjib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 29% (dua diterbitkan SKPLB.

F. KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Batas waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak ditetapkan paling lama satu bulan
untuk:
1. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan tertulis
tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dihitung sejak tanggal penerbitan;
3. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, dihitung sejak tanggal
penerbitan;
4. Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan
Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, atau Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, dihitung sejak tanggal penerbitan;
5. Putusan Banding dihitung sejak diterimanya Putusan Banding oleh Kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang berwenang melaksanakan putusan pengadilan; atau
6. Putusan Peninjauan Kembali dihitung sejak diterimanya Putusan Peninjauan Kembali oleh
Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan putusan pengadilan sampai
dengan saat diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.

Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu

Wajib Pajak dengan kriteria tertentu adalah Wajib Pajak yang:


1. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
2. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang
telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan
pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut;
4. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun terakhir.

Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan


Tertentu

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu adalah:


1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah
peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan
jumlah tertentu; atau
4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.

Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Orang Pribadi Bukan Subjek Pajak Dalam Negeri

Orang pribadi yang bukan Subjek Pajak dalam negeri yang melakukan pembelian Barang Kena
Pajak di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan pengembalian
Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.

Tata Cara Pembayaran Kelebihan Pajak

Tata cara pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak diatur sebagai berikut.
1. Pengembalian pembayaran pajak yang masih tersisa tersebut dilakukan dengan menerbitkan
Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).
2. Kelebihan pembayaran pajak dikembalikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama
Direktur Jenderal Pajak dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak (SKPKPP).
3. Atas dasar SKPKPP tersebut, Kantor Pelayanan Pajak atas nama Menteri Keuangan
menerbitkan SPMKP per jenis pajak dan per masa/tahun pajak.
4. SPMKP dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan sebagai berikut.
a. Lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara mitra kerja
Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan SPMKP.
b. Lembar ke-3 untuk Wajib Pajak yang bersangkutan.
c. Lembar ke-4 untuk Kantor Pelayanan Pajak yang menerbitkan 5 PMKP.
5. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara mengembalikan lembar ke-2 SPMKP disertai Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) lembar ke-2 kepada penerbit SPMKP setelah dibubuhi cap
tanggal dan nomor penerbitan SP2D.ts
6. SPMKP beserta SKPKPP wajib disampaikan Kantor Pelayanan Pajak ke Kantor Pelay anan
Perbendaharaan Negara paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum jangka waktu 1 (satu) bulan
sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas terlampaui.

G. SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi
berupa bunga dan atau denda. Surat Tagihan Pajak diterbitkan apabila:
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
2. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung;
3. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat
faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur
pajak secara lengkap, selain:
a. identitas pembeli; atau
b. identitas pembeli serta nama dan tanda tangan, dalam hal penyerahan dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak; atau
7. Pengusaha Kena Pajak gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan.

Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.
Pengenaan sanksi berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak diuraikan sebagai berikut.

1. Sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun
pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak atas Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan
karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, atau dari hasil penelitian
Surat Pemberitahuan yang menunjukkan pajak kurang dibayar karena terdapat salah tulis dan/atau
salah hitung.

2. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari dasar pengenaan najak dikenakan
terhadap pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Paiak tetapi tidak membuat faktur
pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap; atau Pengusaha Kena
Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak.

3. Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) dari jumlah pajak yang ditagih kembali,
dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran pajak sampai
dengan tanggal penerhitan Surat Tagihan Pajak terhadap Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi
dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan.

H. SURAT PAKSA
Surat Paksa merupakan salah satu sarana penagihan pajak. Surat Paksa diterbitkan karena
jumlah pajak yang masih harus dibayar ternyata belum dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditetapkan. Hal tersebut diproses berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah. Jangka waktu yang dimaksud adalah 1
bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali, atau 3 (tiga) bulan bagi Wajib Pajak usaha kecil dan
Wajib Pajak di daerah tertentu. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diatur tersendiri dalam Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2000 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997.

H. KEBERATAN, BANDING, DAN PENINJAUAN KEMBALI

Keberatan

Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau
pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya maka dapat mengajukan keberatan. Keberatan hanya
ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak. Keberatan tersebut diajukan atas suatu:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
5. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Tata cara pengajuan keberatan adalah sebagai berikut.

1. Satu keberatan harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu masa pajak atau tahun pajak.
Misalnya, keberatan atas ketetapan Pajak Penghasilan tahun 2010 dan tahun 2011, maka harus diajukan
dua buah surat keberatan untuk dua tahun tersebut.

2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak
terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib
Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.

3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak
atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan
bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

4. Wajib Pajak yang masih mempunyai utang pajak, wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar
paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan,
sebelum surat keberatan disampaikan.

5. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga
tidak dipertimbangkan.
6. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, Direktur Jenderal
Pajak harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Atas keberatan yang diajukan, Direktur
Jenderal Pajak dapat mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besar.

7. Apabila dalam jangka waktu tersebut nomor 6 telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.

8. Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan, tetapi
belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, maka jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai
dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

9. Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang dialami oleh Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di
daerah tertentu, vang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya
dilunasi dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal diterbitkan tapi belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan, maka jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak
tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

10. Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam
proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat
pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau
keterangan lain, dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.

Banding

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang
diajukannya, Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak.

Tata cara pengajuan permohonan banding adalah:

1. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling
lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan Salinan Surat
Keputusan Keberatan.

2. Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta
Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang
seharusnya dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan tapi belum dibayar pada
saat pengajuan keberatan, maka jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

3. Terhadap Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta
Putusan Peninjauan Kembali, yang dialami oleh Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah
tertentu, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi
dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal diterbitkan tapi belum dibayar pada saat pengajuan
keberatan, maka jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal
penerbitan Putusan Banding.

4. Jumlah Pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan pada nomor 3 tidak
termasuk sebagai utang pajak.

5. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak
yang terutang sampai dengan Putusan Banding.

Peninjauan Kembali (PK)


Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan
kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding
atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, Wajib Pajak masih memiliki hak
mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya
dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
Pengajuan permohonan peninjauan kembali dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3
(tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim
Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak
putusan banding dikirim. Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak permohonan Peninjauan Kembali diterima.

Kelebihan Pembayaran Pajak karena Keberałan, Banding, dan Peninjauan Kembali

Kelebihan pembayaran pajak ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan diberikan kepada Wajib Pajak apabila:

1. Pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan


sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar (sebagaimana dimaksud dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak
Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar) telah dibayar dan menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak, dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak
sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali.
b. Untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.

2. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak
sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
b. Untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan
Ketetapan Pajak.
c. Untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.

I. PEMBUKUAN, PEMERIKSAAN, DAN PENYIDIKAN

Pembukuan

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan
biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak
yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia;
2. Wajib Pajak badan di Indonesia.

Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tapi wajib melakukan pencatatan adalah:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Berikut ini beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam melakukan pembukuan atau pencatatan:
1. Pembukuan atau pencatatan harus dilakukan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf
Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Pembukuan diselenggarakan dengan taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
Perubahan terhadap metode dan atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur
Jenderal Pajak.
4. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, pajak
yang terutang.
5. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan.
Pemeriksaan

Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan


pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan tujuan lain, antara lain:
1. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
2. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
3. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
4. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
5. pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
6. pencocokan data dan/atau alat keterangan;
7. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
8. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
9. pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak:
10. penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan; dan/atau
11. pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda.

Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka pemeriksaan:

1. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak
(Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi satu jenis pajak, beberapa
jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan.

2. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi pemerintah dan
badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak.

3. Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan
pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha
sebenarnya dari Wajib Pajak.

4. Petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah
Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa.

5. Wajib Pajak yang diperiksa wajib:


a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. memberikan keterangan lain yang diperlukan baik secara tertulis dan/atau lisan, misalnya
surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, keterangan bahwa fotokopi
dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya, surat pernyataan tentang kepemilikan harta,
surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup, wawancara tentang proses pembukuan Wajib
Pajak, wawancara tentang proses produksi Wajib Pajak, wawancara dengan manajemen tentang
transaksi-transaksi yang bersifat khusus.
6. Buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan keterangan lain yang diminta oleh Pemeriksa dalam
rangka pemeriksaan wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama satu bulan sejak permintaan
disampaikan.

Penyidikan
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang tindak
pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang
perpajakan.
Wewenang penyidik tersebut adalah:

1. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

2. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;

4. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

5. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen
lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan;

7. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang
dibawa;

8. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;

9. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

10. menghentikan penyidikan; dan/atau

11. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tindak pidana di bidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan
oleh Wajib Pajak. Kealpaan adalah Wajib Pajak alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT
tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja,
lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya. Berikut kriteria kesengajaan tersebut:
1. tidak mendaftarkan diri, atau penyalahgunaan NPWP atau NPPKP;
2. tidak menyampaikan SPT;
3. menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap:
4. menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
5. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu;
6. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
7. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara.

J. KETENTUAN BAGI PETUGAS PAJAK

Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan pegawai pajak diatur sebagai berikut.

1. Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak
tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

2. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak di luar kewenangannya
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diadukan ke unit
internal Departemen Keuangan yang berwenang melakukan pemeriksaan dan investigasi, dan apabila
terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman
kepada Wajib Pajak agar menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.

4. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendirisecara melawan hukum dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar
atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri diancam dengan
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan perubahannya.

5. Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan
tugasnya didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

K. SANKSI PAJAK
Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak berdasarkan UU
No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diuraikan pada tabel berikut:

Anda mungkin juga menyukai